Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS PENANGANAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN

(STUDI KASUS LINGKUNGAN KUMUH RW XI PUCANGSAWIT)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada
Jurusan Megister Teknik Sipil
Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh:

SUGIYATNO
NIM : S 100 100 001

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
HALAMAN PERSETUJUAN

ANALISIS PENANGANAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN


(STUDI KASUS LINGKUNGAN KUMUH RW XI PUCANGSAWIT)

PUBLIKASI ILMIAH

oleh:

SUGIYATNO
NIM : S 100 100 001

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen
Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Sri Sunarjono,MT., PhD Mochamad Solikin, ST., MT., PhD

i
HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS PENANGANAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN


(STUDI KASUS LINGKUNGAN KUMUH RW XI PUCANGSAWIT)

OLEH

SUGIYATNO
NIM : S 100 100 001

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Program Studi Megister Teknik Sipil


Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Sabtu tanggal 29 Desember 2018
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji

1. Ir. Sri Sunarjono,MT., PhD ( ......................................................)


( Ketua Dewan Penguji)

2. Mochamad Solikin, ST., MT., PhD ( .......................................................)


( Anggota I Dewan Penguji)

3. Nurul Hidayati, ST.,MT., PhD ( .......................................................)


( Anggota II Dewan Penguji)

Direktur

Prof.Dr. Bambang Sumardjoko

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang

lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya

pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 29 Desember 2018

Penulis

SUGIYATNO
NIM : S I00 100 001

iii
ANALISIS PENANGANAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN
(STUDI KASUS LINGKUNGAN KUMUH RW XI PUCANGSAWIT)

Abstrak

Permukiman RW XI Pucangsawit dihadapkan permasalahan buruknya sanitasi, dan


permukiman kumuh. Penanganan lingkungan permukiman dilakukan sejak 2013 sampai
dengan 2017. Tujuan dari penelitian adalah mengetahui kerawanan sanitasi, dan tingkat
kekumuhan RW XI Pucangsawit, serta pendampingan penanganan permukiman.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan
kuantitatif hasil survey berdasarkan baseline kriteria dari Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Nomor 2 Tahun 2016 tentang Peningkatan Kualitas Terhadap
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh dan Hasil Penataan lingkungan
permukiman di RW XI Pucangsawit, Jebres, Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa, kondisi RW XI (2012) dapat dipetakan RT 1, RT 2, RT 4 dan RT 5 menjadi
wilayah beresiko Sanitasi Tinggi, sedangkan RT 3 beresiko Sanitasi Menengah.
Wilayah RW XI diklasifikasikan kedalam wilayah kumuh dengan tingkat kekumuhan :
RT 1, RT 3, RT 4,dan RT 5 adalah Kumuh Sedang, sedangkan RT 2 tingkat kekumuhan
Kumuh Berat. Pelaksanaan penanganan lingkungan permukiman dengan menyerap
program USRI 2013, USRI 2014, PLPBK dan Kemitraan (2015), RTLH DAK-2106,
RTLH DAK-2017, menghasilkan wilayah resiko sanitasi RT 1, RT 4, dan RT 5 beresiko
Sanitasi Rendah, sedangkan RT 2 dan RT 3 tidak beresiko Sanitasi. Tingkat kekumuhan
wilayah RW XI menjadi bukan kumuh. Masih diperlukan pembangunan Kampung
Susun untuk pemenuhan kebutuhan tempat tinggal yang ideal, dan pembuatan underpass
untuk pembukaan akses jalan baru.

Kata Kunci: kampung susun, penanganan lingkungan permukiman, resiko sanitasi,


tingkat kekumuhan.

Abstract

The settlement area RW XI Pucangsawit have many problems low level sanitation and
slum settlement. The purpose of this study is to determine of risk sanitation, level of
dinginess and give to supervisor of handling of Settlement area. The research was a
descriptive quantitative survey, based on the baseline criteria of the Minister of Public
Works and Public Housing No. 2/2016 on the Increase in Quality of Dingy Housing and
Dingy Settlement and result of handling of Settlement area on RW XI Pucangsawit,
Jebres, Surakarta. The result of the research showed that of the based condition RW XI
(2012) can mapping category in level of risk sanitation : high risk sanitation areas in RT
1, RT 2, RT 4 and RT 5 and medium risk sanitation area in RT 3 . RW XI Pucangsawit
can classified slum levels areas: medium slum areas in RT 1, RT 3, RT 4,and RT 5 and
heavy slum area in RT 2 . The construction of handling of Settlement area on RW XI
Pucangsawit with USRI 2013, USRI 2014, PLPBK and Kemitraan (2015), RTLH
DAK-2106, RTLH DAK-2017 programs. The final result of handling santitation have
risk sanitation RT 1, RT 4, and RT 5 of mild risk sanitation areas and RT 3 of not risk
sanitation area. The untidiness level RW XI areas included not slum areas. Therefore,
“RW XI Pucangsawit” needs to be transformed in order to enhance quality of the area
with Kampung Susun and underpass for open accecibility

Keywords: kampung susun, handling of settlement area, risk sanitation, level of


dinginess.

