Anda di halaman 1dari 20

PERGESERAN FUNGSI TARI JA’I DARI RITUAL

KE PROFAN DI KOTA KUPANG

TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Seni
Konsentrasi Pendidikan Seni Tari

Oleh:

Margaret P. E. Djokaho, S.Sn


1101233

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013


Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

i
Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual
Ke Profan Di Kota Kupang

Oleh
Margaret Pula Elisabeth Djokaho

S.Sn Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2006

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia

© Margaret P.E. Djokaho 2013


Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.


Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013
Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ii
Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013
Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

iii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini dengan judul “PERGESERAN
FUNGSI TARI JA’I DARI RITUAL KE PROFAN DI KOTA KUPANG” ini beserta
segala isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika
keilmuann yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap
menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan
adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari
pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 29 Juli 2013


Yang membuat pernyataa,

Margaret P. E. Djokaho
NIM. 1101233

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013


Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

iv
ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan
di Kota Kupang ”, merupakan kajian teks dan konteks yang berhubungan dengan
seni budaya Nusa Tenggara Timur. Lokasi penelitian adalah Kampung Adat Guru
Sina, Desa Watumanu, Kabupaten Ngada Bajawa dan Kota Kupang.
Permasalahan penelitian berkaitan dengan: 1) Bagaimana bentuk dan struktur
penyajian tari Ja’i ritual di Bajawa- Ngada? 2) Bagaimana bentuk dan struktur
penyajian tari Ja’i profan di Kota Kupang? Dan 3) Faktor-faktor apa yang
mempengaruhi pergesaran fungsi? Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami
bentuk dan struktur penyajian Ja’i ritual dan profan serta faktor-faktor yang
mempengaruhi pergeseran fungsi.
Penelitian ini mengunakan metode kualitatif dengan pendekatan
etnokoreologi oleh karena, peneliti ingin mengkaji tari Ja’i yang memiliki
karakteristik khas dari etnik Ngada Bajawa. Sebagai analisis tari digunakan notasi
laban, analisis perubahan menggunakan pendekatan sinkronis serta pendekatan
antropologi budaya untuk mengkaji budaya dan tingkah laku masyarakat dalam
ritual Sa’o Ngaza (syukuran rumah adat). Bentuk dan struktur penyajian Ja’i
dalam ritual Sa’o Ngaza berfungsi sebagai wujud syukur kepada Yang Maha
Kuasa dan para leluhur yang dilaksanakan secara kolektif. Hasil penelitian
terdapat perubahan dari bentuk ritual menuju profan. Bentuk ritual terdapat pada
ritus Sa’o Ngaza di Ngada Bajawa. Adapun perubahan secara profan terjadi pada,
Ja’i inkulturasi dengan bentuk pseudo ritual tradisional art, Ja’i pergaulan dengan
bentuk ritual tradisional art, Ja’i hari-hari besar dengan bentuk tradisional art, dan
Ja’i festival dengan Bentuk pop art. Perubahan sosial budaya terjadi berdasarkan
aspek; 1) manusia melalui praktisi tari/seniman dan masyarakat penggunanya
berdampak pada aspek ekonomi, 2) pendidikan para praktisi tari/seniman, 3)
sarana transportasi yang terpenuhi memberikan kesempatan untuk kontak dengan
budaya lainnya, dan 4) pemanfaatan teknologi komunikasi oleh seniman sebagai
media memperkenalkan/mempromosikan karya seninya.
Berdasarkan analisis karakteristik gerak, ciri khas utama dalam gerak Ja’i
adalah penggunaan unsur ruang, dengan langkah volume gerak yang kecil dalam
bentuk lintasan (Pathway) dan dilakukan berulang-ulang (Rezilient). Analisis ini
sebagai rekomendasi dalam mengembangkan tari yang bersumber dari Ja’i ritual.

Kata kunci: Ja’i, Fungsi, Ritual, Profan.

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013


Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT

Research that titled “Shift Function Dance Ja’i Of Ritual To Profane In The
City Of Kupang”, is a study of text and the context of dealing with cultural East
Nusa Tenggara. The research is kampung customary Teacher Sina, village
Watumanu, and the city district Ngada Bajawa and Kupang. Problems research
relating to: 1 ) How form and structure serving dance Ja’i ritual in Bajawa-
Ngada? 2 ) How form and structure serving tari Ja’i profane in the city of
Kupang? and 3 ) What factors that affects shift function? The aim of this research
is to understand the form and structure of the presentation of Ja’ i rituals and
profane as well as factors affecting shift function.
This research using qualitative methods with etnokoreologi because of the
approach, the researchers want to study dance Ja’i which has characteristics
typical of the ethnic population of Ngada. Analysis of dance notation used as
laban, analysis of changes using the synchronous approach as well as the approach
to cultural anthropology to study the culture and behavior of the community in
ritual Sa’o Ngaza (prenatal custom homes). The form and structure of presentation
of Ja’i in ritual Sa’o Ngaza serves as a form of gratitude to the Almighty and his
ancestors carried out collectively. Results of the research there is a change of the
form of the ritual to the profane. Of ritualistic forms contained in its rites Sa’o
Ngaza in Ngada Bajawa. The change by profane happening at, Ja’i inkulturasi
with form pseudo traditional rites art, Ja’i intercourse with form of ritual
traditional art, Ja’i major holidays with form traditional art, and Ja’i festival with
form pop art. Change socio-culture occurs based on aspect; 1 ) humans by
practition dance / artists and society the user impact on economic aspects, 2 )
education practitioners of dance / artists, 3 ) a means of transportation a self-
fulfilling give occasion to contact with other culture, and 4 ) utilization of
communications technology by artists as media / introduce promote his art.
The motion characteristic, by virtue of analysis typical major in motion Ja’i
is the use of space, with a volume of motion being small in the form of a
trajectory (pathway) and done repeatedly (rezilient). This analysis as
recommendations in developing dance originating from Ja’i ritual.

Keywords: Ja’i, Functions, Ritual, Profane.

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013


Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…………………………....................................... i

PERNYATAAN………………………………………………………............ ii

KATA PENGANTAR……………………………………………………....... iii

ABSTRAK………………….……………………………………………........ vi

DAFTAR ISI………………………………………………………………….. viii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. xi

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………..... xii

DAFTAR BAGAN……………………………………………………………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… xv

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah……………..…………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………….………………………………….. 8
C. Tujuan Penelitian…..…………………………………………………….. 8
D. Manfaat Penelitian……………………………………………………….. 8
E. Defenisi Operasional……………………………………………………... 9
F. Metode Penelitian………………………………………………………... 10
1. Pendekatan dan Metode……………………………………………..... 10
2. Subjek dan Lokasi Penelitian…………………………….…………… 12
1. Subjek Penelitian……………………………………………..... 12
b. Lokasi Penelitian………………………………………………... 13
3. Teknik Pengumpulan Data………………………………………...... 15
a. Observasi……………………………………………………….. 15
b. Wawancara……………………………………………………… 17
c. Studi Dokumentasi……………………………………………... 18
d. Studi Pustaka…………………………………………………… 19
4. Instrumen Penelitian………………………………………………… 19
5. Teknik Analisis Data……………………………………………….... 20
G. Penulisan Hasil Laporan…………………………………………………… 21

viii
Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013
Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
H. Sistematika Penulisan……………………………………………………… 21

BAB II LANDASAN TEORETIS……………………………………………. 23


A. Penelitian Terdahulu……………………………………………………... 23
1. Ja’i Dalam Ritual……………………………………………………. 23
2. Fungsi Seni Dalam Masyarakat……………………………………… 25
B. Konsep Teoretis…………………………………………………………... 32
1. Fungsi………………………………………………………………... 33
2. Ritual………………………………………………………………… 35
3. Profan………………………………………………………………... 36
4. Perubahan…………………………………………………………..... 37

BAB III JA’I RITUAL………………………………………………………... 40

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian…………………………………… 40


B. Bentuk Upacara-Upacara Ritual Dalam Masyarakat…………………….. 44
1. Upacara Yang Berhubungan Dengan Siklus Hidup Manusia……… 46
2. Upacara Yang Berhubungan Dengan Mempertahankan Kelangsungan
Hidup Manusia………………………………………………………. 49
C. Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i dalam Upacara Sa’o Ngaza………... 53
1. Ritual Sa’o Ngaza…………………………………………………… 53
2. Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i dalam ritual Sa’o Ngaza………. 62
a. Madhi Wasi – Tibo Dhio………………………………………… 63
b. Ja’i, Toa Kaba sampai Ka Sa’o…………………………………. 63
c. Nenu Ngia Dewa-Jena Sadho Gedha…………………………… 66
3. Deskripsi Gerak Ja’i………………………………………………… 67
4. Busana dan Rias Ja’i……………………………………………….. 73
5. Musik Iringan Ja’i………………………………………………….. 80
D. Ja’i dalam Upacara Ritual di Masyarakat…………………………… 83
E. Analisis Gerak Ja’i ………………………………………………………. 90
BAB IV JA’I PROFAN……………………………………………………….. 95
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian……………………………………. 95
B. Awal Perkembangan Ja’i Profan Di Kota Kupang………………………. 101
C. Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i Profan…………………………….... 105
1. Ja’i Inkulturasi……………………………………………………... 107
2. Peringatan Hari-hari Besar Nasional……………………………….. 108
3. Festival Ja’i Pada Pameran Pembangunan HUT RI ……………..... 109
4. Sebagai Tari Pergaulan di Masyarakat…………………………….. 110
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pergeseran Fungsi………………….. 116
1. Perubahan Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i………………………. 116
ix
Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013
Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Perubahan Sosial Budaya……………………………………………... 123

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……………………………. 127


A. Kesimpulan………………………………………………………………. 127
B. Rekomendasi……………………………………………………………... 129
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 130

GLOSARIUM…………………………………………………………………. 134

LAMPIRAN…………………………………………………………………... 144

Daftar Riwayat Hidup Penulis………………………………………………… 153

x
Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013
Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR TABEL

3.1. Jumlah Penduduk dan Tingkat Pendidikan di Desa Watumanu…………. 42


3.2. Peninggalan-peninggalan Budaya………………………………………… 45
3.3. Analisis Gerak Ja’i Ritual………………………………………………… 91
4. 1. Bentuk dan struktur penyajian Ja’i Profan……………………………….. 106
4.2. Perubahan Bentuk dan Struktur penyajian Ja’i dari Aspek Tekstual…… 112
4.3. Perubahan Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i Berdasarkan Ciri-ciri Seni
Pertunjukan Ritual (Soedarsono)………………………………………….. 114
4.4. Kategorisasi Perubahan Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i……………... 117

xi
Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013
Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR GAMBAR

1.1. Peta Propinsi NTT.............................................................................. 13


1.2. Peta Kabupaten Ngada........................................................................ 14
1.3. Peta Kota Kupang …………….......................................................... 15
3.1. Kampung Adat Guru Sina................................................................... 41
3.2. Denah Lokasi Rumah Adat……………………………………….... 54
3.3. Sa’o Pu’u (Rumah Awal).................................................................... 55
3.4. Sa’o Lobo (Rumah Akhir)................................................................... 57
3.5. Sa’o Dhoro (Rumah Turunan)............................................................. 58
3.6. Watu Lanu…………………………………………………………….. 58
3.7. Sa’Ngaza…………………………...................................................... 69
3.8. Motif La’a Ro’i-ro’i ............................................................................ 70
3.9. Motif Pera........................................................................ ………….. 71
3.10. Motif Were Weo ................................................................................. 72
3.11. Motif Lea.............................................................................................. 72
3.12. Busana dan Properti Penari Laki-laki.................................................. 75
3. 13 Busana dan Properti Penari Laki-laki sebagai Ana Doda…………... 76
3.14. Busana dan Properti Penari Perempuan……………………………. 78
3.15. Busana dan Properti Penari Perempuan…………………………… 79

xii
Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013
Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. 16. Alat Musik Go…............................................................................. 81
3. 17. Alat Musik Laba................................................................................ 82
3. 18. Pemusik Go Laba………………………………………………….. 83
3.20. Pola Ritme Musik Ja’i (notasi musik tari)……………………….... 83
3. 21. Ngadhu……………………………………………………………. 87
3.22. Bhaga……………………………………………………………... 87
4.1. Penari Ja’i Profan…………………………………………… …… 104
4.2. Ja’i Inkulturasi……………………………………………………... 108

4.3. Ja’i Pergaulan……………………………………………………… 109

4.4. Ja’i Hari-hari Besar ……………………………………………. .... 110


4.5. Festival Ja’i ………………………………………………………. 111

xiii
Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013
Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR BAGAN

1.1. Alur Pelaksanaan Penelitian………………………………………… 12


1.2. Analisis Triangulasi Data…………………………………………... 21

xiv
Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013
Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR LAMPIRAN

1. Instrumen Penelitian………………………………………………………. 145


2. Surat Ijin Penelitian……………………………………………………….. 149
3. Surat Keterangan Penelitian………………………………………………. 151
4. Surat Keterangan Penelitian……………..………………………………… 153
5. Wawancara Dengan Narasumber………………………………………… 155
6. Sesaji Dalam Ritual Proses Wawancara………………………………….. 156
7. Daftar Riwayat Hidup……………………………………...……………… 157

xv
Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013
Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seni tari merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang sudah cukup
lama keberadaannya atau telah hadir dari zaman dahulu dan berkembang hingga
saat ini. Pada zaman dahulu, seni tari menjadi bagian terpenting dari berbagai
ritual kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan siklus hidup manusia dan
mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Hubungannya dengan tingkah
laku, khususnya menandai peralihan tingkatan kehidupan seseorang, baik secara
individu, maupun dalam kelompok masyarakat. Ritual dalam siklus hidup
manusia dilaksanakan sebagai ungkapan syukur, menolak ancaman bahaya gaib,
baik dari luar maupun lingkungan sekitar, dan sebagai pengakuan bahwa yang
bersangkutan telah menjadi warga baru dalam lingkungan sosialnya, misalnya
seperti tarian dalam ritual kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian. Paparan
di atas sejalan dengan pendapat Soedarsono (2002:123), mengungkapkan bahwa,
sebagai berikut.
Di lingkungan masyarakat Indonesia yang masih sangat kental nilai-nilai
kehidupan agrarisnya, sebagian besar seni pertunjukannya memiliki fungsi
ritual. Fungsi-fungsi ritual itu bukan saja berkenaan dengan peristiwa daur
hidup yang dianggap penting seperti misalnya kelahiran, potong gigi, potong
rambut yang pertama, turun tanah, khitan, pernikahan serta kematian;
berbagai kegiatan dianggap penting juga memerlukan seni pertunjukan,
seperti misalnya berburu, menanam padi, panen, bahkan sampai pula
persiapan untuk perang.

Ritual yang dilaksanakan secara musiman umumnya ritual yang


berhubungan dengan mempertahankan kelangsungan hidup manusia dibedakan
menurut kurun waktu tertentu, misalnya seperti tarian dalam ritual panen, ritual
tahun baru adat, ritual mendirikan rumah adat, dan ritual memohon hujan pada
musim kemarau. Ritual ini dilaksanakan sebagai bentuk permohonan dan
perlindungan kepada yang maha kuasa, ungkapan syukur, menolak bala, dan
sebagai pewarisan nilai-nilai ritual. Bentuk tariannya cendrung sederhana, baik
dari segi gerak, busana, musik dan jauh dari pengertian "indah". Dikarenakan, seni

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013


Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1
2

tari yang tercipta dalam suatu ritual merupakan sarana yang digunakan untuk
mengungkapkan berbagai rasa, dalam rangka pencapaian tujuan dilaksanakannya
ritual tersebut. Menurut Soedarsono (2002:124) “pertunjukan yang dilaksanakan
untuk kepentingan ritual, penikmatnya merupakan penguasa dunia atas serta dunia
bawah, sedangkan manusia sendiri hanya mementingkan tujuan upacara tersebut
daripada menikmati bentuknya (art of participation)”.
Sejalan dengan perkembangan dan peradaban, budaya dan sistem keyakinan
berubah. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia, seni pertunjukan mengalami
perkembangan hingga saat ini, salah satunya ialah seni tari. Seni gerak ini sedikit
demi sedikit mengalami perubahan bentuk, yakni gerakan-gerakan badan yang
teratur dalam ritme dan ekspresi yang indah, yang mampu menggetarkan perasaan
manusia. Gerak yang indah ialah gerak yang distilir, di dalamnya mengandung
ritme tertentu (Soedarsono, 1985:16). Kreativitas dan konstruksi tari berkembang
dengan menggabungkan berbagai elemen yang dapat menghasilkan sebuah karya
seni yang inovatif dan modern. Hal yang perlu dipahami, bahwa dalam
mengembangkan sebuah karya seni tari, tidak hanya mewujudkan gerak-gerak
atas dasar penggarapan komposisi saja, melainkan perwujudan sesuatu bentuk
yang utuh dari orientasi makna serta simbol-simbol yang telah menjadi bagian
dalam tarian tersebut. Tari dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat, karena itu penggembangan yang dilakukan harus bersifat edukatif.
Artinya dalam proses pengembangan tari yang berdasarkan etnis budaya tertentu,
perlu adanya pemahaman pengetahuan berkaitan dengan tarian tersebut, baik dari
aspek kontekstual maupun tekstualnya. Jika masalah ini mendapat perhatian yang
cukup besar dari praktisi tari, maka penyajian-penyajian tari akan terhindar dari
kedangkalan persepsi dalam gerak, bukan saja keindahan gerak yang menjadi
prioritas tetapi ciri khas dan filosofi yang terkandung dalam tarian tersebut. Letak
nilai keindahan yang lebih dalam adalah di dalam gaya tari (Sedyawati, 1986: 11-
12).
Nusa Tenggara Timur memiliki kekayaan serta keanekaragaman seni
budaya, yang tersebar diantara sebagian pulau-pulau besar seperti pulau Flores,

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013


Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3

Alor, Timor, Sumba, Sabu dan Rote. Setiap pulau memiliki seni pertunjukan
khususnya berkenaan dengan upacara-upacara ritual. Latar belakang dari
kebudayaan masyarakat NTT, hampir sebagian besar sudah terbiasa dengan
menari dan menyanyikan lagu-lagu saat melaksanakan upacara ritual. Saat ini di
NTT sangat terkenal sebuah tarian yang disebut tari Ja’i. Tarian ini berasal tari
pulau Flores etnis Ngada Bajawa. Posisi antara kabupaten Ngada Bajawa dengan
Kota Kupang dipisahkan oleh bentangan lautan yang luas. Untuk mencapai
kabupaten Ngada menggunakan transportasi laut dan transportasi udara dengan
jadwal penerbangan empat kali dalam seminggu dan pelayaran dilaksanakan dua
kali dalam seminggu. Sebaliknya demikian, untuk mencapai ke kota Kupang dari
Kabupaten Ngada Bajawa. Kedua letak geografis yang berbeda menjadi faktor
perkembangan Ja’i.
Kata Ja’i dalam bahasa daerah etnis Ngada berarti tarian. Tari ini pada
mulanya menjadi tarian milik etnis Ngada, untuk merayakan sukacita dari
kemuliaan jiwa dan kemerdekaan roh. Tari Ja’i ditampilkan di tengah pelataran
Kampung (Wewa Nua/Kisa Nata) yang dijadikan tempat pemujaan yang sakral.
Di tempat ini juga merupakan ruang bagi para pemusik „gong-gendang‟ (go-laba)
memainkan alat musik untuk mengiringi tari Ja’i (Watu Yohanes Vianey, 2008).
Ritual syukur dilaksanakan masyarakat setelah menyelesaikan rumah adat
(Ritus Sa’o Ngaza) terdiri dari suatu unit kampung, yang ditandai dengan Ja’i
sebagai pujaan kepada Yang Maha Kuasa ('Susu Keri Asa Kae'). Musik
dibunyikan dari dalam rumah adat, selanjutnya mereka bergerak ke pelataran
kampung. Menari dilakukan oleh para pemilik rumah yang berkontribusi terhadap
ritual tersebut: orang tua, pemuda, laki-laki maupun perempuan. Semua penari
berpakaian adat lengkap, baik laki-laki maupun perempuan bahkan berbagai harta
benda sebagai warisan dari leluhur dipakai sebagai properti, seperti emas, perak
dan senjata pusaka (Setda NTT, 2005: 60-63).
Musik sebagai partner dalam tari, menjadi keselarasan yang saling mengisi,
melengkapi serta memiliki hubungan yang mengikat antara gerak tari dan musik
pengiringnya. Seperti halnya penyajian tarian Ja’i dalam upacara Sa’o Ngaza

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013


Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4

yang menggunakan iringan gong gendang terdiri dari lima buah gong dan satu set
(tiga) tambur/gendang. Pola ritme dan tempo, dari bunyi gong gendang terdengar
statis atau monoton dari awal hingga akhir. Terdengar sedikit bervariasi, didukung
oleh musik secara internal dari penari, baik itu melalui teriakan-teriakan maupun
bunyi yang dihasilkan oleh hentakan gerak kaki. Struktur musik iringan tari yang
terdengar monoton serta pola ritme musik tari yang selalu diulang-ulang menjadi
ciri musik yang hadir dalam berbagai upacara ritual. Ciri iringan musik tari ini
berdasarkan ritme dan tempo yang terdengar begitu rancak memperkuat karakter
gerak tari yang digerakan dengan begitu dinamis. Hadirnya hal tersebut
dikarenakan pertimbangan struktur metrikal musik yang akan memperkuat
struktur metrikal tarian atau tempo musik yang berkesesuaian dengan tempo gerak
tarinya. Banyak hadir dalam tari-tarian rakyat, menggunakan iringan tarinya
berdasarkan struktur ritme musik (Murgiyanto, 1986: 131-132).
Pelaksanaan tari Ja’i dalam upacara Sa’o Ngaza sebagai wujud pemersatu,
pengikat hubungan kekeluargaan dalam masyarakat. Makna filosofis dari Sa’o: a).
Perwajahan leluhur turunan/ go weka da dela. b). Sangkar keselamatan/ kodo sua.
c). Selimut Kehangatan/ lawo ine. d). Tempat Kediaman/ gubhu mu kaja maza
(Setda NTT, 2005: 100-102). Masyarakat diajak untuk selalu mengingat suatu
peristiwa yang sudah terjadi di masa lampau dari garis keturunan/hirarki (woe).
Pendirian rumah adat Sa’o telah melembaga dan sangat erat kaitannya dengan
para leluhur ngadhu/ lambang laki-laki dan bhaga/ lambang perempuan serta ahli
waris selanjutnya di masa mendatang.
Rumah yang telah dibuatkan kawa pare atau tempat pelindung berada pada
tingkat suci, disertai dengan tarian Ja’i dan penyembelihan hewan besar sebagai
korban syukur. Peresmian ini juga diakui sebagai pengumuman kepada
masyarakat dan anggota suku-suku yang lainnya (awal pembangunan rumah adat
ditandai dengan bunyi gong gendang). Hiasan lega jara (bulu kuda) pada properti
Kelewang dan tongkat yang digunakan penari kaitannya dengan makna dan
simbol ukiran kuda yang terdapat pada pintu masuk rumah adat, dipercaya untuk
mengawasi roh jahat yang masuk ke dalam rumah inti, karena kekuatan kuda

