Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Praktik Klinik Keperawatan Jiwa
Dosen Ampu: drs.asep ediana,s.kep.,b,sc.,

Disusun Oleh:
Siti Fatimatu Sapuroh
17.094
III-B

AKADEMI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DUSTIRA


CIMAHI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Keperawatan Jiwa ini.
Laporan ini diajukan guna memenuhi salah satu syarat Praktik Klinik
Keperawatan Jiwa.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun kami harapkan demi kesempurnaan Laporan ini.
Semoga laporan ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Cimahi, November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI....................................................1
A. Kasus (Masalah Utama)............................................................................1
B. Proses Terjadinya Masalah........................................................................1
C. Diagnosa Keperawatan............................................................................11
D. Rencana Tindakan Keperawatan.............................................................12
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL...........................................16
A. Kasus (Masalah Utama)..........................................................................16
B. Proses Terjadinya Masalah......................................................................16
C. Diagnosa Keperawatan............................................................................24
D. Rencana Tindakan Keperawatan.............................................................25
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN...........................28
A. Masalah Utama........................................................................................28
B. Proses Terjadinya Masalah......................................................................28
C. Diagnosa Keperawatan............................................................................39
D. Rencana Tindakan Keperawatan.............................................................40
LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI.......................53
A. Kasus (Masalah Utama)..........................................................................53
B. Proses Terjadinya Masalah......................................................................53
C. Diagnosa Keperawatan............................................................................60
D. Rencana Tindakan Keperawatan.............................................................61
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH................................65
A. Kasus (Masalah Utama)..........................................................................65
B. Proses Terjadinya Masalah......................................................................65
C. Diagnosa Keperawatan............................................................................73
D. Rencana Tindakan Keperawatan.............................................................74
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

ii
iii
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
A. Kasus (Masalah Utama)
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah oleh panca indra tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essential of
Menthal Helath Nursing, 1987).
Halusinasi merupakan persepsi yang salah tentang suatu objek, gambaran
dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya pengaruh rangsang dari luar
yang terjadi pada semua system pengindraan dan hanya dirasakan oleh klien
tetapi tidak dapat dibuktikan dengan nyata dengan kata lain objek tersebut
tidak ada secara nyata. (Erlinafsiah, 2010)
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat
ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti Skizofrenia, Depresi, Delirium,
dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi
lingkungan. Jenis halusinasi yang umum terjadi adalah halusinasi penglihatan
dan pendengaran. Gangguan halusinasi ini umumnya mengarah pada prilaku
yang membahayakan orang lain, klien dan keluarga.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah
Persepsi yang salah terhadap suatu stimulus, gambaran, dan pikiran, tanpa
adanya suatu objek. Halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien
gangguan jiwa seperti Skizofrenia, Depresi, Delirium, dll.
2. Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara –
suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau

1
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu
bau harum.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis
dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau
feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
3. Tahapan Halusinasi
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I - Mengalami ansietas, - Tersenyum, tertawa
- Memberi rasa
kesepian, rasa bersalah sendiri
nyaman - Menggerakan bibir
dan ketakutan
- Tingkat ansietas
- Mencoba berfokus pada tanpa suara
sedang secara - Pergerakan mata
fikiran yang dapat
umum, yang cepat
menghilangkan ansietas
- Diam dan
halusinasi - Fikiran dan pengalaman
merupakan berkonsentrasi
sensori masih ada
suatu dalam control
kesenangan kesadaran, nonpsikotik
Tahap II - Pengalaman sensori - Terjadi peningkatan
- Menyalahkan
menakutkan denyut jantung,
- Tingkat
- Merasa dilecehkan oleh
pernapasan dan
kecemasan berat
pengalaman sensori tekanan darah

2
secara umum tersebut - Perhatian dengan
- Mulai merasakan
halusinasi lingkungan
kehilangan control
menyebabkan berkurang
- Menarik diri dari orang
antisipasi - Kehilangan
lain non psikotik
kemampuan
membedakan
halusinasi dengan
realitas
Tahap III - Klien menyerah dan - Perintah halusinasi
- Mengontrol
menerima pengalaman di taati
- Tingkat
- Sulit berhubungan
sensori (Halusinasi)
kecemaan berat
- Isi halusinasi menjadi dengan orang lain
- Pengalaman
- Perhatian terhadap
aktif
halusinasi tidak
- Kesepian bila lingkungan
dapat ditolak
pengalamn sensori berkurang hanya
lagi
berakhir psiotik beberapa detik
- Tiidak mampu
mengikuti perintah
dari perawat, tremor
dan berkeringat.
TAHAP IV (Conquering)
- Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Pengalaman
sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di
sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon lebih dari satu orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

4. Tanda dan Gejala Halusinasi


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau
berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah,
melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari
pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar
atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi
(Budi Anna Keliat, 1999):

3
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai / tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mampu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
5. Etiologi Halusinasi
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Ganggguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf
pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin
timbul adalah hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan
muncul perilaku menarik diri.
2) Psikologis
Keluarga pengasuh yang tidak mendukung (broken home,
overprotektif, dictator, dan lainnya) serta lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang kehidupan klien.
3) Sosial budaya

4
Kondisi social budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita :
dimana terjadi kemiskinan, konflik social budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan terisolasi yang disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. (Erl inafsiah, 2010)

6. Kemungkinan Data Fokus


Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stresor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat ini
pengkajian meliputi:
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS, informan, tanggal pengkajian, no rumah klien dan alamat
klien.
b. Keluhan utama
Keluhan pada pasien Halusinasi Pendengaran biasanya berupa pasien
sering mendengar suara – suara ribut dan mendengung, biasa nya suara –
suara tersebut tersusun menjadi kata – kata dan menyuruh pasien untuk
melakukan sesuatu. Sedangkan pada pasien Halusinasi Penglihatan biasanya
pasien terlihat tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu.
c. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
d. Aspek fisik/biologis (Pemeriksaan Fisik)
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial

5
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh:
Klien dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungssi ego. Halusinasi tersebut akan menimbulkan
kewaspadaan dan dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
b) Identitas diri
Biasanya pasien halusinani mampu menyebut identitasnya
dengan baik, yaitu nama, umur, agama, alamat, status perkawinan
hanya saja saat ada halusinasi pasien tersebut tidak kooperatif saat
ditanya.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya,
mengungkapkan keinginan untuk sembuh dan halusinasi nya hilang.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri dan orang lain bila menyadari bahwa klien dapat
mencelakakan diri sendiri dan orang lain, gangguan hubungan social.
f. Hubungan Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi social dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah – olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi social, kontrol
diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.
g. Kehidupan Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas
tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara
spiritual untuk menyucikan diri. Irama sikardiannya terganggu, karena ia
sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa
hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah
dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
meyebabkan takdirnya memburuk.

6
h. Status mental
1) Penampilan
Klien tampak kotor dan pakaian tidak rapi dengan raut wajah cemas
dan berjalan modar – mandir.
2) Pembicaraan
Saat ditanya oleh perawat biasa nya pasien halusinasi kooperatif
hanya saja saat timbul halusinasi, pasien akan berkonsentrasi pada
halusinasi yang ia rasakan.
3) Aktivitas Motorik (Psikomotorik)
Pasien halusinasi biasanya akan gaduh – gelisah (katatonik) karena
merasa cemas akan halusinasi yang ia rasakan
4) Afek dan Emosi
Pasien halusinasi biasanya akan merasa khawatir dan cemas karena
halusinasi yang ia rasakan.
5) Interaksi selama wawancara
Pasien kooperatif saat berinterksi dengan perawat namun arah
pandangan sering menengok ke arah lain.
6) Persepsi sensori
Pasien mengatakan bahwa ada suara – suara disekitar nya.
7) Proses Pikir
Pada pasien halusinasi biasanya pemikirannya tidak masuk akal
karena ia merasa yakin bahwa halusinasi yang ia rasakan benar – benar
nyata.
8) Tingkat Kesadaran
Kesadaran pasien baik, namun kadang – kadang pasein dapat apatis
pada dunia luar selain diri nya dan halusinasinya sendiri.
9) Memory (Daya Ingat)
Daya ingat pasien baik.
10) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Tidak ada gangguan pada tingkat konsentrasi dan berhitung pasien.

11) Kemampuan penilaian/Mengambil Keputusan


Pasien biasanya dapat mengambil keputusan sendiri.
12) Daya Tilik Diri
Biasanya, pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh bantuan
agar dirinya sembuh.
i. Mekanisme koping
Klien apabila merasa cemas, takut tidak mau menceritakannya pada orang
lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)
j. Aspek medic

7
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi, Terapi kejang
listrik / Electro Compulsive Therapy (ECT) dan Terapi Aktivitas Kelompok
(TAK).

7. Pohon Masalah Halusinasi


Resiko mencederai diri sendiri,
Orang lain dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori
Halusinasi

Isolasi sosial menarik diri
Gambar Pohon Masalah (Keliat, B.A, 1998:6)

8. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Risiko tinggi perilaku kekerasan
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
c. Isolasi social
d. Harga diri rendah

9. Data yang Perlu Dikaji


Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji
Perubahan persepsi Subjektif:
sensori: halusinasi a. Klien mengatakan mendengar sesuatu
b. Klien mengatakan melihat bayangan putih
c. Klien mengatak dirinya seperti disengat listrik
d. Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap,
seperti feses.

8
e. Klien mengatakan kepalanya melayang di
udara
f. Klien mengatakan dirinya merasakan ada
sesuatu yang berebda pada dirinya

Objektif:
a. Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat
dikaji
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat
unutk menfengarkan sesuatu
d. Disorientasi
e. Kosentrasi rendah
f. Pikiran cepat berubah-ubah
g. Kekacauan alur pikiran

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran
2. Isolasi Sosial / menarik diri

9
D. Rencana Tindakan Keperawatan
TGL DX PERENCANAAN
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1 2 3 4 5
Gangguan Pasien mampu : Setelah…. pertemuan pasien SP. 1 (Tgl………………..)
sensori  Mengenali halusinasi dapat menyebutkan isi, waktu,  Bantu pasien mengenal
persepsi yang di alaminya frekuensi, situasi pencetus, halusinasi:
 Mengontrol - isi
Halusinasi perasaan dan mampu
- waktu
halusinasinya
memperagakan cara dalam - frekuensi
 Mengikuti program
- situasi pencetus
mengontrol halusinasi
pengobatan secara - perasaan saat terjadi
optimal halusinasi
 Latih mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik
tahapan tindakan meliputi:
- Jelaskan cara menghardik
halusinasi
- Peragakan cara
menghardik
- Minta pasien
memperagakan ulang
- Pantau penerapan cara ini,

10
beri penguatan perilaku
pasien
- Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien

Setelah…. pertemuan pasien SP. 2 (Tgl………………..)


mampu meyebutkan kegiatan  Evaluasi kegiatan yang lalu
yang sudah dilakukan dan (SP 1)
 Latih berbicara / bercakap
mampu memperagakan cara
dengan orang lain saat
bercakap-cakap dengan orang
halusinasi muncul
lain
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien

Setelah…. Pertemuan pasien SP. 3 (Tgl……………….)


mampu menyebutkan kegiatan  Evaluasi kegiatan yang lalu
yang sudah dilakukan dan (SP 1&2)
 Latih kegiatan agar halusinasi
mampu membuat jadwal
tidak muncul
kegiatan sehari-hari dan
Tahapannya:
mampu memperagakannya - Jelaskan pentingnya
aktivitas yang teratur /

11
mengatasi halusinasi
- Diskusikan aktivitas
yang biasa dilakukan
oleh pasien
- Latih pasien
melakukan aktivitas
- Susun jadwal aktivitas
sehari-hari sesuai
dengan aktivitas yang
telah di latih (dari
bangun pagi sampai
tidur malam)
- Pantau pelaksanaan
jadwal kegiatan,
berikan penguatan
terhadap perilaku
pasien yang (+)

Setelah…. Pertemuan pasien SP. 4 (Tgl………………..)


mampu menyebutkan kegiatan  Evaluasi kegiatan yang lalu
yang sudah dilakukan dan (SP 1,2&3)

12
mampu meyebutkan manfaat  Tanyakan program
dari program pengobatan pengobatan
 Jelaskan pentingnya
penggunaan obat pada
gangguan jiwa
 Jelaskan akibat bila tidak
digunakan sesuai program
 Jelaskan akibat bila putus
obat
 Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat
 Jelaskan pengobatan (5 B)
 Latih pasien minum obat
 Masukkan dalam jadwal
harian pasien

Keluarga mampu : Setelah…. Pertemuan keluarga SP. 1 (Tgl………………..)


Merawat pasien dirumah dan mampu menjelaskan tentang  Identifikasi masalah keluarga
menjadi system pendukung halusinasi dalam merawat pasien
 Jelaskan tentang halusinasi :
yang efektif untuk pasien
- Pengertian halusinasi
- Jenis halusinasi yang
dialami pasien

13
- Tanda dan gejala
halusinasi
- Cara merawat pasien
halusinasi (cara
berkomunikasi
pemberian obat dan
pemberian aktivitas
kepada pasien)
 Sumber-sumber pelayanan
kesehatan yang bisa
dijangkau
 Bermain peran cara merawat
 Rencana tindak lanjut
keluarga, jadwal keluarga
untuk merawat pasien

Setelah…. Pertemuan keluarga SP. 2 (Tgl………………..)


mampu menjelaskan kegiatan  Evaluasi kemampuan
yang sudah dilakukan dan keluarga (SP 1)
 Latih keluarga merawat
mampu memperagakan cara
pasien
merawat pasien

14
 Rencana tindak lanjut
keluarga untuk merawat
pasien

Setelah…. Pertemuan keluarga SP. 3 (Tgl………………..)


mampu menyebutkan kegiatan  Evaluasi kemampuan
yang sudah dilakukan dan keluarga (SP2)
 Latih keluarga merawat
mampu membuat rencana
pasien
tindak lanjut
 Rencana tindak lanjut
keluarga / jadwal keluarga
untuk merawat pasien

Setelah…. Pertemuan keluarga SP. 4 (Tgl………………..)


mampu menyebutkan kegiatan  Evaluasi kemampuan
yang sudah dilakukan dan keluarga
 Evaluasi kemampuan pasien
mampu melaksanakan Follow
 Rencana tindak lanjut
Up rujukan
keluarga:
- Follow Up
- Rujukan

15
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. Kasus (Masalah Utama)


Isolasi Sosial
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi Isolasi Sosial
Isolasi social adalah keadaan dimana seorang Individu mengalami

penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain mampu
komunikasi dengan orang lain. (keliat,1998)
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang
terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan
perilaku maladaptif dan menganggu fungsi seseorang dalam hubungan
social (Depkes RI, 2000)
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan Isolasi sosial merupakan
upaya mengindari komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa,
pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan
secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan
mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi
pengalaman.
2. Tanda dan Gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi social:
a. Kurang spontan
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan)

16
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan diri
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f. Mengisolasi diri
g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
h. Asupan makanan dan minuman terganggu
i. Retensi urine dan feces
j. Aktivitas menurun
k. Kurang energi (tenaga)
l. Rendah diri
m. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus / janin (khususnya pada
posisi tidur)

3. Rentang Respon
Menurut Stuart Sundeen rentang respons klien ditinjau dari interaksinya
dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara
respons adaptif dengan maladaptif sebagai berikut :
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Menarik diri


Otonomi Merasa Ketergantungan
Bekerjasama sendiri Manipulasi
Interdependen Depedensi Curiga
Curiga

Respons Adaptif
Respons yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam
menyelesaikan masalah.
a. Menyendiri : respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan sosialnya.
b. Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.

17
c. Bekerjasama : Kemampuan individu yang saling membutuhkan satu
sama lain.
d. Interdependen : saling ketergantungan antara individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respons Maladaptif
Respons yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial.
Yang termasuk respons maladaptif adalah :
a. Menarik diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain
b. Ketergantungan: seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
diri sehingga tergantung dengan orang lain.
c. Manipulasi : seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
d. Curiga : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
terhadap orang lain.
4. Karakteristik Perilaku
a. Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan
b. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis
c. Kemunduran secara fisik
d. Tidur berlebihan
e. Tinggal ditempat tidur diwaktu yang lama
f. Banyak tidur siang
g. Kurang bergairah
h. Kurang memperdulikan lingkungan
i. Kegiatan menurun
j. Immobilisasi
k. Mondar-mandir (sikap matung, melakukan gerakan berulang)
l. Keinginan seksual menurun
5. Faktor predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Faktor perkembangan kemampuan membina hubungan yang sehat
tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh kembang. Apabila
tugas perkembangan ini tidak terpenuhi akan menghambat perkembangan
selanjutnya, kurang stimulasi kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu (pengasuh) pada bayi akan membari rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Factor biologi

18
Genetik adalah salah satu faktor pendukung ganguan jiwa, fakor
genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive ada bukti
terdahulu tentang terlibatnya neurotransmitter dalam perkembangan
ganguan ini namun tahap masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
c. Factor sosial budaya
Factor sosial budaya dapat menjadi factor pendukung terjadinya
ganguan dalm membina hubungan dengan orang lain, misalnya angota
keluarga, yang tidak produktif, diasingkan dari orang lain.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga.
Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang
kedalam ganguan berhubungan bila keluarga hanya mengkounikasikan
hal-hal yang negative akan mendorong anak mengembangkan harga diri
rendah.
6. Faktor presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
a. Stressor sosial kultur
Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluar dan
berpisah dengan orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya
dirawat di rumah sakit.
b. Stressor psikologis
Ansietas berkepanjangan terjadi bersama dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasi tuntutan untuk berpisah dangan orang
terdekat atau kebanyakan orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk
ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.
7. Mekanisme koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme
koping yang sering digunakan pada menarik diri adalah proyeksi dan represi :
a. Proyeksi adalah keinginan yang tidak dapat ditoleransi,
mencurahkan emosi kepada oranglain, karena kesalahan yang
dilakukan sendiri.
b. Regresi adalah menghindari setres, kecemasan dengan menampilkan
prilaku kembali seperti pada perkembangan anak.

19
c. Represi adalah menekan perasaan atau pengalaman yang
menyakitkan atau komflik atau ingatan dari kesadaran yang
cendrung memperkuat mekanisme ego lainya.
8. Perilaku
a. Menarik diri :
kurang spontan, apatis, ekspresiiwajah kurang berseri, defisit
perawatan diri, komunikasi kurang, isolasi diri, aktivitas menurun,
kurang berenergi, rendah diri, postur tubuh sikap fetus.
b. Curiga :
tidak percaya orang lain, bermusuhan, isolasi sosial, paranoiaisolasi.
c. Manipulasi :
kurang asertif, isolasi sosial, harga diri rendah, tergantung pd orang
lain, ekspresi perasaan tidak langsung pada tujuan.
9. Kemungkinan Data Fokus
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stresor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat ini
pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS, informan, tanggal pengkajian, no rumah klien dan alamat
klien, No RM.
b. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak
interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
c. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelempok
sebaya, perubahan stuktur sosial.
d. Aspek fisik / biologis (Pemeriksaan Fisik)
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh

20
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah
terjadi.
b) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya:
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap
diri sendiri, dan kurang percaya diri.

f. Status mental
Kontak mata klien kurang / atau tidak mempertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusan dan
kurang berharga dalam hidup.
g. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakannya pada orang lain (lebih sering menggunakan koping
menarik diri).
h. Aspekmedik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, Therapy okopasional, TAK dan rehabilitas.
1. Pohon Masalah
Resiko perubahan persepsi sensori : Halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Gambar Pohon Masalah (Nita Fitria,2010)

21
2. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Isolasi social
b. Harga diri rendah
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Intoleransi aktivitas
e. Defisit perawatan diri

12. Data yang Perlu Dikaji


Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Isolasi sosial Subjektif:
a. Klien mengatakan malas bergaul denga orang
lain
b. Klien mengatakan dirinya tidak ingn ditemani
perawat dan meminta untuk sendiri
c. Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan
oran lain.
d. Tidak mau berkomunikasi
Objektif:
a. Kurang spontan
b. Apatis ( acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri sendiridan tidak
memperhatikan kebersihan
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f. Mengisolasi diri
g. Asupan makanan dan minuman terganggu
h. Retensi urin dan feses
i. Aktivitas menurun
j. Kurang berenergi atau bertenaga
k. Rendah diri
l. Posturtubuh berubah, misalnya sikap fetus atau

22
janin ( khususnya pada posisi tidur)

C. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial

23
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

24
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah…..x pertemuan, pasien mampu : SP 1
1. Menyadari penyebab isolasi sosial. 1. Membina hubungan saling percaya. 1. Identifikasi penyebab
2. Berinteraksi dengan orang lain. 2. Menyadari penyebab isolasi social, a. Siapa yang satu rumah dengan
keuntungan dan kerugian berinteraksi pasien.
b. Siapa yang dekat dengan pasien.
dengan orang lain.
c. Siapa yang tidak dekat dengan
3. Melakukan interaksi dengan orang lain
pasien.
secara bertahap.
2. Tanyakan keuntungan dan kerugian
berinteraksi dengan orang lain
a. Tanyakan pendapat pasien tentang
kebiasaan berinteraksi dengan
orang lain.
b. Tanyakan apa yang menyebabkan
pasien tidak berinteraksi dengan
orang lain.
c. Diskusikan keuntungan bila pasien
memiliki banyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka.
d. Diskusikan kerugian bila pasien
hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain.
e. Jelaskan pengaruh isolasi social
terhadap kesehatan fisik pasien.
3. Latihan berkenalan
4. Berikan kesempatan mengungkapkan
perasaannya setelah pelaksanaan
kegiatan. Yakinkan bahwa keluarga
mendukung setiap aktivitas yang
dilakukan pasien.
25
SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama
Perilaku kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Perilaku kekerasa terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, yang
ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal,
bertujuan untuk melukai oranglain secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, 2000 dalam Yosep, 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun oranglain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol. (Kusumawati dan hartono, 2010 dalam Riyadi)
Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara
verbal dan fisik. Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus.
Marah lebih merujuk kepada suatu perasaan-perasaan tertentu yang biasanya
disebut perasaan marah. Dengan kata lain kemarahan adalah perasaan
jengkel yang muncul sebagai respon terhuadap kecemasan yang dirasakan
sebagai ancaman oleh individu. (Direja, 2011)
Dari kesimpulan diatas perilaku kekerasan adalah ungkapan emosi yang
bercampur perasaan frustasi dan benci atau marah yang didasari keadaan
emosi sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang mengakibatkan hilangnya kontrol kesadaran diri dimana
individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang
dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

28
2. Faktor Predisposisi
a. Teori Biologik
1) Neurologic factor, beragam komponen sistem syaraf seperti
synap, neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai
peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-
pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik
sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
bermusuhan dan respons agresif.
2) Genetic factor, adanya factor gen yang diturunkan melalui orang
tua, menjadi prilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami
(2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif
yang sedang tidur danakan bangun jika terstimulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyo type XYY, pada
umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta
orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
3) Cyrcardian Rhytm (Irama sirkardian tubuh), memegang peranan
pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu
manusia mengalami peningkatan cortisol terutama pada jam-jam
sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya
pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang
lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
4) Biochemistry factor ( Faktor biokimia tubuh) seperti
neurotransmiter di otak (epineprin, norepineprin, dopamin,
asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya
stimulus dari luar tubuh dianggap mengancam atau
membahayakan akan dihantar melalui impuls neurotransmitter
ke otak dan meresponya melalui melalui serabut efferent.
Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta
penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal

29
vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif.
5) Brain Area disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus
temporal, sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak,
penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori psikologik
1) Teori psikoanalisa ; Agresivitas dan kekerasan dapat
dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang (life sapn
hystori). Teoriini menjelaskan abahwa adanya ketidakpuasan
fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapatkan
kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup
cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan
setelah dewasa sebagai kompensasi adanya ketidak percayaan
terhadap lingkungan. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif adan tindak
kekerasaan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap
rasa ketidakberdayaanya dan rendahnya harga diri pelaku tindak
kekerasan.
2) Imitation, modeling and information processing theory;
Mernurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang menolelir kekerasan. Adanya contoh, model
dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan yang
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton
tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif (makin
keras pukulanya akan diberi coklat), anak lain menonton
tayangan cara mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan
reward positif pula (makin baik belaianya mendapat hadiah
coklat). Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata

30
masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan yang
pernah dialaminya.
3) Learning theory; Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar
individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati
bagaimana respons ayah saat menerima kekecewaan dan
mengamati bagaimana respon ibu saat marah. Ia juga belajar
bahwa dengan agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli,
bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis
dan patut untuk diperhitungkan.
4) Teori Sosiokultural : Dalam budaya tertentu seperti rebutan
berkah, rebutan uang receh, sesaji atau kotoran kerbau
dikeraton, sertaritual-ritual yang cenderung mengasah pada
kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif
dan ingin menangsendiri. Kontrol masyarakat yang rendah dan
kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara
penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga
dengan maraknya demonstrasi film-film kekerasan, mistik,
tahayul, dan perdukunan dalamtayangan televisi.
3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali
berkaitan dengan :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbolsolidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepakbola, geng sekolah,
perkelahian massal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalammenyelesaikan konflik.
d. Ketidaksipan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang
dewasa.

31
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
4. Rentang Respon Marah
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari
individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan
pesan bahwa ia “tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa
tidak diturut atau diremehkan“. Rentang respons kemarahan individu dimulai
dari respons normal (asertif) sampai pada respons sangat tidak normal
(maladaptif).
5. Rentang Respons

Respon Adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar : Rentang Respons Perilaku


Sumber : Keliat (1999)
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

32
Klien mampu Klien gagal Klien Klien Perasaan
mengungkap mencapai merasa tidak mengekspr marah dan
kan marah tujuan dapat esikan bermusuha
tanpa kepuasan/saat mengungkap secara n yang kuat
menyalahkan marah dan kan fisik, tapi dan hilang
orang lain tidak dapat perasaannya masih kontrol,
dan menemukan tidak terkontrol, disertai
memberikan alternatif berdaya dan mendorong amuk,
kelegaan menyerah orang lain merusak
dengan lingkungan
ancaman

6. Pengkajian Perilaku Asertif, Pasif, dan Agresif/kekerasan


Perawat perlu memahami dan membedakan berbagai perilaku yang
ditampilkan klien. Hal ini dapat dianalisa dari perbandingan berikut :
Aspek Pasif Asertif Agresif
Isi Negatif, Positif Menyombongkan
pembicaraan merendahkan menawarkan diri, diri, merendahkan
diri, misalnya: misaslnya:“saya orang
“bisakah saya mampu, saya lain,misalnya:”ka
melakukan hal bisa, anda boleh, mu pasti tidak
itu? Bisa kan anda dapat” bisa, kamu selalu
anda melanggar, kamu
melakukannya? tidak pernah
menurut, kamu
tidak akan bisa"
Tekanan Lambat, Sedang Keras ngotot
suara mengeluh
Posisi badan Menundukan Tegap dan santai Kaku, condong
kepala kedapan
Jarak Menjaga jarak Mempertahakan Siap dengan jarak
dengan sikap jarak yang akan menyerang

33
mengabaikan nyaman orang lain
Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam, posisi
tenang menyerang
Kontak mata Sedikit/sama Mempertahankan Mata melotot dan
sekali tidak kontak mata dipertahankan.
sesuai dengan
hubungan

7. Kemungkinan Data Fokus


a. Identitas
Meliputi: nama klien, umur, jenis kelamin, agama, alamat lengkap,
tanggal masuk, no. rekam medik, informan, keluarga yang bisa
dihubungi.
b. Alasan masuk
Alasan masuk klien dengan perilaku kekerasan biasanya timbul
halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan yang
berdampak terhadap resiko tinggi menciderai diri, orang lain, dan
lingkungan.
c. Faktor Predisposisi
Klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil dalam
pengobatan. Klien pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan
kekerasan fisik dalam keluarga. Klien dengan perilaku kekerasan (PK)
bisa herediter. Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat
menganggu/tidak menyenangkan.
d. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ yaitu :
pemeriksaan TTV (biasanya tekanan darah, nadi, dan pernafasan akan
meningkat ketika klien marah), diikuti dengan pemeriksaan fisik seperti
tinggi badan, berat badan, serta keluhan-keluhan fisik.
e. Psikososial
1) Genogram
2) Konsep diri

34
a) Citra tubuh
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan menyukai semua
bagian tubuhnya, tetapi ada juga yang tidak.
b) Identitas diri
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan tidak puas
terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan maupun yang sudah
dikerjakannya.
c) Peran diri
Biasanya klien klien dengan perilaku kekerasan memiliki
masalah dalam menjalankan peran dan tugasnya.
d) Ideal diri
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya memiliki
harapan yang tinggi terhadap tubuh, posisi, status peran, dan
kesembuhan dirinya dari penyakit.
e) Harga diri
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya memiliki harga
diri yang rendah.
f. Hubungan sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran,
perhatian, bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
g. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.

h. Status Mental
1) Penampilan
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya berpenampilan tidak
rapih

35
2) Pembicaraan
Klien tampak berbicara kasar, suara tinggi membentak atau
berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, mengumpat dengan
kata-kata kotor, suara keras dan ketus.
3) Aktifitas motorik
Muka merah dan tegang, mata melotot/pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, postur
tubuh kaku, pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan kuat,
mengepalkan tangan, jalan mondar-mandir. Melempar atau memukul
benda/orang lain, menyerang orang lain , melukai diri
sendiri/oranglain, merusak lingkungan, amuk/agresif.
4) Alam perasaan
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam
dan jengkel. Tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5) Afek
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya labil, emosi berubah
dengan cepat. Dimana klien mudah tersinggung ketika ditanyai hal-
hal yang tidak mendukungnya, klien memperlihatkan sikap marah
dengan mimik muka yang tajam dan tegang.
6) Interaksi selama wawancara
Bermusuhan, tidak kooperatif, dan mudah tersinggung telah
tampak jelas. Defensif, selalu berusaha mempertahankan pendapat
dan kebenaran dirinya.
7) Persepsi
Persepsi klien dengan perilaku kekerasan biasanya timbul
halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan.
8) Proses pikir
Biasanya klien berbicara sesuai dengan apa yang ditanyakan
perawat, tanpa meloncat atau berpindah-pindah topik.
9) Isi pikir

36
Biasanya klien PK ini masih memiliki ambang isi fikir yang
wajar, dimana ia selalu menanyakan kapan ia akan pulang dan
mengharapkan pertemuan dengan keluarga dekatnya.
10) Tingkat Kesadaran
Biasanya tingkat kesadaran klien baik, dimana klien mampu
menyadari tempat keberadaanya dan mengenal baik bahwasanya ia
berada dalam pengobatan atau perawatan untuk mengontrol emosi
labilnya.
11) Memori
Biasanya daya ingat jangka panjang klien baik, dimana klien
masih bisa menceritakan kejadian masa-masa lampau yang pernah
dialaminya, maupun daya ingat jangka pendek, seperti
menceritakan penyebab ia masuk ke RSJ.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien tidak mampu berkonsentrasi.
13) Kemampuan penilaian
Biasanya klien masih memiliki kemampuan penilaian yang baik,
seperti jika klien disuruh memilih mana yang baik antara makan dulu
atau mandi dulu, maka klien akan menjawab lebih baik mandi dulu.
14) Daya tilik diri
Biasanya klien menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam
masa pengobatan untuk mengendalikan emosinya yang labil.
i. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah :
1) Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
2) Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/
keinginan tidak baik.
3) Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap/ perilaku yang
berlawanan.

37
4) Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang
berlawanan.
5) Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan
bermusuhan pada objek yang berbahaya.
j. Masalah Psikososial dan lingkungan
Biasanya klien akan mengungkapakan masalah yang menyebabkan
penyakitnya maupun apa saja yang dirasakannya kepada perawat maupun
tim medis lainnya, jika terbina hubungan yang baik dan komunikasi yang
baik serta perawat maupun tim medis yang lain dapat memberikan soludi
maupun jalan keluar yang tepat dan tegas.
8. Pohon masalah
Stuart dan sundeen (1997) mengidentifikasi pohon masalah sebagai
berikut :
Resiko tinggi
mencederai orang
lain

Perilaku Perubahan
kekerasan persepsi sensori
halusinasi

Infeksif proses Gangguan harga Isolasi sosial


terapi diri kronis

Koping keluarga Berduka


tidak efektif disfungsional

9. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


a. Perilaku kekerasan
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi social

38
f. Berduka disfungsional
g. Inefektif proses terapi
h. Koping keluarga inefektif
C. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan

39
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah.....x pertemuan, pasien SP 1
- Mengidentifikasi penyebab dan mampu : - Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta
tanda perilaku kekerasan - Menyebutkan penyebab,tanda, akibat perilaku kekerasan.
- Menyebutkan jenis perilaku - Latih cara fisik 1:
gejala, dan akibat perilaku
Tarik nafas dalam
kekerasan yang pernah
kekerasan. - Masukan dalam jadwal harian pasien
dilakukan - Memperagakan cara fisik 1
- Menyebutkan akibat dari
untuk mengontrol perilaku
perilaku kekerasan yang
kekerasan.
dilakukan Setelah.....x pertemuan, pasien SP 2
- Menyebutkan cara mengontrol
mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
perilaku kekerasan - Latih cara fisik 2 :
- Menyebutkian kegiatan yang
- Mengontrol perilaku Pukul kasur / bantal
sudah dilakukkan - Masukan dalam jadwal harian pasien
kekerasannya dengan cara :
- Memperagakan cara fisik untuk
- Fisik
- Sosial/Verbal mengontrol perilaku kekerasan

40
- Spiritual Setelah....x pertemuan pasien SP 3
- Terapi psikofarmaka (obat)
mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
- Latih cara sosial / verbal
- Menyebutkan kegiatan yang
- Menolak dengan baik
sudah dilakukan - Meminta dengan baik
- Memperagakan cara sosial / - Mengungkapkan dengan baik
- Masukan dalam jadwal harian pasien
verbal untuk mengontrol
perilaku kekerasan
Setelah.....x pertemuan, pasien SP 4
mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, 2 & 3)
- Latih secara spiritual
- Menyebutkan kegiatan yang
-Berdoa
sudah dilakukan -Sholat
- Mempergakan cara spiritual - Masukan dalam jadwal harian pasien
Setelah.....x pertemuan, pasien SP 5
mampu: - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, 2, 3 & 4)
- Latih patuh obat :
- Menyebutkan kegiatan yang
- Minum obat secara teratur dengan prinsip 5
sudah dilakuakan
B
- Memperagakan cara patuh obat
- Susun jadwal minum obat secara teratur
- Masukan dalam jadwal harian pasien
Keluaraga mampu : Setelah.....x pertemuan, SP 1
- Merawat pasien di rumah keluarga mampu menjelaskan - Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga
penyebab, tanda dan gejala, dalam merawat pasien

41
akibat serta mampu - Jelaskan tentang perilaku kekerasan :
- Penyebab
memperagakan cara merawat
- Akibat
- Cara merawat
- Latih cara merawat
- RTLkeluaraga /jadwal untuk merawat pasien.
Setelah.....x pertemuan keluarga SP 2
mampu menyebutkan kegiatan - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
- Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat
yang sudah dilakukan dan mampu
pasien.
merawat serta dapat membuat
- Latih langsung ke pasien
RTL - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
merawat pasien.
Setelah.....x pertemuan keluarga SP 3
mampu menyebutkan kegiatan - Evaluasi SP 1 dan SP 2
- Latih langsung ke pasien
yang sudah dilakukan dan mampu
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
merawat serta dapat membuat
merawat pasien
RTL.

42
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Kasus (Masalah Utama)


Defisit Perawatan Diri
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien
dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang
perawatan diri terlihat dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri
diantaranya mandi, makan minum secara mandiri, berhias secara mandiri,
toileting (BAB/BAK). (Damaiyanti, 2012)
Defisit perawatan diri adalah suatu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya, kesehatan dan
kesejahteraannya sesuai kondisi kesehatannya. Klien dinyatakan terganggu
perawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan dirinya. (Mukhripah
& Iskandar, 2012)
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam kebersihan diri,
makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air besar atau kecil
sendiri (toileting). (Keliat B. A, dkk, 2011)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa defisit perawatan diri
adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan
dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatn diri secara mandiri
seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK
(toileting).
2. Etiologi
Menurut Maslim (2001), penyebab defisit perawatan diri adalah sebagai
berikut :
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran
Menurut (depkes, 2000), penyebab defisit perawatan diri :
a. Faktor prediposisi
1) Perkembangan : keluarga terlalu melindungi dan memanjakan
klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.

52
2) Biologis : penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak
mampu melakukan perawatan diri
3) Kemampuan realitas turun: klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
4) Sosial : kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan
diri lingkungan termasuk perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognitif atau
perseptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut depkes (2000:59) faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
1) Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya
perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2) Praktik sosial : pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan
diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
hygiene.
3) Status sosial ekonomi: personal hygiene memerlukan alat dan
bahan seperti sabun. Pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi
yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting
karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
Misalnya pada pasien penderita diabetes melitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya: disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang : ada yang orang yang menggunakan
produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun,
shampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu / sakit
kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan
untuk melakukannya.

53
3. Tanda dan Gejala
a. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air
mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta
masuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, meninggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar
pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian
dalam, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan
kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki,
mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil
pakaian, dan mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien mampunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka kontainer,
memanipulasi makanan dari wadah lalu memasukkannya kemulut,
melengkapi makan, mencerna makanan menurut cara yang diterima
masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup
makanan dengan aman.

d. BAB/BAK (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban,
memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah
BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil.
Keterbatasan perawatan diri di atas biasanya diakibatkan karena
stresor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa
mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya sendiri baik dalam hal
mandi, berpakaian, berhias, makan, maupun BAB/BAK. Bila tidak
dilakukan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan klien bisa
mengalami masalah risiko tinggi isolasi sosial.

54
4. Rentang respon
Adaptif Maladaptif
Pola perawatan diri Kadang perawatan diri Tidak melakukan
seimbang kadang tidak perawatan saat
stress

5. Mekanisme koping defisit perawatan diri


a. Regresi
Kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan merupakan ciri khas
tahap perkembangan yang lebih dini.
b. Penyangkalan (denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari
realitas tersebut. Makanisme pertahan ini adalah paling sederhana dan
primitif.
c. Isolasi diri, menarik diri
Sikap mengelompokan orang / keadaan hanya sebagai semuanya baik
atau semuanya buruk, kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan
negatif didalam diri sendiri.

d. Intelektualisasi
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari
pengalaman yang mengganggu perasaannya.
6. Kemungkinan data fokus
Pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stresor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat ini
pengkajian meliputi:
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS, informan, tanggal pengkajian, no rumah klien dan alamat
klien.
b. Keluhan utama
Klien dibawa kerumah sakit pada umunya karena defisit dalam
merawat diri, dari perawatan-perawatan diri yang biasa dilakukan dan

55
sekarang jarang dilakukan dengan diawali masalah seperti senang
menyendiri, tidak mau banyak berbicara dengan orang lain, terlihat
murung
c. Faktor Predisposisi
1) Pada umunya klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa
lalu.
2) Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Pengobatan sebelumnya kurang berhasil.
4) Harga diri rendah, klien tidak mempunyai motivasi untuk merrawat
diri.
5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiaya, dan saksi penganiyaan.
6) Ada anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa.
d. Aspek fisik/biologis (Pemeriksaan Fisik)
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Pada umunya klien bisa menerima anggota tubuh yang
dimiliki.
b) Identitas diri
Pada umumnya klien mengetahui status dan posisi klien
sebelum dirawat.
c) Peran
Biasanya klien tidak mampu melaksanakan perannya
sebagaimana mestinya, baik peran dalam keluarga ataupun dalam
kehidupan masyarakat.
d) Ideal diri
Pada umunya klien memiliki harapan untuk segera sembuh
dari penyakitnya, dan kembali hidup normal seperti sebelum klien
sakit.
e) Harga diri
Biasanya klien mengalami harga diri rendah berhubungan
dengan kegagalan yang terjadi dimasa lampau dan klien merasa
tidak dihargai oleh orang lain.
f. Hubungan Sosial

56
Biasanya klien tidak suka bersosial dengan orang lain, karena pada
pasien yang mengalami defisit perawatn diri suka menyendiri.
g. Kehidupan Spiritual
Individu dengan defisit perawatan diri cenderung bermalas-malasan
sehingga individu tidak menyadari keberadaan dan kehilangan kontrol
hidupnya. Akibatnya individu terputus dengan sesama atau dengan tuhan
sebagai sumber kehidupan, harapan dan kepercayaan. Dampaknya adalah
spritual terganggu.

h. Status mental
1) Penampilan
Penampilan klien tidak rapi, misalnya rambut acak-acakan,
kancing baju tidak tepat, dan baju tidak pernah diganti.
2) Pembicaraan
Pembicaraan yang ditemukan pada klien yaitu pembicaraan yang
berbelit-belit.
3) Aktivitas Motorik (Psikomotorik)
Klien mengalami tegang, gelisah dan agitasi.
4) Afek dan Emosi
Labil yaitu emosi yang cepat berubah-ubah.
5) Interaksi selama wawancara
Biasanya klien menunjukkan kurang kontak mata dan kadang
kadang menolak bicara dengan orang lain.
6) Persepsi sensori
Biasanya gangguan persepsi terutama halusinasi pendengaran,
klien biasanya mendengar suara-suara yang mengancam,sehingga
klien cenderung menyendiri, pandangan kosong, kadang-kadang
bicara sendiri, sering menyendiri dan melamun.
7) Proses Pikir
Proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan
menggunakan proses pikir.
8) Tingkat Kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang.
9) Memory (Daya Ingat)
Daya ingat pasien biasanya baik.
10) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Tidak ada gangguan pada tingkat konsentrasi dan berhitung
pasien.
11) Kemampuan penilaian/Mengambil Keputusan

57
Pasien biasanya dapat mengambil keputusan sendiri.
12) Daya Tilik Diri
Biasanya, pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh
bantuan agar dirinya sembuh.
i. Mekanisme koping
Klien apabila merasa cemas, takut tidak mau menceritakannya pada
orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)
j. Aspek medic
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi, terapi
keluarga, terapi musik dan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).
7. Pohon Masalah
Risiko Tinggi Isolasi Sosial

Defisit Perawatan DIri

Harga Diri Rendah Kronis

8. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Defisit Perawatan Diri
b. Harga Diri Rendah
c. Resiko isolasi sosial
9. Data yang Perlu Dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Defisit keperawatan diri Subjektif
a. Klien mengatakan dirinya malas mandi
karena airnya dingin, atau di RS tidak
tersedia alat mandi.
b. Klien mengatakan dirinya malas berdandan.
c. Klien mengatakan ingin disuapi makan.
d. Klien mengatakan jarang membersihkan alat
kelaminnya setelah BAK/BAB.
Objektif
a. Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri
ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki, dan berbau, serta kuku
panjang dan kotor.
b. Ketidakmampuan berpakaian/berhias

58
ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak
sesuai, tidak bercukur (laki-laki), atau tidak
berdandan (wanita)
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri
ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan
berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya.
d. Ketidakmampuan BAB/BAK secara
mandiri ditandai BAB/BAK tidak pada
tempatnya, tidak membersihkan diri dengan
baik setelah BAB/BAK.

C. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri

59
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan Tujuan Kriteria Perencanaan
Defisit perawatan diri Pasien mampu Setelah.....x pertemuan, SP 1
1. Melakukan 1. Identifikasi kebersihan diri, makan
pasien dapat menjelaskan
kebersihan diri dan BAB/BAK
pentingnya “
2. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
secara mandiri 1. Kebersihan diri
3. Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
2. Melakukan berhias/ 2. Berdandan/berhias
4. Masukkan dalam jadwal kegiatan
3. Makan
berdandan secara
4. BAB/BAK pasien
baik 5. Dan mampu
3. Melakukan makan
melakukan cara
dengan baik
merawat diri
4. Melakukan
BAB/BAK secara
mandiri
SP 2
1. Evaluasi SP 1
2. Jelaskan pentingnya berdandan
3. Latih cara berdandan
a. Untuk pasien laki-laki meliputi
cara:
- berpakaian
- menyisir rambut
- bercukur
b. Untuk pasien perempuan

60
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Berhias
4. Memasukan dalam jadwal kegiatan
pasien
SP 3
1. Evaluasi kegiatan SP 1 dan 2
2. Jelaskan cara dan alat makan yang
benar
a. Jelaskan cara mempersiapkan
makan
b. Jelaskan cara merapikan peralatan
makan setelah makan
c. Praktek makan sesuai dengan
tahapan makan yang baik
3. Latih kegiatan makan
4. Masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
SP 4
1. Evaluasi kemampuan pasien yang
lalu( SP 1,2&3)
2. Latih cara BAB & BAK yang baik
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK
yang sesuai

61
b. Menjelaskan cara membersihkan
diri setelah BAB/BAK

Keluarga mampu: Setelah ...x pertemuan SP 1


Merawat anggota 1. Identifikasi masalah keluarga dalam
keluarga mampu
keluarga yang merawat pasien dengan masalah
meneruskan melatih
mengalami masalah kebersihan diri, berdandan, makan,
pasien dan mendukung
defisit perawatan diri. BAB/BAK
agar kemampuan pasien
2. Jelaskan defisit perawatan diri
dalam perawatan dirinya 3. Jelaskan cara merawat kebersihan
meningkat. diri, berdandan, makan, BAB/BAK
4. Bermain peran cara merawat
5. Rencana tindak lanjut
keluarga/jadwal untuk merawat
pasien

SP 2
1. Evaluasi SP 1
2. Latih keluarga merawat langsung ke
pasien, kebersihan diri dan berdandan
3. RTL keluarga/jadwal untyk merawat
pasien
SP 3
1. Evaluasi kemampuan SP 2

62
2. Latih keluarga merawat langsung ke
pasien cara makan
3. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk
merawat pasien
SP 4
1. Evaluasi kemampuan keluarga
2. Evaluasi kemampuan pasien
3. RTL keluarga
a. Follow UP
b. Rujukan

63
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

A. Kasus (Masalah Utama)


Harga Diri Rendah
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negative dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan
(towsend,1998).
Penilaian negative seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang di
ekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (schult dan
videbeck,1998).
Perasaan negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga
diri,merasa gagal mencapai keinginan (keliat,1998).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah adalah
ketidakmampuan diri dalam mengekspresikan perasaannya dalam keadaan
langsung maupun tidak langsung sehingga merasa gagal dalam mencapai
keinginan.
2. Tanda Gejala
Berikut adalah tanda dan gejala klien dengan gangguan harga diri rendah.
a. Mengkritik diri sendiri
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimistis
d. Tidak menerima pujian
e. Penurunan produktivitas
f. Penolakan terhadap kemampuan diri
g. Kurang memperhatikan perawatan diri
h. Berpakaian tidak rapi
i. Selera makan berkurang
j. Tidak berani menatap lawan bicara
k. Lebih banyak menunduk
l. Bicara lambat dengan suara lemah

65
3. Rentang Respons
respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi konsep diri harga diri kerancuan depersonalisa


Diri positif rendah kronis identitas

Rentan respon harga diri rendah


Sumber : keliat (1999)
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya Harga Diri Rendah adalah penolakan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal,ketergantungan dengan orang lain,
ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Gangguan
konsep diri : harga diri rendah kronis ini dapat terjadi secara situasional
maupun kronik.
Situasional Gangguan konsep diri : harga diri rendah yang terjadi
secara situasional bias disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba-
tiba misalnya harus dioperasi, mengalami kecelakaan.menjadi korban
perkosaan atau menjadi narapidana sehingga harus masuk penjara. Selain
itu dirawat di Rumah Sakit juga menyebabkan rendahnya harga diri
seseorang di karenakan penyakit fisik, pemasangan alat bantu yang
membuat klien tidak nyaman, harapan yang tidak tercapai akan struktur,
bentuk, dan fungsi tubuh, serta perlakuan petugas kesehatan yang kurang
menghargai klien dan keluarga.
Kronik, Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis biasanya
sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau
sebelum dirawat, klien sudah memiliki pikiran negatife sebelum dirawat
dan menjadi meningkat saat dirawat.
Baik faktor predisposisi maupun presipitasi diatas bila telah
memengaruhi seseorang baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak,

66
maka dianggap telah memengaruhi koping individu tersebut sehingga
menjadi tidak efektif (mekanisme koping individu tidak efektif), bila
kondisi klien dibiarkan tanpa ada intervensi lebih lanjut dapat
menyebabkan kondisi dimana klien tidak memiliki kemauan untuk
bergaul dengan orang lain (isolasi social), klien yang mengalami kondisi
isolasi social dapat membuat klien asyik dengan dunia dan pikirannya
sendiri sehingga dapat muncul resiko perilaku kekerasan.
4. Para Ahli mengenai Harga Diri Rendah Kronis
Peplau dan Sulivan dalam keliat 1999, mengatakan bahwa pengalaman
interpersonal di masa atau tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia
yang tidak menyenangkan seperti good me, bad me, not me, merasa sering
dipersalahkan, atau mereasa tertekan, kelak menimbulkan perasaan aman yang
tidak terpenuhi. Hal ini dapat menimbulkan perasaan di tolak oleh lingkungan
dan apabila koping yang digunakan tidak efektif dapat menyebabkan harga
diri rendah.
Caplan adanya perubahan sosial seperti dikucilkan, ditolak, serta tidak
dihargai akan mendalam Keliat (1999) mengatakan bahwa lingkungan social,
pengalaman individu, dan aemengaruhi penyimpangan individu, keadaan
seperti ini dapat menyebabkan stress dan menimbulkan perilaku seperti harga
diri rendah.
5. Kemungkinan data fokus
a. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal di rawat ini
pengkajian meliputi :

1) Identitas klien meliputi


Nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS, informan,tanggal pengkajian, no rumah klien dan
alamat klien, No RM.
2) Keluhan utama
Keluhan pada pasien harga diri rendah biasanya berupa
Mengkritik diri sendiri, Perasaan tidak mampu, Pandangan hidup
yang pesimistis, Tidak menerima pujian, Penurunan produktivitas,

67
Penolakan terhadap kemampuan diri, Kurang memperhatikan
perawatan diri, Berpakaian tidak rapi, Selera makan berkurang,
Tidak berani menatap lawan bicara, Lebih banyak menunduk, Bicara
lambat dengan suara lemah
3) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya Harga Diri Rendah adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal,ketergantungan dengan
orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
4) Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tanda tanda vital (suhu, nadi, TD, pernafasan,
TB, BB) dan kelainan fisik yang dialami oleh klien.
5) Aspek psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
1) Citra tubuh
Biasanya klien menyebutkan bagian tubuh yang
disukainya atau bagian tubuh yang tidak disukainya
2) Identitas diri
Biasanya pasien halusinani mampu menyebut
identitasnya dengan baik, yaitu nama, umur, agama, alamat,
status perkawinan hanya saja saat di Tanya pasien
menunduk dan malu.
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputusan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan untuk sembuh
5) Harga diri
Perasaan malu berhadapan langsung dengan orang
lain,merasa tidak pantas jika beraada diantara orang
lain,kurang interaksi sosial.
c) Hubungan sosial
Harga diri rendah karena klien malu untuk berinteraksi
dengan orang lain
d) Spiritual
Tidak peduli terhadap perintah Tuhan.

68
e) Status mental
1) Penampilan
Pada klien dengan harga diri rendah : berpenampilan
tidak rapi, rambut acak-acakan, kulit kotor, gigi kuning.
2) Pembicaraan
Pembicaraan klien dengan harga diri rendah :
pembicaraannya lambat dengan suara lemah dan tidak
berani menatap lawan bicara
3) Aktivitas motorik
Pembicaraan klien dengan harga diri rendah : lebih
banyak menunduk, tidak bergairah dalam beraktifitas.
4) Alam perasaan
Alam perasaan pada klien dengan harga diri rendah:
biasanya tampak malu bertemu dengan orang lain ada
dimanifestasikan dengan sering menunduk.

5) Afek
Afek klien dengan harga diri rendah : biasanya tidak
sesuai dalam berfikir dan bicara klien lambat
6) Interaksi selama wawancara
Klien dengan harga diri rendah : biasanya menunjukkan
kurang kontak mata karena klien menunduk dan kadang-
kadang menolak untuk bicara dengan orang lain karena
merasa malu
7) Persepsi
Persepsi klien dengan harga diri rendah : dengan
gangguan konsep diri pada kasus harga diri rendah pada
umumnya mengalami gangguan persepsi terutama
halusinasi
8) Pola fikir
Proses pikir pada klien dengan harga diri rendah : pada
kasus harga diri rendah akan kehilangan asosiasi, tiba-tiba
terhambat atau blocking serta inkoherensi dalam proses
pikir.
9) Isi pikir

69
Isi pikir klien dengan harga diri rendah : pada
umumnya mengalami gangguan isi pikir : waham terutama
waham curiga.
10) Tingkat kesadaaran
Tingkat kesadaran klien dengan harga diri rendah :
biasanya tidak mengalami gangguan kesadaran.
11) Memori
Memori klien dengan harga diri rendah : tidak
mengalami gangguan memori, dimana klien mampu
mengingat masa lalu nya
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi dan berhitung klien dengan harga
diri rendah : tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi
dan berhitung.
13) Kemampuan penilaian
Kemampuan klien dengan harga diri rendah : tidak
mengalami gangguan dalam penilaian
14) Daya tilik diri
Daya tilik klien dengan harga diri rendah : biasanya,
pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh bantuan
agar dirinya sembuh.
f) Mekanisme koping
Klien dengan harga diri rendah biasanya apabila merasa
cemas atau ada masalah tidak menceritakan pada orang lain atau
lebih suka diam (ketida efektifan koping).
g) Aspek medis
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi,
dan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).
8. Pohon Masalah
Resiko Tinggi (Risti) Perilaku Kekerasan

Effect Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi Sosial

Core Problem Harga Diri Rendah

Causa Koping Individu Tidak Efektif

70
9. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Harga diri rendah.
b. Koping individu tidak efektif.
c. Isolasi sosial.
d. Perubahan persepsi sensori halusinasi
e. Resiko tinggi (risti) perilaku kekerasan

10. Data yang Perlu Dikaji


Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
Harga Diri Rendah Subjektif
a. Mengungkapkan dirinya merasa tidak
berguna.
b. Mengungkapkan dirinya merasa tidak
mampu.
c. Mengungkapkan dirinya tidak semangan
beraktivitas atau bekerja.
d. Mengungkapkan dirinya malas melakukan
perawatan diri (mandi,berhias,makan,atau
toileting).
Objektif
a. Mengkritik diri sendiri.
b. Perasaan tidak mampu.
c. Pandangan hidup yang pesimistis.
d. Tidak menerima pujian.
e. Penurunan produktivitas.
f. Penolakan terhadap kemampuan diri.
g. Kurang memperhatikan perawatan diri.
h. Berpakaian tidak rapi.
i. Berkurang selera makan.
j. Tidak berani menatap lawan bicara.
k. Lebih banyak menunduk.
l. Bicara lambat dengan nada suara lemah.

C. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah

71
72
73
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan Jiwa (Aplikasi Praktik Klinik).
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Dalami, Ermawati.dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa Diagnosa Masalah
Psikososial. Jakarta : TIM (Trans Indo Media).
Damayanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Erlinafsiah. (2010). Modal Perawat dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta :
CV. Trans Info Media.
Hawari, D. (2008). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Ibrahim, Ayub Sani. (2007). Panik Neurosis dan Gangguan Cemas. Jakarta : Dua
As-As.
Keliat, Budi Anna. (2006). Proses Kperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
L, Sheila. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Riyadi, Sujono. & Purwanto, Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
EGC
Videbeck, S.J. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa. Jakarta : PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai