Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HUKUM PUASA DAN SHOLAT BAGI WANITA NIFAS

PROGRAM STUDI KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI
YOGYAKARTA
2019

DISUSUN OLEH

GHITTA HANIFA HANUM M18020008


ZENI. MAF’ ULAH M18020026
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan petunjuk dan
atas limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Agama
Islam ini. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen selaku
fasilitator mata kuliah Agama Islam, yang selama ini telah membimbing kami dalam
mempelajari materi–materi tersebut.

Makalah ini kami susun sebagai tugas seminar dalam perkuliahan. Materi
yang dimuat dalam makalah yakni mengenai Ketentuan Menstruasi/Haidh dan Nifas.
Selain dari itu, makalah ini kami susun sebagai salah satu literatur untuk menambah
pengetahuan Mahasiswa lainnya dalam mempelajari materi yang bersangkutan.

Kami menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh


karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang
sifatnya membangun, agar dapat kami gunakan sebagai masukan dalam penyusunan
makalah selanjutnya. Atas perhatian dan partisipasi yang telah diberikan kami
menghaturkan terima kasih. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin..

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan ............................................................................... 1
1. Latar Belakang ..................................................................... 1
2. Tujuan ................................................................................... 2
BAB II Pembahasan ................................................................................ 3
1. HAID...................................................................................... 3
1.1 Hakikat Haid ................................................................ 3
1.2 Ciri-ciri Darah Haid ..................................................... 7
1.3 Warna Darah Haid........................................................ 9
1.4 Tempo Haid.................................................................. 12
1.5 Hal-hal Terkait dengan Haid........................................ 15
1.6 Riwayat-riwayat Hadits Tentang Darah Haid.............. 20
2. NIFAS.................................................................................... 21
2.1 Makna Nifas................................................................. 21
2.2 Hukum-Hukum Nifas................................................... 23
2.3 Dalil Nifas dalam Hadis............................................... 26
2.4 Hal yang Dilarang Dilakukan Wanita Sedang Nifas.... 28
3. PERBEDAAN HAID DAN NIFAS....................................... 32
4. BEBERAPA HUKUM TERKAIT HAID DAN NIFAS........ 32
BAB III Penutup ...................................................................................... 35
A. Kesimpulan ..........................................................................
35

ii
B. Saran ..................................................................................... 35
Daftar Pustaka .............................................................................................. 36

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Al-Qur'an membawa sebuah revolusi paling besar dalam pemberian martabat


paling terhotmat kepada wanita. wanita dalam islam adalah ssok terhormat dengan
hak-hak sangat istimewa. satu hal yang tidak pernah dinikmati oleh wanita lain diluar
Islam. kehadiran islam telah menjungkirbalikkan pandangan

Nifas dari segi bahasa berasal dari kata “na fi sa” yang bermaksud melahirkan.
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim yang disebabkan melahirkan atau setelah
melahirkan. Darah nifas merupakan darah yang tertahan dan tidak bisa keluar dari
rahim selama hamil. Ketika melahirkan, darah tersebut keluar sedikit demi sedikit.
Darah yang keluar sebelum melahirkan, disertai tanda-tanda kelahiran yang disebut
juga sebagai darah nifas. Menurut Imam Asy-Syafi'i, darah nifas adalah darah yang
keluar dari Rahim wanita yang sebelumnya mengalami kehamilan, meskipun darah
yang keluar hanya berwujud segumpal darah.

2. Tujuan
1. Agar Mahasiswa Mengetahui Ketetentuan Islam mengenai Nifas
2. Agar Mahasiswa Mengetahui Perbedaan Haidh Dan Nifas
3. Agar Mahasiswa Mengetahui Beberapa Hukum Terkait Haid Dan Nifas

1
BAB II

PEMBAHASAN

Secara etimologi kata nifas berarti melahirkan. Sedangkan menurut


terminologi/syara nifas adalah darah yang keluar setelah kosongnya rahim
dari kandungan karna melahirkan. Pengertian lain dalam kitab bidayatul
mujtahidin mengartiakan nifas adalah darah yang keluar bersamaan dengn
lahirnya bayi atau sesudanya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa darah nifas adalah
darah yang keluar dari rahim perempuan bersamaan pada saat melahirkan bayi
atau sesudahnya.
Menurut Imam Asy-Syafi'i, darah nifas adalah darah yang keluar dari
Rahim wanita yang sebelumnya mengalami kehamilan, meskipun darah yang
keluar hanya berwujud segumpal darah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Darah yang dilihat seorang
wanita ketika mulai merasa sakit adalah nifas." Beliau tidak memberikan
batasan 2 atau 3 hari. Dan maksudnva yaitu rasa sakit yang kemudian disertai
kelahiran. Jika tidak, maka itu bukan nifas.
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa nifas itu ada batas
minimal dan maksimalnya. Menurut Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya
tentang sebutan yang dijadikan kaitan hukum oleh Pembawa syari'at, halaman

2
37 Nifas tidak ada batas minimal maupun maksimalnya. Andaikata ada
seorang wanita mendapati darah lebih dari 40, 60 atau 70 hari dan berhenti,
maka itu adalah nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu darah kotor, dan
bila demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan
batas umum sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadist.
Atas dasar ini, jika darah nifasnya melebihi 40 hari, padahal menurut
kebiasaannya sudah berhenti setelah masa itu atau tampak tanda-tanda akan
berhenti dalam waktu dekat, hendaklah si wanita menunggu sampai berhenti.
Jika tidak, maka ia mandi ketika sempurna 40 hari karena selama itulah masa
nifas pada umumnya. Kecuali, kalau bertepatan dengan masa haidnya maka
tetap menunggu sampai habis masa haidnya. Jika berhenti setelah masa (40
hari) itu, maka hendaklah hal tersebut dijadikan sebagai patokan kebiasaannya
untuk dia pergunakan pada masa mendatang.

Namun jika darahnya terus menerus keluar berarti ia mustahadhah.


Dalam hal ini,hendaklah ia kembali kepada hukum-hukum wanita
mustahadhah yang telah dijelaskan pada pasal sebelumnya. Adapun jika si
wanita telah suci dengan berhentinya darah berarti ia dalam keadaan suci,
meskipun sebelum 40 hari. Untuk itu hendaklah ia mandi, shalat, berpuasa
dan boleh digauli oleh suaminya. Terkecuali, jika berhentinya darah itu kurang
dari satu hari maka hal itu tidak dihukumi suci. Demikian disebutkan dalam
kitab Al-Mughni.
Nifas tidak dapat ditetapkan, kecuali jika si wanita melahirkan bayi
yang sudah berbentuk manusia. Seandainya ia mengalami keguguran dan
janinnya belum jelas berbentuk manusia maka darah yang keluar itu bukanlah
darah nifas, tetapi dihukumi sebagai darah penyakit. Karena itu yang berlaku
baginya adalah hukum wanita mustahadhah.
Minimal masa kehamilan sehingga janin berbentuk manusia adalah 80
hari dihitung dari mulai hamil, dan pada umumnya 90 hari. Menurut Al-Majd

3
Ibnu Taimiyah, sebagaimana dinukil dalam kitab Syarhul Iqna': "Manakala
seorang wanita mendapati darah yang disertai rasa sakit sebelum masa
(minimal) itu, maka tidak perlu dianggap (sebagai nifas). Namun jika
sesudahnya, maka ia tidak shalat dan tidak puasa. Kemudian, apabila sesudah
kelahiran temyata tidak sesuai dengan kenyataan maka ia segera kembali
mengerjakan kewajiban; tetapi kalau tidak teryata demikian, tetap berlaku
hukum menurut kenyataan sehingga tidak pedu kembali mengerjakan
kewajiban".

2.2 Hukum-Hukum Nifas


Hukum hukum nifas pada prinsipnya sama dengan hukum hukum haid,
kecuali dalam beberapa hal berikut ini:
1. Iddah. dihitung dengan terjadinya talak, bukan dengan nifas. Sebab,
jika talak jatuh sebelum isteri melahirkan iddahnya akan habis karena
melahirkan bukan karena nifas. Sedangkan jika talak jatuh setelah
melahirkan, maka ia menunggu sampai haid lagi, sebagaimana telah
dijelaskan.
2. Masa ila'. Masa haid termasuk hitungan masa ila', sedangkan masa
nifas tidak. Ila' yaitu jika seorang suami bersumpah tidak akan
menggauli isterinya selama-lamanya, atau selama lebih dari empat
bulan. Apabila dia bersumpah demikian dan si isteri menuntut suami
menggaulinya, maka suami diberi masa empat bulan dari saat
bersumpah. Setelah sempurna masa tersebut, suami diharuskan
menggauli isterinya, atau menceraikan atas permintaan isteri. Dalam
masa ila' selama empat bulan bila si wanita mengalami nifas, tidak
dihitung terhadap sang suami, dan ditambahkan atas empat bulan tadi
selama masa nifas. Berbeda halnya dengan haid, masa haid tetap
dihitung terhadap sang suami.
3. Baligh. Masa baligh terjadi dengan haid, bukan dengan nifas. Karena

4
seorang wanita tidakmungkinbisa hami sebelum haid, maka masa
baligh seorang wanita terjadi dengan datangnya haid yang mendahului
kehamilan. Darah haid jika berhenti lain kembali keluar tetapi masih
dalam waktu biasanya, maka darah itu diyakini darah haid. Misalnya,
seorang wanita yang biasanya haid delapan hari, tetapi setelah empat
hari haidnya berhenti selama dua hari, kemudian datang lagi pada hari
ketujuh dan kedelapan; maka tak diragukan lagi bahwa darah yang
kembali datang itu adalah darah haid. Adapun darah nifas, jika
berhenti sebelum empat puluh hari kemudian keluar lagi pada hari
keempat puluh, maka darah itu diragukan. Karena itu wajib bagi si
wanita shalat dan puasa fardhu yang tertentu waktunya pada waktunya
dan terlarang baginya apa yang terlarang bagi wanita haid, kecuali hal-
hal yang wajib. Dan setelah suci, ia harus mengqadha' apa yang
diperbuatnya selama keluarya darah yang diragukan, yaitu yang wajib
di qadha' wanita haid. Inilah pendapat yang masyhur menunut para
fuqaha' dari Madzhab Hanbali.
Yang benar, jika darah itu kembali keluar pada masa yang
dimungkinkan masih sebagai nifas maka termasuk nifas. Jika tidak,
maka darah haid. Kecuali jika darah itu keluar terus menerus maka
merupakan istihadhah. Pendapat ini mendekati keterangan yang
disebutkan dalam kitab Al-Mughni' bahwa Imam Malik mengatakan:
"Apabila seorang wanita mendapati darah setelah dua atau tiga
hari, yakni sejak berhentinya, maka itu termasuk nifas. Jika tidak,
berarti darah haid." Pendapat ini sesuai dengan yang dipilih oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Menurut kenyataan, tidak ada sesuatu yang diragukan dalam
masalah darah. Namun, keragu-raguan adalah hal yang relatif, masing-
masing orang berbeda dalam hal ini sesuai dengan ilmu dan
pemahamannya. Padahal Al-Qur'an dan Sunnah berisi penjelasan atas

5
segala sesuatu.
Allah tidak pernah mewajibkan seseorang berpuasa ataupun
thawaf dua kali, kecuali jika ada kesalahan dalam tindakan pertama
yang tidak dapat diatasi kecuali dengan mengqadha'. Adapun jika
seseorang dapat mengerjakan kewajiban sesuai dengan
kemampuannya maka ia telah terbebas dari tanggungannya.
Sebagaimana firman Allah:

‫او نهسف س‬
‫ساَ إإلل وو س‬
َ‫سهعهها‬ ‫ف ل‬
‫هل يوهكلل و‬
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupan.. " [Al-Baqarah/2: 286]

‫ست ه ه‬
‫طسعتوسم‬ ‫هفاَتلوقوُا ل‬
‫اه هماَ ا س‬
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu ..."

[At-Taghabun/64: 16]

4. Dalam haid, jika si wanita suci sebelum masa kebiasaannya, maka

suami boleh dan tidak terlarang menggaulinya. Adapun dalam nifas,


jika ia suci sebelum empat puluh hari maka suami tidak boleh
menggaulinya, menurut yang masyhur dalam madzhab Hanbali.
Yang benar, menurut pendapat kebanyakan ulama, suami tidak
dilarang menggaulinya. Sebab tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan
bahwa hal itu dilarang, kecuali riwayat yang disebutkan Imam Ahmad
dari Utsman bin Abu Al-Ash bahwa isterinya datang kepadanya
sebelum empat puluh hari, lalu ia berkata: "Jangan kau dekati aku!".
Ucapan Utsman tersebut tidak berarti suami terlarang
menggauli isterinya karena hal itu mungkin saja merupakan sikap hati-
hati Ustman, yakni khawatir kalau isterinya belum suci benar, atau
takut dapat mengakibatkan pendarahan disebabkan senggama atau
sebab lainnya. Wallahu a'lam.

6
Dalil Nifas dalam Hadis

‫ كنت المراة من نساَء النبي صلى ا عليه وسلم‬:‫عن ام سلمة رضي ا عنهاَ قلث‬
َ‫تقعد في النفاَ س اربعين ليلة لياَمرهاَ النبي صلى ا عليه وسلم بقضاَء صلة النفا‬
(‫س )روه ابوُ داود‬

“Dari Ummu Salamah ia berkata: Salah seorang wanita ari istri-istri nabi
Saw. mereka duduk (tidak shalat) di waktu nifas selama 40 malam. Nabi Saw,
tidak memerintahkan mengqadha shalat yang di tinggalkannya karena nifas.”
(HR. Abu Dawud)

Umumnya para ulama mengatakan bahwa waktu yang dibutuhkan


untuk sebuah nifas bagi seorang wanita paling cepat adalah hanya sekejap
atau hanya sekali keluar. bila seorang wanita melahirkan dan darah berhenti
begitu bayi lahir maka selesailah nifasnya. dan dia langsung serta puasa
sebagaimana biasanya.

Menurut as Syafi`iyah biasanya nifas itu empat puluh hari, sedangkan


menurut al Malikiyah dan juga as Syafi`iyah paling lama nifas itu adalah
enam puluh hari. menurut al Hanafiyah an al Hanabilah paling lama empat
puluh hari. Bila lebih dari empatpuluh hari maka darah istihadhah.

Dalilnya adalah hadis berikut ini :

َ‫كاَنت النفساَء على عهد رسوُل ا تقعد بعد نفاَسهاَ أربعين يوُما‬

“Dari Ummu Slamah r.a berkata: para wanita yang mendapat nifas, dimasa
Rasulullah duduk selama empat puluh hari empat puluh malam (HR.
Khamsah kecuali Nasa`i).

7
At-Tirmizi berkata setelah menjelaskan hadis ini: Bahwa para ahli
ilmu dikalangan sahabat Nabi, para tabi`in dan orang-orang yang sesudahnya
sepakat bahwa wanita yang mendapat nifas harus meninggalkan salat selama
empat puluh hari kecuali darahnya itu berhenti sebelum empat puluh hari. bila
demikian ia harus mandi dan salat. namun bila selama empat puluhhari darah
masih tetap keluar kebanyakan ahli ilmu berkata bahwa dia tidak boleh
meninggalkan salatnya

Hal-Hal yang Dilarang Dilakukan Wanita yang Sedang Nifas

Wanita yang sedang nifas sama dengan hal-hal yang diharamkan oleh
wanita yang sedang haidh, yaitu :

1) Salat

Seorang wanita yang sedang mendapatkan Nifas diharamkan untuk


melakukan salat. Begitu juga mengqada` salat. Sebab seorang wanita yang
sedang mendapat nifas telah gugur kewajibannya untuk melakukan salat.
Dalilnya adalah hadis berikut ini:

`Dari Aisyah r.a berkata: `Dizaman Rasulullah SAW dahulu kami


mendapat nifas, lalu kami diperintahkan untuk mengqada` puasa dan tidak
diperintah untuk mengqada` salat (HR. Jama`ah).

Selain itu juga ada hadis lainnya:

‫إذا أقبلت الحيضة فدعي الصلة‬

`Dari Fatimah binti Abi Khubaisy bahwa Rasulullah SAW bersabda: `Bila
kamu mendapatkan nifas maka tinggalkan salat`

8
2) Berwudhu atau mandi janabah

As Syafi`iyah dan al Hanabilah mengatakan bahwa: `wanita yang


sedang mendapatkan haid diharamkan berwudu`dan mandi janabah.
Adapun sekedar mandi biasa yang tujuannya membersihkan badan, tentu
saja tidak terlarang. Yang terlarang disini adalah mandi janabah dengan
niat mensucikan diri dan mengangkat hadats besar, padahal dia tahu
dirinya masih mengalami nifas atau haidh.

3) Puasa

Wanita yang sedang mendapatkan nifas dilarang menjalankan


puasa dan untuk itu ia diwajibkannya untuk menggantikannya dihari yang
lain.

4) Tawaf

Seorang wanita yang sedang mendapatkan nifas dilarang


melakukan tawaf. Sedangkan semua praktek ibadah haji tetap boleh
dilakukan. Sebab tawaf itu mensyaratkan seseorang suci dari hadas besar.

‫افعلوُا ماَ تفعل الحاَج غير أن ل تطوُفي حتى تطهري‬

Dari Aisyah r.a berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: `Bila


kamu mendapat haid, lakukan semua praktek ibadah haji kecuali bertawaf
disekeliling ka`bah hingga kamu suci (HR. Mutafaqq `Alaih)

5) Menyentuh Mushaf dan Membawanya

9
Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang
menyentuh Al-Quran :

‫ل يمسه إل المطهرون‬

Dan tidak menyentuhnya kecuali orang yang suci.`(Al-Qariah ayat 79)

Jumhur Ulama sepakat bahwa orang yang berhadats besar termasuk


juga orang yang nifas dilarang menyentuh mushaf Al-Quran.

6) Melafazkan Ayat-ayat Al-Quran

Kecuali dalam hati atau doa/zikir yang lafaznya diambil dari ayat
Al-Quran secara tidak langsung.

‫ل تقرأ الجنب ول الحاَئض شيئاَ من القرآن‬

Janganlah orang yang sedang junub atau haidh membaca sesuatu dari Al-
Quran. (HR. Abu Daud dan Tirmizy)

Namun ada pula pendapat yang membolehkan wanita nifas membaca


Al-Quran dengan catatan tidak menyentuh mushaf dan takut lupa akan
hafalannya bila masa nifasnya terlalu lama. Juga dalam membacanya tidak
terlalu banyak. Pendapat ini adalah pendapat Malik. Demikian disebutkan
dalam Bidayatul Mujtahid jilid 1 hal 133. Hujjah mereka adalah karena hadits
di atas dianggap dhaif oleh mereka.

10
7) Masuk ke Masjid

Dari Aisyah RA. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Tidak


ku halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh`. (HR. Bukhori, Abu
Daud dan Ibnu Khuzaemah.)

8) Bersetubuh

Wanita yang sedang mendapat nifas haram bersetubuh dengan


suaminya. Keharamannya ditetapkan oleh Al-Quran Al-Kariem berikut
ini:

‫ساَء إفي اسلهمإحي إ‬


‫ض هوله تهسقهروبوُوهلن هحتلهى‬ ‫ض قوسل وههوُ أهسذىً هفاَسعتهإزولوُسا النل ه‬
‫سأ هولوُنههك هعإن اسلهمإحي إ‬ ‫هويه س‬
‫اه يوإحبب التللوُاإبيهن هويوإحبب اسلومتهطهلهإريهن‬ ‫ث أههمهروكوم ا‬
‫او إإلن ا‬ ‫طوهسرهن فهإ إهذا تهطهلهسرهن فهأسوتوُوهلن إمسن هحسي و‬
‫يه س‬

`Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:


`Haidh itu adalah suatu kotoran`. Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci . Apabila mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.` (QS. Al-
baqarah :222)

Yang dimaksud dengan menjauhi mereka adalah tidak


menyetubuhinya.

Sedangkan al Hanabilah membolehkan mencumbu wanita yang


sedang nifas pada bagian tubuh selain antara pusar dan lutut atau
selama tidak terjadi persetubuhan. Hal itu didasari oleh sabda

11
Rasulullah SAW ketika beliau ditanya tentang hukum mencumbui
wanita yang sedang haid maka beliau menjawab:

‫اصنعوُا كل شيء إل النكاَح‬

`Lakukan segala yang kau mau kecuali hubungan badan (HR.


Jama`ah)`.

Keharaman menyetubuhi wanita yang sedang nifas ini tetap


belangsung sampai wanita tersebut selesai dari nifas dan selesai
mandinya. Tidak cukup hanya selesai nifas saja tetapi juga mandinya.
Sebab didalam al Baqarah ayat 222 itu Allah menyebutkan bahwa
wanita haid itu haram disetubuhi sampai mereka menjadi suci dan
menjadi suci itu bukan sekedar berhentinya darah namun harus dengan
mandi janabah, itu adalah pendapat al Malikiyah dan as Syafi`iyah
serta al Hanafiyah.

. Tata cara mandi bagi wanita setelah selesai haid dan nifas:

Dalam riwayat Aisyah r.a. yang lainnya disebutkan “Ambillah


sepotong kain atau kapas yang telah diberi minyak wangi, lalu usap
saja sebanyak tiga kali. Kala itu Rasulullah SAW merasa risih sekali
dengan perkara yang satu ini dan beliau cepat-cepat memalingkan
wajahnya

DAFTAR PUSTAKA

12
Jarullah, Syaikh Abdullah bin Ibrahim. (1996). Problem Mendasar Kaum Muslimah.
Solo: Pustaka Mantiq

Zaki, Syaikh Imad. (2003). Tafsir Wanita. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

Shalih, Su'ad Ibrahim. (2011). Fiqh Ibadah Wanita. Jakarta: Amzah

Al-Jamal, Syekh Ibrahim Muhammad. (2003). 146 Wasiat Nabi untuk Wanita.
Jakarta: Gema Insani

Sa'dawi, Amru Abdul Karim. (2009). Wanita dalam Fikih Al-Qaradhawi. Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kutsar

13

Anda mungkin juga menyukai