1
1. PENDAHULUAN
Berbagai permasalahan di RW XI memang cukup kompleks, sebagai bagian dari perkembangan
sebuah kota dengan kultur urban. Beriringan dengan status sosial masyarakat miskin yang dominan
bertempat tinggal di wilayah tersebut, terdapat permasalahan buruknya sanitasi lingkungan,
permukiman kumuh, dan bencana genangan air hujan/ banjir. Kajian tentang kondisi kawasan RW
XI yang di lakukan relawan melalui Pemetaan Swadaya untuk menganalisis kondisi tingkat
kerawanan sanitasi permukiman wilayah RW XI, menganalisis tingkat kekumuhan permukiman
wilayah RW XI . Berbagai upaya pendampingan penataan penanganan lingkungan permukiman
dilakukan untuk meningkatkan kualitas permukiman RW XI Pucangsawit.

2. METODE PENELITIAN
Lingkungan kumuh RW XI Pucangsawit merupakan permukiman yang kurang menjamin warga
masyarakat untuk bertempat tinggal secara aman, nyaman dan sehat.
Perumusan masalah seberapa besar tingkat resiko sanitasi, dan tingkat kekumuhan wilayah RW XI,
bagaimana pendampingan penanganan lingkungan permukiman ,bagaimana hasil penataan sanitasi
dan lingkuman permukiman.
Kondisi sanitasi permukiman kumuh di RW XI Kelurahan Pucangsawit diukur secara kuantitatif
dengan survey wawancara semi terstruktur (WST), dan kondisi permukiman dideskripsikan dengan
menggunakan pengisian daftar pertanyaan rumah tangga, dan daftar pertanyaan untuk pendataan
berbasis wilayah.
Tingkat pelayanan sanitasi didapatkan dengan membandingkan hasil survey WST dengan target
capaian MDG’s 2015 minimal sebesar 78.8%. Tingkat kekumuhan wilayah didapat dengan
memberikan skor pada masing-masing variabel kumuh sesuai kriteria kumuh yang ditetapkan di
didalam Permen PUPR no.2/PRT/M/2016.
Pemberdayaan masyarakat untuk penangan sanitasi memanfaatkan program sanitasi USRI 2013,
USRI 2014 serta perbaikan MCK program PLPBK (Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis
Komunitas 2015), sedangkan penanganan lingkungan permukiman dilakukan dengan menyerap
hibah PLPBK dan RTLH-DAK (Dana Alokasi Khusus)
Deskripsi hasil penataan lingkungan untuk pelayanan sanitasi masyarakat didapat dengan
membandingkan resiko sanitasi kondisi awal dan kondisi akhir. Deskripsi hasil penataan lingkungan
untuk tingkat kekumuhan wilayah didapat dengan membandingkan kategori kumuh awal dan akhir
Kesimpulan disajikan mengambarkan hasil yang telah dicapai dari penataan lingkungan
sebagaimana yang menjadi sasaran dari penelitian.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Kodisi Bangunan Hunian

2
Suatu bangunan hunian dikategorikan mempunyai keteraturan hunian apabila mempunyai akses
langsung ke jalan dengan lebar minimal 1,5 m,posisi muka bangunan hunian menghadap ke jalan
dengan lebar min 1,5 m, menghadap langsung sungai/laut/rawa/danau dan/atau tidak berada di
atas sungai/laut/rawa/danau, tidak di atas sempadan sungai/ pantai/ jalan, tidak di daerah buangan
limbah pabrik/ di bawah jalur listrik tegangan tinggi (sutet).

Kelayakan bangunan hunian dikatakan layak huni apabila mempunyai luas lantai ≥ 7,2m2/ jiwa.
Kelayakan bangunan hunian juga ditentukan kondisi atap yang tidak bocor, dinding yang tidak
rusak dan lantai yang tidak terbuat dari tanah.

3.2 Aksesibilitas Lingkungan

Jangkauan jaringan jalan adalah merupakan prosentase perbandingan antara panjang jalan
lingkungan lebar ≥ 1,5 m yang diperkeras dengan panjang total jaringan jalan lingkungan yang ada.
Persyaratan teknis/ kualitas jalan merupakan rata-rata dari prosentase panjang jalan lingkungan dgn
lebar >1,5 meter yang permukaannya diperkeras dan tidak rusak dan prosentase panjang jalan
lingkungan dgn lebar >1,5 meter yang dilengkapi saluran samping jalan.

3.3 Drainase Lingkungan

Drainase lingkungan yang baik adalah drainase yang mampu untuk mengalirkan air limpasan tanpa
terjadi genangan setinggi ≥ 30 cm, dengan durasi lebih dari 2 jam, dengan frekwensi lebih dari dua
kali pertahun. Kejadian tidak ada genangan merupakan prosentase perbandingan luas wilayah yang
tidak ada genangan dengan luas total wilayah. Persyaratan teknis/kualitas drainase lingkungan
merupakan perbandingan panjang saluran yang tidak rusak dengan panjang total saluran yang ada.

3.4 Pelayanan Air Minum

Ketersediaan akses air minum yaitu rumah tangga terlayani Sarana Air Minum untuk minum, mandi,
dan cuci (perpipaan atau non perpipaan terlindungi yang layak). Keterpenuhan kebutuhan air minum
/air baku bahwa Rumah tangga terpenuhi kebutuhan air minum, mandi, cuci (minimal 60liter/org/hari).

3.5 Pengelolaan Air Limbah dan Pengelolaan Sampah

Setiap rumah tangga membutuhkan tempat membuang limbah cair Black water. Pemenuhan
kebutuhan tersebut dinilai dari ada tidaknya rumah tangga memiliki akses jamban keluarga / jamban
bersama (5 KK/jamban). Jamban keluarga/jamban bersama sesuai persyaratan teknis harus
memiliki kloset leher angsa yang terhubung dengan septic-tank pribadi atau komunal. Sarana
pembuangan limbah type Grey water biasanya pada saluran yang ada disekitar permukiman.
Permukiman yang sehat menuntut saluran pembuangan air limbah rumah tangga terpisah dengan
saluran drainase lingkungan.

3
. Sampah rumah tangga yang terangkut menuju TPS/TPA hanya kurang lebih setengah dari sampah
yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa masih sampah yang tidak terkelola dengan benar, atau
dengan kata lain dibuang pada tempat yang tidak semestinya.

3.6 Penataan Kawasan Permukiman RW XI

3.6.1 Revitalisasi Drainase

Padepokan Lancar

Jambe Lancar

Kali Lancar
Lancar

Sudetan Juanda
Bengawan Lancar

Gambar 1. Peta Penataan Saluran RW XI Program PLPBK

a. Saluran Jambe Lancar

Jumlah beaya yang telah digunakan untuk meronovasi saluran ini sebesar Rp. 120.770,000,-.
Renovasi dilakukan dengan menormalisasi saluran sepanjang 160,40 m yang telah ada yaitu dengan
mengangkat endapan lumpur, memperbaiki dasar saluran yang telah rusak, perbaikan dinding
saluran dan menambah tinggi dinding saluran sebesar 50 cm, serta penutupan saluran dengan plat
beton bertulang dengan demensi tebal 10 cm lebar 170 cm.

b. Saluran Bengawan Lancar

Pembuatan saluran Bengawan Lancar memanjang melewati RT 03 RW XI sepanjang 190 m.


Jumlah anggaran yang telah terserap dalam pembuatan saluran Bengawan Lancar sejumlah Rp.
39.220.000,-. Saluran yang semula sebagian besar berupa selokan tanah dalam kondisi tidak terawat
dengan alur aliran yang tidak jelas, dinormalisasi dengan konstruksi pasangan batu kali dengan
demensi lebar 150 cm dan ketinggian dinding 80 cm.

4
c. Saluran Padepokan Lancar

Saluran sekunder yang terletak di sisi timur wilayah RT 05, dibuat terbuka ditepi jalan sepanjang
150 m, dengan demensi lebar 60 cm dan tinggi 50 cm terbuat dari pasangan batu kali. Pembangunan
saluran ini menghabiskan anggaran sejumlah Rp. 37.260.000,-.

d. Saluran Kali Lancar

Pembangunan saluran sekunder yang terletak di sisi timur wilayah RT 03 ini dibangun untuk
mengalirkan air hujan dari sisi barat wilayah RT 03. yang membutuhkan anggaran sebesar
Rp.45.960.000,- . Saluran dibuat terbuka di kanan-kiri jalan sepanjang 220 m, dengan demensi lebar
60 cm dan tinggi 50 cm terbuat dari pasangan batu kali.

e. Gorong- gorong Sudetan Jalan Ir. Juanda

Pembangunan Sudetan Ir. Juanda dilakukan dengan pemasangan gorong-gorong dari buis beton
diameter 120 cm sepanjang 80 m. Pelaksanaan galian tanah untuk goromg-gorong ini menggunakan
bantuan alat berat. Sudetan ini merupakan pembuatan saluran untuk mempercepat aliran air yang
datang dari arah utara (Saluran Jambe lancar) dan barat (Saluran Bengawan lancar)

f. Pembangunan Saluran drainase dari Program Kemitraan

Pembangunan saluran tertutup pada kanan kiri Jalan Asahan terbuat dari plat beton dengan lebar
dasar 30 cm (MD 30) dan lebar dasar 40 cm (MD 40), pada beberapa tempat dipasang plat dekker.
Saluran yang dimulai dari di RT 03 (Utara Masjid) berakhir dengan sampai wilayah RT 05 RW XI.

Program Kemitraan Provinsi Jawa Tengah yang lain adalah normalisasi dan penutupan saluran
Belik Lancar. Konstruksi saluran terbuat dari pasangan batu kali yang berhulu dari wilayah RW I.
Demensi penutup saluran ini 15 cm x150 cm, panjang 91.2 m.

3.6.2 Revitalisasi Jalan Lingkungan

a. Perkerasan Jalan Lingkungan dengan Aspalt

Perbaikan dengan cara pengerasan jalan kampung di lingkungan RW XI dari RT 03 sampai RT 05


yang mempunyai lebar lebih dari 3 m (jalan lingkungan), dilakukan dengan cara pelaburan aspal.
Total volume anjang jalan yang ter-aspalt adalah 685 m.

b. Perkerasan Jalan Lingkungan dengan Paving

Pemasangan paving dan biopori pada jalan kampung dilakukan pada semua ruas Gang di RT 01, RT
02 dilakukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Margi Lancar dengan volume mencapai
819.5 m2, yang menyerap anggaran Rp. 97.639.000,-. Sedangkan untuk wilayah RT 03 pemasangan
paving dengan volume 374,1 m2 membutuhkan total anggaran Rp. 43.856.000,- telah dikerjakan
oleh KSM Margi Rahayu.

5
Gambar 2. Peta Peningkatan Jalan dan Saluran Program Kemitraan

Gambar 3. DED Saluran Program Kemitraan

6
Gambar 4. DED Perkerasan Jalan Lingkungan dengan Aspalt

Paving dengan ketebalan 10 cm, bentuk empat persegi dengan mutu K-225, dipasang disetiap gang
antar rumah penduduk. Pada beberapa tempat terutama dibawah talang atap rumah penduduk
dipasang bio-pori dengan harapan dapat berfungsi sebagai tempat peresapan air hujan, dan dapat
dimanfaat sebagai tempat pengkomposan sampah organik dari rumah tangga.

3.6.3 Penataan dan Perbaikan Perumahan Penduduk

Tabel 1. RTLH Hibah Program PLPBK - PNPM Mandiri Perkotaan

No Nama Kelompok Jumlah Unit RTLH Lokasi Jumlah Anggaran

1 Belik Permai 8 Unit RT 02 Rp. 93.100.000

2 Jambe Permai 9 Unit RT 02 & RT 03 Rp. 139.090.000

3 Pucang Permai 7 Unit RT 02 & RT 03 Rp. 106.610.000

4 Sembada Permai 2 Unit RT 05 Rp. 30.000.000

Perbaikan RTLH dilakukan untuk mengatasi atap yang bocor menjadi prioritas utama. Kerusakan
atap dikarena struktur atap yang telah rusak, penutup atap (genteng) yang rusak atau bahan penutup
atap yang tidak sesuai standart teknik (asbes) diganti dengan bahan yang baik mutunya sesuai yang
dipersyaratkan dalam perumahan. Penggunaan kayu Kalimantan sekelas keruing menjadi pilihan
utama dalam perbaikan struktur atap. Sedangkan penutup atap genteng press lokal menjadi
kebutuhan pokok. Perbaikan terhadap dinding yang rusak dilakukan dengan mengganti dinding
yang terbuat dari bahan tidak permanen seperti anyaman bambu, triplek, atau papan kayu diganti
dengan pasangan bata merah.

7
Pada beberapa khasus perbaikan dinding dilakukan dengan penambahan tinggi tembok pada rumah
yang tinggi dindingnya tidak mencapai 3 meter. Dinding dinding yang retak retak karena tidak
adanya ikatan antar sisi tembok, dilakukan penambahan penguat kolom praktis dan atau ring balk.
Pekerjaan finishing kadang dilakukan dengan memplester dinding untuk rumah yang anggaran
hibahnya masih mencukupi. Pemasangan kusen pintu dan jendela dari kayu tahun, juga kadang
dibutuhkan bagi rumah kusen pintu telah tidak layak. Penambahan jendela dan bouvenleigh
diperlukan agar pencahayaan dan sirkulasi udara terjadi dengan baik. Pelaksanaan pembangunan
rumah tidak layak huni dilakukan berdasarkan gambar teknik dan RAB yang telah ada, untuk
mengendalikan penggunaan anggaran yang diperuntukan bagi tiap-tiap unit rumah.

3.6.4 Pembuatan Urban Farming sebagai ciri khas PLPBK

Aneka hayati dalam Urban Farming di tata dengan baik, dapat bernilai estetika dan menambah
indah wajah kota dan dapat menjadi subtitusi pariwisata.

Pada beberapa tempat seperti jalan masuk kampung dibuat komplemen Urban Farming berupa
gapura yang berfungsi juga sebagai tempat tumbuhnya tanaman. Selain itu pada komplemen Urban
Farming dipasang pada sepanjang tepi jalan yang kosong untuk menciptakan nuansa yang asri
lingkungan.

Gambar 5. Masterplan Urban farming

Kebutuhan lampu penerangan jalan juga dirasa sangat perlu, untuk menciptakan lingkungan yang
terang, aman dan nyaman. Pada beberapa titik seperti dalam Gambar 6 dipasang lampu penerangan
jalan.

8
Gambar 6. Masterplan Titik Lampu
3.6.5 Penataan Sanitasi masyarakat

Teknologi pengolahan air limbah yang digunakan menggunakan kombinasi ABR + AF. Sistem
jaringan perpipaan digunakan untuk pemasangan sambungan rumah (SR). Jaringan pipa SR dapat
dihubungkan dari kloset (black water) diameter pipa minimal 75 mm, bahan dari PVC, kemiringan
pipa (1-3)%. Pipa untuk pengaliran air limbah non tinja (grey water) digunakan diameter pipa
minimal 50 mm, bahan dari PVC, kemiringan (0,5-1) %. Khusus air limbah dari dapur harus
dilengkapi dengan unit perangkap lemak (grease trap). IPAl Komunal dan MCK Plus RT 1
dilengkapi sumur bor sebagai sumber air bersih, melayanai SR sebanyak 12 Rumah Tangga. MCK
Plus yang mempunyai 7 KM/WC dan 2 tempat cuci dimanfaatkan 22 Rumah tangga.

IPAL Komunal dengan demensi 3,2 m x 12,4 m dengan kedalaman 2,5 m, yang dibangun di RT 5
dilengkapi MCK dengan 2 KM/WC dan 1 tempat cuci. Sambungan rumah yang terkoneksi dari
kloset rumah tangga dengan IPAL Komunal ini sebanyak 78 SR dari warga RT 1 (56 SR) dan RT 5
(22 SR), sedang MCK dimanfaatkan oleh 7 Rumah Tangga warga RT 5.

3.6.6 Pengelolaan sampah

Pengelolaan sampah dilakukan dengan menyediakan fasilitas tempat sampah , pemilahan sampah
organic & anorganik berlanjut dengan pembuatan Bank sampah. Material sampah organik, seperti
zat tanaman dan sisa makanan dimasukkan dalam lubang biopori untuk diolah dengan
menggunakan proses biologis untuk kompos. Proses lain untuk sampah anorganik dilakukan dengan
pengambilan barang yang masih mempunyai nilai dari sampah untuk digunakan kembali (daur
ulang).

9
Kegiatan pelatihan bagi ibu ibu rumah tangga untuk melakukan kegiatan daur ulang pemanfaatan
kembali kertas bekas yang dapat digunakan terutama untuk keperluan eksternal, plastik bekas
diolah kembali untuk dijadikan berbagai peralatan rumah tangga dan handycraff.

3.4 Analisa Resiko Sanitasi Masyarakat

Tabel 2. Penentuan Kawasan Beresiko

Rata-rata
Drainase

Sampah
RW/RT

Limbah
Bersih

RT
Air

11-1
Awal Menengah Tinggi Tinggi Menengah Tinggi
11-1 Tidak Tidak Tidak
Akhir Beresiko Menengah Beresiko Beresiko Rendah
11-2
Awal Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
11-2 Tidak Tidak Tidak Tidak
Akhir Beresiko Menengah Beresiko Beresiko Beresiko
11-3
Awal Menengah Menengah Tinggi Menengah Menengah
11-3 Tidak Tidak Tidak Tidak
Akhir Beresiko Menengah Beresiko Beresiko Beresiko
11-4
Awal Menengah Tinggi Tinggi Menengah Tinggi
11-4 Tidak
Akhir Rendah Menengah Rendah Beresiko Rendah
11-5
Awal Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
11-5 Tidak Tidak
Akhir Rendah Tinggi Beresiko Beresiko Rendah

Dari Tabel 2. terlihat kondisi awal semua RT di wilayah RW XI rata-rata diukur dengan target
MDG's 2015 sebesar 78,80% menunjukkan beresiko sanitasi tinggi (warna merah). Drainase
menjadi masalah utama karena tergambar warna merah. Limbah rumah tangga empat RT (RT1, RT
2, RT 4& RT 5) beresiko tinggi dan RT 3 beresiko menengah. Air bersih beresiko tinggi untuk RT 2
dan RT 5, sedang wilayah RT 1, RT 2, RT 3 beresiko menengah. Pengelolaan sampah resiko dari
rendah sampai tinggi.

Hasil penataan sanitasi menurunkan resiko sanitasi di wilayah RW XI. Drainase yang semula
beresiko tinggi sudah dapat terselesaikan menjadi tidak beresiko sanitasi. Permasalahan sampah
pada mulanya beresiko menengah sudah terselesaikan menjadi resiko tidak beresiko sampai
beresiko rendah. Dengan tidak adanya permasalahan drainase dan pengelolaan sampah yang baik
ini menyelesaikan permasalahan banjir di wilayah RW XI. Secara umum penataan lingkungan
permukiman menghasilkan RT 02, RT 03 tidak beresiko sanitasi, Ssedangkan RT 01, RT 04, RT 05
resiko sanitasi rendah.

3.5 Anilisa Profil Kumuh Wilayah RW XI Pucangsawit

Tabel 3. adalah skor dari masing-masing indikator kumuh baik sebelum atau sesudah penanganan
penatan lingkungan. Nilai yang diatas merupakan kondisi awal atau sebelum adanya penataan
lingkungan permukiman, sedang nilai yang dibawah adalah setelah adanya kegiatan penataan.

10
Pengamanan Bahaya Kebakaran untuk semua RT mempunyai skor 5, adalah nilai tertinggi dari
indikator kumuh. “Pelayanan Air Minum/Baku” merupakan indikator kedua yang terburuk, disusul
indikator “ Drainase Lingkungan “ dan “Aksesibilitas Lingkungan”. Parameter “Kondisi ALADIN
tidak sesuai persyaratan teknis” tertinggi terjadi di RT 2, RT 4 dan RT 5 dengan skor 5, sedang RT
1 dengan skor 3, RT 3 skor 1.

Tabel 3. Perhitungan Skor Profil Kumuh Wilayah RW XI


No INDIKATOR : PARAMETER RT 01 RT 02 RT 03 RT 04 RT 05 Ket

1 Keteraturan Bangunan
2 Kepadatan Bangunan 1.5 3 0.5 2.5 2.8
Awal
1.5 2.3 0.25 1.8 1
Akhir
3 Kelayakan Fisik Bangunan
3 4 2 1 1.5 Awal
4 Aksesibilitas Lingkungan Akhir
0.5 3 0 0 0
2.5 5 4 4 2.5 Awal
5 Drainase Lingkungan Akhir
0 0 0 0 0
4 4 3 4 3 Awal
6 Pelayanan Air Minum/Baku Akhir
0 0 0 0.5 1.5
Pengelolaan Air Limbah 3.7 5 2.3 3.7 4.3 Awal
7 Akhir
1.3 0.3 0.3 1.7 1.7
Pengelolaan Persampahan 1 3 1 1 1 Awal
8 Akhir
0 0 0 0 0
Pengamanan Bahaya Awal
5 5 5 5 5
9 Kebakaran Akhir
5 0 5 5 5
20.67 29.0 17.83 21.2 20.08 Awal
TOTAL SKOR
8.33 5.58 5.58 8.92 9.17 Akhir
Sedang Berat Sedang Sedang Sedang Awal
KATEGORI KUMUH Bukan Bukan Bukan Bukan Bukan Akhir
kumuh kumuh kumuh kumuh kumuh

Dari Tabel 3. terlihat kondisi awal wilayah RW XI menunjukkan skor kekumuhan terendah RT 3
(17,83) dan tertinggi RT 2 (29,0). Kategori kumuh untuk RT 1, RT 3,RT 4, dan RT 5 adalah kumuh
sedang. Sedangkan kategori kumuh RT 2 adalah kumuh berat.

Hasil penataan permukiman di RW XI (kondisi akhir) menunjukkan indikator “Pengamanan Bahaya


Kebakaran” kecuali RT 2 belum ada peningkatan fasilitas ketersediaan prasarana/sarana Proteksi
Kebakaran. Indikator kumuh “Aksesibilitas Lingkungan”, “Drainase Lingkungan”, “Pelayanan Air
Minum/Baku”, “Pengelolaan Air Limbah” dan “Pengelolaan Persampahan” sudah dapat diturunkan
hampir mendekati nol. Kategori kumuh wilayah RW XI setelah adanya penataan lingkungan
permukiman dihasilkan kawasan “Bukan Kumuh”.

3.6 Rekomendasi Penataan Kawasan Kumuh Wilayah RW XI Pucangsawit

3.6.1 Kampung Susun

Indikator kumuh yang cenderung meningkat pada akhir penataan adalah parameter “Bangunan
Hunian tidak memiliki keteraturan”, “Pemukiman memiliki Kepadatan”, “Luas Lantai < 7,2 m2 per
orang”, adalah mempunyai skor yang lebih besar dari nol. Kampung Susun RW XI menjadi salah
satu pemenuhan kebutuhan peremajaan Kampung yang sifatnya “ON SITE”.

11
Ketersediaan lahan disekitar wilayah RW XI merupakan potensi yang cukup baik. Data yang
tercatat jumlah warga RW XI yang saat ini yang membutuhkan tinggal di Kampung Susun 114
Kepala Keluarga. Jumlah ini akan semakin bertambah seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk. Kampung Susun yang direncanakan dapat menampung 228 unit Rumah Tinggal, akan
membutuhkan anggaran Rp 101.276.968.000,-.

Gambar 7. Gagasan siteplan Kampung Susun Pucangsawit

Gambar 8. Ilustrasi Kampung Susun

3.6.2 Pembukaan akses jalan

Rencana pembuatan Underpass di jalur kereta api yang menghubungkan wilayah RW I dan wilayah
RW XI sangatlah diperlukan, untuk membuka akses antara kedua wilayah tersebut. Maka
keberadaan jalan penghubung tersebut dirasa sangat perlu untuk menambah aksesibilitas lingkungan
dan mengangkat perekonomian wilayah RW XI.

12
Underpass jalur kereta api

Gambar 9. Underpass dan rencana penataan lahan sekitar bantaran Rel Kereta Api

4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pemetaan sanitasi melalui WST yang dilakukan pada awal kegiatan bahwa drainase “beresiko
tinggi” menjadi penyebab utama terjadinya banjir. Resiko Limbah rumah tangga “beresiko
menengah” (RT 3) dan “beresiko tinggi” (RT 1, RT 2, RT 4dan RT 5). Pemenuhan air bersih untuk
RT 2, RT 5 “beresiko tinggi”, dan RT 1, RT 3 dan RT 4 “beresiko menengah”. Resiko rata-rata
sektor sanitasi wilyah RW XI digolongkan untuk RT 1, RT 2, RT4, dan RT 5 “beresiko Tinggi” dan
RT 3 “beresiko menengah”. Program penataan sanitasi menghasilkan resiko rata-rata sektor sanitasi
“resiko rendah” (RT 1, RT 4, RT 5) dan “tidak beresiko” (RT 2, RT 3).
Pemetaan pada awal kegiatan indikator kumuh “Pengamanan Bahaya Kebakaran” untuk semua RT
mempunyai skor 5, “Pelayanan Air Minum/Baku” merupakan indikator kedua yang terburuk,
disusul indikator “ Drainase Lingkungan “ dan “Aksesibilitas Lingkungan”. Parameter “Kondisi
ALADIN tidak sesuai persyaratan teknis” tertinggi terjadi di RT 2, RT 4 dan RT 5 dengan skor 5,
sedang RT 1 dengan skor 3, RT 3 skor 1. Penataaan lingkungan permukiman yang telah dilakukan
melalui program PLPBK , RTLH DAK-2016 dan DAK-2017 meningkatkan kualitas pemukiman
wilayah RW XI dari dikategori kumuh sedang” (RT 1, RT 3, RT 4, RT 5) dan “kumuh berat”
(RT 2) menjadi “bukan kumuh”.
Pendampingan yang telah dilakukan penulis dalam penataan kawasan RW XI dengan cara :
penyuluhan, bantuan teknis, dan pembimbingan

4.2 Saran-saran
Peran swasta/masyarakat yang merupakan pelaku utama dalam penataan lingkungan kumuh RW XI
perlu ditingkatkan mulai dari perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian, serta perlu adanya
perumusan dan pendifinisian perencanaan partisipatif berbasis komunitas

Perlu adanya otoritas untuk meng-implementasikan perencanaan di tingkat kawasan.


13
DAFTAR PUSTAKA
...................., 2008,Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Jakarta
......................,2010, Opsi Sistem dan Teknologi Sanitasi, TTPS, Jakarta
......................, 2007, Pusat Promosi Kesehatan. Promosi Kesehatan Dalam Pencapaian Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), www.promosikesehatan.com
......................, 2008,Economic Impacts of Sanitation in Indonesia, WSP, Jakarta.
Amrin Madolan ,2016, Persyaratan Rumah Sehat. www.mitrakesmas.com
Ake Wihadanto, Baba Barus, Noer Azam Achsani & Deddy S. Bratakusumah ,2017, Journal of
Regional and Rural Development Planning, Juni 2017, 1 (2): 132-144
Muh Arsyad, 2016, Perencanaan Sistem Perpipaan Air Limbah Kawasan Permukiman Penduduk.
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.6 No.1, Januari 2016 (406-412) ISSN: 2087-9334
Aulia H. Bhakti,2016, Evaluasi Kinerja IPAL - IPAL Program SPBM-USRI Tahun Pembangunan
2012 – 2014 di Surabaya. JurnalL Teknik ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539
Direktorat Pengembangan Permukiman, 2016, Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh
Daerah Penyangga Kota Metropolitan. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya -
Departemen Pekerjaan Umum
Elpidia Agatha Crysta,2017. ANalisis Tingkat Kekumuhan Dan Pola Penanganannya (Studi Kasus:
Kelurahan Keputih, Surabaya), Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan , ITS, Surabaya.
Gutterer, B. et al., 2009a. Decentralised wastewater treatment systems (DEWATS) and sanitation in
developing countries. Leicestershire, UK: Water, Engineering and Development Centre
(WEDC), Loughborough University, UK, in association with Bremen Overseas Research
(BORDA), Germany.
Gutterer, B. et al., 2009b. Decentralised wastewater treatment systems (DEWATS) and sanitation in
developing countries. Leicestershire, UK: Water, Engineering and Development Centre
(WEDC), Loughborough University, UK, in association with Bremen Overseas Research
(BORDA), Germany.
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,2016, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat Nomor 02/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas Terhadap
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh. Jakarta: Kementrian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat.
Mulyo, S., 2000, Peranan dan Kinerja Dinas Perumahan Kota Surakarta Dalam Peremajaan
Kawasan Kumuh (Studi Kasus : Peremajaan Permukiman Kumuh di Kelurahan Mojosongo
Surakarta), Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Tidak
Dipublikasikan.

14
Sarbidi, 2014, Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum. Jurnal
Permukiman Vol. 9 No. 1 April 2014
Sholahuddin, M., Tanpa Tahun. SIG untuk Memetakan Daerah Banjir dengan Metode Skoring dan
Pembobotan (Studi Kasus Kabupaten Jepara). 1-10.
Sirojuzilam, 2005, Regional Planning and Development. Wahana Hijau. Jurnal Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah. Vol.1 Nomor 1 Agustus 2005.
Soeparman dan Suparmin, 2001, Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC.
UNESCAP & UN-HABITAT,2008, Panduan Ringkas untuk Pembuat Kebijakan 2, Perumahan
untuk MBR: Memberi Tempat yang Layak Bagi Kaum Miskin Kota. Edisi Indonesia.
Naerobi: United Nations.

15

Anda mungkin juga menyukai