Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

DIARE

I. Konsep Medis
A. Definisi Diare
Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses. Diare dapat terjadi akibat
adanya zat terlalu yang tidak dapat diserap di dalam feses (Arif Mutakkim dan Kumala S,
2011).
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya perubahan bentuk
konsentrasi tinja yang melembek sampai dengan cair dengan frekuensi lebih dari lima kali
sehari. Diare dapat merupakan penyakit yang sangat akut dan berbahaya karena sering
mengakibatkan kematian bila terlambat penanganannya (Pudiastuti, 2011).
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari
3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah
(Hidayat, 2006).
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3
kali/hari). Serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 g/hari) dan konsistensi fases cair
(Suzanne dkk, 2002).
B. Klasifikasi Diare
Beberapa klasifikasi diare ialah antara lain :
a. Rendle Short (1961) membuat klasifikasi berdasarkan pada ada atau tidaknya infeksi ;
gastroentritis (diare dan muntah) diklasifikasikan menurut 2 golongan :
1. Diare infeksi spesifik : tifus abdomen dan paratifus, disentri basil (Shigella),
anterokolitis stafilokok.
2. Diare non-spesifik : diare dietetik.
Disamping itu klasifikasi lain diadakan berdasarkan organ yang terkena infeksi :
1) Diare infeksi enteral atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus dan parasit).
2) Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi diluar usus (otitis media, infeksi
saluran pernafasan, infeksi saluran urin dan lainnya).
C. Penyebab Diare
a. Faktor infeksi
1) Infesi enternal ; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus : Enterovirus, (virus ECHO, Coxsackie, Poliomylitis) Adeno-virus,
Retavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
c) Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Stronggyloides); protozoa
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Cardida
albicans).
2) Infesi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut
(OMA), tonsolitis/tonsilofaringitis, brongkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa);
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar (Ngastiyah, 2005).

D. Tanda dam Gejala


Ada beberapa tanda dan gejala diare menurut Azis Alimul Hidayat (2006), yaitu sebagai
berikut:
a. Frekuensi bab (buang air besar) pada bayi lebih dari 3x/hari dan pada neonatus lebih dari
4x/hari
b. Bentuk cair pada buang air besarnya kadang-kadang disertai lendir dan darah
c. Nafsu makan menurun
d. Warna tinja lama-kelamaan kehijauan karna bercampur dengan empedu
e. Muntah
f. Rasa haus
g. Malaise
h. Adanya lecet pada daerah sekitar anus
i. Fases bersifat banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diserap oleh
usus
j. Adanya tanda dehidrasi

E. Pencegahan Diare
Ada beberapa cara pencegahan diare menurut Kementrian Kesehatan RI (2011), yaitu
sebagai berikut:
a. Cuci tangan dengan sabun dan bilas dengan air sampai bersih:
1) Sebelum makan.
2) Sebelum mneyusui.
3) Setelah Buang Air Besar (BAB).
4) Setelah membuang tinja/kotoran anak.
5) Sebelum menyiapkan makan anak dan menyuapi makan anak.
b. Gunakan air bersih.
c. Cuci peralatan makan dan minum dengan baik dan benar.
d. Semua anggota keluarga Buang Air Besar (BAB) di jamban yang sehat.
e. Buang tinja anak dijamban.
f. Berikan imunisasi campak untuk meningkatkan kekebalan tubuh agar tidak mudah
terkena diare.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencegah diare menurut Ratna Dewi Pudiastuti (2011),
adalah sebagai berikut:
a. Minum air yang sudah direbus.
b. Cuci tangan dengan sabun sebelum makan.
c. Tidak BAB/BAK disembarang tempat.
d. Tutup makanan dengan benar agar tidak dihinggapi lalat.
e. Buang sampah pada tempatnya.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik primer menurut Diane C, 2000 diarahkan pada pengontrolan dan
menyembuhkan penyakit yang mendasar
a. Untuk diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral; mungkin diresepkan
glukosa oral dan larutal elktrolit.
b. Untuk diare sedang, obat-obat non-spesifik, difenoksilat (Lomotif) dan loperamid
(Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber non infeksius
c. Diresepkan antimicrobial jika telah terindentifikasi preparat infeksius atau diare
memburuk.
d. Terapi intravena untuk hidrasi cepat, terutama untuk pasien yang sangat muda atau
lansia.

G. Komplikasi Diare
a. Dehidrasi (ringan sedang, berat, hipotnik, isotonik atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan
elektokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi skunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktase.
f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi protein, akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik (Ngastiyah,
2005).

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja: makroskopis dan mikroskopis, pH dan kadar gula jika diduga ada
intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan
uji resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten).
2. Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama
natrium, kalium, kalsium dan phospor serum pada diare yang disertai kejang).
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal. Duodenal
intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama
pada diare kronik
II. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Subyektif;
- Frekuensi BAB 3 – 4 kali/hari atau lebih.
- Napsu makan berkurang.
- Nyeri perut.
- Konsistensi feces encer yang terjadi perubahan warna.
- Mual.
- Vomoting
- Lemas, lemah.
- Orang tua cemas
b. Data Obyektif
- Feces encer mungkin disertai lendir atau darah.
- Anak menjadi cengeng dan gelisah.
- Suhu badan meningkat (36ºC - 37ºC)
- Muntah
- Anus dan daerah sekitarnya lecet/iritasi karena seringnya BAB.
- BB menurun.
- Turgor kulit menurun atau jelek.
- Selaput lendir dan bibir kering.
- Peristaltik meningkat.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian, maka ditemukan beberapa diagnosa keperawatan pada anak
dengan diare yaitu :
1) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan diare.
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
3) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi pada usus.
4) Resiko terjadi infeksi sekunder berhubungan dengan iritasi pada anus akibat diare.
5) Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB.
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan aktivasi RAS.
7) Kecemasan (orang tua) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
anaknya.
3. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan diare.
Tujuan : Klien dapat mempertahankan volume cairan yang adekuat dengan
keseimbangan input dan out put serta bebas dari tanda dehidrasi.
Intervensi :
- Observasi TTV, takikardia dan demam. Kaji turgor kulit dan kelembabab membran
mukosa.
Rasional : Merupakan indikator adanya dehidrasi/hipovolemia dan untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
- Pantau input dan out put cairan, catat/ukur diare dan kehilangan cairan melalui oral.
Rasional : Untuk mengidentifikasi tingkat dehidrasi dan pedoman untuk penggantian
cairan .
- Penuhi kebutuhan cairan individu dengan menentukan jadwal pemberian.
Rasional : Pemberian cairan yang teratur dapat membantu mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit klien .
- Timbang BB klien secara teratur/sesuai jadwal.
Rasional : Penurunan BB menunjukan adanya kehilangan cairan yang berlebihan .
- Anjurkan ibu klien untuk meningkatkan masukan oral bila mampu.
Rasional : Memungkinkan penghentian tindakan dukungan cairan invasif dan membantu
mengembalikan fungsi usus normal.
- Berikan cairan tambahan infus sesuai indikasi.
Rasional : Menggantikan kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan.
- Observasi tetesan infus secara ketat.
Rasional : Memberikan informasi tentang status cairan. Kecenderungan keseimbangan
cairan negatif dapat menunjukan terjadinya defisit.
- Penatalaksanaan pemberian obat sesuai instruksi.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan dan berguna untuk meminimalkan
kehilangan cairan.
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Klien akan mempertahankan intake makanan dan minuman yang adekuat untuk
mepertahankan berat badan dalam rangka pertumbuhan dengan kriteria hasil porsi
makan dihabiskan, BB meningkat atau dipertahankan.
Intervensi :
- Buat jadwal masukan tiap jam, anjurkan mengukur cairan atau makanan dan minuman
sedikit demi sedikit.
Rasional : Pemberian makanan dan minuman yang teratur dapat membantu
mempertahankan keseimbangan nutrisi klien.
- Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
Rasional: Merupakan indikator terhadap asupan makanan yang adekuat.
- Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen.
Rasional : Gangguan keseimbangaan cairan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi
lambung.
- Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan segera jika
klien dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan oral.
Rasional : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika klien sadar dan fungsi
ganstrointestinalnya baik.
- Libatkan keluarga (ibu klien) pada perencanaan makanan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatan keluarga dalam perawatan klien dan
memberikan informasi untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
3) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi pada usus.
Tujuan : Anak menunjukan suhu tubuh dalam batas normal (36-37˚C)
Intervensi :
- Pantau suhu tubuh klien setiap 1 jam, perhatikan apakah klien menggigil.
Rasional : Untuk memantau peningkatan suhu tiba-tiba. Suhu 38,9˚ C – 41,1˚ C
menunjukan proses infeksi. Menggigil sering mendahului puncak peningkatan
suhu.
- Pertahankan lingkungan yang sejuk.
Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahakan suhu mendekati normal.
- Beri kompres hangat dan hindari penggunaan alkohol/es.
Rasional : Membantu mengurangi demam. Alkohol / air es dapat menyebabkan kedinginan
dan mengeringkan kulit.
- Kolaborasi untuk memberikan antipiretik (asetaminofen, ibuprofen) sesuai indikasi.
Rasional : Mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus.
4) Resiko terjadi infeksi sekunder berhubungan dengan iritasi pada anus akibat diare.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi sekunder dengan kriteria klien bebas dari tanda-tanda infeksi
sistemik atau lokal.
Intervensi :
- Pertahankan keadaan kulit sekitar anus tetap kering dan bersih.
Rasional : Mencegah terjadinya kontaminasi dan penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
- Pertahankan teknik aseptik dalam melakukan tindakan invasif.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya infeksi silang.
- Kolaborasi untuk pemberian antimikrobial/antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan kolonisasi bakteri atau jamur disekitar anus.
- Libatkan keluarga dalam program perawatan klien untuk mempertahankan kulit tetap
kering.
Rasional : Membantu meningkatkan peran keluarga dan memberikan pemahaman tentang
perawatan klien.
5) Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB.
Tujuan : Klien dapat mempertahankan integritas kulit dalam keadaan normal.
Intervensi :
- Pertahankan keadaan kulit sekitar anus tetap kering dan bersih.
Rasional : Mencegah terjadinya kontaminasi dan iritasi.
- Berikan perawatan kulit secara rutin, observasi pakaian klien agar tetap kering dan
steril.
Rasional : Mencegah terjadinya kerusakan dan meningkatkan penyembuhan.
- Pertahankan keadaan kulit sekitar anus tetap kering dan bersih. Observasi ketat pada
lipatan kulit
Rasional : Kelembaban atau akskroriasi meningkatkan pertumbuhan bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi.
- Ajarkan kepada keluarga untuk tidak memberikan tekanan pada bagian tubuh tertentu.
Rasional : Menurunkan tekanan sehingga dapat meningkatkan sirkulasi perifer dan
menurunkan resiko kerusakan kulit.
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan aktivasi RAS.
Tujuan : Klien dapat beristirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan secara teratur.
Intervensi :
- Kaji kebiasaan tidur dan perubahan yang terjadi.
Rasional: Mengidentifikasi dan menentukan intervensi yang tepat.
- Ciptakan tempat tidur yang nyaman.
Rasional: Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologi – psikologis.
- Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan mengurangi kebisingan.
Rasional: Memberikan situasi yang kondusif untuk tidur/istirahat.
- Hindari mengganggu klien bila mungkin (misalnya; membangunkan untuk obat dan
terapi)
Rasional: Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan klien mungkin tidak
dapat tidur setelah di bangunkan.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah M. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa, DIVA Press, Jogjakarta.


Bets C dan Linda A.S, 2009, Buku Saku Keperawatan Pediatri. Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Doenges, moorhouse & Burley, 2001, Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Hidayat Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Selemba Medika,Jakarta.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit Edisi 2, ECG, Jakarta.
Puji Esse, dkk, 2014, Panduan Penulisan Skripsi Edisi 10 Makassar, Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Makassar, Makassar.
Pudiastuti Dewi R, 2011, Waspada Penyakit Pada Anak, PT Indeks, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai