Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

HERNIA INGUINALIS

DITUJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT DALAM


MENEMPUH PROGRAM DOKTER INTERNSHIP DI RS KAMAR MEDIKA
KOTA MOJOKERTO

Oleh :
dr. Adela Kanasya Adies

Pembimbing :
dr. Mulyadi Wijaya, Sp. BU

Pendamping :
dr. Tutut Mariyanto
dr. Rina Dwi R

PROGRAM INTERNSHIP IKATAN DOKTER INDONESIA


RS KAMAR MEDIKA
KOTA MOJOKERTO
2018-2019
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. F
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 18 Agustus 1985
Usia : 33 tahun
Alamat : KH. Nawawi No. 20
Pekerjaan : Swasta
Status : Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal MRS : 30 April 2019

ANAMNESA (Autoanamnesa tanggal 1 Mei 2019)

Keluhan Utama
Benjolan pada kantung zakar yang tidak bisa kembali
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan tidak bisa masuk kembali
pada kantung zakar sebelah kanan. Benjolan sudah dirasakan pasien selama 2
tahun, dulu benjolan dirasakan hilang timbul namun sekarang pasien merasa
benjolan tidak bisa masuk kembali. Benjolan dirasakan tambah membesar
terutama bila pasien kelelahan. Benjolan tidak nyeri, kemeng dan tidak teraba
hangat.
Pasien juga mengaluh panas sejak 4 hari yang lalu dan perut kembung,
namun tidak ada keluhan muntah. Pasien pernah berobat ke RS Gatoel 2 bulan
yang lalu, dan dinyatakan Hernia.

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Diabetes mellitus : Disangkal
b. Hipertensi : Disangkal

c. Kolesterol tinggi : Disangkal

d. Alergi (obat dan makanan) : Disangkal

e. Asma : Disangkal

f. Riwayat penyakit jantung : Disangkal

g. Riwayat penyakit paru : Disangkal

h. Riwayat penyakit kuning : Disangkal

i. Riwayat penyakit ginjal : Disangkal

j. Riwayat mondok : Disangkal

k. Riwayat operasi : Disangkal

Riwayat Keluarga

Pasien menyangkal orang tua dan keluarganya ada yang mempunyai


penyakit serupa.

Riwayat Sosial
Pasien tinggal bersama istri dan mempunyai 2 orang anak. Kondisi
lingkungan pasien baik. Pasien tidak memiliki kebiasaan konsumsi alcohol,
namun terkadang pasien merokok dan mengonsumsi kopi. Pasien menyangkal
konsumsi obat-obatan dalam jangka panjang. Pasien jarang berolahraga.
Pekerjaan sehari-hari pasien adalah pegawai swasta.
PEMERIKSAAN FISIK
(Tanggal 1 Mei 2019)
Keadaan Umum : Cukup
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Gizi : Kesan gizi cukup
Berat Badan : 70 kg
Tinggi Badan : Tidak diukur

Tanda-tanda Vital
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 456
Pernapasan : 20 x/menit
Frekuensi Nadi : 80 x/menit
Tekanan Darah : 120 / 80
Suhu : 36,80C

Status Generalis

1. Kepala
a. A/I/C/D (Anemia/Icterus/Cyanosis/Dyspneu) : - / - / - / -
b. Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut
c. Bentuk kepala : Normocephal
d. Kerutan dahi : Simetris
e. Mata
Alis : normal
Bola mata : normal
Palpebra : normal
Konjungtiva : anemis (- / -)
Sclera : ikterik (- / -)
Pupil : bulat, isokor ±3/3mm, reflex cahaya (+)
Lensa : normal
f. Telinga
Bentuk : normal
Lubang telinga : normal
Can.audit.ext : normal
Pendengaran : normal
g. Hidung Penyumbatan : (-)
Daya penciuman : normal
h. Mulut
Bibir : sianosis (-)
Lidah : kotor (-), membesar (-)
Mukosa : normal
Palatum : normal
i. Turgor kulit : normal

2. Leher
a. Massa : (-)
b. Trauma : (-)
c. Pembesaran KGB : (-)
d. Pembesaran kelenjar tiroid : (-)
e. Deviasi trakea : (-), trakea teraba di tengah

3. Thorax

a. Thorax : Normochest

b. Pulmo

Inspeksi : Bentuk: normochest, gerak nafas

simetris, deformitas (-)

Palpasi : Gerak nafas simetris, fremitus raba

normal simetris
Gerak nafas
Anterior Posterior
Dekstra Sinistra Sinistra Dekstra
Simetris Simetris Simetris Simetris
Simetris Simetris Simetris Simetris
Simetris Simetris Simetris Simetris
Simetris Simetris Simetris Simetris

Fremitus raba
Anterior Posterior
Dekstra Sinistra Sinistra Dekstra
Normal Normal Normal Normal
Normal Normal Normal Normal
Normal Normal Normal Normal
Normal Normal Normal Normal

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru, nyeri


ketok (-) di seluruh lapang paru,
batas paru hati di ICS V MCL
dekstra

Suara ketok
Anterior Posterior
Dekstra Sinistra Sinistra Dekstra
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Auskultasi : Suara nafas utama vesikuler
Anterior Posterior
Dekstra Sinistra Sinista Dekstra
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Suara nafas tambahan Rhonki


Anterior Posterior
Dekstra Sinistra Sinista Dekstra
- - - -
- - - -
- - - -
- - - -

Wheezing
Anterior Posterior
Dekstra Sinistra Sinista Dekstra
- - - -
- - - -
- - - -
- - - -

c. Cor:
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan = ICS 4 LPD
Batas jantung kiri = ICS 5 LMCS
Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler
Suara tambahan: murmur (-), gallop
(-)
4. Abdomen
Inspeksi : Cembung, caput medusa (-),
spider nevi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Shifting dullness (-), undulasi (-)
Palpasi : defans muscular (-), nyeri tekan (-),
murphy’s sign (-), Ginjal tidak
teraba

5. Ekstremitas
Keempat ekstremitas pasien : Akral hangat, kering edema : +│+
CRT : < 2 detik

Status Lokalis
Skrotum Kanan Skrotum Kiri
Inspeksi Tampak edema tanpa Tidak tampak edema
disertai hiperemi
Palpasi Teraba massa lunak, Tidak teraba massa
nyeri (-)

Gambar I. Skrotum Pasien


PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tanggal 30 April 2019 (di Laboratorium Klinik R.A Basoeni)


Hematologi
Hgb 18.1 (11-16 g/dl) H
WBC 2.800 (4.000-10.000) L
PLT 156.000 (150.000-450.000) L
RBC 5.43 (3.5-5.5 juta)
HCT 50.3 (37-54)

Laboratorium tanggal 1 Mei 2019 (di RS Kamar Medika)


Hematologi
Hgb 17.6 (11-16 g/dl) H
WBC 2.700 (4.000-10.000) L
PLT 107.000 (150.000-450.000) L
RBC 5.99 (3.5-5.5 juta)
HCT 55.5 (37-54)
Imunologi
HbSAg Negative
HIV Negative
Faal Hepar
SGOT 29 (<31 U/l)
SGPT 32 (<37 U/l)
Fungsi Ginjal
BUN/Urea 27 (10-45 mg/dl)
Creatinin 0.8 (0.5-0.9 mg/dl)
RESUME

 Benjolan pada kantung zakar kanan

 Benjolan tidak bisa menghilang

 Akhir-akhir ini benjolan makin membesar, terutama bila pasien kelelahan

 Badan panas

 Perut kembung

 Skrotum Dekstra tampak edema

 Teraba massa lunak pada Skrotum Dekstra

 Lab: HGB tinggi, WBC dan PLT rendah

WORKING DIAGNOSIS

Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Akreta + DF

TATALAKSANA

 Inf. Widabes 16 tpm

 Diet TKTP NT

 Inj. Intermoxil 4 x 1 gr

 Inj. Gastridin 2 x 1 amp

 Inj. Antrain 3 x 1 amp

 P/O:

o Farmacrol syr 3 x C1

o Zolesco 2 x 1

o Escovit 2 x 1

 Pro Op Herniotomi
EDUKASI
 Bed rest, membatasi aktivitas fisik.
 Mengurangi aktivitas fisik yang berat
 Mengurangi aktivitas mengejan
 Konsumsi makanan tinggi serat dan buah-buahan.

MONITORING

Rawat Inap 2 Mei 2019

S : Tidak ada keluhan

O:
 TD : 120/80
 N : 84x/menit
 RR : 20x/menit
 S : 36,5 0C
 PF Status lokalis r. Inguinal : Edema Skrotum Dekstra (+), nyeri (-)
 Laboratorium tanggal 2 Mei 2019 (di RS Kamar Medika)
Hematologi
Hgb 16.9 (11-16 g/dl) H
WBC 5.600 (4.000-10.000)
PLT 117.000 (150.000-450.000) L
RBC 5.89 (3.5-5.5 juta)
HCT 54.1 (37-54)
Faal Pendarahan
BT 3 menit (1-5 menit)
CT 8 menit (6-15 menit)
A : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Akreta + DF
P : Terapi lanjut
Rawat Inap 3 Mei 2019 (Post Operasi)

S : Nyeri post operasi

O:
 TD : 130/90
 N : 95x/menit
 RR : 20x/menit
 S : 36,3 0C
 PF Status lokalis r. Inguinal : luka bekas operasi (+)
A : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Akreta Post Herniotomi + DF
P:
 Inf. RL 20 tpm
 Inj. Cepraz 2 x 1 gr
 Inj. Dexketroprofen 2 x 1 amp
 Inj. Pranza 1 amp

Rawat Inap 4 Mei 2019 (Post Operasi)

S : Keluhan nyeri sudah mulai membaik

O:
 TD : 120/80
 N : 80x/menit
 RR : 20x/menit
 S : 36.6 0C
 PF Status lokalis r. Inguinal : luka bekas operasi (+)
A : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Akreta Post Herniotomi + DF
P : Pasien dipulangkan, kontrol poli bedah
Rawat Jalan 9 Mei 2019

S : Terkadang nyeri pada tempat jahitan operasi

O:
 TD : 120/80
 N : 80x/menit
 RR : 20x/menit
 S : 36.6 0C
 PF Status lokalis r. Inguinal : luka bekas operasi (+) terlihat kemerahan,
nyeri (+)
A : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Akreta Post Herniotomi
P:
 Rawat Luka
 Ciprofloxacin 2 x 1
 Inbumin 2 x 1
 Meloxicam 7,5 mg 2 x 1
 Becom C 1 x 1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga yang
normal melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang
bersangkutan (Blackbourne, 2015). Hernia inguinalis adalah keadaan dimana
terjadi penonjolan isi perut ke daerah region inguinalis. Hernia inguinalis
sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu hernia inguinalis direk, hernia inguinalis
indirek, dan hernia femoralis (Wagner, 2015).
Hernia inguinalis indirek terjadi karena adanya defek kongenital pada
dinding abdomen. Defek ini terjadi karena prosesus vaginalis gagal menutup
sewaktu turunnya testis ke dalam skrotum atau keluar melalui annulus dan
kanalis inguinalis. Hernia inguinalis direk terjadi akibat kelemahan otot
dinding abdomen dan adanya peningkatan tekanan intra abdomen yang
berlangsung lama atau kronik. Sedangkan hernia femoralis terjadi bila
terdapat protrusi melalui cincin femoral (Wagner, 2015).

B. Epidemiologi
Hernia Ingunalis merupakan jenis hernia yang paling sering terjadi dan
laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk mengalami hernia inguinalis (27%)
daripada perempuan (3%). Insiden hernia inguinalis pada populasi yang
berusia antara 16 sampai 24 tahun adalah 11/10.000 orang tiap tahun. Jumlah
ini akan meningkat sampai di atas 200/10.000 orang tiap tahun pada populasi
yang berusia diatas 75 tahun (Jenkins, 2008).
Data dari Departemen Kesehatan Indonesia menyatakan bahwa hernia
di Indonesia tahun 2004 menempati urutan ke-8 dengan jumlah 18.145 kasus,
273 diantaranya meninggal dunia. Dari total tersebut, 15.051 kasus
diantaranya terjadi pada pria dan 3.094 kasus terjadi pada wanita (Agustina,
2013).
C. Anatomi
Kanalis inguinalis merupakan saluran yang berjalan melalui dinding
perut bawah dan berbentuk tabung yang merupakan tempat turunnya testis ke
dalam skrotum. Panjang rata-rata dari kanalis inguinalis adalah 4-6 cm dan
terletak 2-4 cm disebelah sefal ligamen inguinalis. Secara anatomis, kanalis
ini bermula dari dinding posterior abdomen dan membentang melalui cincin
inguinal internal atau profundus dan eksternal atau superfisial (Gambar II)

Gambar II. Lokasi Kanalis Inguinalis (Wagner, 2015)

(Wagner, 2015). Pada perempuan, kanalis inguinalis berisi ligament


rotundum uteri sedangkan pada laki-laki berisi korda spermatikus. Korda
spermatikus terdiri dari otot kremaster, arteri testikularis, vena, cabang genital
nervus genitofemoral, vas deferens, pembuluh kremaster, limfe, dan prosesus
vaginalis (Wibisono, 2014).
Segitiga Hesselbach merupakan batas dasar kanalis inguinalis. Batas
superolateral dari kanalis adalah pembuluh darah epigastric inferior, batas

Gambar III. Batas-batas Kanalis Inguinalis (Blackbourne, 2015)


medial berupa tepi lateral otot rektus abdominalis, dan batas inferior kanalis
adalah ligament inguinal (Gambar III). Segitiga hasselbach merupakan
tempat terjadinya hernia direk, sedangkan hernia indirek lebih banyak timbul
di lateralnya (Wibisono, 2014).

D. Klasifikasi
1. Berdasarkan letaknya, Groin Hernia dibagi menjadi (Blackbourne, 2015):
a. Hernia Inguinalis Indirek (lateralis) adalah hernia yang melewati
cincin internal hingga cincin eksternal. Hernia bisa sampai memasuki
Skrotum.
b. Hernia Inguinalis Direk (medialis) adalah hernia yang terjadi di dasar
segitiga hesselbach.
c. Hernia Femoralis terjadi bila terdapat protrusi melalui cincin femoral.
2. Berdasarkan Sifatnya (Wibisono, 2014):
a. Reponibilis adalah hernia yang terjadi bila isi hernia dapat keluar
masuk.
b. Ireponibilis adalah hernia yang terjadi bila isi hernia tidak dapat
dikembalikan ke rongga asalnya.
c. Inkarserata adalah hernia yang terjadi bila isi hernia tidak dapat
dikembalikan dan terjepit oleh cincin hernia dan terdapat gangguan
pasase usus.
d. Strangulata adalah hernia yang terjadi bila isi hernia tidak dapat
dikembalikan dan terjepit oleh cincin hernia, terdapat gangguan
vaskularisasi, dan terdapat nyeri hebat.
e. Akreta adalah hernia yang terjadi bila hernia tidak dapat dikembalikan
namun tidak ada risiko terjadinya gangguan pasase usus atau
gangguan vaskularisasi (Simons, M.P, 2009).