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013


Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5

terletak pada tendangan kaki kuda sebagai lambang leluhur yang suci dan
berwibawa tinggi. Lega jara (bulu kuda) sebagai lambang kesucian dan
berwibawa tinggi tidak dapat ditundukan oleh segala macam roh jahat yang
hendak menganggu keselamatan jiwa dan raga manusia (Setda NTT, 2005: 110).
Kota Kupang sebagai ibukota propinsi NTT, menjadi tempat perkembangan
Ja’i. Ja’i hadir melalui sanggar-sanggar etnis Bajawa yang didirikan oleh seniman
daerah. Sejak tahun 1990-an Ja’i telah menjadi bagian dalam tari penyambutan
untuk menjamu tamu-tamu pemerintahan, bahkan sering juga digunakan dalam
lingkungan Gereja Khatolik sebagai bentuk inkulturasi budaya. Ja’i menjadi
bagian dalam prosesi Liturgi, kebaktian, pada awal prosesi para Romo/Pastur
berjalan masuk ke dalam gereja menuju ke altar diiringi dengan tari Ja’i. Hal ini
dipandang sebagai strategi kreatif, suatu rencana dan upaya agar beberapa unsur
kebuduyaan lokal yang secara prinsipil tidak bertentangan dengan pandangan dan
ajaran Kristiani atau Gereja, diterima dalam Gereja dan kehidupan Gerejani (Hadi,
2006:44).
Tarian Ja’i diperkenalkan oleh seorang tokoh seniman Bajawa, yakni Niko
Nonowago. Ja’i menjadi tari pergaulan atau massal yang ditarikan oleh berbagai
unsur masyarakat seperti petinggi pemerintahan, orang tua, muda-mudi dan anak-
anak. Pada setiap akhir acara, baik itu dalam pemerintahan maupun lingkungan
masyarakat seperti; menjamu tamu Pemerintahan, HUT RI, kegiatan-kegiatan
instansi pemerintah dan swasta, syukuran pernikahan maupun syukuran lainnya
dalam masyarakat, Ja’i menjadi tarian yang paling ditunggu dan begitu meriah,
karena semua unsur masyarakat secara spontan ikut menari, bahkan tanpa ada
batasan.
Pada kalangan sekolah, pemerintahan, keagamaan, organisasi-organisasi
pemerintahan maupun swasta Ja’i menjadi bentuk tarian yang selalu dipakai
untuk difestivalkan. Busana dan properti yang digunakan juga sangat bervariasi,
dengan pengembangan yang terlihat sangat berbeda jauh dengan aslinya.
Ditambahkan ornamen-ornamen yang terkini seperti tato, riasan-riasan karakter
dan lain sebagainya. Musik pengiringnya tidak lagi menggunakan alat musik

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013


Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6

gong-gendang tetapi menggunakan lagu pop daerah dari etnis Ngada. Dengan
beragamnya etnis di NTT yang berbaur di Kota kupang, hal tersebut berpengaruh
terhadap bentuk pertunjukan Ja’i. Gerak tari yang hadir hanya sebagai hiburan,
dengan bentuk-bentuk gerak sederhana yang mudah ditirukan dengan iringan lagu
Pop daerah, tempo lagu yang ritmis membangkitkan rasa untuk melakukan gerak.
Menurut Watu Yohanes Vianey, tarian Ja'i pada era posmo dewasa ini
pengembangannya sudah melampaui batas-batas ritual dan akar etnisitasnya.
Terjadinya transformasi hanya sekedar sebagai tarian populer orang NTT dengan
tanpa kewajiban moral untuk melihat filosofi dasar dari tarian Ja’i tersebut. Tari
Ja'i yang diwariskan para leluhur Ngada, sekiranya tidak sekedar menjadi salah
satu tarian modifikasi dan komodifikasi, yang dikoreografikan dengan
pengembangan, baik dari segi gerak, musik maupun kostum, namun, tetap harus
berorientasi pada filosofi dasar dari tarian ja’i tersebut.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kreativitas dan kecintaan terhadap
seni dan budaya NTT, baik di kalangan sekolah, pemerintahan, keagamaan,
organisasi-organisasi, maupun swasta Ja’i menjadi bentuk tari yang selalu dipakai
untuk difestivalkan. Para seniman tari NTT mencoba membuat standarnisasi
penilaian tari Ja’i dengan prosentase 60% gerak otentik dan 40% pengembangan.
Dalam kriteria penilaian ini yang berkaitan dengan gerak otentik ialah standar
gerak yang telah dibuat oleh “mereka” sebagai gerak dasar Ja’i, gerak tersebut
akan selalu diulang pada saat akan memulai ragam gerak baru.
Kriteria penilaian dilakukan berdasarkan aspek, orisinalitas gerak otentik,
gerak pengembangan, kreativitas dan penampilan. Gerak pengembangan ialah
gerak yang diciptakan berdasarkan kreativitas masing-masing kelompok,
ditampilkan setiap selesai gerak otentik. Seiring berkembangnya tarian Ja’i justru
pengembangan gerak lebih diprioritaskan ketimbang gerak dasar dari tari Ja’i
tersebut. Semakin banyak pengembangan gerak semakin tinggi nilai yang
diperoleh. Kekhasan gerak Ja’i tidak tampak lagi, yang hadir justru tari kreasi
dengan pengembangan berbagai elemen-elemen tari, baik dari gerak, musik,
maupun rias busananya. Hal ini menjadi masalah yang diungkapkan oleh para

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013


Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Anda mungkin juga menyukai