Anda di halaman 1dari 35

KELOMPOK 1

FUNGSI DAN PERAN KELUARGA DALAM STRUKTUR SOSIAL

A. FUNGSI KELUARGA
Keluarga merupakan perkumpulan dua orang atau lebih individu yang hidup bersama
dalam keterkaitan,emosional, dan setiap individu memiliki peran masing-masing yang
merupakan bagian dari keluarga (Fatimah,2010) menurut mibarak (2009) keluarga
adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang terikat oleh hubungan
perkawinan,hubungan darah atauoun adopsi,dan setiap anggota keluarga saling
berinteraksi satu dengan yang lainnya. Sedangkan menurut UU No. 52 tahun
2009,mendefinisikan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya( (wirdana et
al,2012).
B. PERAN KELUARGA
Menurut Nye,1976 dalam (andormoyo,2012) peran menunjuk kepada beberapa set
perilaku yang kurang lebih bersifat homogen,yang didefinisikan dan diharapkan
secara normative dari seseorang akupan dalam situasi social tertentu. Peran
didasarkan pada preskipsi dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu
harus dilakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan mereka
sendiri atau harapan orang lain meyangkut peran tersebut (andarmoyo,2012).

Macam-macam peran Keluarga adalah sbb:


a. Peran formal keluarga
1) Peran parenteral dan perkawinan
2) Peran anak
3) Peran kakek/nenek
b. Peran Informal keluarga
Peran informal bersifat implisit biasanya tidak tampak ke permukaan dan
dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu
(satir,1967 dalam andarmoyo 2012) dan/atau untuk menjaga keseimbangan dalam
keluarga. Keberadaan peran informal penting bagi tuntutan-tuntutan intergatif dan
adaptif kelompok keluarga (andarmoyo,2012). Beberapa contoh peran informal
yang bersifat adaptif dan merusak kesejahteraan keluarga.

A. Fungsi Keluarga

Menurut Munandar (1985), pengertian keluarga dapat dilihat dalam arti kata yang
sempit, sebagai keluarga inti yang merupakan kelompok sosial terkecil dari masyarakat yang
terbentuk berdasarkan pernikahan dan terdiri dari seorang suami (ayah), isteri (ibu) dan anak-
anak mereka. Sedangkan keluarga dalam arti kata yang lebih luas misalnya keluarga RT,
keluarga komplek, atau keluarga Indonesia.
keluarga adalah merupakan lingkungan pendidikan pertama bagi anak. Di lingkungan
keluarga pertama-tama anak mendapat pengaruh, karena itu keluarga merupakan lembaga
pendidikan tertinggiyang bersifat informal dan kodrat. Pada keluarga inilah anak mendapat
asuhan dari orang tua menuju ke arah perkembangannya.
Keluarga menjalankan peranannya sebagai suatu sistem sosial yang dapat membentuk
karakter serta moral seorang anak. Keluarga tidak hanya sebuah wadah tempat berkumpulnya
ayah, ibu, dan anak. Sebuah keluarga sesungguhnya lebih dari itu. Keluarga merupakan
tempat ternyaman bagi anak. Berawal dari keluarga segala sesuatu berkembang. Kemampuan
untuk bersosialisasi, mengaktualisasikan diri, berpendapat, hingga perilaku yang
menyimpang. Selain sebagai tempat berlindung, keluarga juga memiliki fungsi sebagai
berikut:

1. Mempersiapkan anak-anak bertingkah laku sesuai dengan niai-nilai dan norma-norma


aturan-aturan dalam masyarakat dimana keluarga tersebut berada (sosialisasi).
2. Mengusahakan terselenggaranya kebutuhan ekonomi rumah tangga (ekonomi),
sehingga keluarga sering disebut unit produksi.
3. Melindungi anggota keluarga yang tidak produksi lagi (jompo).
4. Meneruskan keturunan (reproduksi).

B. Pengaruh / Peran Keluarga Terhadap Perkembangan Karakter Seorang Anak

Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain:
1. Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-
anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya,
maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-
masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya dengan
baik. Sebaliknya jika kedua orang tua terlalu ikut campur dalam urusan
mereka atau mereka memaksakan anak-anaknya untuk menaati mereka, maka
perilaku kedua orang tua yang demikian ini akan menjadi penghalang bagi
kesempurnaan kepribadian mereka.
2. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan
menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan
pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya
keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi
hak pilih.
3. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini
bukan berarti bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua
orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan
fitri anak-anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik dan
pembicaraan negatif sekaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta
menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban, dan pada waktu yang
bersamaan kedua orang tua harus menjaga hak-hak hukum mereka yang
terkait dengan diri mereka dan orang lain. Kedua orang tua harus bersikap
tegas supaya mereka juga mau menghormati sesamanya.
4. Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan
terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap
mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta
berani dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak terhadap dirinya sendiri akan
menyebabkan mereka mudah untuk menerima kekurangan dan kesalahan yang
ada pada diri mereka. Mereka percaya diri dan yakin dengan kemampuannya
sendiri. Dengan membantu orang lain mereka merasa keberadaannya
bermanfaat dan penting.
5. Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak).
Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu
ingin tahu tentang dirinya sendiri. Tugas kedua orang tua adalah memberikan
informasi tentang susunan badan dan perubahan serta pertumbuhan anak-
anaknya terhadap mereka. Selain itu kedua orang tua harus mengenalkan
mereka tentang masalah keyakinan, akhlak dan hukum-hukum fikih serta
kehidupan manusia. Jika kedua orang tua bukan sebagai tempat rujukan yang
baik dan cukup bagi anak-anaknya maka anak-anak akan mencari contoh lain;
baik atau baik dan hal ini akan menyiapkan sarana penyelewengan anak.
Yang paling penting adalah bahwa ayah dan ibu adalah satu-satunya teladan
yang pertama bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga
anak secara tidak sadar mereka akan terpengaruh, maka kedua orang tua di
sini berperan sebagai teladan bagi mereka baik teladan pada tataran teoritis
maupun praktis. Ayah dan ibu sebelum mereka mengajarkan nilai-nilai
agama dan akhlak serta emosional kepada anak-anaknya, pertama
mereka sendiri harus mengamalkannya.

C. Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak


Pengertian Pendidikan Karakter ialah,Kata character berasal dari bahasa
Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti
orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian
yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang
khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah pola
perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang?. Setelah melewati
tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat
Ada beberapa penamaan nomenklatur untuk merujuk kepada kajian
pembentukan karakter peserta didik, tergantung kepada aspek penekanannya.
Di antaranya yang umum dikenal ialah: Pendidikan Moral, Pendidikan Nilai,
Pendidikan Relijius, Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu
sendiri. Masing-masing penamaan kadang-kadang digunakan secara saling
bertukaran (inter-exchanging), misal pendidikan karakter juga merupakan
pendidikan nilai atau pendidikan relijius itu sendiri (Kirschenbaum, 2000).
Kenyataan tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian
menempatkan pentingnya penyelengaraan pendidikan karakter. Rujukan kita
sebagai orang yang beragama (Islam misalnya) terkait dengan problem moral
dan pentingnya pendidikan karakter dapat dilihat dari kasus moral yang pernah
menimpa kedua
Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian
secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter
semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang
tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter
semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang
bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik
berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural.
diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada
di sekitar dirinya (Kevin Ryan, 1999: 5).

D. Hubungan Fungsi Keluarga Dengan Pemberian Asi Eksklusif


Fungsi keluarga adalah ukuran dari bagaimana sebuah keluarga berpotensi sebagai unit dan
anggota keluarga berintraksi satu sama lain. Hal ini mencerminkan gaya pengasuhan, konflik
keluarga, dan kualitas hubungan keluarga. Keluarga mempengaruhi kapasitaskesehatan dan
kesajteraan seluruh anggota keluarga.
Terdapar beberapa fungsi keluarga, antara lain fungsi keagamaan, fungsi social budaya,
fungsi cinta dan kasih sayang, fungsi perkindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi, dan
pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan.

KELOMPOK 2
PERAN KELUARGA SEBAGAI AGEN SOSIALISASI TUMBUH KEMBANG ANAK

Lingkungan merupakan tempat dimana seorang anak tumbuh dan berkembang,


sehingga lingkungan banyak berperan dalam membentuk kepribadian dan karakter seseorang.
Bagi kebanyakan anak, lingkungan keluarga merupakan lingkungan ini yang mempengaruhi
perkembangan anak, setelah itu sekolah dan kemudian masyarakat. Keluarga dipandang
sebagai lingkungan dini yang dibangun oleh orangtua dan orang-orang terdekat. Setiap
keluarga selalu berbeda dengan keluarga lainnya, dalam hal ini yang berbeda misalnya cara
didik keluarga, keadaan ekonomi keluarga. Setiap keluarga memiliki sejarah perjuangan,
nilai-nilai, dan kebiasaan yang turun temurun yang secara tidak sadar akan akan membentuk
karakter anak.
Pengaruh keluarga amat besar dalam pembentukan pondasi kepribadian anak.
Keluarga yang gagal membentuk kepribadian anak biasanya adalah keluarga yang penuh
dengan konflik atau tidak bahagia. Tugas berat para orang tua adalah meyakinkan fungsi
keluarga mereka benar-benar aman, nyaman bagi anak-anak mereka. Rumah adalah surga
bagi anak, dimana mereka dapat menjadi cerdas, sholeh, dan tentu saja tercukupi lahir dan
bathinnya.
Dari beberapa paparan tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa pendidikan dalam
keluarga merupakan pendidikan awal bagi anak karena pertama kalinya mereka mengenal
dunia terlahir dalam lingkungan keluarga dan dididik oleh orang tua. Sehingga pengalaman
masa anak-anak merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan selanjutnya,
keteladanan orang tua dalam tindakan sehari-hari akan menjadi wahana pendidikan moral
bagi anak, membentuk anak sebagai makhluk sosial, religius, untuk menciptakan kondisi
yang dapat menumbuh kembangkan inisiatif dan kreativitas anak. Dengan demikian, tidak
dapat dipungkiri bahwa peran kelurga sangat besar sebagai penentu terbentuknya moral
manusia-manusia yang

1. Fungsi biologis

1. Untuk meneruskan keturunan


2. Memelihara membesarkan anak
3. Memenuhi kebituhan keluarga
4. Memelihara merawat anggota keluarga
2. Fungsi Psikologis
1. Memberikan kasi saying dan rasa aman
2. Memberikan antara anggota keluarga
3. Membina pendewasaan
4. Memberikan Identitas keluarga

3.Fungsi Sosialisasi

1. Membina sosialisasi pada anak


2. Memberikan norma-norma perilaku sesuai dengan tingkat perkembangan anak
3. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga
4. Memberikan identitas anggota keluarga

4. Fungsi Ekonomi

1. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.


2. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
3. Menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan datang,
misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua, dsb.

5. Fungsi Pendidikan
a. Menyekolahkan anak untuk memberi pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku
anak sesuai bakat dan minat yang dimilikinya.
b. Mempersiapkan anak-anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam
memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya. Ahli lain membagi fungsi
keluarga, sebagai berikut :
1. Fungsi Pendidikan : Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan
menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila
kelak dewasa.
2. Fungsi Sosialisasi anak : Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah
bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
3. Fungsi Perlindungan: Tugas keluSarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari
tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan
merasa aman.
4. Fungsi Perasaan : Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif
merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi
dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama
lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
5. Fungsi Religius : Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan
mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas
kepala keluarga untuk meyakinkan bahwa ada kehidupan lain setelah dunia ini.

6. Fungsi Ekonomis
Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam
memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja untuk mencari
penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan keluarga.
7. Fungsi Rekreatif
Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu pergi ke tempat rekreasi,
tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga
sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara nonton TV bersama, bercerita tentang
pengalaman masing-masing, dsb.
8. Fungsi Biologis
Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan sebagai
generasi penerus.
Menurut Kingslet Davis menyebutkan bahwa fungsi keluarga ialah sebagai berikut :

1. Reproduction, yaitu menggantikan apa yang telah habis atau hilang untuk
kelestarian sistem sosial yang bersangkutan.
2. Maintenance, yaitu perawatan dan pengasuhan anak hingga mereka mampu berdiri
sendiri.
3. Placement, memberi posisi sosial kepada setiap anggotanya, baik itu posisi sebagai
kepala rumah tangga maupun anggota rumah tangga, atau pun posisi-posisi lainnya.
4. Sosialization, pendidikan serta pewarisan nilai-nilai sosial sehingga anak-anak
kemudian dapat diterima dengan wajar sebagai anggota masyarakat.
5. Economics, mencukupi kebutuhan akan barang dan jasa dengan jalan produksi,
distribusi, dan konsumsi yang dilakukan di antara anggota keluarga.
6. Care of the ages, perawatan bagi anggota keluarga yang telah lanjut usianya.
7. Political center, memberikan posisi politik dalam masyarakat tempat tinggal.
8. Physical protection, memberikan perlindungan fisik terutama berupa sandang,
pangan, dan mperumahan bagi anggotanya.
Bila seorang anak dibesarkan pada keluarga pembunuh, maka ia akan menjadi
pembunuh. Bila seorang anak dibesarkan melalui cara-cara kasar, maka ia akan menjadi
pemberontak. Akan tetapi, bila seorang anak dibesarkan pada keluarga yang penuh cinta
kasih sayang, maka ia akan tumbuh menjadi pribadi cemerlang yang memilki budi pekerti
luhur. Keluarga sebagai tempat bernaung, merupakan wadah penempaan karakter individu.
Pada masa sekarang ini, pengaruh keluarga mulai melemah karena terjadi perubahan
sosial, politik, dan budaya. Keadaan ini memiliki andil yang besar terhadap terbebasnya anak
dari kekuasaan orang tua. Keluarga telah kehilangan fungsinya dalam pendidikan. Tidak
seperti fungsi keluarga pada masa lalu yang merupakan kesatuan produktif sekaligus
konsumtif. Ketika kebijakan ekonomi pada zaman modern sekarang ini mendasarkan pada
aturan pembagian kerja yang terspesialisasi secara lebih ketat, maka sebagian tanggung jawab
keluarga beralih kepada orang-orang yang menggeluti profesi tertentu.
Uraian tersebut cukup menjelaskan apa arti keluarga yang sesungguhnya. Keluarga
bukan hanya wadah untuk tempat berkumpulnya ayah, ibu, dan anak. Lebih dari itu, keluarga
merupakan wahana awal pembentukan moral serta penempaan karakter manusia. Berhasil
atau tidaknya seorang anak dalam menjalani hidup bergantung pada berhasil atau tidaknya
peran keluarga dalam menanamkan ajaran moral kehidupan. Keluarga lebih dari sekedar
pelestarian tradisi, kelurga bukan hanya menyangkut hubungan orang tua dengan anak,
keluarga merupakan wadah mencurahkan segala inspirasi. Keluarga menjadi tempat
pencurahan segala keluh kesah. Keluarga merupakan suatu jalinan cinta kasih yang tidak
akan pernah terputus.

B. Pengaruh / Peran Keluarga Terhadap Perkembangan Karakter Seorang Anak

Menurut Papalia dan Old (1987), masa anak-anak dibagi menjadi lima tahap yaitu :
1. Masa Prenatal, yaitu diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir.
2. Masa Bayi dan Tatih, yaitu saat usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi,
di atas usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, di atas usia 18 bulan sampai
tiga tahun merupakan masa tatih. Saat tatih inilah, anak-anak menuju pada penguasaan
bahasa dan motorik serta kemandirian.
3. Masa kanak-kanak pertama, yaitu rentang usia 3-6 tahun, masa ini dikenal juga dengan
masa prasekolah.
4. Masa kanak-kanak kedua, yaitu usia 6-12 tahun, dikenal pula sebagai masa sekolah.
5. Anak-anak telah mampu menerima pendidikan formal dan menyerap berbagai hal yang
ada di lingkungannya.
6. Masa remaja, yaitu rentang usia 12-18 tahun. Saat anak mencari identitas dirinya dan
banyak menghabiskan waktunya dengan teman sebayanya serta berupaya lepas dari
kungkungan orang tua.
Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain:
1. Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak
mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka
berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi
dan menyelesaikannya dengan baik. Sebaliknya jika kedua orang tua terlalu ikut campur
dalam urusan mereka atau mereka memaksakan anak-anaknya untuk menaati mereka, maka
perilaku kedua orang tua yang demikian ini akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan
kepribadian mereka.
2. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan
ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi dan
kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat
dan hendaknya mereka diberi hak pilih.
3. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini bukan berarti
bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua, mereka harus
memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri anak-anak. Saling menghormati
artinya dengan mengurangi kritik dan pembicaraan negatif sekaitan dengan kepribadian dan
perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban, dan pada waktu yang
bersamaan kedua orang tua harus menjaga hak-hak hukum mereka yang terkait dengan diri
mereka dan orang lain. Kedua orang tua harus bersikap tegas supaya mereka juga mau
menghormati sesamanya.
4. Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap anak-anak
berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan
menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak
terhadap dirinya sendiri akan menyebabkan mereka mudah untuk menerima kekurangan dan
kesalahan yang ada pada diri mereka. Mereka percaya diri dan yakin dengan kemampuannya
sendiri. Dengan membantu orang lain mereka merasa keberadaannya bermanfaat dan penting.
5. Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak). Dengan melihat
keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang dirinya
sendiri..
Yang paling penting adalah bahwa ayah dan ibu adalah satu-satunya teladan yang pertama
bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga anak secara tidak sadar
mereka akan terpengaruh, maka kedua orang tua di sini berperan sebagai teladan bagi mereka
baik teladan pada tataran teoritis maupun praktis. Ayah dan ibu sebelum mereka mengajarkan
nilai-nilai agama dan akhlak serta emosional kepada anak-anaknya, pertama mereka
sendiri harus mengamalkannya.

C. Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak


Pentingnya pendidikan karakter di sekolah adalah untuk membantu memaksimalkan
kemampuan kognitif pada anak. Pada dasarnya, pendidikan yang diterapkan pada sekolah-
sekolah menuntut untuk dapat memaksimalkan kemampuan dan kecakapan kognitif. Jika
memandang pengertian seperti yang telah dijelaskan di atas, ada sebuah hal yang sangat
penting yang sering kali terlewatkan oleh para guru, yaitu mengenai pendidikan karakter.
Pendidikan karakter memiliki peran yang amat penting untuk menyeimbangkan antara
kemampuan kognitif dengan kemampuan psikologis.

Mengapa perlu pendidikan karakter?


Ada beberapa penamaan nomenklatur untuk merujuk kepada kajian pembentukan
karakter peserta didik, tergantung kepada aspek penekanannya. Di antaranya yang umum
dikenal ialah: Pendidikan Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan Relijius, Pendidikan Budi
Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu sendiri. Masing-masing penamaan kadang-kadang
digunakan secara saling bertukaran (inter-exchanging), misal pendidikan karakter juga
merupakan pendidikan nilai atau pendidikan relijius itu sendiri (Kirschenbaum, 2000).
Sepanjang sejarahnya, di seluruh dunia ini, pendidikan pada hakekatnya memiliki dua
tujuan, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan pintar (smart), dan membantu
mereka menjadi manusia yang baik (good). Menjadikan manusia cerdas dan pintar, boleh jadi
mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik dan bijak,
tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit. Dengan demikian, sangat wajar apabila
dikatakan bahwa problem moral merupakan persoalan akut atau penyakit kronis yang
mengiringi kehidupan manusia kapan dan di mana pun.
Kenyataan tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian menempatkan
pentingnya penyelengaraan pendidikan karakter. Rujukan kita sebagai orang yang beragama
(Islam misalnya) terkait dengan problem moral dan pentingnya pendidikan karakter dapat
dilihat dari kasus moral yang pernah menimpa kedua
Sebagai kajian akademik, pendidikan karakter tentu saja perlu memuat syarat-syarat
keilmiahan akademik seperti dalam konten (isi), pendekatan dan metode kajian. Di sejumlah
negara maju, seperti Amerika Serikat terdapat pusat-pusat kajian pendidikan karakter
(Character Education Partnership; International Center for Character Education). Pendidikan
karakter berkembang dengan pendekatan kajian multidisipliner: psikologi, filsafat
moral/etika, hukum, sastra/humaniora.
Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh
dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat
sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-
istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-
perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak
baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural.
Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di
kalangan siswa, menuntut deselenggarakannya pendidikan karakter. Sekolah dituntut untuk
memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-
nilai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan membangun karakter mereka
dengan nilai-nilai yang baik. Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada
nilai-nilai tertentu –seperti rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil– dan
membantu siswa untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan mereka sendiri.
Pengertian Pendidikan Karakter
Kata character berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis,
menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari
pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus,
dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah pola perilaku yang bersifat
individual, keadaan moral seseorang?. Setelah melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki
karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku
yang ada di sekitar dirinya (Kevin Ryan, 1999: 5).
Tujuh Alasan Perlunya Pendidikan Karakter
Menurut Lickona ada tujuh alasan mengapa pendidikan karakter itu harus disampaikan:

1. Merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian


yang baik dalam kehidupannya;
2. Merupakan cara untuk meningkatkan prestasi akademik;
3. Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain;
4. Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup
dalam masyarakat yang beragam;
5. Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral-sosial, seperti
ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan etos
kerja (belajar) yang rendah;
6. Merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja; dan
7. Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban.

Bagaimana Mendidik Aspek Karakter?


Pendidikan bukan sekedar berfungsi sebagai media untuk mengembangkan kemampuan
semata, melainkan juga berfungsi untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang
bermatabat. Dari hal ini maka sebenarnya pendidikan watak (karakter) tidak bisa ditinggalkan
dalam berfungsinya pendidikan. Oleh karena itu, sebagai fungsi yang melekat pada
keberadaan pendidikan nasional untuk membentuk watak dan peradaban bangsa, pendidikan
karakter merupakan manifestasi dari peran tersebut. Untuk itu, pendidikan karakter menjadi
tugas dari semua pihak yang terlibat dalam usaha pendidikan (pendidik).
Secara umum materi tentang pendidikan karakter dijelaskan oleh Berkowitz, Battistich,
dan Bier (2008: 442) yang melaporkan bahwa materi pendidikan karakter sangat luas. Dari
hasil penelitiannya dijelaskan bahwa paling tidak ada 25 variabel yang dapat dipakai sebagai
materi pendidikan karakter. Namun, dari 25 variabel tersebut yang paling umum dilaporkan
dan secara signifikan hanya ada 10, yaitu:

1. Perilaku seksual
2. Pengetahuan tentang karakter (Character knowledge)
3. Pemahaman tentang moral sosial
4. Ketrampilan pemecahan masalah
5. Kompetensi emosional
6. Hubungan dengan orang lain (Relationships)
7. Perasaan keterikan dengan sekolah (Attachment to school)
8. Prestasi akademis
9. Kompetensi berkomunikasi
10. Sikap kepada guru (Attitudes toward teachers).

Otten (2000) menyatakan bahwa pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam


seluruh masyarakat sekolah sebagai suatu strategi untuk membantu mengingatkan kembali
siswa untuk berhubungan dengan konflik, menjaga siswa untuk tetap selalu siaga dalam
lingkungan pendidikan, dan menginvestasikan kembali masyarakat untuk berpartisipasi
aktif sebagai warga negara.
Peran Konselor dalam Pendidikan Karakter di Sekolah
Jika pendidikan karakter diselenggarakan di sekolah maka konselor sekolah akan
menjadi pioner dan sekaligus koordinator program tersebut. Hal itu karena konselor
sekolah yang memang secara khusus memiliki tugas untuk membantu siswa mengembangkan
kepedulian sosial dan masalah-masalah kesehatan mental,
Konselor sekolah harus mampu melibatkan semua pemangku kepentingan (siswa, guru
bidang studi, orang tua, kepala sekolah) di dalam mensukseskan pelaksanaan programnya.
Mulai dari program pelayanan dasar yang berupa rancangan kurikulum bimbingan yang
berisi materi tentang pendidikan karakter, seperti kerja sama, keberagaman, kejujuran,
menangani kecemasan, membantu orang lain, persahabatan, cara belajar, menejemen konflik,
pencegahan penggunaan narkotika, dan sebagainya. Program perencanaan individual berupa
kemampuan untuk membuat pilihan, pembuatan keputusan, dan seterusnya. Program
pelayanan responsif yang antara lain berupa kegiatan konseling individu, konseling
kelompok.

D. Orang Tua Dapat Mengerti Lingkungan Yang Baik Untuk Anak.


Seorang anak tentunya tidak langsung dapat mengenal alam sekitar mengerti dan
memahami segalanya dengan sendirinya, melainkan dibutuhkan pendidikan keluarga,
pendidikan kelembagaan dan pendidikan di masyarakat. Keluarga sebagai komunitas pertama
memiliki peran penting dalam pembangunan mental dan karakteristik sang anak. Di dalam
keluarga, anak belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Interaksi yang terjadi
bersifat dekat dan intim, segala sesuatu yang diperbuat anak mempengaruhi keluarganya, dan
sebaliknya apa yang didapati anak dari keluarganya akan mempengaruhi perkembangan jiwa,
tingkah laku, cara pandang dan emosinya. Dengan demikian pola asuh yang diterapkan orang
tua dalam keluarganya memegang peranan penting bagi proses interaksi anak di lingkungan
masyarakat kelak.
“Kehidupan keluarga yang senantiasa dibingkai dengan lembutnya cinta kasih dan nuansa
yang harmonis, dari sana akan hadirlah individi-individu dengan tumbuh kembang yang
wajar sebagaimana diharapkan. Sebaliknya keluarga yang dinding kehidupannya dipahat
dengan sentakan-sentakan, broken home, broken heart, perlakuan sadis dan kekejaman
tercerai berainya benang-benang kasih sayang dan jalinan cinta, maka keluarga beginilah
yang bakal alias cikal bakal menjadi suplayer limbah-limbah kehidupan sosial dan sampah-
sampah masyarakat yang menyedihkan.
Tidak dapat dipungkiri, jika dasar pendidikan yang menjadi landasan dan tongkat estafet
pendidikan anak selanjutnya adalah pendidikan keluarga. Apabila pondasi pendidikan
dibangun dengan kuat maka pembangunan pendidikan selanjutnya akan mudah dan berhasil
dengan baik, sebaliknya jika pondasi pendidikan lemah dan berantakan, sulit kiranya
membangun pendidikan selanjutnya.
Gilbert Highest dalam Jalaludin mengatakan bahwa: kebiasaan yang dimiliki anak-anak
sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak dari bangun tidur hingga ke saat
akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga
(Gilbert Highest, 1961: 78).
Dari apa yang diungkapkan Gilbert, kita dapat mengetahui memang pendidikan yang
paling banyak diterima anak adalah dari keluarga, bagaimana orang tua berprilaku akan
selalu menjadi perhatian anak, dan akan ditanamkan di benaknya. Anak lahir berdasarkan
fitrahnya.

Pola Asuh
Pola asuh berasal dari kata pola dan asuh. Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata pola
mempunyai arti gambar yang dipakai untuk contoh batik; corak batik atau tenun; ragi atau
suri; potongan kertas yang dipakai model; sistem; cara kerja; – permainan – pemerintahan,
bentuk struktur yang tetap- kalimat; dalam puisi, adalah sajak yang dinyatakan dengan bunyi
gerak kata atau arti. Sedangkan Asuh berarti menjaga merawat dan mendidik anak kecil;
membimbing membantu dan melatih, dsb; memimpin mengepalai, menyelenggarakan suatu
badan atau kelembagaan.
Kegiatan pengasuhan banyak diartikan sebagai usaha dalam mendidik anak. Orang
tua sebagai pendidik memilih pola asuh yang sesuai dalam mempengaruhi perkembangan
anak, serta membimbingnya kepada kehidupan yang layak dan bermartabat. Proses
pengasuhan selalu bersifat dinamis dalam mencari bentuk atau pola asuh yang lebih efektif
dan baik. Banyak para ahli mengemukakan definisi dan bentuk-bentuk pola asuh yang tepat.
Laurrence Steinburg mendefinisikan; Pengasuhan yang baik adalah pengasuhan yang sesuai
dengan kondisi psikologis dengan unsur-unsur seperti kejujuran, empati, mengendalikan diri
sendiri, kebaikan hati, kerja sama, pengendalian diri, dan kebahagiaan. Pengasuhan yang baik
adalah pengasuhan yang membantu anak berhasil di sekolah, mendukung perkembangan
keingintahuan intelektual, motivasi belajar, dan keinginan untuk mencapai sesuatu.
Pengasuhan yang baik adalah yang menjauhkan anak dari prilaku anti sosial, melakukan
pelanggaran hukum ringan, serta pemakaian narkoba dan alkohol. Pengasuhan yang baik
adalah pengasuhan yang membantu melindungi anak dari berkembangnya keresahan, depresi,
gangguan makan dan berbagai masalah psikologi lain.
Adapun dalam lingkungan masyarakat, pergaulan dengan teman-teman sebaya
memiliki pengaruh yang kuat pada prilaku anak. Orang tua hendaknya dapat memberikan
perhatian yang baik pula. Pada masa kecil orang tua dapat mengatur pergaulan anak dan
mengarahkannya kepada teman-teman yang dianggap baik. Begitu pula pada masa remaja
orang tua dapat mengarahkan agar bergaul dengan anak-anak yang telah jelas memiliki latar
belakang baik dan prilkau yang baik pula.
Adapun pengasuhan orang tua di dalam keluarga ada tiga pola:
1. Pola Asuh Otoriter
2. Pola Asuh Permisip
3. Pola Asuh Demokrasi

Pola Asuh Otoriter (PAO)


Setiap orang tua pastilah menghendaki anaknya menjadi orang yang berguna dan
mencapai kebahagiaan kelak. Akan tetapi dalam mengasuh tidak jarang kita mendapati orang
tua yang mengambil langkah dan sikap yang otoriter dalam mendidik anaknya. Seringkali
orang tua lebih mengedepankan kuatnya keinginan dan cita-cita agar anak meraih
keberhasilan di masa datang. Mereka selalu berfikir apa yang meraka lakukan semata-mata
demi kebaikan sang anak dan mengesampingkan perasaan dan kondisi anak tersebut.
Pola asuh otoriter juga sangat berpengaruh pada perkembangan mental anak. Orang
tua memiliki kebutuhan kuat untuk memegang kendali, namun pada dasarnya sikap otoriter
dimaksudkan untuk hal-hal yang baik. Orang tua tidak menginginkan anaknya mengalami
kegagalan, bahaya, ataupun sesuatu buruk yang menimpanya, namun perkembangan mental
anak akan terganggu, sebagaimana diungkapkan Laurence berikut: “Pada akhirnya satu-
satunya cara agar anak anda bisa benar-benar sehat, bahagia dan sukses adalah jika anda
memberikan kebebasan untuk mencoba dan membuat keputusannya sendiri meskipun itu
membuka kemungkinan dia akan sakit hati dan kecewa. Pengasuhan yang baik melibatkan
keseimbangan antara keterlibatan dan kemandirian. Jika keduanya dilakukan secara
berlebihan- jika orang tua tidak peduli atau terlalu ikut campur- maka kesehatan mental akan
rusak.
Pola Asuh Permisif (PAP)
Orang tua yang baik tentunya tidak pernah bercita-cita menjadikan anaknya sebagai
sampah masyarakat, tidak berguna dan tidak disiplin. Namun terkadang kita masih mendapati
orang tua yang rela membiarkan anaknya tanpa bimbingan dan arahan. Anak menjadi tak
terarah, dan merasa orang tuanya telah memberikan kebebasan sepenuhnya pada dirinya,
sehingga setiap keputusan yang ia ambil adalah sepenuhnya hak priadi yang tak seorang pun
dapat mencampurinya.
Dalam pendidikan sekolah, pola asuh permisif yang diterapkan orang tua akan
memberi dampak kurangnya prestasi belajar, anak bisa saja menjadi malas dan tidak peduli
dengan hasil belajar yang ia raih dikarenakan tidak adanya perhatian dari orang tua. Orang
tua merasa tidak mampu memberikan pendidikan dan pengasuhan dengan baik sehingga
menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada sekolah. Mereka melupakan peran penting
dalam keluarga sebagai pendidik, pengasuh, pembimbing, pemberi motivasi, kasih sayang
dan perhatian.
Seorang anak yang berkembang tanpa batasan dan aturan dan perhatian akan
mengalami ketidakjelasan hidup dan hilangnya contoh teladan yang berakibat pada
beralihnya anak kepada lingkungan, teman atau orang-orang terdekatnya dan menjadikannya
figur. Mengenai pola asuh Permisif, Diana Braumrind dalam Syamsu Yusuf LN, menjelaskan
sikap atau prilaku orang tua sebagai berikut:
1. Sikap ”Acceptance”nya tinggi, namun kontrolnya rendah
2. Memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan/keinginannya

Profil Prilaku Anak:


1. Bersikap Impulsif dan Agresif
2. Suka memberontak
3. Kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri
4. Suka mendominasi
5. Tidak jelas arah hidupnya
6. Prestasinya rendah
Dapat disimpulkan bahwa anak yang mendapati pengasuhan dari orang tuanya dengan
pola asuh permisif akan cinderung bersifat bebas tanpa aturan, dan memiliki emosi yang tidak
stabil dan meledak-ledak, sedangkan orang tua tidak lagi dianggap sebagai sosok yang
memiliki peran dan tauladan baginya. Ia menganggap bahwa apa yang ia raih adalah
bersumber dari pribadinya dan tidak ada yang dapat memberikan aturan maupun larangan.

Pola Asuh Demokrasi (PAD)


Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak semestinya didasari prinsip saling
menghormati dan kasih sayang. Apabila orang tua selalu mengedepankan pendekatan secara
personal dengan curahan kasih sayang, maka akan terbentuklah kepercayaan yang besar
dalam diri anak. Anak akan bersikap terbuka kepada orang tuanya sehingga segala
permasalahan dapat dicari kunci penyelesaianya. Selain itu orang tua lebih mudah memberi
pengarahan dan nasihat serta meninggalkan cara-cara paksaan dan intimidasi.
Prilaku anak akan terbentuk secara bertahap menuju kepada kepribadian yang baik.
Dorongan yang kuat secara terus-menerus sangat diharapkan dari orang tua. Sosok orang tua
yang demokratis tidak mengedepankan kepentingan pribadinya, akan tetapi tetap menghargai
dan memperhatikan kepentingan anak sebagai seorang individu diantara komunitas manusia.
Dengan kata lain, orang tua selalu melihat kepentingan bersama sebagai pembatas dari
kebebasan seorang inividu.
Latar belakang pengasuhan yang didapati anak tentulah sangat berpengaruh terhadap
perkembangan selanjutnya, sebab hal-hal yang ia dapati dari pola pengasuhan orang tuanya
akan menjadi bekal sikap dan prilakunya pada kehidupannya kelak.
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan
pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-
nilai kehidupan baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang
kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
Jadi, sudah jelas bahwa pola asuh demokrasi sangat memberi dampak positif pada
perkembangan anak. Orang tua dapat mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya kepada
anak secara baik dan sepenuhnya tanpa menggunakan cara-cara pemaksaan dan dan
kekerasan. Dalam hal ini, orang tua harus menguasai komunikasi yang tepat dalam
melakukan pendekatan agar proses pengasuhan dapat berjalan baik dan tidak mempengaruhi
mental maupun perkembangannya.
Pola asuh demokrasi sangat mirip dengan apa yang dijelaskan Diana Baumrind
Western dan Lioyd, 1994: 359-360; Sigelmen dan Sheffer, 1995: 396 mengenai hasil
penelitiannya melalui observasi dan wawancara terhadap siswa taman kanak-kanak. Ia
menjelaskan tentang parenting stayle Pola Asuh, diantara tiga tipe; Authoritarian, Permissive,
dan Authorotative, tipe yang yang sama dengan pola asuh demokrasi adalah Authoritative.
Beberapa sikap yang diambil orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak yaitu:
1. Sikap “Acceptance” dan kontrolnya tinggi
2. Bersikap responsive tehadap kebutuhan anak
3. Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan
4. Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk.
Profil Prilaku Anak yang ditimbulkan:
1. Bersikap bersahabat
2. Memiliki rasa percaya diri
3. Mampu mengendalikan diri Self Control
4. Bersikap Sopan
5. Mau bekerjasama
6. Memiliki rasa ingin tahunya yang tinggi
7. Mempunyai tujuan/arah hidup yang jelas
8. Berorientasi terhadap prestasi
Dari paparan diatas dapat dilihat bahwa sikap demokratis orang tua tercermin dari
tindakannya mau menghargai pribadi anak, serta menegur tindakan yang salah dari
prilakunya secara baik-baik seperti yang dikatakan Irawati Istadi: “Harus dibedakan antara
pribadi anak dengan prilaku bisa saja salah, tetapi pribadi anak tetap senantiasa baik.

KELOMPOK 3
PERAN KELUARGA SEBAGAI KONTROL SOSIAL

PENGERTIAN KELUARGA

Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai
satu kesatuan atau unit masyarakat terkecil dan biasanya selalu ada hubungan darah, ikatan
perkawinan atau ikatan lainnya, tinggal bersama dalam satu rumah yang dipimpin oleh
seorang kepala keluarga dan makan dalam satu periuk.

A. Berikut keluarga menurut ahli sosiologi :

Menurut Para Ahli:

1. Duvall dan Logan (1986)


Keluarga adalah sekumpulan orang yang dengan ikatan Perkawinan, kelahiran, dan adopsi
yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional serta social dan tiap anggota keluarga.

2. Bailon dan Maglaya (1978)

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya
hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain,
mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
Dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang mempunyai ikatan
perkawinan yang saling berinteraksi dan mempunyai tujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan social
anggota

KELUARGA SEBAGAI LEMBAGA PENGENDALIAN SOSIAL

Keluarga memiliki peran besar dalam membentuk karakter seseorang kaitannya dengan
perilaku sosial yang dilakukannya dalam masyarakat. Sebagai tempat pendidikan anak yang
pertama dan utama, aturan dan kedisiplinan yang diterapkan dalam keluarga akan sangat
memengaruhi sikap dan dan perilaku seseorang.
Keluarga memang bias digunakan sebagai sarana/lembaga pengendalian sosial. Hal ini
sangat terkait dengan fungsi dari Pranata Keluarga. Dalam buku karangan D.Narwoko,2007,
disebutkan beberapa Fungsi Dari Pranata Keluarga, Yaitu:
1. Fungsi pengaturan keturunan.
2. Fungsi sosialisasi dan pendidikan.
3. Fungsi ekonomi
4. Fungsi proteksi
5. Fungsi penentuan status.
6. Fungsi pemeliharaan
SSS7. Fungsi afeksi.

Untuk melakukan pengendalian social dapat dilakukan dengan alat pengendalian social
yang disebut pendidikan. Salah satu fungsi keluarga adalah pendidikan, maka keluarga dapat
digunakan untuk melakukan pengendalian sosial. Pengendalian social yang dilakukan oleh
keluarga dapat cara persuasif, misalnya anak diajarkan tentang nilai-nilai sosial yang berlaku
di masyarakat. Juga pengendalian social oleh keluarga dapat bersifat preventif, artinya suatu
upaya yang dilakukan oleh keluarga untuk mencegah terjadinya pelanggaran social yang
dilakukan oleh anggota keluarga.

Secara umum pengendalian sosial di keluarga dilakukan oleh orang tua terhadap anak.
Namun dapat juga terjadi sebaliknya, seorang anak dapat melakukan pengendalian social
terhadap orang tuanya, yang dinilaiakan/telah melakukan pelanggaran terhadap norma yang
berlaku. Karena pada hakekatnya pranata ( pranata keluarga ) merupakan kesatuan social
yang tidak dapat dipisahkan antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain.
FUNGSI KELUARGA SEBAGAI INSTITUSI ATAU LEMBAGA SOSIAL

 Memenuhi kebutuhan manusia

Merupakan fungsi lembaga social yang disadari oleh masyarakat secara keseluruhan. Dalam
hal ini keluarga mempunyai fungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia, seperti kebutuhan
biologis secara sah, memenuhi kebutuhan rohani khususnya perasaan kasih sayang, damai,
cinta, aman, tentram ,dan bahagia.

 Membatasi kebutuhan manusia

Memberikan pedoman pada anggota keluarga lainnya, bagaimana mereka harus bersikap dan
bertingkah laku. Serta memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan
system pengendalian social. Misalnya, dalam keluarga orang tua harus mendidik anak,
sementara anak di harapkan menghormati dan membela nama baik keluarganya.

 Menjaga keutuhan masyarakat, menciptakan keharmonisan hidup masyarakat.

Merupakan fungsi lembaga social yang di sadari oleh masyarakat atau hanya disadari oleh
orang-orang intern,tetapi pada kenyataanya memberikan sumbangan bagi bertahannya
masyarakat

FUNGSI KELUARGA DALAM SOSIOLOGI


Meneruskan nilai-nilai budaya Sosialisasi

Pembentukan noema-norma, tingkah laku pada tiap tahap perkembangan anak serta
kehidupan keluarga.

Fungsi keluarga

Fungsi sosialisasi artinya bahwa keluarga berperan dalam membentuk kepribadian anak agar
sesuai dengan harapan orangtua dan masyarakatnya..
Fungsi ekonomi artinya bahwa keluarga terutama orang tua mempunyai kewajiban ekonomi
seluruh keluarganya. .Ibu sebagai sekretaris suami didalam keluarga harus mampu mengolah
keuangan sehingga kebutuhan dalam rumah tangganya dapat dicukupi.
Fungsi pengawasan social artinya bahwa setiap anggota keluarga pada dasarnya saling
melakukan control atau pengawasan karena mereka memiliki rasa tanggung jawab dalam
menjaga nama baik keluarga .
Fungsi proteksi (perlindungan) artinya fungsi perlindungan sangat diperlukan keluarga
terutama anak ,sehingga anak akan merasa aman hidup ditengah-tengah keluarganya. Ia akan
merasa terlindungi dari berbagai ancaman fisik mapun mental yang dating dari dalam
keluarga maupun dari luar keluarganya.

1. Fungsi-Fungsi Pokok Keluarga


Pada dasarnya fungsi-fungsi pokok keluarga yakni fungsi yang sulit dirubah dan digantikan
orang lain. Fungsi-fungsi pokok itu antara lain :
a. Fungsi Biologik / Reproduksi ->melanjutkan keturunan
Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak.Fungsi biologis orang tua ialah melahirkan
anak. Fungsi ini merupakan dasar kelangsungan hidup masyarakat. Namun fungsi ini
cenderung mengalami perubahan karena keluarga sekarang cenderung memiliki jumlah anak
yang sedikit.
b. Fungsi Afeksi
Hubungan afeksi dalam keluarga tumbuh sebagai akibat hubungan cinta kasih yang
menjadi dasar perkawinan.Dari keluarga inilah lahir hubungan persaudaraan, persahabatan,
kebiasaan, identifikasi, persamaan pandangan terhadap nilai-nilai.Dalam masyarakat yang
makin impersonal, sekuler dan asing, pribadi sangat membutuhkan hubungan afeksi seperti
yang terdapat dalam keluarga

KELOMPOK 4

KELUARGA PERSPEKTIF BIOLOGI DAN SOSIAL


A.Devenisi Keluarga.

Berbicara mengenai keluarga, setiap orang pasti langsung teringat dengan ayah, ibu, anak,
dan kehangatan rumah tangga. Ya, tiga personel dan satu situasi tersebut merupakan faktor
utama yang menjadi dasar terbentuknya sebuah keluarga. Tanpa dilengkapi salah satu
personel atau pun kondisi tersebut, sebuah keluarga tidak akan dapat berfungsi dengan baik.

Pada dasarnya setiap orang di dunia ini, pasti sudah mengenal istilah keluarga. Akan tetapi
pada praktiknya, masih banyak orang yang tidak mengetahui arti kata keluarga atau pun
menjalankan fungsi keluarga yang sebenarnya.

Pengertian Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang tersusun atas kepala
keluarga (berperan sebagai suami dan ayah) dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal
bersama pada suatau tempat di bawah satu atap dalam kondisi yang saling membutuhkan /
ketergantungan.

B.Keluarga Perspektif Biologi

Keluarga (bahasa latin: familia, jamak familiae) dalam klasifikasi ilmiah adalah suatu takson
yang berada antara ordo dan genus, merupakan taksonomi yang di dalamnya terdiri atas
beberapa genus yang secara filogenetis terpisah dari famili lainnya. Pengindonesiaan takson
ini adalah suku (dipakai dalam banyak pustaka ilmiah), familia (bentuk tidak baku)
atau keluarga. Suatu famili dapat terbagi menjadi beberapa subfamilia, yaitu takson
menengah yang berada di atas genus. Dalam penggunaan nama umum, suatu familia dapat
dinamakan sama dengan nama salah satu anggotanya yang umum diketahui.

Apa-apa yang termasuk atau tidak termasuk dalam suatu familia atau saat suatu familia
diakui tersendiri diusulkan dan ditetapkan oleh para taksonomis. Tidak ada aturan baku
dalam menggambarkan atau menjelaskan suatu familia, atau bahkan takson lainnya. Para
taksonomis mungkin berada pada posisi yang berbeda mengenai deskripsi suatu takson dan
mungkin tidak ada konsensus yang diterima luas di kalangan komunitas ilmiah selama
beberapa waktu. Selama tidakada konsensus, data dan pendapat-pendapat baru akan selalu
diberikan yang memungkinkan adanya penyesuaian-penyesuaian.

C. Keluarga dalam Perspektif Sosial


Kehidupan dalams lingkungan keluarga merupakan kehidupan yang paling lama yang dialami
oleh setiap orang. Karena itu pribadinya banyak di tentukan oleh lingkungankeluarganya. Di
dalam keluarga terjadi pendidikan timbal balik, dimana orang tua mendidik anak-
anaknya,sebaliknya orang tuapun turut dikembangkan pribadinya dengan anak-anaknya.Pada
masyarakat sederhana dimana pendidikan belum terpisah secara khusus, belum ada sekolah
ataumadrasah seperti sekarang, pendidikan generasi muda tidak terpisahkan dari aktivitas
sehari-hari. Pada masyarakat seperti itu keluarga betul-betul merupakan lembaga pendidikan.
Anak muda bekerja dan ikut ambil bagian dengan segala kegiatan orang tua. Dengan cara
inilah masyarakat seperti itu menyelenggarakan pendidikan. Inilah yang disebut proses
Inkulturasi dimana anak-anak, para pemuda atau orang-orang baru menerima dan
mengamalkan unsur-unsur kultural, sehingga ia bisa hidup bersama karena telah menguasai
norma-norma budaya masyarakatnya. Norma, kaedah atau nilai-nilai harus dipatuhi oleh
setiap orang baik itu berupa kewajiban, larangan ataupunanjuran.
Keluarga mempunyai andil yang besar dalam pendidikan anak. Sehingga tidak heran kiranya
bila Pestalozi berpendapat bahwa “keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama bagi
anak-anak. Ia berpendapat bahwa gereja dan negara hanya merupakan tambahan bagi
pendidikan keluarga.” Di dalam keluarga diajarkan berbagai sikap dan keterampilan
misalnya: tata cara sopan santun, latihan mengenal Tuhan dengan jalan belajar beribadah
pengembangan kesadaran sosial. Dengan demikian keluarga sebagai pembentuk watak dan
pribadi anak yang utama. Seperti halnya dikemukakan oleh James Mill bahwa “domestik
education” merupakan dasar dari pembentuk watak, ia juga berpendapat bahwa pengalaman
pertama akan mengakibatkan efek terbesar bagi pembentuk pribadi anak dikemudian hari.
Dan kesan pertama ini dilaksanakan oleh keluarga.
Ada beberapa alasan mengapa keluarga penting dalam pembentukan pribadi anak, antara lain
: (1) keluarga adalah lembaga yang pertama berhubungan dengan anak, jadi merupakan
peletak dasar pertama dan utama. Kesan pertama lebih kuat daripada kesan-kesan
selanjutnya.

(2) Hubungan anak dengan keluarga lebih langgeng jika dibandingkan dengan unsur-unsur
lainnya (seperti guru, teman sekolah, teman sepermainan, dll).

(3) Hubungan anggota keluarga bersifat primer dan mendalam, sehingga pengaruhnya
mendalam pula.
(4) Keluarga bisa melayani hampir semua kebutuhan anak, dari mulai kebutuhan kebendaan
hingga kebutuhan yang bersifat spiritual.

(5) Keluarga merupakan masyarakat dalam ukuran mini, dimana terdapat status, role dan
norma-norma bagi setiap anggota keluarga.

Sebaliknya orang tua yang otoriter tidakmenyalurkandorongan tersebut sebagaimana


mestinya.
Keluarga harus berusaha membimbing anak agar menjadi makhluk sosial, keluarga harus
membimbing anak dalam. proses sosialisasi, baik antara anggota keluarga itu sendiri ataupun
dengan tetangga dan teman sepermainannya. Orang tua yang bijaksana akan membantu
anaknya supaya saling membantu dengan teman-temannya, bekerja sama dalam kelompok,
untuk mengerjakan sesuatu yang mereka butuhkan. Keluarga merupakan kelompok
masyarakat, tempat anak-anak belajar dan mempelajari serta mempraktekkan hak dan
kewajibannya, di mana human relationship merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian
orang tua. Sebab dalam kehidupan dan dalam pekerjaan bukanlah semata-mata ilmu
pengetahuan intelektual yang menentukan suksesnya seseorang sebagai anggota
keluarga, tetapi banyak ditentukan oleh kesanggupannya untuk bergaul dan bekerjasama
dengan orang lai

KELOMPOK 5
A. Bentuk Keluarga
Setelah kita ketahui bahwa keluarga adalah merupakan ikatan sosial yang kecil, dan
merupakan lembaga dalam masyarakat yang paling dasar, maka dapat di maklumi bahwa
di dalam masyarakat akan dapat banyak sekali keluarga, yang tentu saja tiap-tiap keluarga
akan mempunyai ciri-ciri khusus yang berlainan satu dengan yang lainya.
Agar supaya kita mempunyai pengetahuan yang luas tentang seluk beluk keluarga,
maka kita perlu mengetahui bentuk-bentuk, jenis-jenis dan tipe kelurga yang terdapat
dalam masyarakat, seperti yang telah di kemukakan oleh Horton and Hunt, beliau
menjelaskan adanya tipe keluarga, antara lain sebagai berikut :
a) Keluarga Inti (Nuclear family atau Conjugal family atau Basik family) adalah
keluarga yang terdiri suami, isteri dan anak-anak mereka.
b) Keluarga Besar (Exentended family atau Consanguine family atau joint family) adalah
keluarga yang tidak hanya terdiri dari suami, istri, dan anak-anak mereka, melainkan
termasuk juga orang-orang yang ada hubungan darah dengan mereka, misalnya
kakek,nenek, paman, bibi, keponakan dan sebagainya.
c) Keluarga Berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiiri dari wanita dan pria
yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
d) Keluarga Duda/janda (Single Family) dalah keluarga yang terjadi karena perceraian
atau kematian.
e) Keluarga berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami
dan hidup secara bersama.
f) Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang yang terjadi tanpa pernikahan tetapi
membentuk suatu keluarga.
Adakalanya Counsenguine Family ini masih dibedakan menjadi :
1) Consanguine family yang matrilineal yaitu bahwa yang masuk keluarga adalah kelompok
dari saudara-saudara perempuan dan laki-laki dengan anak-anak dari saudara perempuan
tersebut. Sehingga disini terdapat keadaan laki-laki yang telah kawin seakan-akan tidak
termasuk dalam keluarga si istri beserta anak-anaknya, dan suami tersebut tetap bersama
keluarganya sendiri. Sedang istri berkeluarga dengan anak-anaknya dan saudara-saudara
perempuanya dan saudara-saudara laki-lakinya beserta anak-anak dari saudara-saudara
perempuannya.
2) Consanguine family yang patrilineal yang merupakan kebalikannya dari consanguine
family yang matrilinal yaitu istri tidak termasuk keluarga suaminya. Suami berkeluarga
dengan saudara-saudara perempuan dengan anak-anaknya sendiri dan saudara-saudaranya
laki-laki beserta anak-anak dari saudara-saudara laki-laki tersebut.
Semakin suatu negara itu berkembang dan semakin kompleksnya kebutuhan hidup
manusia maka akan semakin dirasa bahwa extended family kurang praktis, terlebih extended
seperti tersebut diatas mukin hanya terdapat pada suku-suku bangsa yang masih memegang
teguh adatnya.
Sedang bentuk-bentuk keluarga yang lain, yaitu pendapat MF.Kimhoff and R.middleton
dalam bukunya Types Of Family And Types Of Economic menyebutkan adanya dua macam
tipe keluarga :
a. The family of Orientation
Yaitu bahwa setiap individu paling tidak pasti termasuk dalam suatu keluarga yaitu
keluarga di mana individu itu di suatu keluarga di lahirkan, disebarkan, di didik dan di beri
bimbingan dalam mencapai kedewasaan. Ini adalah merupakan lingkungan keluarga yang
pertama, dan setiap orang pasti pernah mengalami menjadi bagian dari keluarga di mana
mereka di lahirkan.
b. The family of procreation
Bahwa individu itu semakin lama akan memisahkan atau melepaskan diri dari
lingkungan yang pertama, yang akan lepas dari ayah ibu karena mereka memasuki dunia
perkawinan, yang selanjutnya akan memiliki keturunan. Keluarga seperti ini adalah
lingkungan keluarga yang yang kedua bagi individu tersebut.
Pada umumnya keluarga orientasi dan keluarga prokreasi itu mempunyai hubungn
yang sangat erat, walaupun kadang-kadang dalam masyarakat keluarga tersebut sudah
berdiri sendiri, berumah tangga sendiri. Kedua pendapat tersebut diatas, merupakan bentuk
keluarga yang masih sangat umum, maka pada kesempatan berikut ini akan kami utarakan
bentuk-bentuk keluarga lain yang mengkhusus. Mula pertama pendapat Siti Partini
membedakan menjadi dua yaitu :
a) Keluarga kecil, yaitu keluarga yang terdiri atas ayah ibu dengan dua anak atau paling
banyak tiga orang anak.
b) Keluarga besar, yaitu keluarga yang terdiri atas ayah ibu dan lebih dari tiga orang anak.
Disamping mengajukan dua tipe keluarga tersebut beliau juga mengutip dari buku
pendidikankan kependudukan proyek nasional pendidikan kependudukan, Departemen
P & K dan BKKBN Jakarta, yang mengemukakan tentang tipe keluarga sebagai berikut
1) Keluarga batih,yaitu keluarga yang terdiri ayah, ibu dan anak-anak yang belum
kawin. 2) Keluarga bukan batih, yaitu keluarga yang terdiri satu atau lebih keluarga
batih.
Dalam kehidupan keluarga memang mempunyai tipe kehidupan yang berlainan di
antara satu dengan yang lainnya. Terhadap cara mendidik anaknya dan juga berpengaruh
bagi perkembangan jiwa ank selanjutnya, bahkan dapat mempengaruhi kebahagiaan yang
akan dicapai oleh keluarga yang bersangkutan. Seperti dikemukakan oleh Danuri bahwa
tipe keluarga dibedakan menjadi enam tipe yaitu :
1) Keluarga Yang Sibuk
Kehidupan kelarga yang sibuk selalu diikuti oleh kesibukan semua anggota keluarga
dalam memenuhi kebutuhan hidupmnya, ayah dan ibu bekaerja bahkan anak-anaknya
juga ikut bekerja, sehingga orang tua kurang memperhatikan anank-anaknya.
2) Keluarga Lemah Wibawa
Orang tua yang berwibawa akan berpengaruh terhadap sikap dan perbuatan anak-
anaknya, begitu jauga sebaliknya orang tua yang tidak berwibawa atau lemah wibawa.
Orang tua yang kurang berwibawa terhadap anak-anaknya maka anak-anak tersebut
akan berbuat sesuka hatinya sehingga sering terjadinya penyimpangan-penyimpangan
dari norma yang di miliki orangtuanya. Dengan tidak adanya kewibawaan orang tua
terhadap anak-anaknya maka pendidikan di dalam keluarga oleh orang tua tidak dapat
berlangsung dengan baik, karena anak lebih pandai, sehingga tidak memperhatikan
nasehat atau saran yang di beikan oleh orang tuanya.
3) Keluarga Yang Tegang
Susunan keluarga yang tegang dimana hubungan di antara anggota keluarga yang
kurang akrab, kurang adanya kasih sayang bahkan sering kali terjadi ketegangan
hubungan antara ayah dan ibu. Hal ini akan berakibat bagi anak-anak tertanam untuk
memihak ayah atau ibu, dan keluarga tegang ini biasanya dialami oleh keluarga besar
yang ekonominya kurang. Akibat dari keluarga tegang ini maka pendidikan terhadap
anak bersifat keras, sehinga anak akan menjadi orang yang keras kepala, suka menang
sendiri dan sebagainya.
4) Keluarga Yang Retak
Di dalam suasana keluarga yang retak, sudah tidak ada keharmonisan antara ayah dan
ibu, tidak ada kesatuan pendapat, sikap dan pandangan terhadap sesuatu yang
dihadapinya. Akibatnya anak-anak akan terlantar, terutama pendidikannya dalam
keluarga, karena tidak jarang anak-anak terpaksa ikut ayah atau ibu tiri sehinga anak
merasa kurang mendapat kasih sayang dari orang tuanya.
5) Keluarga Yang Pamer
Kehidupan keluarga yang senang pamer tidak mempunyai pegangan yang kuat atau
ketetapan hati karena mereka sudah hanyut pada suasana yang baru, mereka tidak mau
dikatakan ketingalan , tetapi yang diikuti bukan kemajuaan dari arti yang sebenarnya.
Mereka menitik beratkan kemajuan-kemajuan lahiriah yang berupa kemewahan, sedang
sepi kerohaniahan kurang diperhatikan, keluarga yang senang pamer ini biasanya iri
terhadap kekayaan orang lain, dan rasa iri inilah yang mengakibatkan keluarga jadi
tidak tenteram dan menjadi sumber ketegangan di dalam keluarga.
6) Keluarga Yang Ideal
Disinilah terdapat suasana yang menyenangkan, biasanya dialami oleh keluarga yang
tidak terlalu besar, mutu keluarga tinggi, penghasilan cukup, mempunyai pandangan
hidup beragama yang kuat, hidup sederhana dan adanya saling pengertian di antara
anggota keluarga terutama ayah dan ibu. Dengan demikian cita-cita keluarga sejahterah
lahir dan batinakan dapat terealisir didalam keluarga.
Yang membagi tipe keluarga dengan tujuan dari berbagai sudut pandangan James yaitu:
Dilihat dari sudut ukurannya (Size)
a) Keluarga besar (the large family), ialah keluarga dengan anak lebih dari tiga orng, dan
kemungkinan kedua adalah keluarga yang tidak hanya terdiri ayah, ibu dan anak dan
anak melaikan termasuk didalamnya kakek,nenek,paman,bibi, keponakan dan lain-lain
b) Keluarga kecil (extended family), yang termasuk keluarga kecil disini, ialah keluarga
dengan dua anak atau tiga orang saja, dan tidak ada anggota lainnya.

1) Dilihat dari organisasinya (organization):


a) Keluarga bekerja sama (the cooperative family), yaitu keluarga yang mempunyai
kesadfaran untuk kerjasama antara anggota keluarga, dalam hal ini orang tua
memegang peran dalam peraturan, pembagian kerja dalam rangka kerjasama antara
anggota keluarga.
b) Keluarga yang berdiri sendiri (the independent family), yaitu keluarga yang tidak
tergantung kepada keluarga atau orang lain, berarti keluarga tersebut dapat
membereskan segala urusan keluarganya sendiri, mempunyai penghasilan yang cukup
memenuhi kebutuhan keluarganya dan mampu mengurusi kebutuhan keluarganya.
c) Keluarga yang tidak lengkap (The in conplete family), yaitu keluarga yang sudah tidak
lengkap lagi, ada kemungkinan ayah atau ibu telah tiada atau cerai dan kemungkinan
salah satu atau dari suami atau istri dalam keadaan mandul, sehingga keluarga tersebut
tidak mempunyai keturunan, kecuali mereka telah mengangkat anak orang lain
(adopsi).
2) Dilihat dari segi kegiatannya (activity):
a) Keluarga yang berpindah-pindah (The normadis family) yaitu keluarga yang karena
sesuatu hal (biasanya berhubungan dengan pekerjaan) terpaksa tidak dapat menetap
dalam suatu kota ada kemungkinan harus berpindah-pindah rumah disebabkan belum
memiliki tempat tinggal sendiri dan harus berpindah-pindah rumah apabila kontrak atau
sewanya habis.
b) Keluarga yang suka joint (The joines family), yaitu keluarga yang mempunyai kegiatan
suka bekerja sama dengan keluarga lain dalam mengerjakan sesuatu misalnya dalam
bidang usaha untuk mencari nafkah.
c) Keluarga yang berpendidikan (The familyn of the intelligentia), yaitu keluarga yang
mementingkan masalah pendidikan atau kecerdasan bagi setiap anggotanya sehingga
keluarga tersebut mementingkan sekali sekolah bagi anggota keluarganya.
d) Keluarga yang tinggal di batu karang, didekat pantai (The chiff-dweller family),
didaerah yang berjurang, sehingga mata pencaharian mereka mengumpulkan benda-
benda disekitarnya untuk dijadikan barang-barang kerajinan, atau peralatan, dapat juga
sebagai nelayan, pencari ikan.
e) Keluarga yang suka berderma atau berbuat bermanfaat bagi masyarakat (The
community benefactor family ), mereka pada umumnya suka menolong, bermurah hati
pada tetangga dan orang-orang lainnya.

3) Dilihat dari nilai dan tujuannya (Values and Goals)


a) Keluarga yang tingkat sosialnya tinggi (The social climber family) yaitu keluarga yang
mempunyai kedudukan tinggi dan terhormat dalam masyarakat, mungkin karena
jabatannya, pendidikannya, kekayaannya dan sebagainya.
b) Keluarga yang materialistik (The materialistic family), yaitu keluarga yang
mementingkan harta benda, sehiongga sikap dan tindakannya serta pandangannya pada
harta benda atau kekayaannya.
c) Keluarga yang agamanya berlebihan (Overly religious family), yakni keluarga yang
sangat mementingkan kehidupan beragama dalam suasana keluarganya.
d) Keluarga ilmiah (The The Scientific family), yaitu keluarga yang sangat mendambakan
ilmu pengetahuuan, sehingga sikap, tindakannya dan pandangannya selalu berorientasi
pada hal-hal yang ilmiah.
e) Keluarga yang suka takhayul (The superstations family), yaitu keluarga yang masih
sangat percaya kepada hal-hal yang mengandung takhayul, sehingga kehidupan
keluarganya tersebut penuh dengan tradisi yang kurang masuk akal.
f) Keluarga yang masih kuno (The conventional family), yaitu keluarga yang masih
mengikuti adat kuno, belum dapat meninggalkan kebudayaan yang tradisional dan
kurang mengikuti kebiasaan modern.

B. Tipe Keluarga Khususnya di Indonesia


Adapun tipe keluarga yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut
1) Tipe keluarga bangsawan
Tipe keluarga bangsawan yaitu dimana keturunan raja-raja atau pangeran masih
memegang teguh sekali tingkat kebangsawanan yang dimiliki. Mereka masih ,merasa
tidak sama dengan masyarakat kebanyakan yang tidak memiliki titel kebangsawanan.
Ada kalanya titel kebangsawanan itu dijadikan bahan pertimbangan dalam perkawinan,
perkawinan hendaknya terdiridari calon suamimi isteri yang titel kebangsawanannya
sejajar, agar supaya salahsatu dari mereka tidak kehilangan titelnya.
2) Tipe keluarga saudagar
Tipe keluarga ini bukan soal kepangkatan, gelar/titel, melainkan pada kekayaan.
Pada umumnya keluarga ini bukan pegawai negeri, melainkan sebagai orang swasta,
pengusaha, pedagang dan pemilik perindustrian dan lain-lain. Daaalam hidupnya
mereka gigih berjuang untuk mengumpulkan harta benda sebanyak-banyaknya.
Kadang-kadang mereka tidak/kurang berpendidikan, terutama pendidikan tinggi, tetapi
mereka memiliki strategi yang cukup baik dalam hal bisnis. Nmereka tidak begitu
memahami akan pendidikan, gelar kesarjanaan dan kedudukan, karena hal itu tidak
menjamin dapat mendatangkan hasil yang baik. Mereka lebih mengagumi akan orang-
orang yang usahanya meningkat dana kekayaanya bertambah.
.
3) Tipe Keluarga Intelek
Tipe keluarga ini jelas mendambakan intelektualitas ataupun pendidikan.
Keluarga ini menghendaki keturunananya dapat mencapai pendidikan setinggi-
tingginya, gelar sarjana menjadi batas minimum dari tingkat pendidikan bagi
keluarganya. Mereka akan sangat kecewa bilaad dari anaknya gagal dalam studinya,
misalnya gagal dalam melanjutkan studi ke perguruan tinggi, atau gagal dalam
mencapai sarjana.
Tentu saja merekapun menghendaki pasangan dari anaknya juga seorang
sarjana. Mereka akan bangga apabila pembicaraan/ situiasi rumah selalau bernafaskan
hal-hal ilmiah. Mereka sangat mementingkan gengsi dan harga diri. Sebagai
konskwensinya mereka selalu korek dalam segala hal, misalnya dalam bertingkah laku
dan bertutur kata, karena mereka yakin akan selaluberusaha untuk dapat
menyumbangkan pikirannya dalam masyarakat. Biasanya mereka sangat
mementingkan masalah sandang, pangan dan papan, khususnya dalam mendidik putra
putrinya, karena mereka akan sangat terkena malu apabila ada keluarganya yang tercela
dalam masyarakat.

4) Tipe Keluarga Pegawai Negeri


Tipe keluarga ini merasa bahagia menjadi pegawai Negri, apapun yang
dijabatkan,baik yang telah berpangkat tinggi adapun rendah. Mereka merasa hidup
tentram sebagai pegawai negri, mereka tidak Harus memutar otak untuk mendapatkan
nafkah untuk hari ini atau esok. Merasa terjamin kehidupannya, baik hidupnya sekarang
ataupun yang akan datang. Mereka sudah dapat membuat perencanaan dengan hasil
yang di terimanya setiap bulan. Mereka dapat mengusahakan atau mengetahui tentang
kenaikan pangkatnya, tentang kenaikan gajinya. Keluarganyapun mendapatkan
tunjangan dari pemerintah.
Andaikata mereka berwiraswasta itu sekedar sebagai tambahan hasil saja,
sehingga mereka akan melaksanakan wiraswasta dengan hati tentram, karena itu bukan
merupakan pencarian pokok. Mereka slalu mengidam-ngidamkan anaknya pun menjadi
pegaswai negriserta kawin dengan pegawai negri. Pegawai negri menjadi tipe ideal bagi
keluarga tersebut. Walaupun kadang-kadang sebagai pegawai negri mereka harus hidup
sederhana sesuai dengan penghasilan yang di terima setiap bulannya, dan harus selalu
menyesuaikan diri dengan harga-harga yang ada.
Biasanya seorang pegawai Negri akan selalu meningkat walaupun secara lambat,
mengenai tempat tinggal terpaksa belum memiliki, pemerintah akan turun tangan untuk
membantunya, misalnya dengan adanya perumahan dinas , perumnas, dan perumahan
murah yang lain. Sehingga betul bagi keluarga yang tidak menghendaki kemewahan
yang berlebihan, akan cukup sebagai keluarga pegawai negri.
Maka dengan lima tipen keluarga yang kami ajukan ini, kami rasa telah cukup
banyak tipe-tipe/jenis-jenis keluarga yang pada umumnya ada dalam masyarakat yang
kami perkenalakan pada segenap pembaca. Sehingga para pembaca dapat mencek
dirinya sendiri termasuk tipe keluarga yang bagaimana.

KELOMPOK 6

GARIS KETURUNAN DAN TEMPAT TINGGAL PASKAH PERKAWINAN


Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam
dirinya,pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang manusia.
Sesungguhnya islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki
jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan aturan Allah SWT, sehingga mereka
yang tergolong ibadah tidak akan memilih tat cara yang lain.
Adapun secara islam pernikahan itu sendiri mempunyai tata cara, syarat, tujuan, hukum, serta
hikmahnya sendiri.
“ Pemisahan antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut ( suara) dalam
pernikahan.” (HR, An-Nasa’I no.3369, Ibnuh Majah no. 1896.
Islam sangat menunjung tinggi persoalan nasab atau keturunan.Masyarakat Timur tengah
hinggah sekarang mentradisikan untuk menghafal nasab mereka. Setiap anak di ajarkan hafal
nama-nama kakek buyut mereka minimal hingga 5 tingkatan keatas, ini kebanggaan bagi
bangsa arab bahwa keturunan mereka terjaga dan bersih.Dalam bahasa Arab, nasab berarti
keturunan atau kerabat, yaitu kekeluargaan berdasarkan hubungan darah melalui akad
perkawinan yang sah.
Nasab adalah pertalian kekeluargaan yang sah. Manusia adalah makhluk sosial yang
memiliki keinginan untuk menjali hubungan dengan orang lain dan menyatu dengan
lingkungan alam sekitarnya,memberikan pengaruh kepada manusia untuk memenuhi segala
macam kebutuhandalam hidupnya.Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan sosial
untuk berinteraksi dengan orang lain yang tidak terlepas dari kebutuhan kasih sayangdan rasa
cinta. Oleh sebab itu, kebutuhan kasih sayang sangat diharapkan olehseorang individual di
dalam kehidupannya. Kebutuhan akan kasih sayang dapatdiperoleh oleh seseorang
dimanapun tempatnya, baik di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, di lingkungan kerja atau
di lingkungan pendidikan. Akan tetapi,kebutuhan kasih sayang yang paling kecil akan
seseorang peroleh melalui keluarga (Suhendi,2001:47).
A. Perkawinan
Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia,
karenaperkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi
jugamenyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Pada hakekatnya Perkawinan
dianggapsebagai sesuatu yang suci dan karenanya setiap agama selalu menghubungkan
kaedah-kaedah perkawinan dengan kedah-kaedah agama. Syarat-syarat perkawinan akan
menimbulkan larangan-larangan perkawinan seperti larangan perkawinan di antara dua orang
yang masih berhubungan darah, berhubungan sesusuan, berhubungan semenda, atau hal-hal
lain yang dianggap tidak memenuhi syarat. Undang-Undang Perkawinan tidak hanya
mengatur mengenai larangan perkawinan yang disebabkan karena hubungan tertentu antara
calon suami dan istri seperti yang telah disebutkan di atas, tetapi juga mengatur adanya
larangan perkawinan bagi seseorang perempuan yang masih memiliki suami ataupun
sebaliknya.
B. Garis keturunan Dalam Perkawinan Islam
Dalam bahasa yang lain K. Wantjik Saleh mengatakan perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri. Tujuan dari perkawinan
adalah membentuk sebuah keluarga yang ahagia dan kekal, suami dan istri saling membantu
dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya, membantu dan
mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil. Menurut Prof. H. Hilman Hadikusuma, S.H ,
menjelaskan antara lain bahwa menurut hukum Islam, perkawinan yang dilarang (haram)
dapat dibedakan antara yang dilarang untuk selama-lamanya dan untuk sementara waktu.
Yang dilarang untuk selama-lamanya adalah perkawinan yang dilakukan karena pertalian
darah, pertalian semenda, pertalian sesusuan, dan sebab perzinahan. Perkawinan yang
dilarang karena pertalian darah, karena perkawinan antara seorang pria dengan neneknya
(terus ke atas), dengan anak wanitanya, cucu wanita (terus ke bawah), dengan saudara wanita,
anak wanita dari saudara pria/wanita (terus ke bawah), perkawinan dengan bibi yaitu saudara
dari ibu/ayah, saudara dari nenek atau datuk (terus ke atas).
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam agama Islam perkawinan
karena adanya pertalian darah dilarang (diharamkan) untuk selama-lamanya.
Di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menganut asas perkawinan
agama yaitu, asas yang mengandung makna suatu perkawinan hanya sah apabila
dilaksanakan sesuai dengan hukum agama dan kepercayaan masing-masing. Jadi menurut
asas yang terkandung didalam Undang-Undang Perkawinan bahwa perkawinan sedarah
antara bibi dan keponakan tidak diperbolehkan karena adanya pertalian darah atau keluarga.
Adapun penghalang perkawinan di dalam agama Islam adalah pertalian antara seorang laki-
laki dan seorang perempuan atau keadaan pada diri seorang laki-laki atau seorang
perempuan, yang karena pertalian atau keadaan tersebut Hukum Islam mengharamkan orang
yang dimaksud untuk melakukan akad perkawinan.
Larangan perkawinan sedarah dipertegas dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 1
Tentang Perkawinan:
Perkawinan dilarang antara dua orang yang:
1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara
seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;
4. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan
bibi/paman susuan;
5. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri,
dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
6. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang
kawin.
sPasal tersebut menjelaskan mengenai enam hal yang dilarang dalam perkawinan
diantaranya berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah atau keatas,
berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, berhubungan semenda, berhubungan
susuan, berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dan
mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur mengenai larangan perkawinan sedarah.
Sebab-sebab dilarangnya perkawinan sedarah berdasarkan Pasal 39 KHI, yang menyatakan
bahwa dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita
disebabkan:
1. Karena Pertalian Nasab
a. Dengan seorang wanita yanng melahirkan atau menurunkannya atau keturunannya
b. Dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu
c. Dengan seorang wanita saudara yang melahirkan
2. Karena Pertalian Kerabat Semenda:
a. Dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya
b. Dengan seorang wanita bekas isteri yang menurunkannya
c. Dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnya hubungan
perkawinan dengan bekas isterinya itu qabla ad dukhul
d. Dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya
3. Karena Pertalian Sesusuan:
a. Dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis lurus ke atas
b. Dengan seorang waita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus kebawah
c. Dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke bawah
d. Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas
e. Dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya
Jadi, dilarangnya melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita
karena adanya 3 (tiga) sebab yaitu, karena adanya pertalian nasab, karena adanya pertalian
kerabat semenda, dan karena adanya pertalian sesusuan. Pada kenyataanya di zaman modern
ini tidak sedikit ditemukan perkawinan sedarah (incest) di masyarakat Indonesia dan hingga
saat ini hal tersebut dianggap tabu oleh banyak orang. Karena sah atau tidaknya suatu
perkawinan akan menimbulkan dampak tertentu, bagi suami, istri, maupun keturunannya.
Perkawinan sedarah sangat dilarang dalam agama Islam maupun negara Indonesia. Hal
tersebut dapat dilihat lebih jelasnya dalam surat An-nisa ayat 23 dan Undang-Undang Nomor
1 tahun 1974 Pasal 8 serta dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 39 mengenai penyebab
dilarangnya perkawinan sedarah. Perkawinan sedarah biasanya dilakukan antara ayah dan
anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, antar saudara kandung, saudara tiri,
saudara sepupu, atau paman, atau bibi yang mengawini keponakannya.
Terkadang perkawinan ini terjadi karena ketidak tahuan pasangan suami istri bahwa
mereka masih memiliki hubungan keluarga. Salah satunya terjadi pada sepasang suami istri
yang tinggal di kabupaten Tulungagung. Kasus pada putusan Nomor
0554/Pdt.G/2009/PA.TA merupakan permohonan untuk pembatalan perkawinan. Pemohon
dan termohon adalahN sepasang suami istri. Sepasang suami istri ini menikah pada tanggal 2
oktober 2002 dan terdaftar di Kantor Urusan Agama kabupaten Tulungagung dengan bukti
akta nikah Nomor 296/02/X/2002. Selama masa perkawinan, pasangan tersebut telah
dikaruniai seorang anak perempuan berumur 4 tahun. Setelah beberapa tahun menjalani
perkawinan, mereka mengetahui bahwa diantara mereka ada hubungan keluarga, dimana sang
istri merupakan bibi dari sang suami.
Pasangan suami istri tersebut mengaku bahwa sebelum melangsungkan
perkawinan, mereka tidak saling kenal satu sama lain. Suami tinggal di kabupaten
Tulungagung dan istri tinggal di kabupaten Lampung Tengah. Setelah mereka bertemu dan
saling cocok akhirnya keduanya melangsungkan perkawinan dan kemudian mereka tinggal
dirumah sendiri di Tulungagung. Selama perkawinan, keduanya hidup bahagia dengan
anaknya. Namun setelah mengetahui bahwa mereka memiliki hubungan keluarga, rumah
tangga sepasang suami istri tersebut mengalami perselisihan hingga sang istri pergi tanpa
pamit meninggalkan suami. Adanya permasalahan ini menimbulkan penderitaan lahir batin
dan sang suami hendak membatalkan perkawinan tersebut yang kemudian perkaranya
diajukan ke Pengadilan Agama Tulungagung. Kasus tersebut menimbulkan permasalahan
seperti bagaimana keabsahan perkawinannya. Permasalahn tersebut menimbulkan
ketertarikan bagi penulis untuk melakukan penelitian terkait dengan kasus diatas.

C. Tempat Tinggal Paskah Perkawinan\Setelah Perkawinan


Menurut KHI ( Kompilasi Hukum Islam) tempat kediaman setelah nikah yaitu
1. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau bekas
istri yang masih dalam iddah.
2. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam ikatan
perkawinan
3. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri dan anak-anaknya dari
gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tentram. Tempat kediaman
juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan sebagai tempat yang
menata yang mengatur alat-alat rumah tangga
4. Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuan serta
disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat
perlengkapan rumah tanggah maupun sarana penunjang lainnya
karena alasan ingin ditemani dan pihak suami sendiri yang tidak ingin meninggalkan rumah
orang tuannya.
UU No 1 Tahun 1974 tentang pekawinan pada pasal 32 menyatakan bahwa
1. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap
2. Rumah tempat kediaman yang di maksud dalam ayat (1) pasal ini di tentukan oleh
suami istri bersama.
Adapun dalam prespektif islam bahwa setelah menika sebaiknya tinggal bersama suami hal
ini dikarenakan bersarkan dalil yaitu( QS.Al-Qashas: 29.)
Artinya : “Tatkalah Musa telah menyelesaikan waktu yang di tentukan dan dia
berangkat dengan keluarganya”.
Kemudian ayat di atas di tafsirkan oleh Al-Qurtubi menuliskan bahwa dalam ayat ini terdapat
dalil yaitu seorang suami merantau dengan membawa istrinya sesuai dengan diinginkan
suaminya.Suami di unggulkan karena posisinya sebagai keluarganya (Tafsir Al-Qurtubi,
13/281)
Hanya saja, islam melarang keras, para suami menempatkan yang sangat tidak
nyaman, dengan maksud untuk menzolimi istrinya. Sebagaimana islam juga suami tidak
memberikan naskah kepada istrinya karena ingin menzolimi istrinya.
(QS.At-Thalaq:6) yang artinya : “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu
bertempat tinggal menurut kemampuan mu dan jangan lah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan hati mereka.
Yang di maksud “menyusahkan mereka” adalah menyusahkan istridalam masalah
tempat tinggal dan nafkah disebabkan suami menzolimi istrinya
Karena itu semangat dan bangun adalah tinggal bersama untuk hidup bersama
sekalipun itu ada banyak keterbatasan, namun ini bias dibatasi dengan berusaha untuk
qonaah, menerima dengan gembira nikmat yang Allah berikan. Adapun terkait dengan
kesantunan interaksi di dalam rumah tangga, perlu diperhatikanhal-hal sebagai berikut:
1. Harus menunjukkan pergaulan yang baik antara pasangan suami istri.
2. Memperlakukan pasangan dengan lembut.
3. Melirihkan suara, meskipun ketika sedang marah.
4. Tidak berdebat dan berseteru.
5. Menaati suami dan merawat anak-anak serta mendidiknya dengan baik.
6. Tidak mendiamkan perilaku atau tindakan yang keliru didalam rumah tangga,
melainkan harus segera diatasi dengan penanganan yang terbaik.
7. Masing-masing pasangan harus merendahkan diri dan tawadhu pada yang lain
serta membiasakan diri bertutur kata yang baik dan ramah (Shalih, 2009:54).

Anda mungkin juga menyukai