E. Etiologi dan Patofisiologi


Hernia merupakan penyakit multifaktorial. Faktor risiko yang berperan
pada hernia inguinal bisa dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal pasien
seperti usia dan jenis kelamin, dan faktor eksternal seperti kegiatan fisik yg
bisa mempengaruhi. Faktor internal yang berperan penting adalah jenis
kelamin, terutama laki-laki dan usia diatas 45 tahun. Selain itu, Body Mass
Index (BMI) juga berpengaruh terhadap hernia, karena semakin tinggi BMI
maka risiko tekanan intraabdomen untuk meningkat juga tinggi (Oberg,
2017). Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap hernia diantara
lain adalah batuk, penyakit paru obstruktif kronis, konstipasi, manuver
valsava, riwayat insisi kuadran kanan bawah, merokok, mengangkat beban
berat, dan aktivitas fisik yang berlebih (Wibisono, 2014).
Hernia inguinalis bisa terjadi karena didapat atau kongenital. Pada
hernia inguinalis medialis biasanya terjadi karena terdapat kecacatan atau
kelemahan pada dinding abdomen. Hernia jenis ini selalu didapat ketika
dewasa. Faktor yang berperan adalah peningkatan tekanan intraabdominal
dan kelemahan relatif dinding inguinal posterior (Wibisono, 2014).
Hernia inguinalis lateralis terjadi karena ada defek kongenital. Pada
bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis pada kanalis inguinalis.
Penurunan testis menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi
penonjolan peritoneum yang disebut prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi
yang baru lahir biasanya prosesus ini mengalami obliterasi. Bila prosesus
terbuka terus akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital (Wagner,
2015). Pada orang dewasa, kanal telah menutup namun karena kanal
termasuk lokus minorus resistensie, maka pada keadaan yang dapat
meningkatkan tekanan intraabdominal, kanal tersebut dapat terbuka kembali
dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita. Jika isi dan kantong hernia
lateralis turunn hingga skrotum disebut hernia skrotalis (Wibisono, 2014).
F. Manifestasi Klinis
Gejala klinis dapat bervariasi dari asimtomatis hingga mengancam jiwa
pada hernia inkarserata dan strangulata. Keluhan yang diutarakan pasien pada
umumnya adalah terdapat benjolan di selangkangan/kemaluan yang bisa
mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan keluar bila menangis pada
bayi atau anak, mengejan, mengangkat beban berat, dan posisi berdiri. Nyeri
bisa dirasakan apabila terjadi komplikasi (Wibisono, 2014).

G. Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan sesuai manifestasi klinis, riwayat pekerjaan mengangkat benda
berat/mengejan (Wibisono, 2014).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi: Tampak benjolan pada inguinal. Apabila tidak tampak,
pasien disuruh berdiri dan mengejan (Wagner, 2015).
b. Palpasi: Memeriksa keadaan cincin hernia dengan memasukkan jari
telunjuk melalui skrotum sampai ke cincin inguinal, lalu pasien
diminta untuk mengejan (Gambar IV). Bila terasa massa menyentuh
ujung jari, maka itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan
massa yang menyentuh sisi jari merupakan hernia inguinalis medialis
(Wagner, 2015).

Gambar IV. Pemeriksaan Jari Telunjuk (Wagner 2015)


3. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi dan CT-scan bisa dugunakan, namun kurang berguna
dibandingkan dengan pemeriksaan fisik langsung (Wibisono, 2014).
4. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dari hernia inguinalis adalah hidrokel,
limfadenitis inguinal, varikokel, testis ektopik, lipoma, hematoma, kista
sebasea, hidradenitis inguinal, abses psoas, limfoma, neoplasma
metastatik, epididimitis, dan tortio testis (Blackbourne, 2015).

H. Penatalaksanaan
1. Tatalaksana Non Bedah
Tatalaksana non bedah diutamakan untuk mengurangi keluhan
seperti nyeri dan rasa tidak nyaman karena hernia yang dirasakan oleh
pasien (Wagner, 2015). Pemberian medikamentosa simtomatis seperti
analgetik dan penggunaan korset atau sabuk hernia dapat membantu
mengurangi keluhan pasien (Wibisono, 2014).
Tidak banyak yang bisa dilakukan dokter umum pada kasus hernia.
Beberapa hal yang bisa dilakukan dokter umum adalah dengan bisa
mengetahui dan mendiagnosis dengan tepat, terutama hernia inkarserata
dan strangulata karena harus ditangani dengan cepat (McIntosh, 2000).
2. Tatalaksana Bedah
Tindakan pembedahan merupakan terapi definitif untuk hernia.
Tindakan bedah darurat dilakukan bila telah terjadi proses inkarserasi dan
atau strangulasi. Pada kasus hernia inguinalis reponibilis dan ireponnibilis
masih bisa dilakukan tindakan bedah secara elektif, Tindakan bedah pada
hernia adalah herniotomi dan herniorafi (Blackbourne, 2015).
Pada pembedahan elektif, setelah isi hernia dimasukkan, kantung
diikat dan dilakukan pemasangan mesh, Bassini plasty, atau dilakukan
teknik lain untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Pada
bedah darurat, usus yang terjepit dilihat apakah masih vital atau tidak, bila
tidak dilakukan reseksi dan anastomosis. Pada hernia medialis, dilakukan
perbaikan terhadap kelemahan atau kerusakan dinding perut dan kantung
hernia biasanya hanya dikembalikan ke rongga perut (Wibisono, 2014).
Operasi terbuka yang bisa dilakukan antara lain adalah
Lichtenstein atau tension free technique, bilayer suture technique, dan
insersi mesh prostetik yang dapat diserap (Blackbourne, 2015). Perbaikan
mesh dapat dilakukan dengan endoskopi-laparoskopi transabdominal pre-
peritoneal (TAPP) atau totally extraperitoneal repair (TEP) (Wibisono,
2014). Selama bertahun-tahun, tindakan bedah menggunakan bahan
prostetik seperti mesh telah menjadi teknik pembedahan yang dipilih
untuk kasus hernia inguinalis. Teknik Lichtenstein telah menjadi
rekomendasi utama untuk pembedahan hernia inguinalis dan dalam
pemilihan mesh perlu diperhatikan komplikasi post pembedahan yang
dapat dikeluhkan pasien (Karateke, 2014).
Sebuah penelitian di Turkey melakukan penelitian dengan
menggunakan UltraPro Hernia system (UHS) yang merupakan bilayer
mesh yang lebih ringan, nyaman dan mengurangi angka rekurensi.
Namun dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak didapatkan
perbedaan yang signifikan antara penggunaan UHS dengan mesh lain.
Keluhan dan komplikasi post pembedahan yang ditemukan sama saja, dan
peneliti tetap merokemendasikan teknik Lichtenstein sebagai pilihan
pertama dari tatalaksana pembedahan hernia (Kareteke, 2014).

I. Komplikasi
Bila tidak ditangani dengan baik maka dapat terjadi perburukan seperti
odem organ yang nantinya bisa mengganggu peredaran darah jaringan. Isi
hernia menjadi nekrosis dan bila isi hernia terdiri atas usus, maka dapat
terjadi perforasi yang akhirnya menimbulkan abses local, fistel, atau
peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut (Jenkins, 2008).
Pada hernia inkarserata yang mengandung usus dan mengalami
obstruksi usus, bisa terjadi gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan
asam basa. Pada kasus hernia strangulata dapat terjadi gangguan vaskularisasi
yang akhirnya menyebabkan suatu keadaan toksik akibat gangren. Pasien
pada keadaan ini banyak mengeluhkan nyeri yang hebat pada tempat hernia
(NIDDK, 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Vera Anik. 2014. Hubungan Antara Obesitas dengan Kejadian hernia
Inguinalis. Available on http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph
[Diakses pada 10 Mei 2010].
Blackcourne, Lorne H. 2015. Surgical Recall. Philadelphia. Wolters Kluwer.
Jenkins, John T, et al. 2008. Inguinal Hernia. Available on
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2223000/ [Diakses pada 10
Mei 2019].
Karateke, Faruk, et al. 2014. ULTRAPRO Hernia System Versus Lichtenstein
Repair in Treatment of Primary Inguinal Hernias: A Prospective
Randomized Controlled Study. Available on
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4114367/ [Diakses pada 11
Mei 2019].
McIntosh, A, et al. 2000. Evidence-based- management of Groin Hernia in
Primary Care- A Systematic Review. Available on
https://academic.oup.com/fampra/article/17/5/442/509226 [Diakses pada 11
Mei 2019].
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK).
2014. Inguinal Hernia. Available on https://www.niddk.nih.gov/health-
information/digestive-diseases/inguinal-hernia [Diakses pada 10 Mei 2019].
Oberg, Stina, et al. 2017. Etiology of Inguinal Hernias: A Comprehensive Review.
Available on https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5614933/
[Diakses pada 10 Mei 2019].
Simons, M.P, et al. 2009. European Hernia Society Guidelines on The Treatment
of Inguinal Hernia in Adult Patients. Available on http://springerlink.com
[Diakses pada 12 Mei 2019].
Wagner, Justin P, et al. 2015. Inguinal Hernias in Schwartz’s Principles of
Surgery. New York. McGraw-Hill Education.
Wibisono, Elita, et al. 2014. Hernia in Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media
Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai