Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI DAN TEKNIK KOMUNIKASI


DALAM BERBAGAI USIA

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 1

ANGGI HAPSARI PUTRI 001STYC18

DEDE WIDYA NINGSIH 007STYC18

EFA FORIA PRASTI DINA H. 013STYC18

FITRA ALUYA 019STYC18

HIKMAH NURUL ASLAMIYAH 025STYC18

INDRAWAN PRAYUDA 031STYC18

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
2019/2020

1
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah Sistem Informasi Manajemen Keperawatan

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penyusun
hadapi. Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, dan juga berkat kerja
keras dari teman-teman yang memberikan masukan dan sarsn, sehingga kendala-
kendala tersebut dapat teratasi.

Penyusunan makalah ini disesuaikan dengan referensi yang didapat dari buku
maupun internet. Segala kritik dan saran yang membangun senantiasa diharapkan
penyusun demi penyempurnaan tugas makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada
pembaca dan bermanfaat bagi pendidik serta rekan-rekan dalam mengembangkan
ilmu komunikasi dalam keperawatan

Mataram, November 2019

Penyusun
Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………1
1.1. Latar Belakang....................................................................................................... 1
1.2. Tujuan................................................................................................................... 1
BAB 11 PEMBAHASAN…………………………………………………………….2
2.1. Pengertian Komunikasi Terapeutik ................................................................................ 2
2.2. Manfaat Komunikasi Terapeutik ................................................................................... 3
2.3. Karakteristik Komunikasi Terapeutik ............................................................................ 4
2.4. Proses Komunikasi Terapeutik ...................................................................................... 4
2.5. Hambatan Komunikasi dan Cara Mengatasinya ............................................................ 5
2.6. Hambatan Komunikasi di Berbagai Usia ....................................................................... 7
2.7. Teknik Komunikasi Secara Umum .............................................................................. 14
2.8. Teknik Komunikasi Dalam Berbagai Usia .................................................................. 22
2.9. Strategi Komunikasi Pada Berbagai Usia .................................................................... 30
2.10. Model - Model Komunikasi Terapeutik Pada Berbagai Usia .................................... 34
BAB III KESIMPULAN…………………………………………………………...43
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………44

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam
hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan, komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metode utama dalam menginplementasikan proses
keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan
kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar ( Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial
yang mencakup keterampilan intelektual, teknikal, dan interpersonal yang
tercermin dalam perilaku caring atau kasih saying dan cinta (Jhonson, 1989)
dalam berkomunikasi secara terapeutik tidak hanya akan mudah menjalin
hubungan rasa percaya dengan klien, tetapi juga mencegah terjadinya masalah
legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan, dan
meningkatkan citra profesi keperawatan, serta citra rumah sakit (Achir Yani,
1996). Akan tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk
memberikan pertolongan terhadap sesame manusia.
1.2.Tujuan
2.1. Untuk Mengetahui Pengertian Komunikasi Terapeutik
2.2. Untuk Mengetahui Manfaat Komunikasi Terapeutik
2.3. Untuk Mengetahui Karakteristik Komunikasi Terapeutik
2.4. Untuk Mengetahui Proses Komunikasi Terapeutik
2.5. Untuk Mengetahui Hambatan Komunikasi dan Cara Mengatasinya
2.6. Untuk Mengetahui Hambatan Komunikasi di Berbagai Usia
2.7. Untuk Mengetahui Teknik Komunikasi Secara Umum
2.8. Untuk Mengetahui Teknik Komunikasi Dalam Berbagai Usia
2.9. Untuk Mengetahui Strategi Komunikasi Pada Berbagai Usia
2.10. Untuk Mengetahui Model Komunikasi Terapeutik Pada Berbagai Usia

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Komunikasi Terapeutik


Istilah komunikasi berasal pada bahasa latin yaitu communis yang berarti
membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau
lebih, Komunikasi berasal dari kata communico yang artinya membagi.
Komunikasi merupakan penyampaian informasi dalam sebuah interaksi tatap
muka yang berisi ide, perasaan, perhatian, makna, serta pikiran, yang diberikan
pada penerima pesan dengan harapan si penerima pesan menggunakan informasi
tersebut untuk mengubah sikap dan perilaku (Cherry dalam stuart, 1983)

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,


bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi interpersonal dengan fokus adanya saling
pengertian antarperawat dengan pasien. Komunikasi ini adalah adanya saling
membutuhkan antara perawat dan pasien sehingga dapat dikategorikan dalam
komunikasi pribadi antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien
menerima bantuan (Indrawati, 2003).

Komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan


klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama
dalam rangka memperbaikipengalaman emosional klien (Stuart, 1998)

Komunikasi terapeutik adalah kemampuan perawat untuk membantu klien


beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain (Northouse, 1998)

Berdasarkan beberapa uraian dari tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa


komunikasi terapeutik adalah proses penyampaian pesan yang direncanakan
secara sadar untuk pengobatan yang dan bertujuan untuk mendorong

2
kesembuhan klien. Komunikasi terapeutik disebut juga komunikasi interpersonal
yang professional (Nunung Nurhasanah, 2013)

2.2. Manfaat Komunikasi Terapeutik


Manfaat komunikasi terapeutik menurut Effendy (2002) adalah sebagai berikut :

a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan kesadaran dan penghargaan


diri. Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran mempertahankan kekuatan egonya. Melalui komunikasi terapeutik
diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang menderita penyakit
kronis ataupun terminal umumnya mengalamai perubahan dalam dirinya, ia
tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan gambaran
diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa
putus asa dan depresi
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang efektif dan saling
bergantung dengan orang lain dan mandiri. Membantu mengambil tindakan
yang efektif untuk mengubah situasi yang ada. Melalui komunikasi
terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain.
Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya,
perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina
hubungan saling percaya
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan serta
mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau
tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Taylor, Lilis dan La
Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang merasa kenyataan
hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri
Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak
mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui
komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membanyu klien
meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas

3
2.3. Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Menurut (Arwani, 2016) hal yang mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi
terapeutik yaitu sebagai berikut :

a. Ikhlas (Genuines)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus diterima dan
pendekatan individu dengan verbal maupun nonverbal akan memberikan
bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.
b. Empati (Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam
meberikan penilaian terhadap klien dan tidak berlebihan.
c. Hangat (Warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan dapan
memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga klien
dapat mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.

2.4. Proses Komunikasi Terapeutik


Effendy (2002) menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi
Teori Dan Praktik bahwa, tahapan proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap,
yaitu :

a. Proses komunikasi secara primer


Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan
perasaan orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media.
Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial
(gesture), isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung
mampu “menerjemahkan” pikiran atau perasaaan komunikator kepada
komunikan. Bahwa, bahasa paling banyak digunakan dalam komunikasi
adalah jelas karena hanya bahasalah yang mampu “menerjemahkan” pikiran
seseorang kepada orang lain.

4
b. Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai
media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi memiliki
dua tahapan yaitu tahapan primer dan sekunder. Tahapan primer adalah proses
penyampaian pikiran dan perasaan orang lain dengan menggunakan lambang
(simbol) sebagai media, sedangkan komunikasi secara sekunder adalah proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat
atau sarana.

2.5. Hambatan Komunikasi dan Cara Mengatasinya


Hambatan dan cara mengatasi komunikasi menurut (Afnuhazi, 2015) :

1. Hambatan komunikasi efektif antara lain :


a. Hambatan dari proses komunikasi
1) Hambatan dari pengirim pesan
Pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi dirinya atau pengirim
pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional
2) Hambatan dalam penyediaan atau simbol
Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak jelas
sehingga mempunyai arti lebih dari satu, simbol yang dipergunakan
antara pengirim dan penerima tidak sama atau bahasa yang
dipergunakan terlalu sulit
3) Hambatan media
Hambatan yang terjadi dalam penggunaan media komunikasi,
misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat
mendengarkan pesan
4) Hambatan dalam bahasa sandi
Hambatan terjadi dalam menafsirkan sandi oleh si penerima
5) Hambatan dari penerima pesan

5
Kurangnya perhatian pada saat penerima atau mendengarkan pesan,
sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak mencari informasi
lebih lanjut
6) Hambatan dalam memberikan umpan balik
Balikan yang diberikan tidak menggambarkan apa adanya akan tetapi
memberikan interpretatif, tidak tepat waktu atau tidak jelas dan
sebagainya.
b. Hambatan fisik
Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca
gangguan alat komunikasi, dan lain-lain. Misalnya: gangguan kesehatan,
gangguan alat komunikasi dan sebagainya
c. Hambatan semantik
Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang
mempunyai arti mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit
antara pemberi pesan dan penerima
d. Hambatan psikologis
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi,
misalnya: perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara
pengirim dan penerima pesan.
2. Hambatan komunikasi terapeutik :
a. Resisten, merupakan upaya pasien untuk tetap tidak menyadari aspek
penyebab ansietas yang dialamainya. Resisten utama sering merupakan
akibat dari ketidaksediaan pasien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan
b. Transferens, respon tidak sadar dimana pasien mengalami perasaan dan
sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkaitdengan tokoh terhadap
kehidupannya yang lalu. Sifat yang paling menonjol dari transferens
adalah ketidaktepatan respon pasien dalam intensitas dan penggunaan
mekanisme pertahanan pengisaran (diaplacement) yang maladaptive

6
c. Kontertransferens, hambatan terapeutik yang dibuat oleh perawat dimana
respons emosional perawat terhadap pasien tidak tepat. Respons perawat
tidak dapat dibenarkan oleh kenyataan tetapi lebih mencerminkan konflik
terdahulu yang dialami terkait dengan isu-isu seperti otoritas, seks,
keasertifan, dan kemandirian
3. Cara mengatasi hambatan komunikasi :
a. Mengecek kembali maksud yang disampaikan
b. Meminta penjelasan lebih lanjut
c. Mengecek umpan balik
d. Mengulangi pesan yang disampaikan dan memperkuat informasi dengan
bahasa nonverbal
e. Mengakrabkan hubungan interpersonal antara sender dan receiver
f. Pesan dibuat secara singkat, jelas, dan tepat
g. Memfokuskan pesan pada topik spesifik yang telah dipilih
h. Komunikasi dilakukan dengan berfokus pada penerima pesan bukan pada
pengirim pesan
2.6. Hambatan Komunikasi di Berbagai Usia
a. Hambatan Komunikasi Pada Anak
1) Perilaku Khas
Setiap anak memiliki perilaku khas yang berdeda-beda. ada anak yang
tidak senang berinteraksi dengan lingkungan baru, ada anak yang
hiperaktif dan mudah beradaptasi dengan orang baru, dan lain sebagainya.
2) Emosi
Emosi terbesar ada di dalam kehidupan anak usia sekolah karena anak
belum dapat mengontrol emosinya dengan baik. Anak usia sekolah sering
terlihat marah-marah, kesal, kecewa, bahagia, tertawa-tawa dan semuanya
dilakukan tanpa alasan tergantung mood yang sedang dihadapinya.
Komunikasi akan terhambat ketika anak-anak sedang meluapkan
emosinya. Terkadang ada anak yang tidak dapat dikendalikan oleh

7
orangtuanya, sehingga mengamuk bahkan merusak berbagai benda yang
ada di sekitarnya.
3) Gangguan dalam sensoris
Gangguan dalam sensoris anak sering ditemui di kehidupan masyarakat.
Gangguan dalam sensoris ini menjadi pemicu hambatan dalam
komunikasi pada anak usia sekolah.
Setiap anak memiliki tujuh sensoris dasar di dalam tubuhnya. Penyebab
gangguan sensoris pada anak adalah adanya perkembangan yang tidak
optimal saat sensoris bekerja.
Sensoris pada anak meliputi sensoris perabaan, sensoris pendengaran,
sensoris penciuman, sensoris penglihatan, sensoris pengecapan, sensoris
gerak antar sendi, dan sensoris keseimbangan.
Semua sensoris tersebut sangat berkaitan terhadap komunikasi pada anak
usia sekolah. Oleh karena itu, perlu adanya deteksi dini terhadap ciri-ciri
gangguan sensoris pada anak agar komunikasi tidak terhambat.
4) Pola bermain
Pola bermain juga dapat mempengaruhi komunikasi pada anak usia
sekolah. Pola bermain anak berawal dari cara orangtua mengenali anak
tersebut dengan mainannya seperti mobil itu dijalani di lantai bukan untuk
dijadikan mainan masak-masakan.
Seorang anak yang salah pola bermainnya akan sulit beradaptasi dengan
mainan lainnya bahkan tidak mau berinterkasi dengan teman bermainnya.
Kesalahan dalam pola bermain anak akan menghambat komunikasi.
5) Gangguan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari
Gangguan komunikasi memang sering terjadi dalam kehidupan sehari-
hari seperti anak yang tidak mengerti arti kata yang diucapkannya.
Selain itu, anak usia sekolah juga sering melakukan komunikasi non
verbal yang sebenarnya tidak ia gunakan dengan baik seperti menarik
tangan orang lain untuk meminta tolong diikuti kemauannya.

8
Hal ini membuat komunikasi menjadi terhambat dan akhirnya
menimbulkan permasalahan seperti kesalahpahaman dalam memahami
komunikasi anak usia sekolah. (Sarfika, 2018)
b. Hambatan komunikasi Pada Remaja
komunikasi merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi manusia dalam
melakukan interaksi dengan sesama. kita pada suatu waktu merasakan
komunikasi yang kita lakukan menjadi tidak efektif karena kesalahan dalam
menafsirkan pesan yang kita diterima.
1) Melalui orang lain atau pihak ketiga
Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh remaja dalam
menumbuhkan kepercayaan diri remaja, dengan menghindari secara
langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua secara langsung
yang sedang berada disamping anak. Selain itu dapat digunakan dengan
cara memberikan komentar tentang sesuatu.
2) Bercerita
Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak remaja dapat
mudah diterima, mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi
cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang akan
disampaikan, yang akan diekspresikan melalui tulisan.
3) Memfasilitasi
Memfasilitasi adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ekspresi anak
atau respon anak remaja terhadap pesan dapat diterima, dalam
memfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan perasaan dan tidak
boleh dominan, tetapi anak harus diberikan respons terhadap pesan yang
disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan
mereflisikan ungkapan negative yang menunjukkan kesan yang jelek pada
anak remaja tersebut.
4) Meminta untuk menyebutkan keinginan
Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak dan meminta
untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang

9
dirasakan anak dan keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan
pikiran anak pada saat itu.
5) Pilihan pro dan kontra
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan atau
mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan pada situasi
yang menunjukkan pilihan yang positif dan negatif yang sesuai dengan
pendapat anak remaja.
6) Penggunaan skala
Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan
perasaan sakit pada anak seperti penguapan perasaan nyeri, cemas, sedih,
dan lain-lain, dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan
perasaan sakitnya.
7) Menulis
Melalui cara ini remaja akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada
keadaan sedih, marah atau lainnya dan biasa banyak dilakukan pada
remaja yang jengkel, marah dan diam. (Sarfika, 2018)
c. Hambatan Komunikasi Pada Lansia
1) Mendominasi pembicaraan
Karakter lansia yang terkadang merasa lebih tua dan mengerti banyak hal
menimbulkan perasaan bahwa ia mengetahui segalanya. Kondisi seperti
ini akan menyebabkan seorang lansia jadi lebih mendominasi
pembicaraan atau komunikasi. Selanjutnya adalah ia tidak akan merasa
senang jika lawan bicaranya memotong pembicaraan yang sedang ia
lakukan. Hal ini akan sangat menyulitkan pembicaraan yang terjadi.
2) Mempertahankan hak dengan menyerang
Kebanyakan lansia memang bersifat agresif. Beberapa dari mereka
berusaha untuk mempertahankan haknya dengan menyerang lawan
bicaranya.
Komunikasi yang efektif tentunya tidak akan tercapai jika lansia berada
dalam kondisi yang seperti ini. Bahkan meskipun lawan bicara sudah

10
berusaha keras untuk memberikan pemahaman bahwa ia mendapatkan
haknya, namun lansia terkadang tetap merasa tidak aman sehingga terus
melakukan penyerangan pada lawan bicaranya.
3) Cuek
Cuek oleh lansia ditandai dengan sikap menarik diri saat akan diajak
berbicara atau berkomunikasi. Sikap seperti ini biasanya diikuti dengan
perasaan menyepelekan orang lain.
Banyak para lansia yang merasa bahwa komunikasi dengan orang yang
lebih muda dibandingkan dengan dirinya adalah satu kegiatan yang sia-
sia dan tidak bermanfaat sehingga ia akan dengan mudah menarik diri
dari pembicaraan.
4) Kondisi fisik
Para lansia yang akan diajak berkomunikasi tentunya memiliki
keterbatasan fisik yang membuatnya menjadi kesulitan dalam
berkomunikasi.
Banyak masalah yang timbul akibat kondisi fisik yang tidak baik pada
lansia. Misalnya saja jika ia memiliki masalah pada pendengaran,
tentunya akan menjadi masalah juga dalam komunikasi. Lansia tersebut
akan membutuhkan alat bantu dengar agar ia dapat berkomunikasi dengan
baik dan lancar.
Jika ia tidak menggunakan alat bantu dengar, maka lawan bicaranya harus
menggunakan suara keras untuk bisa berbicara dengan lansia tersebut.
Sayangnya hal seperti ini sering disalahartikan oleh lansia sebagai bentuk
penghinaan dengan membentak. Disinilah berbagai masalah baru muncul,
maka dari itu sangat dibutuhkan pengertian dan pemahaman yang baik
oleh lawan bicara terhadap kondisi lansia agar komunikasi yang efektif
dapat berjalan dengan baik dan lancar.
5) Stress
Hal lain yang menjadi hambatan dalam komunikasi dengan lansia adalah
depresi atau tingkat stres yang dialami oleh lansia.

11
Lansia sangat mudah diserang oleh stres, baik akibat kondisi fisik yang ia
alami, maupun faktor lainnya.
Jika seorang lansia sudah menderita stres, maka ia akan selalu mudah
marah dan tidak mau mendengar apapun yang dikatakan oleh orang lain.
Kondisi ini hanya bisa diperbaiki jika sumber dari beban pikirannya telah
diatasi.
6) Mempermalukan orang lain di depan umum
Faktor penghambat komunikasi dengan lansia yang satu ini merupakan
salah satu hal yang banyak dihadapi oleh orang yang berkomunikasi
dengan lansia. Lansia yang selalu merasa benar dan tahu segalanya
biasanya juga akan mempermalukan orang lain di depan umum.
Hal ini sering dilakukan untuk menutupi kekurangan yang terdapat dalam
diri mereka sendiri. Jika sudah terjadi, maka biasanya komunikasi akan
langsung berhenti dan tidak lagi dilanjutkan karena lawan bicara sudah
merasa tidak nyaman. Meskipun begitu, kebanyakan lansia menyadari
perbuatan mereka ini dan tidak merasa melakukan kesalahan dalam
komunikasi yang dilakukan.
7) Tertidur
Beberapa lansia mengalami masalah dengan sistem saraf mereka
sehingga banyak dari mereka yang mungkin akan tertidur ketika diajak
berbicara.
Kelelahan yang amat sangat akan membuat mereka yang tadinya begitu
bersemangat dalam berbicara, tiba-tiba tertidur dan tidak mengetahui
apapun ketika bangun. Hal ini lebih banyak terjadi pada lansia yang
memiliki riwayat penyakit demensia atau Alzheimer. Lansia dengan
riwayat penyakit tersebut biasanya lebih mudah tertidur, bahkan ketika
sedang makan sekalipun.
8) Lupa

12
Lupa adalah salah satu ciri dari seorang lansia. Kebanyakan lansia akan
berkali-kali menanyakan hal yang sama meskipun sudah dijawab
berulang kali.
Jika lawan bicaranya tidak sabar, maka komunikasi yang terjadi pun
menjadi tidak lancar. Menjadi sebuah kewajaran dimana lansia menjadi
sangat pelupa, sehingga sangat dibutuhkan pengertian dan kesabaran dari
lawan bicara dalam menghadapi lansia.
9) Gangguan penglihatan
Komunikasi pada lansia juga sering terkendala akibat adanya gangguan
penglihatan pada lansia. Gangguan penglihatan yang terjadi bisa berupa
rabun jauh, dekat, atau bahkan sulit melihat.
Beberapa bahasa yang menggunakan bahasa tubuh mungkin tidak akan
terlalu dimengerti jika lansia dalam kondisi seperti ini, maka dari itu
diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai kondisi lansia yang diajak
berkomunikasi sehingga lawan bicara mengerti apa yang dibutuhkan
lansia agar komunikasi berjalan lancar.
Gangguan penglihatan yang dialami lansia dapat diatasi dengan
memberikan kacamata yang sesuai dengan kondisi matanya. Dengan
bantuan alat, maka lansia akan lebih memahami bahasa tubuh atau
komunikasi non verbal yang digunakan oleh lawan bicaranya.
10) Lebih banyak diam
Lansia yang diajak melakukan komunikasi namun lebih banyak diam
biasanya merupakan jenis lansia yang pasif. Lansia dengan kondisi
seperti ini akan menyerahkan setiap topik dan keputusan dalam sebuah
komunikasi pada lawan bicaranya.
Mereka juga akan sulit untuk dimintai pendapat karena lebih banyak
mengiyakan dan mengikuti apa yang dipikirkan oleh lawan bicara.
11) Cerewet

13
Bagi kebanyakan orang, lansia adalah pribadi yang cerewet yang
dihindari untuk diajak bicara. Beberapa lansia memang terkesan sangat
cerewet.
Hal ini tidak terlepas dari pemikiran mereka untuk selalu menasehati
orang yang lebih muda. Keinginan untuk selalu berbicara juga tidak
terlepas dari rasa kesepian dan kebosanan yang mereka rasakan.
Salah satu cara mengatasi sifat cerewet yang banyak dihindari lawan
bicara ini adalah dengan berusaha menjadi pendengar yang baik. Dengan
melihat sikap lawan bicaranya yang menghargai apa yang ia katakan,
maka ia pun akan ikut memberikan kesempatan pada lawan bicaranya
untuk berbicara.
12) Mudah marah
Lansia identik dengan berbagai macam penyakit dan komplikasi. Rasa
sakit yang dirasakan tentu saja akan membuatnya tidak nyaman dan
menjadi mudah marah, bahkan meskipun tidak ada penyebabnya.
Rasa mudah marah ini membuat banyak orang menjadi malas untuk
melakukan cara berkomunikasi dengan baik dengan lansia karena akan
selalu disalahkan atas segala sesuatu yang ada. (Sarfika, 2018)

2.7. Teknik Komunikasi Secara Umum


a. Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dala komunikasi terapeutik.
Tujuannya untuk memberikan kesempatan lebih banyak pada klien untuk
bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Artinya selama
mendengarkan , perawat harus mengikuti apa yang dibacakan klien dengan
penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak
memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat
mempunyai waktu untuk mendengarkan (Purwanto heri, 2013).
Keterampilan mendengarkan dengan penuh perhatian adalah dengan :

1) pandang klien ketika sedang bicara.

14
2) pentahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan.
3) sikat tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki
atau tangan.
4) hindarkan gerakan yang tidak perlu.
5) anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan
umpan balik.
6) Condongkan tubuh ke arah lawan bicara
7) Mengikutsertakan secara verbal misalnya: ‘’uh, huuh, mmmmh, yeah,
saya dengar’’

b. Pertanyaan terbuka (open question) di gunakan apabila perawat membutuhkan


jawaban yang banyak dari klien. Tujuannya agar kliem mampu
mengekspresikan dirnya dan dapat memilih topik pembicaraan. Sedangkan
pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat tidak
memerlukan ekspresi perasaan dan fikiran dari klien. Jawaban yang di
harapkan biasanya singkat dan terbatas.

c. Penerimaan (reception) yaitu dukungan dan menerima informasi dengan


tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan
bukan berarti persetujuan. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan
orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saaja sebagai
perawat kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat
sebaiknyamenghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang
menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan
kepala seakan tidak percaya.
Sikap perawat yang menunjukkan penerimaan:
1) Mendengar tanpa memotong pembicaraan
2) Menyediakan umpan balik yang menunjukkan penerimaan
3) Memastikan bahwa nonverbal sesuai dengan verbal

15
4) Menghindarkan mendebat, mengekspresikan keraguan atau usaha untuk
merubah pikiran klien
Sikap perawat yang menunjukkan tidak ada penerimaan:
1) Memutar mata ke atas
2) Menggelengkan kepala
3) Memnadang dengan muka masam
d. Mengulang (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang di ungkapkan
klien, maksudnya adalah mengulang pokok pikiran yang di ungkapkan klien
dengan menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan
ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti
pembicaraan/memperhatikan klien dan mengharapkan komunikasi berlanjut
klien. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan metode ini,
karena pengertian bisa rancu jika pengucap ulang mempunyai arti yang
berbdea.
e. Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien
yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari
ungkapannya.pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterprestasikan
apa yang dikatakan klien, apabila perawat menginterprestasikan pembicaraan
klien, maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan perasaannya,
karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalammemahami
klien.

f. Refleksi (reflection) adalah mengarah kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan


isi pembicaraan kepada klien. Tujuannya untuk memvalidasi pengertian
perawat Tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat,
dan penghargaan terhadap klien. (Antai-Otong dalam Suryani, 2005). Refleksi
menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya
sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia
pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab:
“Bagaimana Menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian

16
perawat mengindikasikan bahwa pendapatklien adalah berharga dan klien
mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka ia pun akan
berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan
kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari
orang lain. Contoh:
K: “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”
P: “Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya?”
K: “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa tidak
menelpon saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya.
P: “Ini menyebabkan anda marah”
Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat Budi Anna, 1992)
1) Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar klarifikasi ide yang
diekpresikan klien dengan pengertian perawat.
2) Refleksi perasaan, yaitu memberi respon pada perasaan klien terhadap isi
pembicaraan, agar klien mengetahui dan menerima perasaannya.
g. Memfokuskan (focusing)
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk
membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien untuk membahas
masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Metode ini dilakukan dengan tujuan
membatasi bahan pembicaraan sehingga pembahasan masalah klien spesifik
dan dimengerti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan.
Sehingga terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan penggantian topik
pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ini
adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien
menyampaikan masalah penting. (Suryani, 2005). Kecuali jika pembicaraan
berlanjut tanpa informasi yang baru. Contoh; “Hal ini nampaknya penting,
nanti kita bicarakan lebih dalam lagi”.
h. Diam (silent)

17
Penggunaan metode diam memerlukakan keterampilan dan ketetapan waktu,
jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan
klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir
pikirannya, dan memproses informasi sambil perawat menyampaikan
dukungan, pengertian dan penerimaannya. Tehnik diam (silence) digunakan
untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab pertanyaan
perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisir pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani,
2005). Tehnik ini memberikan waktu pada klien untuk berfikir dan
menghayati, memperlambat tempo interaksi, sambil perawat menyampaikan
dukungan, pengertian, dan penerimaannya. Diam juga memungkinkan klien
untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna pada saat klien harus
mengambil keputusan (Suryani, 2005)
i. Memberikan Informasi (informing)
Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan kesehatan
untuk klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau
pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan
diri dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang diberikan pada klien
harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih baik tentang
masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternatif
pemecahan masalah (Suryani, 2005). Selain itu, hal ini akan menambah rasa
percaya klien terhadap perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh
dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh
memeberikan nasehat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi
memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
j. Menyimpulkan (summerizing)
Menyimpulkan adalah tehnik komunikasi yang membantu klien
mengeksplorasi point penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini
membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat
mengakhiri pertemuan. Point utama dari summerizing adalah peninjauan

18
kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B.& Judith, P., 1997
dalam Suryani, 2005)
Contoh: -
“Selama beberapa jam, anda dan saya telah mebicarakan....”
Manfaat dari menyimpulkan antara lain: (Suryani, 2005)
1) Memfokuskan pada topik relevan
2) Menolong perawat dalam mengulang aspek utama interaksi
3) Membantu klien untuk merasa bahwa perawat memahami perasaannya
4) Membantu klien untuk dapat mengulang informasi dan membuat tambahan
atau koreksi terhadap informasi sebelumnya
k. Mengubah cara pandang (reframing)
Tehnik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien
tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja (Geldard, dalam
Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaat terutama ketika klien
memandang suatu masalah dari sisi negatifnya saja. Seorang perawat kadang
memberikan tanggapan yang kurang tepat ketika klien mengungkapan
masalah, misalnya menyatakan: “sebenarnya apa yang Anda pikirkan tidak
seburuk itu kejadiannya”. Reframing akan membuat klien mampu melihat apa
yang dialaminya dari sisi positif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) sehingga
memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik dalam
mengatasi masalah yang dihadapinya.
l. Eksplorasi
Tehnik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang
dialami klien (Anti-Otong, dalam Suryani, 2005), supaya masalah tersebut
bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan
gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.
Berikut contoh eksplorasi:
Klien : “ Kalau kesal biasanya saya mengunci diri di kamar”
Perawat : “ Swaktu mengunci diri di kamar, apa yang anda lakukan?”
Klien : “ Menangis…”

19
Perawat : “ Selain menangis, adakah hal lain yang anda lakukan?”
Klien : “Ada”
Perawat : “ Coba ceritakan”
m. Memberi persepsi (sharing perception)
StuartG.W.,(1998) dalam Suryani menyatakan menbagi persepsi (sharing
perception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan
atau melihat ada perbedaaan antara respons verbal dan respons nonverbal
klien. Contoh: ketika sedang berinteraksi denagn perawat, klien menceritakan
tentang kesuksesan anaknya sambil tersenyum dan tertawa kecil tetapi dengan
mata berkaca-kaca.
Perawat: “ Anda tersenym, tapi saya merasakan anda sedang sedih”
n. Identifikasi tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang di smpaikan klien dan harus
mampu menagkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk
meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting (Stuart & Sundeen,
dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermaanfaat pada tahap awal kerja
untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang bener-bener
dirasakan klien.
Contoh:
“ Saya perhatikan sejak awal pertemuan sampai sekarang, kamu banyak
bercerita tentang kekecewaanmu karna cintamu di tolak. Apakah menurutmu
ini hal penting yang akan akan kita diskusikan?”
o. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hamper seluruh
pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang
sedang dibicarakan dan tertarik denagn apa yang akan dibicarakan
selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan dari pada
mengarahkan diskusi/ pembicaraan
Contoh:
“ ….. teruskan…!’

20
“…..dan kemudian….?
“Ceritakan kepada saya tentang itu….”
p. Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. Florence
Nightingale dalam Anonymous (1999) pernah mengatakan bahwa suatu
pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat
meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan
darah dan nadi (Anonymous, 1999)
Dugan (1989)mengatakan bahwa tertawa membantu mengurangi ketegangan
dan rasa sakit yang disebapkan oleh stress, dan meningkatkan keberhasilan
perawat dalam memberikan dekungan emosional terhapap klien.
Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi
catecholamines dan hormone yang menimbuklan toleransi terhadap easa sakit,
mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan
humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak
mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
q. Memberikan pujian
Memberikan pujian (reinforcoment) merupakan keuntungan psikologis yang
didapatkan klien ketika berintraksi denagn perawat. Reinforcoment berguna
untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan prilaku klien (Gerald, D
dalam Suryani, 2005). Reinforcoment bisa digunakan dengan kata-kata
ataupun melalui isyarat nonverbal. Seseorang akan cenderung berintraksi
apabila iamerasa interaksi tersebut menguntungkan, baik secara psikologis
maupun ekonomis (Rahmat,J.,1996). Memberikan pujian (reinforcoment)
merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien ketika berintraksi
denagn perawat. Reinforcoment berguna untuk meningkatkan harga diri dan
menguatkan prilaku klien. Reinforcoment bisa digunakan dengan kata-kata
ataupun melalui isyarat nonverbal.

21
2.8. Teknik Komunikasi Dalam Berbagai Usia
a. Teknik Komunikasi pada Anak
Secara umum ada dua teknik berkomunikasi yang digunakan pada anak
(Mundakir, 2006), yaitu :
1) Teknik Verbal
a) Bercerita (story telling)
Bercerita menggunakan bahasa anak dapat menghindari ketakutan-
ketakutan yang yang terjadi selama anak dirawat. Teknik strory telling
dapat dilakukan dengan cara meminta anak menceritakan
pengalamannya ketika sedang diperiksa dokter. Teknik ini juga dapat
menggunakan gambar dari suatu peristiwa (misalnya gambar perawat
waktu membantu makan) dan meminta anak untuk menceritakannya
dan selanjutnya perawat masuk dalam masalah yang dihadapi anak.
Tujuan dari teknik ini adalah membantu anak masuk dalam
masalahnya. Contohnya, anak bercerita tentang ketakutannya saat
diperiksa oleh perawat. Kemudian, perawat cerita bahwa pasien anak
di sebelah juga diperiksa, tetapi tidak merasa takut karena perawatnya
baik dan ramah-ramah. Dengan demikian, diharapkan perasaan takut
anak akan berkurang karena semua anak juga diperiksa seperti dirinya.
b) Bibliotheraphy
Bibliotheraphy (biblioterapi) adalah teknik komunikasi terapeutik pada
anak yang dilakukan dengan menggunakan buku-buku dalam rangka
proses therapeutic dan supportive. Sasarannya adalah membantu anak
mengungkapkan perasaan-perasaan dan perhatiannya melalui aktivitas
membaca. Cara ini dapat memberi kesempatan pada anak untuk
menjelajahi suatu kejadian yang sama dengan keadaannya, tetapi
sedikit berbeda. Pada dasarnya, buku tidak mengancam karena anak
dapat sewaktuwaktu menutup buku tersebut atau berhenti
membacanya saat dia merasa tidak aman atau tidak nyaman. Dalam
menggunakan buku untuk berkomunikasi dengan anak, yang penting

22
diperhatikan adalah mengetahui emosi dan pengetahuan anak serta
melakukan penghayatan terhadap cerita sehingga dapat menyampaikan
sesuai dengan maksud dalam buku yang dibaca dengan bahasa yang
sederhana dan dapat dipahami anak. Selanjutnya, diskusikan isi buku
dengan anak dan bersama anak membuat kesimpulan.
c) Mimpi
Mimpi adalah aktivitas tidak sadar sebagai bentuk perasaan dan
pikiran yang ditekan ke alam tidak sadar. Mimpi ini dapat digunakan
oleh perawat untuk mengidentifikasi adanya perasaan bersalah,
perasaan tertekan, perasaan jengkel, atau perasaan marah yang
mengganggu anak sehingga terjadi ketidaknyamanan.
d) Meminta untuk menyebutkan keinginan
Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak. Dengan
meminta anak untuk menyebutkan keinginan, dapat diketahui berbagai
keluhan yang dirasakan anak dan keinginan tersebut dapat
menunjukkan perasaan dan pikiran anak pada saat itu.
e) Bermain dan permainan
Bermain adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling penting dan
dapat menjadi tehnik yang paling efektif untuk berhubungan dengan
anak. Dengan bermain dapat memberikan petunjuk mengenai tumbuh
kembang fisik, intelektual dan sosial. Terapeutik Play sering
digunakan untuk mengurangi trauma akibat sakit atau masuk rumah
sakit atau untuk mempersiapkan anak sebelum dilakukan prosedur
medis/perawatan. Perawat dapat melakukan permainan bersama anak
sehingga perawat dapat bertanya dan mengeksplorasi perasaan anak
selama di rumah sakit.
f) Melengkapi kalimat (sentences completion)
Teknik komunikasi ini dilakukan dengan cara meminta anak
menyempurnakan atau melengkapi kalimat yang dibuat perawat.
Dengan teknik ini, perawat dapat mengetahui perasaan anak tanpa

23
bertanya secara langsung kepadanya, misalnya terkait dengan
kesehatannya atau perasaannya. Pernyataan dimulai dengan yang
netral kemudian dilanjutkan dengan pernyataan yang difokuskan pada
perasaannya. Contohnya sebagai berikut.
“Apa yang menyenangkan waktu di rumah?”
“Kalau di rumah sakit ini, apa yang menyenangkan?”
g) Pro dan kontra
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan
atau mengetahui perasaan dan pikiran anak. Anak diminta mengajukan
pilihan positif atau negatif sesuai dengan pendapat anak. Teknik
komunikasi ini dilakukan dengan tujuan mengeksplorasi perasaan-
perasaan anak, baik yang menyenangkan maupun tidak
menyenangkan. Teknik ini penting diterapkan untuk menciptakan
hubungan baik antara perawat dan anak. Teknik ini dimulai dari hal-
hal yang bersifat netral, selanjutnya hal yang serius. Perhatikan contoh
berikut. Topik netral: anak diminta menceritakan hobinya, selanjutnya
anak diminta menyebutkan kebaikan-kebaikan dari hobinya dan
keburukan-keburukan dari hobinya. Topik khusus: anak diminta
menceritakan pengalamannya di rawat di rumah sakit, selanjutnya
anak diminta menyebutkan kebaikan-kebaikan dan keburukan-
keburukan dirawat di rumah sakit.
2) Teknik Nonverbal
Teknik komunikasi nonverbal dapat digunakan pada anak-anak seperti
uraian berikut :
a) Menulis
Menulis adalah pendekatan komunikasi yang secara efektif tidak saja
dilakukan pada anak tetapi juga pada remaja. Ungkapan rasa yang sulit
dikomunikasikan secara verbal bisa ampuh dengan komunikasi lewat
tulisan. Cara ini dapat dilakukan apabila anak sudah memiliki
kemampuan untuk menulis. Melalui cara ini, anak akan dapat

24
mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah, atau lainnya
dan biasanya banyak dilakukan pada anak yang jengkel, marah, dan
diam. Perawat dapat memulai komunikasi dengan anak melalui cara
memeriksa/menyelidiki tulisan. Dengan meminta anak menulis,
perawat dapat mengetahui apa yang dipikirkan anak dan bagaimana
perasaan anak.
b) Menggambar
Teknik ini dilakukan dengan cara meminta anak untuk
menggambarkan sesuatu terkait dengan dirinya, misalnya perasaan,
apa yang dipikirkan, keinginan, dan lain-lain.
Dasar asumsi dalam menginterpretasi gambar adalah anak-anak
mengungkapkan dirinya melalui coretan atau gambar yang dibuat.
Dengan gambar, akan dapat diketahui perasaan anak, hubungan anak
dalam keluarga, adakah sifat ambivalen atau pertentangan, serta
keprihatinan atau kecemasan pada hal-hal tertentu. Pengembaangan
dari teknik menggambar ini adalah anak dapat menggambarkan
keluarganya dan dilakukan secara bersama antara keluarga (ibu/ayah)
dengan anak. Anak diminta menggambar suatu lingkaran untuk
melambangkan orang-orang yang berada dalam lingkungan
kehidupannya dan gambar bundaran-bundaran di dekat lingkaran
menunjukkan keakraban/kedekatan. Menggambar bersama dalam
keluarga merupakan satu alat yang berguna untuk mengungkapkan
dinamika dan hubungan keluarga.
Struat dan Sundeen (1998) menguraikan bahwa dalam berkomunikasi dengan
anak dapa digunakan beberapa teknik, yaitu :
1) Nada suara
Gunakan nada suara lembut, terutama jika emosi anak dalam keadaan tidak
stabil. Hindari berteriak karena berteriak hanya akan mendorong
pergerakan fisik dan merangsang kemarahan anak semakin meningkat.
2) Aktivitas pengalihan

25
Untuk mengurangi kecemasan anak saat berkomunikasi, gunakan aktivitas
pengalihan, misalnya membiarkan anak bermain dengan barang-barang
kesukaannya, seperti boneka, handphone, mobil-mobilan, kacamata, dan
lain-lain. Komunikasi dilakukan sambil menggambar bersama anak.
Bermacam-macam aktivitas ini akan berdampak fokus anak teralihkan
sehingga dia merasa lebih rileks/santai saat berkomunikasi. Pembicaraan
atau komunikasi akan terasa lancar dan efektif jika kita sejajar. Saat
berkomunikasi dengan anak, sikap ini dapat dilakukan dengan cara
membungkuk atau merendahkan posisi kita sejajar dengan anak. Dengan
posisi sejajar, kita dapat mempertahankan kontak mata dengan anak dan
mendengarkan secara jelas apa yang dikomunikasikan anak.
3) Ungkapan marah
Kadang-kadang anak merasa jengkel, tidak senang, dan marah. Pada situasi
ini, izinkanlah anak untuk mengungkapkan perasaan marahnya serta
dengarkanlah dengan baik dan penuh perhatian apa yang menyebabkan dia
merasa jengkel dan marah. Untuk memberikan ketenangan pada anak saat
marah, duduklah dekat dia, pegang tangan/pundaknya, atau peluklah dia.
Dengan cara-cara seperti tersebut, anak akan merasa aman dan tenang
bersama Anda. tersebut, anak akan merasa aman dan tenang bersama Anda.
b. Teknik Komunikasi Terapeutik Pada Remaja
1) Mendengar aktif artinya tidak hanya sekadar mendengar, tetapi juga
memahami dan menghargai apa yang diutarakan remaja. Terima dan
refleksikan emosi yang ditunjukkan, misalnya dengan mengatakan, “Ibu
tahu kamu merasa kesal karena diejek seperti itu.”
2) Sediakan waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan remaja. Jika
sedang tidak bisa, katakan terus terang daripada Anda tidak fokus dan
memutus komunikasi dengan remaja.
3) Jangan memaksa remaja untuk mengungkapkan sesuatu yang dia
rahasiakan karena akan membuatnya tidak nyaman dan enggan

26
berkomunikasi. Anak remaja sudah mulai memiliki privasi yang tidak
boleh diketahui orang lain termasuk orang tuanya.
4) Utarakan perasaan Anda jika ada perilaku remaja yang kurang tepat dan
jangan memarahi atau membentak. Misalnya, “Mama khawatir sekali kalau
kamu tidak langsung pulang ke rumah. Kalau mau ke rumah teman, telepon
dulu agar Mama tenang.”
5) Dorong anak untuk mengatakan hal-hal positif tentang dirinya. Misalnya,
“Aku sedang berusaha menguasai matematika” daripada “Aku payah dalam
matematika”.
6) Perhatikan bahasa tubuh remaja. Orang tua harus bisa menangkap sinyal-
sinyal emosi dari bahasa tubuhnya.
7) Hindari komentar menyindir atau meremehkan anak. Berikan pujian pada
aspek terbaik yang dia lakukan sekecil apapun.
8) Hindari ceramah panjang dan menyalahkan anak. (Anjaswarni, 2016)
c. Teknik Komunikasi Pada Orang Dewasa
Berikut ini teknik komunikasi yang secara khusus yang harus Anda terapkan
saat berkomunikasi dengan orang dewasa :
1) Penyampaian pesan langsung kepada penerima tanpa perantara. Dengan
penyampaian langsung, klien akan lebih mudah untuk menerima penjelasan
yang disampaikan. Penggunaan telepon atau media komunikasi lain,
misalnya tulisan akan dapat menimbulkan salah persepsi karena tidak ada
feedback untuk mengevaluasi secara langsung.
2) Saling memengaruhi dan dipengaruhi, maksudnya komunikasi antara
perawat dan pasien dewasa harus ada keseimbangan dan tidak boleh ada
yang mendominasi. Perawat jangan selalu mendominasi peran sehingga
klien ditempatkan dalam keadaan yang selalu patuh. Teknik ini
menekankan pada hubungan saling membantu a (helping-relationship).
3) Melakukan komunikasi secara timbal balik secara langsung, maksudnya
komunikasi timbal balik dapat meminimalkan kemungkinan terjadinya

27
salah persepsi. Hubungan dan komunikasi secara timbal balik ini
menunjukkan pentingnya arti hubungan perawat-klien.
4) Komunikasi secara berkesinambungan, tidak statis dan bersifat dinamis.
(Anjaswari, 2016)
d. Teknik Komunikasi Pada Lansia
Mundakir (2006) mengidentifikasi beberapa teknik komunikasi yang dapat
digunakan perawat dalam berkomunikasi dengan lansia sebagai berikut :
1) Teknik asertif
Asertif adalah menyatakan dengan sesungguhnya, terima klien apa adanya.
Perawat bersikap menerima yang menunjukkan sikap peduli dan sabar
untuk mendengarkan dan memperhatikan klien serta berusaha untuk
mengerti/memahami klien. Sikap ini membantu perawat untuk menjaga
hubungan yang terapeutik dengan lansia.
2) Responsif
Reaksi spontan perawat terhadap perubahan yang terjadi pada klien dan
segera melakukan klarifikasi tentang perubahan tersebut. Teknik ini
merupakan bentuk perhatian perawat kepada klien yang dilakukan secara
aktif untuk memberikan ketenangan klien. Berespons berarti bersikap aktif
atau tidak menunggu permintaan dari klien.
Contoh:
“Apa yang Ibu pikirkan saat ini? Apakah yang bisa saya bantu untuk ibu?”
3) Fokus
Dalam berkomunikasi, sering kita jumpai lansia berbicara panjang lebar
dan mengungkapkan pernyataan-pernyataan di luar materi dan tidak
relevan dengan tujuan terapi. Sehubungan dengan hal tersebut, perawat
harus tetap fokus pada topic pembicaraan dan mengarahkan kembali
komunikasi lansia pada topik untuk mencapai tujuan terapi. Sikap ini
merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi
komunikasi yang diinginkan.
4) Suportif

28
Lansia sering menunjukkan sikap labil atau berubah-ubah. Perubahan ini
perlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia dengan cara
memberikan dukungan (suportif).
Contoh:
Tersenyum dan mengangguk ketika lansia mengungkapkan perasaannya
sebagai sikap hormat dan menghargai lansia berbicara. Sikap ini dapat
menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak merasa
menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikian, diharapkan klien
termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama
memberi dukungan, jangan mempunyai kesan menggurui atau mengajari
klien karena ini dapat merendahkan kepercayaan klien kepada perawat.
Contoh ungkapan-ungkapan yang bisa memberi support/motivasi kepada
lansia sebagai berikut.
“Saya yakin Bapak dapat mampu melakukan tugas Bapak dengan baik”,
“Jika Bapak memerlukan saya siap membantu.”
5) Klarifikasi
Klarifikasi adalah teknik yang digunakan perawat untuk memperjelas
informasi yang disampaikan klien. Hal ini penting dilakukan perawat
karena seringnya perubahan yang terjadi pada lansia dapat mengakibatkan
proses komunikasi lancar dan kurang bisa dipahami. Klarifikasi dilakukan
dengan cara mengajukan pertanyaan ulang atau meminta klien memberi
penjelasan ulang dengan tujuan menyamakan persepsi.
Contoh:
“Coba Ibu jelaskan kembali bagaimana perasaan ibu saat ini.”
6) Sabar dan ikhlas
Perubahan yang terjadi pada lansia terkadang merepotkan dan seperti
kekanakkanakan. Perubahan ini harus disikapi dengan sabar dan ikhlas agar
hubungan antara perawat dan klien lansia dapat efektif. Sabar dan ikhlas
dilakukan supaya tidak muncul kejengkelan perawat yang dapat merusak
komunikasi dan hubungan perawat dan klien.

29
2.9. Strategi Komunikasi Pada Berbagai Usia
Berikut Strategi Komunikasi Terapeutik Menurut Damaiyanti, 2010 :

a. Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Anak


1) Fase Perkenalan
a) Selamat pagi/assalamu’alaikum bu kenalkan nama saya Suster Sri
Atun,
b) Saya perawat RSUD, ibu namanya siapa? hai Adik ! Suster.Ingin
kenalan, nama adik siapa?
2) Evaluasi / validasi :
a) bagaimana kabar ibu dan adik ?
b) tampaknya adik sedang bermain ?
3) Kontrak :(Topik, Waktu dan Tempat)
Ibu. Saya ingin berbincang-bincang tentang “bagaimana menjadi anak yang
sehat” bersama ibu dan adik sambil bermain disini, mau yaa…?Bu kita
akan berbincang-bincang sekitar 20-30 menit, bersedia bu?
Tujuannya agar ibu mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak ibu.
4) KERJA : (Langkah-langkah Tindakan Keperawatan)
Bagaimana perkembangan anak ibu ? apakah anak ibu senang main di luar
rumah ? jenis permainannya apa yang paling disukai ? apakah anak ibu
suka ikut-ikutan melakukan pekerjaan rumah yang sederhana, misalnya
menyapu, atau merapihkan mainan setelah bermain? Apa yang ibu lakukan
jika anak ibu sakit, apakah diberikan obat yang beli di warung atau kemana
dibawa berobatnya ? Menggunakan jaminan kesehatan atau membayar
sendiri ?
a) Apakah sudah mengenal warna-warna. Sekarang suster mau tanya sama
Adik,” sudah sekolah apa belum?” Kalau sudah kelas berapa? Dimana?,
b) Cita-citanya ingin jadi apa? Oh ya suster. membawa mainan dari kertas
berwarna-warni nanti coba adik sebutkan warnanya. Mulai ya, yang
pertama ini seperti hewan apa? warnanya apa ? pintar. Yang ini seperti

30
hewan apa ? warnanya apa? Baguss. Sekarang yang ketiga benda apa
ini?
c) Warnanya? Bagus sekali. Yang terakhir benda apa ayo? Warnanya?
Bagus 100 . sekarang saya akan bicara sama ibu. Putra ibu pintar sekali
lho, apa sudah ibu lakukan pada anak ibu bagus sekali. saya pesan
pertumbuhan dan perkembanganya terus dirangsang sehingga dapat
menjadi optimal dan tetap sehat.
5) TERMINASI
Evaluasi (Subyektif dan Obyektif).
Bagaimana perasaan ibu dan adik setelah bincang-bincang dengan
suster,senang atau tidak ? Coba sebutkan benda apa saja yang tadi suster
tunjukkan? Bagus. Adik sudah pandai menyebutkan macam-macam benda
dan warnanya
b. Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Remaja
Strategi pelaksanaan untuk mengatasi masalah remaja dapat diberikan kepada
remaja itu sendiri sebagai klien dan diberikan kepada orang tua remaja.
1) Fase orientasi:
a) Salam terapeutik
Selamat pagi/siang/malam adik. Dik perkenalkan saya suster Ana
Susanti, adik bisa panggil saya suster Ana, saya yang bertugas pada
pagi/siang/mala ini. Jika boleh tahu nama adik siapa? Ramlan? Nama
yang sangat bagus.
b) Evaluasi/validasi
Baiklah Dik Ramlan, bagaimana keadaannya sekarang? Sudah lebih
membaik? Syukurlah kalau begitu.
c) Kontrak topik, waktu, tempat
Nah Dik Ramlan, bagaimana kalau kita berbincang-bincang mengenai
masalah adik dan mengenai kecelakaan yang adik alami? Berapa lama
waktu yang kita butuhkan untuk berbincang-bincang? 20 menit cukup?

31
Baiklah. Dimana kita akan berbincang-bincang? Disini saja? Baiklah
Dik Ramlan
2) Fase kerja:
Nah Dik Ramlan sekarang bisa ceritakan dengan saya, kenapa bisa terjadi
kecelakaan? Saya akan mendengarkannya dengan baik. Jadi dik ramlan ini
kecelakaan gara-gara balapan motor? Kenapa Dik Ramlan bisa ikut
balapan motor? Apakah orang tua adik mengetahui kalau adik sering ikut
balapan motor? Lalu? Jadi adik ikut balapan karena orang tua jarang
memperhatikan adik? Saya mengerti apa yang Dik Ramlan rasakan. Nah
berdasarkan apa yang adik jelaskan tadi, saya bisa pahami kalau masalah
Dik Ramlan itu karena jarang berkomunikasi dan mendapat perhatian dari
orang tua, apa benar seperti itu? Iya, mungkin itu penyebab masalah adik,
tetapi kalau saya boleh berikan pemahaman, yang perlu Dik Ramlan ingat
adalah orang tua Adik itu sibuk bekerja untuk mecukupi kebutuhan adik
juga. Itu karena mereka sayang dengan adik. Tapi nanti saya juga akan
beritahukan kepada orang tua adik agar memberikan sedikit waktu untuk
memberikan perhatian ke adik ya. Nah kalau boleh saya sarankan, adik
lebih baik berhenti ikut balapan liar, karena seperti yang adik rasakan
sekarang gak enak kan rasanya? Nah sebaiknya Dik Ramlan melakukan
hal-hal yang positif mumpung masih muda, seperti mengembangkan hobi
yang adik miliki, bermain musik, belajar yang giat, siapa tahu adik bisa
berprestasi, tentunya akan membanggakan orang tua dan secara otomatis
mereka pasti akan lebih perhatian dengan adik.
3) Fase terminasi:
a) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Bagaimana perasaan Dik Ramlan sekarang? Semoga bermanfaat. Nah
apakah adik masih ingat pesan saya tadi? Bagus sekali, adik sudah
mengingatnya dengan baik
b) Tindak lanjut klien
Nah Dik Ramlan untuk sekarang bisa beristirahat terlebih dahulu ya

32
c) Kontrak yang akan datang yaitu topik, waktu, tempat
Sebentar lagi saya akan kembali ke sini ya dik, saya akan memindahkan
Dik Ramlan ke ruangan perawatan, tentunya setelah urusan administrasi
selesai ya. Terimakasih atas perhatian adik. Selamat malam.
c. Strategi pelaksanaan (SP) komunikasi terapeutik pada dewasa dan
Lansia
1) Fase orientasi:
a) Salam terapeutik
Selamat pagi/siang/malam ibu. Bu perkenalkan saya suster Ana
Susanti, ibu bisa panggil saya suster Ana, saya yang bertugas pada
pagi/siang/mala ini. Jika boleh tahu nama ibu siapa? Ibu Susi? Nama
yang sangat bagus.
b) Evaluasi/validasi
Baiklah Ibu Susi, bagaimana keadaan anaknya sekarang? Sudah lebih
membaik? Syukurlah kalau begitu
c) Kontrak topik, waktu, tempat
Nah Ibu Susi, bagaimana kalau kita berbincang-bincang mengenai
masalah anak ibu? Berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk
berbincang-bincang? 20 menit cukup? Baiklah. Dimana kita akan
berbincang-bincang? Disini saja? Baiklah Ibu Susi
2) Fase kerja:
Boleh ibu jelaskan bagaimana kebiasaan ibu dan keluarga di rumah
dengan Ramlan? Saya mengerti dengan keadaan ibu. Anak usia remaja
seperti Ramlan ini terkadang perlu pengawasan yang lebih Bu Susi,
karena mereka pada usia ini sangat memerlukan pendampingan, karena
jika dibiarkan tanpa pengawasan takutnya anak salah memilih pergaulan.
Iya bagus sekali komitmen Ibu Susi kalau begitu, nah akan lebih baik lagi
jika Ibu sering berkomunikasi dengan Ramlan bu. Apakah ibu tahu
bagaimana cara membangun komunikasi yang baik dengan keluarga? Jadi
ibu belum tahu? Baiklah akan saya jelaskan. Pada usia remaja sebaiknya

33
anak dianggap seperti sahabat, artinya Ibu perlu melibatkan,
mendengarkan dan menghargai pendapat dia dan mengarahkan hal-hal
yang kurang baik. Apakah ibu mengerti maksud saya? Iya bagus sekali
Ibu Susi.
3) Fase terminasi:
a) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Bagaimana perasaan Ibu Susi sekarang? Semoga bermanfaat. Nah
apakah ibu masih ingat pesan saya tadi? Bagus sekali, ibu sudah
mengingatnya dengan baik
b) Tindak lanjut klien
Nah Ibu Susi sekarang dan selanjutnya bisa mencoba untuk
membangun komunikasi yang lebih baik dengan Ramlan ya.
c) Kontrak yang akan datang yaitu topik, waktu, tempat
Ibu Susi untuk sekarang bisa ikut saya sebentar ke ruang perawat. Kita
akan membahas mengenai administrasi Ramlan kurang lebih 10-15
menit. Mari ibu, ikut saya.

2.10. Model - Model Komunikasi Terapeutik Pada Berbagai Usia


Berikut model-model komunikasi terapeutik di berbagai usia menurut Sarfika,
2018 :

a. Model-Model Komunikasi Terapeutik Pada Anak


1) Shannon-Weaver Model
Dalam model Shannon, komunikasi dipresentasikan sebagai suatu system,
dimana memilih sumber informasi yang diformulasi ke dalam suatu pesan.
Pesan kemudian ditransmisikan dengan signal melalui chanel ke receiver.
Penerima/receiver menginterpretasikan pesan dan mengirimkan ke tujuan .
Bentuk unik dari konsep ini adalah adanya noise/gangguan. Noise adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi atau mengganggu transfer pesan dari
sumber ke tujuan yang akan dicapai. Dalam model komunikasi manusia,

34
noise dapat berupa distorsi persepsi misalnya: interpretasi psikologis, suara
yang tidak terdengar.
Salah satu keunggulan dari model ini adalah kesamaan jalur dalam
pengiriman komunikasi yaitu dari sumber ke penerima. Kekurangannya
adalah tidak menunjukkan hubungan transaksi antara sumber dan receiver.
Model ini sifatnya linear yang berarti jalurnya satu arah. Model ini dibatasi
oleh omitting komponen feed back dan tidak secara jelas mengilustrasikan
fungsi proses
2) Leary Model
Dalam komunikasi transaksional dan model multidimensional, menguatkan
aspek interaksional dalam komunikasi. Dimana komunikasi manusia
adalah proses dua orang dimana satu dan lainnya saling dipengaruhi dan
mempengaruhi. Leary mengembangkan teori ini dari hasil pengalamannya
sebagai terapis pada pasien psikoterapi. Tingkah laku Leary berbeda saat
menghadapi tiap pasien dan Leary menemukan bahwa pasien juga
terpengaruh tingkah laku Leary. Leary menyimpulkan bahwa tingkah laku
orang merupakan respon dari tingkah laku yang kita tampilkan, misalnya
bila kita bertingkah dominan maka kita kondisikan orang lain bertingkah
submisive. Dalam perspektif Leary, setiap pesan komunikasi dapat dilihat
melalui dua dimensi : Dominan-Submision dan Hate-Love.
Ada dua aturan yang mengatur fungsi dimensi ini dalam interaksi manusia.
Aturan pertama : Tingkah laku komunikatif dominan atau submisive
biasanya menstimuli tingkah laku sebaliknya pada orang lain, berlaku
autokratik (dominan) biasanya akan menstimuli orang lain untuk berlaku
submisiv dan sebaliknya.
Aturan kedua : Tingkah laku membenci/mencintai biasanya akan
menstimuli tingkah laku yang sama dari orang lain, artinya dengan
bertingkah laku yang baik pada orang lain, orang lain akan berlaku baik
juga dan sebaliknya. Leary menyatakan bahwa aturan-aturan ini berlaku
secara reflek, respon kita terhadap perilaku orang lain secara involuntary

35
dan immediate sehingga komunikasi kita otomatis akan distimulasi oleh
reaksi dominan - submisive atau hate-love dari yang lain.
3) Health communication model.
Transaksi adalah elemen mayor ke-dua dalam model komunikasi
kesehatan. Transaksi merupakan suatu interaksi antara partisipan yang
terlibat.Transaksi ini melibatkan individu tentang informasi yang
mencakup verbal dan non verbal. Transaksi kesehatan merupakan bentuk
kesepakatan bagaimana klien itu mencari dan mempertahankan
kesehatannya sepanjang hidup.
Transaksi kesehatan merupakan suatu proses yang berkesinambungan
,dinamis dan bukan suatu yang statis, dimana terdapat feed back yang
continue yang partisipan mampu untuk menempatkan diri dalam
berkomunikasi
b. Model-Model Komunikasi Pada Remaja
1) Model Komunikasi Linear
Model komunikasi ini dikemukakan oleh Claude Shannon dan Warren
Weaver pada tahun 1949 dalam buku The Mathematical of
Communication.Mereka mendeskripsikan komunikasi sebagai proses linear
karena tertarik pada teknologi radio dan telepon dan ingin mengembangkan
suatu model yang dapat menjelaskan bagaimana informasi melewati
berbagai saluran (channel).Hasilnya adalah konseptualisasi dari
komunikasi linear (linear communication model).
Pendekatan ini terdiri atas beberapa elemen kunci:
sumber (source), pesan (message) dan penerima (receiver).Model linear
berasumsi bahwa seseorang hanyalah pengirim atau penerima.[butuh
rujukan] Tentu saja hal ini merupakan pandangan yang sangat sempit
terhadap partisipan-partisipan dalam proses komunikasi. Suatu konsep
penting dalam model ini adalah gangguan (noise), yakni setiap rangsangan
tambahan dan tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kecermatan

36
pesan yang disampaikan. Gangguan ini selalu ada dalam saluran bersama
sebuah pesan yang diterima oleh penerima.
2) Model Interaksional
Model interaksional dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954
yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di antara para
komunikator. Dengan kata lain, komunikasi berlangsung dua arah: dari
pengirim dan kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses
melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung. Para
peserta komunikasi menurut model interaksional adalah orang-orang yang
mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial, tepatnya
melalui pengambilan peran orang lain.Patut dicatat bahwa model ini
menempatkan sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang sederajat.
Satu elemen yang penting bagi model interkasional adalah umpan balik
(feedback), atau tanggapan terhadap suatu pesan.
3) Model transaksional
Model komunikasi transaksional dikembangkan oleh Barnlund pada tahun
1970.Model ini menggaris bawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang
berlangsung secara terus-menerus dalam sebuah episode komunikasi.
Komunikasi bersifat transaksional adalah proses kooperatif: pengirim dan
penerima sama-sama bertanggungjawab terhadap dampak dan efektivitas
komunikasi yang terjadi. Model transaksional berasumsi bahwa saat kita
terus-menerus mengirimkan dan menerima pesan, kita berurusan baik
dengan elemen verbal dan nonverbal. Dengan kata lain, peserta komunikasi
(komunikator) melalukan proses negosiasi makna.
c. Model-Model Komunikasi Pada Dewasa Dan Lansia
1) Model Shanon & Weaver
Suatu model yang menyoroti problem penyampaian pesan berdasarkan
tingkat kecermatan nya. Model ini melukiskan suatu sumber yang berupa
sandi atau menciptakan pesan dan menyampaikan melalui suatu saluran
kepada penerima. Dengan kata lain model shannon & weaver

37
mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan suatu pesan untuk
di komunikasikan dari seperangkat pesan yang dimungkinkan. Pemancar
(Transmitter) mengubah pesan menjadi suatu signal yang sesuai dengan
saluran yang digunakan.
Suatu konsep penting dalam model ini adalah adanya gangguan (Noise)
yang dapat menganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Model
Shannon-Weaver dapat diterapkan kepada konsep komunikasi
interpersonal. Model ini memberikan keuntungan bahwa sumber informasi
jelas dan berkompeten, pesan langsung kepada penerima tanpa perantara.
Tetapi model ini juga mempunyai keterbatasan yaitu tidak terlihat nya
hubungan tansaksional diantara sumber pesan dan penerima.
Penerapannya terhadap komunikasi klien dewasa :
Bila komunikasi ini diterapkan pada klien dewasa, klien akan lebih mudah
untuk menerima penjelasan yang disampaikan karena tanpa adanya
perantara yang dapat mengurangi kejelasan informasi. Tetapi tidak ada
hubungan transaksional antara klien dan perawat, juga tidak ada feedback
untuk mengevaluasi tujuan komunikasi.
2) Model Komunikasi Leary
Refleksi dari model komunikasi interaksi dari Leary ( 1950 ) ini
menggabungkan multidimensional yang ditekankan pada hubungan
interaksional antara 2 (dua) orang, dimana antara individu saling
mempengaruhi dan dipengaruhi .
Leary mengamati tingkah laku klien, dimana didapatkan tingkah laku
tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Dari gambaran model leary ;
pesan komunikasi dapat terjadi dalam 2 dimensi: 1) Dominan -Submission,
dan 2) Hate – love.
Model Leary dapat diterapkan di bidang kesehatan karena dalam bidang
kesehatan ada keseimbangan kekuatan antara professional dengan klien.
Selama beberapa tahun pasien akut ditempatkan pada peran submission dan
profesi kesehatan selalu mondominasi peran dan klien ditempatkan dalam

38
keadaan yang selalu patuh. Seharusnya dalam berkomunikasi ada
keseimbangan asertif dalam menerima dan memberi antara pasien dan
profesional.
Penerapan Pada Klien Dewasa :
Bila model konsep ini diterapkan pada klien dewasa, peran dominan oleh
perawat hanya mungkin dilakukan dalam keadaan darurat/akut untuk
menyelamatkan kehidupan klien, sehingga klien harus patuh terhadap
segala yang dilakukan perawat. Kita tidak dapat menerapkan posisi
dominan ini pada klien dewasa yang dalarn keadaan kronik karena klien
dewasa mempunyai komitmen yang kuat terhadap sikap dan pengetahuan
yang kuat dan sukar untuk dirubah dalam waktu yang singkat. Feran Love
yang berlebihan juga tidak boleh diterapkan terhadap klien dewasa, karena
dapat mengubah konsep hubungan profesional yang dilakukan lebih kearah
hubungan pribadi.
Model ini menekankan pentingnya "Relationship" dalam membantu klien
pada pelayanan kesehatan secara langsung. Komunikasi therapeutik adalah
ketrampilan untuk mengatasi stress yang menghambat psikologikal dan
belajar bagaimana berhubungan efektif dengan orang lain.
Pada komunikasi ini perlu diterapkan kondisi empati, congruen (sesuai
dengan situasi dan kondisi), dan penghargaan yang positif (positive
regard). Sedangkan hasil yang diharapkan dari klien melalui model
kornunikasi ini adalah adanya saling pengertian dan koping yang lebih
efektif.
Bila diterapkan pada klien dewasa dikondisikan untuk lebih mengarah pada
kondisi dimana individu dewasa berada di dalam keadaan stress psikologis.
4) Model lnteraksi King
Model King memberikan penekanan pada proses komunikasi antara
perawat - klien. King menggunakan sistem perspektif untuk
menggambarkan bagaimana profesional kesehatan (perawat) untuk
memberi bantuan kepada klien. Pada dasarnya model ini meyakinkan

39
bahwa interaksi perawat - klien sZSecara simultan membuat keputusan
tentang keadaan mereka dan tentang orang lain dan berdasarkan persepsi
mereka terhadap situasi.
Keputusan berperan penting yang merangsang terjadi reaksi. Interaksi
merupakan proses dinamis yang meliputi hubungan timbal balik antara
persepsi, keputusan dan tindakan perawat - klien. Transaksi adalah
hubungan relationship yang timbal balik antaraperawar-klien seiama
berpartisipasi. Feedback dalam model ini menunjukkan pentingnya arti
hubungan perawat-klien.
Penerapannya terhadap komunikasi klien dewasa:
Model ini sesuai untuk klien dewasa karena mempertimbangkan faktor-
faktor intrinsik dan ekstrinsik klien dewasa yang pada akhirnya bertujuan
untuk menjalin transaksi. Adanya feedback menguntungkan untuk
mengetahui sejauh mana informasi yang disampaikan dapat diterima jelas
oleh klien atau untuk mengetahui ada tidaknya persepsi yang salah
terhadap pesan yang disampaikan.
5) Model Komunikasi Kesehatan
Komunikasi ini difokuskan pada transaksi antara professional kesehatan -
klien. 3 (tiga) faktor utama dalam proses komunikasi kesehatan yaitu : 1)
Relationship, 2) Transaksi, dar 3) Konteks.
Hubungan Relationship dikondisikan untuk hubungan interpersonal,
bagaimana seorang profesional dapat meyakinkan orang tersebut.
Profesional kesehatan adalah seorang yang memiliki latar belakang
pendidikan kesehatan, training dan pengalaman dibidang kesehatan. Klien
adalah individu yang diberikan pelayanan. orang lain (significant order)
penting untuk mendukung terjadinya interaksi khususnya mendukung klien
untuk mempertahankan kesehatan.
Transaksi merupakan kesepakatan interaksi antar partisipan di dalarn
proses komunikasi tersebut.

40
Konteks yaitu kornunikasi kesehatan yang memiliki topik utama tentang
kesehatan klien dan biasanya disesuaikan dengan tempat dan situasi
Penerapannya terhadap komunikasi klien dewasa :
Model komunikasi ini juga dapat diterapkan pada klien dewasa ,karena
profesional kesehatan ( perawat ) memperhatikan karakteristik dari klien
yang akan mempengaruhi interaksinya dengan orang lain. Transaksi yang
dilakukan terjadi secara berkesinambungan, tidak statis dan umpan balik.
Komunikasi ini juga melibatkan orang lain yang berpengaruh terhadap
kesehatan klien. Konteks komunikasi disesuaikan dengan tujuan, jenis
pelayanan yang diberikan.
Dalam berkomunikasi dengan orang dewasa memerlukan suatu aturan
tertentu seperti; sopan santun, bahasa tertentu, melihat tingkat pendidikan,
usia, faktor budaya, nilai yang dianut, faktor psikologi, sehingga perawat
harus memperhatikan hal-hal tersebut agar ttdak terjadi kesalahpahaman.
Pada komunikasi orang dewasa diupayakan agar perawat menerima pasien
sebagaimana manusia seutuhnya dan perawat harus dapat menerima setiap
orang berbeda satu dengan yang lain.
Berdasarkan pada hal tersebut diatas, model konsep komunikasi yang tepat
dan dapat diterapkan pada klien dewasa adalah model komunikasi interaksi
King dan model komunikasi kesehatan. Karena pada kedua model
komunikasi ini menunjukkan hubungan relationship yang rnemperhatikan
karakteristik dari klien dan melibatkan pengirim dan penerirna, serta
adanya umpan balik untuk mengevaluasi tujuan komunikasi.
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku
manusia ke arah yang lebih baik sehingga perawat perlu untuk menguasai
tehnik dan model konsep komunitasi yang tepat untuk setiap karakteristik
klien.
Orang dewasa memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang menetap
dalam dirinya yang sukar untuk dirubah dalam waktu singkat sehingga
perlu model komunikasi yang tepat agar tujuan dapat tercapai.

41
Model Konsep Komunikasi yang sesuai untuk klien dewasa adalah model
interaksi King dan model komunikasi kesehatan yang menekankan
hubungan relationship yang saling memberi dan menerima serta adanya
feedback untuk mengevaluasi apakah informasi yang disampaikan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai.

42
BAB III
KESIMPULAN

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,


bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi interpersonal dengan fokus adanya saling
pengertian antarperawat dengan pasien. Komunikasi ini adalah adanya saling
membutuhkan antara perawat dan pasien sehingga dapat dikategorikan dalam
komunikasi pribadi antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien
menerima bantuan (Indrawati, 2003).

Perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang


mencakup keterampilan intelektual, teknikal, dan interpersonal yang tercermin
dalam perilaku caring atau kasih saying dan cinta (Jhonson, 1989) dalam
berkomunikasi secara terapeutik tidak hanya akan mudah menjalin hubungan
rasa percaya dengan klien, tetapi juga mencegah terjadinya masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan, dan
meningkatkan citra profesi keperawatan, serta citra rumah sakit (Achir Yani,
1996).

43
DAFTAR PUSTAKA

Anjaswarni, T. (2016). Komunikasi Dalam Keperawatan. Modul Bahan Ajar Cetak


Keperawatan, 43-78.

Nasir, A. M. (2011). Komunikasi Dalam Keperawatan : Teori dan Aplikasi. Jakarta:


Salemba Medika.

Nurhasanah, N. (2013). Komunikasi Keperawatan Untuk SMK Kesehatan. Jakarta:


Penerbit In Media.

Sarfika, R. M. (2018). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan. Buku Ajar


Keperawatan Dasar 2, 24-25.

Manurung, Santa. (2011). Keperawatan Profesional. Jakarta: CV. Trans Info Media

44

Anda mungkin juga menyukai