Anda di halaman 1dari 17

Nama : Jaka supan sakti sembiring

Kelas : matematika dik C


NIM : 4173311053

1. Uraikanlah tiga macam tingkatan keanekaragaman dan tuliskan contoh-contohnya


Jawab :
a) Keanekaragaman tingkat gen (genetika)
Merupakan keanekaragaman yang terjadi antara individu satu dengan lainnya
yang masih dalam satu spesies. Hal ini disebabkan adanya variasi komposisi
atau susunan gen pada masing-masing individu meskipun mereka satu spesies,
sehingga di dunia ini tidak ada makhluk hidup yang sama persis.
Misalnya, variasi dalam spesies ayam yang meliputi ayam cemani , ayam
bangkok putih, ayam arab, dan ayam kampung.
b) Keanekaragaman tingkat jenis (spesies)
Merupakan keanekaragaman individu yang berbeda spesies. Memperlihatkan
adanya variasi bentuk, kenampakan, dan variasi sifat lainnya antara spesies
satu dengan lainnya.
Misalnya, variasi yang terjadi pada berbagai spesies unggas seperti ayam,
bebek, itik, angsa, dan lain-lain.
c) Keanekaragaman tingkat ekosistem
Makhluk hidup yang beranekaragam baik bentuk, kenampakan, dan sifat-sifat
lainnya berinteraksi dengan lingkungan abiotiknya dan dengan jenis-jenis
makhluk hidup lainnya yang bervariasi akan membentuk berbagai macam
ekosistem sehingga membentuk keanekaragaman ekosistem.
Misalnya, keanekaragaman ekosistem di Indonesia mencapai ± 47 ekosistem
yang berbeda. Beberapa ekosistem yang ada di Indonesia antara lain:
ekosistem hutan bakau, ekosistem pantai, ekosistem hutan rawa gambut, dan
ekosistem hutan hujan tropis.
2. Uraikan dasar-dasar pengelompokan makhluk hidup
Jawab :
a) Berdasarkan manfaat, pengelompokan ini adalah yang paling tua, yaitu sjak
manusia bergantung pada tumbuhan dan hewan untuk hidupnya.
b) Berdasarkan habitus (perawakan), misalnyatumbuhn diklasifikasikan dengan
nama kelompok pohon, perdu, semak, tumbuhan memanjat, dan terna.
c) Berdasarkan ciri morfologi, misalnya tumbuhan digolongkan atas warna
bunga, masa berbunga, bentuk daun, dan daerah penyebarannya.
d) Berdasarkan filogenetik, yaitu klasifikasi yang disusun dengan melihat
keturunan dan hubungan kekerabatan
3. Utaikan urutan tingkat takson dalam klafisikasi
Jawab :
Tingkatan takson ialah tingkatan unit atau kelompok makhluk hidup yang disusun
mulai dari tingkat tertinggi hingga tingkat terendah. Urutan tingkatan takson mulai
dari tingkat tertinggi ke tingkat terendah, yaitu :
a) Kingdom atau Regnum
Kingdom ialah tingkatan paling atas dari tingkatan klasifikasi makhluk hidup dan juga
merupakan jumlah anggota takson terbanyak. Pada awalnya, hanya ada dua kingdom,
yaitu Animalia untuk hewan dan Vegetabilia untuk tumbuhan. Ketika makhluk hidup
bersel satu ditemukan, temuan baru ini dipecah ke dalam dua kingdom. Yang dapat
bergerak ke dalam filum Protozoa, sementara alga dan bakteri ke dalam divisi
Thallophyta atau Protophyta.
b) Phylum atau Divisio
Phylum atau Divisio adalah jenis anggota takson yang kedua. Phylum digunakan
untuk takson hewan dan divisio digunakan untuk takson tumbuhan. Kingdom
Animalia dibagi menjadi beberapa filum, seperti filum Chordata (memiliki notokorda
saat embrio), filum Echinodermata (hewan berkulit duri), dan filum platyhelminthes
(cacing pipih). Nama divisi pada tumbuhan menggunakan akhiran –phyta.
c) Classis
Classis adalah jenis anggota takson yang ketiga. Anggota takson pada setiap filum
atau divisi diklasifikasikan berdasarkan persamaan ciri-ciri tertentu. Nama kelas
tumbuhan menggunakan akhiran-akhiran yang berbeda-beda, antara lain: -opsida
(untuk lumut), -edoneae ( untuk tumbuhan berbiji tertutup), -phyceae (untuk alga),
dan lain-lain. Contohnya divisi Angiospermae dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas
Monocotyledoneae dan kelas Dicotyledoneae. Divisi Bryophyta diklasifikasikan
menjadi tiga kelas, yaitu Hepaticopsida (lumut hati), Anthoceratopsida (lumut
tanduk), dan Bryopsida (lumut daun). Dan filum Chrysophyta (ganggang keemasan)
dikelompokkan menjadi tiga kelas, yaitu Xanthophyceae, Chrysophyceae, dan
Bacillariopyceae.
d) Ordo ( Bangsa )
Ordo adalah jenis anggota takson keempat. Anggota takson pada setiap kelas
dikelompokkan lagi menjadi ordo berdasarkan persamaan ciri-ciri yang lebih khusus.
Nama ordo pada takson tumbuhan umumnya menggunakan akhiran –ales. Sebagai
contoh kelas Dicotyledoneae dibagi menjadi beberapa ordo, antara lain ordo
Solanales, Cucurbitales, Rosales, Malvales, Asterales, dan Poales.
e) Familia
Familia adalah jenis anggota takson kelima. Dalam klasifikasi ilmiah adalah suatu
takson yang berada antara ordo dan genus, merupakam taksonomi yang di dalamnya
terdiri atas beberapa genus yang secara filogenetis terpisah dari familia dapat terbagi
menjadi beberapa subfamilia, yaitu takson menengah yang berada di atas genus.
Dalam penggunaan nama umum, suatu familia dapat dinamakan sama dengan nama
salah satu anggotanya yang umum diketahui.
f) Genus
Genus adalah jenis anggota takson yang keenam. Genus adalah salah satu bentuk
pengelompokkan dalam klasifikasi makhluk hidup yang lebih rendah dari familia.
Anggota-anggota genus memiiki kesamaan morfologi dan kekerabatan yang dekat.
Dalam sistem tatanama binomial, nama suatu spesies makhluk hidup terdiri atas dua
kata, yaitu: nama genusnya (diawali dengan huruf kapital) dan nama penunjuk
spesiesnya dengan ditulis atau cetak miring. Misalnya, homo sapiens, nama ilmiah
untuk spesies manusia modern, menandakan bahwa manusia modern tergolong ke
dalam genus homo.
g) Species
Species adalah jenis anggota takson yang ketujuh. Anggota takson spesies meiliki
persamaan ciri paling banyak dan terdiri atas organisme yang bila melakukan
perkawinan secara alamiah dapat menghasilkan keturunan yang fertil (subur). Nama
spesies terdiri dari dua kata; kata pertama menunjukkan nama genusnya dan kata
kedua menunjukkan nama spesifiknya. Sebagai contoh, pada genus Rosa terdapat
spesies Rosa multiflora, Rosa canina, Rosa gigiantea, Rosa alba, Rosa rugosa, dan
Rosa dumalis.
h) Varietas
Varietas adalah jenis anggota takson yang kedelapan atau yang terendah. Pada
organisme-organisme satu spesies terkadang masih ditemukan perbedaan ciri yang
sangat jelas, sangat khusus atau bervariasi sehingga disebut varietas (kultifar) atau ras.
Istilah varietas dan kultifar digunakan dalam spesies tumbuhan dan iistilah ras
digunakan dalam spesies tumbuhan dan istilah ras digunakan dalam spesies hewan.
Varietas dapat diartikan secara botani dan secara agronomi.

4. Uraikan sistem enam kingdom beserta dengan penjelasannya


Jawab :
a) Kingdom Eubacteria
Para makhluk hidup di Kingdom Eubacteria berupa makhluk hidup sel tunggal
(uniseluler). Makhluk hidup yang dimasukkan dalam kerajaan Eubacteria memiliki sel
prokariotik (sel sederhana yang tidak mempunyai kapsul sebagai lapisan terluarnya
dan dinding sel didalamnya). Eubacteria juga dikenal dengan istilah bakteria.
b) Kingdom Archaebacteria
Makhluk hidup di Kingdom Archaebacteria tidak jauh berbeda dengan yang ada di
Kingdom Eubacteria karena mereka dulunya satu Kingdom. Namun Archaebacteria
umumnya tahan di lingkungan yang lebih ekstrim.
c) Kingdom Protista
Makhluk hidup yang dimasukkan dalam kingdom Protista memiliki sel eukariotik.
Protista memiliki tubuh yang tersusun atas satu sel atau banyak sel tetapi tidak
berdiferensiasi. Protista umumnya memiliki sifat antara hewan dan tumbuhan.
d) Kingdom Fungi
Fungi adalah sekelompok besar makhluk hidup eukariotik heterotrof yang mencerna
makanannya di luar tubuh lalu menyerap molekul nutrisi ke dalam sel-selnya. Fungi
memiliki bermacam-macam bentuk. Awam mengenal sebagian besar anggota Fungi
sebagai jamur, kapang, khamir, atau ragi, meskipun seringkali yang dimaksud adalah
penampilan luar yang tampk, bukan spesiesnya sendiri.
e) kingdom plantae
Ciri yang segera mudah dikenali pada anggota plantae adalah warna hijau yang
dominan akibat kandungan pigmen klorofil yang berperan vital dalam proses
penangkapan energi melalui fotosintesis. Dengan demikian, tumbuhan secara umum
bersifat autotrof. Beberapa perkecualian, seperti pada sejumlah tumbuhan parasit,
merupakan akibat adaptasi terhadap cara hidup dan lingkungan yang unik. Karena
sifatnya yang autotrof, tumbuhan selalu menempati posisi pertama dalam rantai aliran
energi melalui organisme hidup (rantai makanan).
f) kingdom animalia
Tubuh hewan tersusun atas banyak sel yang telah berdiferensiasi membentuk
jaringan. Hewan tidak dapat membuat makanannya sendiri sehingga bersifat
heterotrof. Kelompok ini terdiri dari semua hewan, yaitu hewan tidak bertulang
belakang (invertebrata/avertebrata) dan hewan bertulang belakang (vertebrata).
5. Uraikan asas-asas teksonomi
Jawab :
a. pencirian dan identifikasi
b. penamaan
c. penggolongan
d. mengamati jalan nya evolusi

6. Uraikan binomial system


Jawab :
Binomial nomenklatur adalah sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi semua
organisme di bumi, dari gajah sampai pada ganggang. Nama binomial atau nama
ilmiah mengidentifikasi organisme melalui genus dan spesies, untuk memastikan
bahwa semua orang mengerti organisme mana yang sedang dibahas.

7. Melelui internet carilah satu artikel ilmiah yang mengkaji pengelompokan atau pun
filogen makhluk hidup berdasarkar metode morfologi dan molekuler (PCR-RAPD
atau PCR AFLD atau DNA sequencing). Buatlah laporan singkat isi dari artikel
tersebut
Jawab :

Laporan Pengelompokan Tumbuhan Berdasarkan Aspek Molekuler 2017


1. Latar Belakang Masalah
Taksonomi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang membahas proses
penemuan, deskripsi, klasifikasi dan memberikan nama (nomenclature) pada suatu
organisme. Selain itu, taksonomi juga dapat diartikan sebagai pengklasifikasian suatu
organisme dalam tingkatan hirarki (seperti kerajaan (kingdom), bangsa (ordo), suku
(famili), marga (genus) dan jenis (spesies) berdasarkan karakter-karakter yang sama.
Taksonomi sebagai dasar untuk menentukan berbagai jenis makhluk hidup menjadi
pondasi yang sangat penting bagi ilmu-ilmu lain yang menggunakan makhluk
hidup/organisme sebagai dasar penelitian.

Makhluk hidup yang ada di alam sangat beraneka ragam. Makhluk hidup yang
beraneka ragam jenis ini memiliki persamaan dan perbedaan ciri khas. Berdasarkan
hal itu, makhluk hidup dapat digolongkan kepada golongan tertentu. Proses
pengaturan atau penggolongan makhluk hidup dalam kategori golongan yang
bertingkat disebut klasifikasi. Hasil dari proses tersebut berupa sistem
klasifikasi. Klasifikasi mempermudah kita dalam mempelajari dan menyederhanakan
obyek studi. Pengelompokam makhluk hidup berdasarkan aturan tertentu dikatakan
sebagai klasifikasi. Adapun dasar-dasar yang dapat digunakan dalam klasifikasi
makhluk hidup adalah, morfologi, anatomi, fisiologi, biokimia, molekuler (DNA), dan
lain-lain. Namun yang dibahas dalam makalah ini difokuskan kepada klasifikasi
(pengelompokan) tumbuhan berdasarkan aspek molekuler.

1. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengkaji taksonomi pada pengelompokan
tumbuhan berdasarkan aspek molekuler.
BAB. II PEMBAHASAN
1. Karakter Molekuler pada Tumbuhan
Biologi Molekuler merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan
antara struktur dan fungsi molekul-molekul hayati serta kontribusi hubungan tersebut
terhadap pelaksanaan dan pengendalian berbagai proses biokimia. Secara lebih
ringkas dapat dikatakan bahwa Biologi Molekuler mempelajari dasar-dasar molekuler
setiap fenomena hayati. Oleh karena itu, materi kajian utama di dalam ilmu ini adalah
makromolekul hayati, khususnya asam nukleat, serta proses pemeliharaan, transmisi,
dan ekspresi informasi hayati yang meliputi replikasi, transkripsi, dan translasi.

Biologi Molekuler sebenarnya merupakan ilmu multidisiplin yang melintasi sejumlah


disiplin ilmu terutama Biokimia, Biologi Sel, dan Genetika. Akibatnya, seringkali
terjadi tumpang tindih di antara materi-materi yang dibahas meskipun seharusnya ada
batas-batas yang memisahkannya. Sebagai contoh, reaksi metabolism yang diatur oleh
pengaruh konsentrasi reaktan dan produk adalah materi kajian Biokimia. Namun,
apabila reaksi ini dikatalisis oleh sistem enzim yang mengalami perubahan struktur,
maka kajiannya termasuk dalam lingkup Biologi Molekuler. Demikian juga, struktur
komponen intrasel dipelajari di dalam Biologi Sel, tetapi keterkaitannya dengan
struktur dan fungsi molekul kimia di dalam sel merupakan cakupan studi Biologi
Molekuler. Komponen dan proses replikasi DNA dipelajari di dalam Genetika, tetapi
macam-macam enzim DNA polimerase beserta fungsinya masing-masing dipelajari
di dalam Biologi Molekuler.

1. Sejarah Molekuler Tumbuhan


Anonim (2011) Menjelaskan dengan adanya penemuan Virchow tentang “omnis
cellula e cellula” pada tahun 1858, ini berarti bahwa sel mempunyai kemampuan
untuk berkembang biak atau membelah dengan menghasilkan sel baru yang
mempunyai sifat yang sama dengan induknya. Jadi jelas bahwa ada faktor-faktor yang
diturunkan oleh sel induk kepada sel anaknya/ keturunannya.

Asal kejadian genetika modern dimulai dari taman sebuah biara, di mana seorang
biarawan bernama Gregor Mendel mencatat sebuah mekanisme penurunan sifat
partikulat. Mendel menemukan prinsip dasar hereditas dengan membudidayakan
kacang ercis dalam suatu percobaan yang terencana dan teliti. Mendel mungkin
memilih untuk bekerja menggunakan kacang ercis karena kacang ercis memiliki
banyak varietas. Sebagai contoh, ada varietas yang mempunyai bunga ungu,
sementara varietas yang lain ternyata mempunyai bunga putih. Ahli genetika
menggunakan istilah karakter untuk menjelaskan sifat yang dapat diturunkan, seperti
warna bunga, yang terdapat pada individu. Setiap varian dari suatu karakter, seperti
warna bunga ungu dan putih pada bunga, dinamakan sifat (trait).

Penggunaan kacang ercis juga membuat Mendel dapat melakukan kontrol yang ketat
berkenaan dengan tanaman mana saja yang dapat saling dikawinkan. Organ kelamin
dari tanaman kacang ercis terdapat pada bunganya dan setiap bunga kacang ercis
mempunyai sekaligus organ kelamin jantan dan betina—masing-masing stamen
(benang sari) dan karpel (putik). Biasanya tanaman ini berfertilisasi sendiri; butir-butir
polen (serbuk sari) lepas dari stamen dan jatuh di karpel dari bunga yang sama, dan
sperma dari polem membuahi ovum di karpel. Untuk mendapatkan penyerbukan
silang (fertilisasi di antara tanaman-tanaman yang berbeda), Mendel memindahkan
stamen yang belum matang dari sebuah tanaman sebelum stamen-stamen tersebut
menghasilkan polen dan selanjutnya menaburkan butir-butir polen dari tanaman lain
ke atas bunga yang telah “dikebiri” tersebut. Setiap zigot yang dihasilkan kemudian
akan berkembang menjadi embrio tanaman yang disimpan di dalam biji (kacang).
Terlepas ia memastikan memilih untuk membiarkan penyerbukan sendiri atau
melakukan penyerbukan silang buatan, Mendel selalu dapat mengetahui dengan pasti
asal-usul (induk) biji yang baru.

Mendel memilih untuk menelusuri hanya karakter-karakter yang bervariasi dengan


pendekatan apakah karakter tersebut “ada atau tidak ada” dan bukan dengan apakah
karakter tersebut “lebih banyak atau lebih sedikit”. Sebagai contoh, tanaman Mendel
mempunyai bunga yang ungu saja atau putih saja; tidak ada karakter antara pada kedua
varietas tersebut. Seandainya Mendel ternyata memfokuskan penelitiannya pada
karakter-karakter yang terus berubah-ubah pada individu—contohnya berat biji—
Mendel tidak akan pernah menemukan sifat partikulat pada penurunan sifat.

Mendel juga memastikan bahwa dia memulai percobaannya dengan varietas galur
murni (true-breeding), yang berarti ketika tanaman menyerbuk sendiri, semua
keturunannya akan mempunyai varietas yang sama. Contohnya, suatu tanaman
dengan bunga ungu adalah perkawinan galur murni jika biji dihasilkan melalui
penyerbukan sendiri menghasilkan tanaman yang juga mempunyai bunga ungu.
Dalam sebuah percobaan pengembangbiakan yang biasa dilakukan, Mendel biasanya
akan melakukan penyerbukan silang terhadap dua varietas ercis galur murni yang
kontras—contohnya tanaman berbunga ungu dan tanaman berbunga putih.
Perkawinan, atau penyilangan dua varietas ini disebut hibridisasi. Contoh yang
dijelaskan di sini lebih spesifik yaitu penyilangan monohibrid, istilah untuk
penyilangan yang menelusuri penurunan sifat sebuah karakter pada kasus ini adalah
warna bunga. Induk galur murni disebut generasi P (dari kata parental), dan keturunan
hibridnya adalah generasi F1 (dari kata filial keturunan pertama). Membiarkan hibrid
F1 ini melakukan penyerbukan sendiri menghasilkan generasi F2 (filial kedua).
Mendel biasanya mengikuti sifat-sifat bawaan paling sedikit untuk tiga generasi P, F1,
dan F2. Seandainya saja Mendel menghentikan percobaannya pada generasi F1, pola
dasar penurunan sifat bisa saja menipunya. Analisis kuantitatif Mendel pada tanaman
F2inilah yang terutama mengungkapkan dua prinsip dasar hereditas yang sekarang
dikenal dengan hukum segregasi dan hukum pemilahan bebas. Hukum dasar tentang
genetika telah dikemukakan oleh Gregor Mendel pada tahun 1865, tetapi perubahan-
perubahan yang terjadi dalam sel belum dapat dijelaskan atau belum banyak diketahui.
Para ahli sitologi berhasil mempelajari proses mitosis pada tahun 1875 dan proses
meiosis pada tahun 1890-an. Kemudian di sekitar tahun 1900-an, sitologi dan genetika
bersatu pada saat ahli-ahli biologi mulai melihat kesamaan antara perilaku kromosom
dan perilaku faktor-faktor Mendel. Sebagai contoh, kromosom dan gen kedua-duanya
hadir dalam bentuk pasangan di dalam sel diploid. Kromosom-kromosom homolog
berpisah dan alel-alel bersegregasi selama meiosis, dan fertilisasi (pembuahan)
memulihkan kembali kondisi berpasangan ini baik untuk kromosom maupun untuk
gen. Pada abad XX setelah biologi sel berkembang dengan pesat barulah mekanisme
distribusi faktor-faktor yang menurun ini dapat dijelaskan, yaitu berdasarkan pada
penelitian-penelitian Correns, Tschermack dan De Vries pada tahun 1901. Sekitar
tahun 1902, Walter S. Sutton, Theodor Boveri, dan yang lain-lainnya secara terpisah
memperhatikan kesamaan-kesamaan tersebut dan akhirnya suatu teori kromosom
mengenai penurunan sifat mulai terbentuk. Menurut teori tersebut, gen-gen “Mendel”
mempunyai lokus-lokus khusus pada kromosom, dan kromosomlah yang mengalami
segregasi dan pemilahan independen.

Thomas Hunt Morgan, seorang ahli embriologi pada Columbia University adalah
orang pertama yang menghubungkan suatu gen tertentu dengan kromosom khusus, di
awal abad kedua puluh. Meskipun pada awalnya Morgan meragukan Mendelisme dan
teori kromosom, eksperimen-eksperimen awalnya memberikan bukti yang
meyakinkan bahwa kromosom memang merupakan lokasi dari faktor sifat keturunan
Mendel.

Kemudian dapat pula dijelaskan bagaimana terjadinya proses pembelahan meiosis


dimana dalam sel kelamin hanya terdapat kromosom yang bersifat haploid.

Penelitian-penelitian di bidang genetika berkembang terus sejalan dengan


perkembangan yang terjadi dalam biologi sel dan kemudian muncul ilmu baru yang
dikenal sebagai sitogenetika. Perkembangan sitogenetika ini kemudian sejalan pula
dengan perkembangan biokimia sehingga akhirnya muncul ilmu baru yang
mempelajari tentang genetika ditingkat molekul yang dinamakan genetika molekuler.

Perkembangan biologi sel dan molekuler semakin pesat dengan ditemukannya materi
genetik oleh F Miescher pada awal abad ke19. Dengan menggunakan mikroskop
sederhana, F Miescher telah menemukan adanya bahan aktif di dalam nucleus
dan disebut sebagai nuclein. Akan tetapi peneliti ini belum bisa menetapkan apakah
nuclein ini kromosom ataukah DNA. Gagasan bahwa gen terletak di dalam kromosom
baru dikemukakan oleh W.Sutton pada tahun 1903 dan gagasan ini mendapat
dukungan secara eksperimental oleh T.H.Morgan pada tahun 1910. Pada tahun 1922
Morgan melakukan pemetaan gen dan melakukan analisis menyeluruh mengenai
posisi relatif lebih dari 2000 gen pada keempat kromosom Drosophila melanogaster.
Pada tahun 1953, James Watson and Francis Crick telah berhasil menemukan model
struktur DNA. Publikasi dari model double heliks DNA ini disusun berdasarkan
penemuan:
1. Penemuan struktur asam nukleat dari Pauling & Corey

2. Pola difraksi DNA (Single-crystal X-ray analysis) dari Wilkins & Franklin

3. Pola perbandingan jumlah A-T, G-C (1:1) dari Chargaff atau dikenal sebagai
Hukum Ekivalen Chargaff:

· Jumlah purin sama dengan pirimidin

· Banyaknya adenin sama dengan timin, juga jumlah glisin sama dengan sitosin

Dengan menggunakan model-model molekuler yang terbuat dari kawat, Watson dan
Crick mulai membuat model terskala dari suatu heliks ganda yang sesuai dengan hasil
pengukuran sinar-X dan dengan apa yang kemudian dikenal tentang kimia DNA.
Setelah gagal membuat model yang memuaskan yang menempatkan rantai gula-fosfat
di bagian dalam molekul, Watson mencoba menempatkan rantai-rantai ini di bagian
luar dan memaksa basa-basa nitrogen meliuk-liuk menuju bagian dalam heliks ganda.
Bayangkan heliks ganda ini sebagai tangga tali yang mempunyai anak tangga yang
kaku, dengan tangga terpuntir membentuk spiral. Tali-tali di sampingnya equivalen
dengan tulang belakang gula-fosfat, dan anak tangganya mewakili pasangan basa
nitrogen. Data sinar-X Franklin mengindikasikan bahwa heliks membentuk satu
putaran penuh setiap 3,4 nm panjang heliks. Karena basa-basa tersebut tertumpuk
hanya dengan jarak pemisah 0,34 nm, maka akan terdapat 10 lapis pasangan basa, atau
anak tangga pada tangga, untuk setiap putaran heliks. Pengaturan ini menarik karena
basa-basa nitrogen yang relatif hidrofobik ditempatkan di bagian dalam molekul
sehingga jauh dari medium air di sekelilingnya.

Basa-basa dari nitrogen dari heliks ganda ini berpasangan dalam kombinasi yang
spesifik: adenin (A) dengan Timin (T), dan guanin (G) dengan sitosin (C). Watson
dan Crick menemukan unsur penting DNA ini terutama dengan proses trial and error.
Pada awalnya, Watson membayangkan basa-basa tersebut berpasangan dengan basa
sejenis (like-with-like, sejenis-dengan-sejenis)—sebagai contoh, A dengan A dan C
dengan C. Tetapi model ini tidak sesuai dengan data sinar-X, yang menunjukkan
bahwa heliks ganda tersebut mempunyai diameter yang seragam. Mengapa
persyaratan ini tidak sesuai dengan konsep pasangan basa sejenis-dengan-sejenis?
Adenin dan guanin adalah purin, basa nitrogen dengan dua cincin organik. Sebaliknya,
sitosin dan timin adalah anggota famili basa nitrogen yang dikenal sebagai pirimidin,
yang mempunyai satu cincin tunggal. Oleh karena itu, purin (A dan G) kurang lebih
dua kali lebih lebar daripada pirimidin (C dan T). Pasangan purin-purin terlalu lebar,
sedangkan pasangan pirimidin-pirimidin terlalu sempit untuk heliks ganda yang
diameternya 2 nm. Jalan keluarnya adalah selalu memasangkan satu purin dengan satu
pirimidin.
Watson dan Crick beralasan bahwa pasti ada kekhususan tambahan lain mengenai
pemasangan yang ditentukan oleh struktur basa-basa itu. Setiap basa memiliki gugus-
gugus samping kimiawi yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan pasangannya
yang sesuai: Adenin dapat membentuk dua ikatan hidrogen dengan timin dan hanya
dengan timin; Guanin membentuk tiga ikatan dengan sitosin dan hanya dengan sitosin.
Notasi pendeknya, A berpasangan dengan T, dan G berpasangan dengan C.

Model Watson-Crick ini menjelaskan aturan-aturan Chargaff. Di mana saja satu untai
molekul DNA memiliki sebuah A, untaian pasangannya pasti mempunyai sebuah T.
Dan sebuah G pada satu untai selalu berpasangan dengan sebuah C pada untai
komplementernya. Oleh karena itu, pada DNA dari setiap organisme, banyaknya
adenin sama dengan banyaknya timin, dan banyaknya guanin sama dengan banyaknya
sitosin. Meskipun aturan pemasangan basa menentukan kombinasi basa nitrogen yang
membentuk “anak tangga” dari heliks ganda, aturan ini tidak membatasi urutan
nukleotida di sepanjang masing-masing untai DNA. Jadi, urutan linear dari keempat
basa ini dapat diubah-ubah dengan cara yang tidak terhingga banyaknya, dan setiap
gen mempunyai urutan yang unik, atau urutan basa.

Pada bulan April 1953, Watson dan Crick menyentak kalangan ilmiah sedunia dengan
satu artikel singkat setebal satu halaman di jurnal Inggris Nature. Artikel tersebut
melaporkan model molekuler mereka untuk DNA: heliks ganda, yang sejak itu
menjadi simbol bologi molekuler. Keindahan model tersebut adalah strukturnya
menunjukkan mekanisme dasar replikasi DNA.

1. Kelebihan dan Kekurangan Pengelompokan Secara Molekuler


Kelebihan pengelompokan secara fisiologi:

Identifikasi galur-galur dengan bantuan marka molekuler juga sangat bermanfaat


dalam analisis sidik jari (finger printing), karena dapat memberikan
informasi untuk perencanaan program pemuliaan, terutama dalam pembentukan

segregasi baru, varietas hibrida dan sintetik unggul baru, serta dalam menentukan

tetua yang digunakan untuk memilih pasangan persilangan baru. Walaupun informasi
dari kelompok heterosis tidak selalu mampu menghasilkan kombinasi

persilangan terbaik, pendekatan ini dapat mengurangi jumlah persilangan maupun

keturunan bersegregasi yang diperlukan untuk evaluasi lebih lanjut.

Dengan demikian, efisiensi pemuliaan dapat ditingkatkan melalui seleksi secara


terarah berdasarkan data molekuler dan ekspresi genetik secara fenotipik di lapangan.

Kekurangan pengelompokan secara molekuler:

1. Marka (primer) yang terlalu umum, sehingga informasi yang diperoleh kurang akurat.
Marka RAPD bersifat dominan, dalam arti lain band hasil RAPD tidak menunjukkan
perbedaan antara keadaan heterosigos dan homosigos.
2. Terdapat kesulitan untuk memperoleh pola pita yang identik walaupun digunakan
primer dan materi (DNA) yang sama.
3. Pola pita RAPD muncul pada DNA keturunan tetapi tidak muncul pada DNA tetua,
dimana fenomena ini biasa disebut heteroduplex formation. Hal ini mungkin
disebabkan karena reaksi RAPD dipengaruhi oleh persaingan antar primer sites dalam
genom.
4. dapat memberikan hasil yang berbeda-beda apabila diulang, sehingga dianggap
kurang handal (reliable), khususnya bagi keperluan diagnostik, seperti sidik jari DNA
5. Tidak dapat membedakan individu homozigot dan heterozigot karena bersifat sebagai
penanda dominan. Adanya perubahan sekecil apapun dalam reaksi dapat mengubah
jumlah dan intensitas produk amplifikasi sehingga keterulangan sulit untuk
dipertahankan.
6. RAPD mempunyai keterbatasan yaitu tidak dapat membedakan individu homozigot
dan heterozigot karena bersifat sebagai penanda dominan, dan sangat sensitif terhadap
perubahan kondisi reaksi PCR (Arif et al., 2010).
7. RAPD memiliki tingkat reproduksibilitas pola marka dari laboratorium ke
laboratorium berbeda dan memerlukan konsentrasi primer dan kondisi siklus suhu
yang optimal pada saat pengujian (Waugh and Powell, 1992).
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam pengelompokan tumbuhan berdasarkan molekuler
adalah sebagai berikut.

1. Marka yang berdasarkan pada hibridisasi DNA seperti restriction fragment length
polymorphism (RFLP)
2. Marka yang berdasarkan pada reaksi rantai polymerase yaitu polymerase chain
reaction (PCR) dengan menggunakan sekuen-sekuen nukleotida sebagai primer,
seperti randomly amplified polymorphic DNA (RAPD) dan amplified fragment length
polymorphism (AFLP)
3. Marka yang berdasarkan pada PCR dengan menggunakan primer yang menggabungkan
sekuen komplementer spesifik dalam DNA target, seperti sequence tagged
sites (STS), sequence characterized amplified regions (SCARs), simple sequence
repeats (SSRs) atau mikrosatelit, dan single nucleotide polymorphisms(SNPs).

1. Studi Literatur tentang Penerapan Taksonomi pada Pengelompokan Tumbuhan


Berdasarkan Karakter Anatomi
Karakter fisiologi mempunyai peran penting di dalam sistematika, Pada karakter
fisiologi yang menjadi objek kajian adalah struktur internal tumbuhan.

1. KERAGAMAN GALUR-GALUR MURNI ELITE BARU JAGUNG UNPAD DI


JATINANGOR- INDONESIA
Febriani (2008) meneliti tentang keragaman galur- galur murni jagung DR unpad yang
sangat diperlukan dalam program seleksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengestimasi variabilitas galur jagung DR, AR, dan BR serta menyusun kekerabatan
antar galur- galur elit tersebut. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
informasi bagi pemulia dalam menyusun program pemuliaan untuk perakitan hibrida
unggul baru. Percobaan lapang telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Universitas
Padjadjaran Ciparanje Jatinangor. Percobaan disusun menggunakan tata ruang
rancangan Acak Kelompok yang diulang dua kali dengan Galur-galur AR, BR, dan
DR sebagai perlakuan. Variabilitas fenotipik dan genetik diestimasi berdasarkan nilai
standar deviasi varians. Hubungan kekerabatan tiga puluh sembilan galur, ditentukan
melalui analisis kemiripan genetik. Galur- galur tersebut dikelompokkan berdasarkan
matriks kemiripan genetik melalui Unweighted Pair Group Method Using Arithmatic
Average (UPGMA). Dendogram dikonstruksi dengan menggunakan Euclidian
Coefficient. Jarak matriks dan dendogram dibentuk dengan menggunakan program
NTSYSpc (Numerical Taxonomic System) versi 2.0. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabilitas genetik dan variabilitas fenotipik berbagai karakter dari populasi
39 galur- galur jagung adalah beragam. Berdasarkan dendogram hubungan
kekerabatan terlihat bahwa galur yang memiliki kemiripan genetik yang dekat yaitu
galur DR 8 dan DR 18. Sedangkan galur yang memiliki kekerabatan yang jauh
terdapat pada kelompok 6, yaitu galur DR 15. Pola kekerabatan galur- galur potensial
Unpad berdasarkan karakter morfologi dan komponen daya hasil dapat dimanfaatkan
dalam menentukan galur-galur yang digunakan dalam merakit hibrida baru yang
memiliki daya hasil dan heterosis yang tinggi setelah pola kekerabatannya
dikonfirmasikan dengan menggunakan marka molekuler berbasiskan PCR seperti
SSR.
2. Sinergi Teknologi Marka Molekuler dalam Pemuliaan Tanaman Jagung
Azrai (2007) menjelaskan penggunaan marka molekuler yang saat ini telah meluas
terbukti dapat membantu introgresi gen mayor ke dalam kultivar elit dengan metode
silang balik. Jika suatu gen tunggal atau lokus karakter kuantitatif berpengaruh nyata
terhadap suatu karakter target dan dapat diidentifikasi berdasarkan keterpautannya
dengan marka molekuler maka pemilihan karakter yang dituju pada plasma nutfah elit
akan lebih efisien. Dengan mengombinasikan pendekatan analisis quantitative trait
loci(QTL) metode silang balik, gen-gen pengendali karakter kuantitatif dapat
diidentifikasi baik pada plasma nutfah tanaman liar maupun tanaman budi daya, dan
telah berhasil dipindahkan ke galur-galur elit pemulia. Di Indonesia, pemanfaatan
marka molekuler pada tanaman jagung dimulai sejak program pemuliaan jagung
Indonesia bergabung dalam jalinan kerja sama bioteknologi jagung Asia
(AMBIONET). Sasaran strategis dari jaringan kerja sama tersebut adalah
meningkatkan dan mendukung kemampuan program pemuliaan untuk mengadopsi
alat bantu bioteknologi dalam perbaikan genetik jagung. Fokus utama kegiatan
penelitian dari masing-masing negara peserta AMBIONET adalah pebaikan sifat
ketahanan jagung terhadap penyakit bulai, identifikasi dan karakterisasi keragaman
genetik galur-galur elit pemulia, serta perbaikan kualitas protein jagung dan ketahanan
terhadap kekeringan. Saat ini, peneliti Balai Penelitian Tanaman Serealia mulai
mensinergikan pemanfaatan marka SSR dalam kegiatan pemuliaan tanaman jagung.
Untuk pembentukan pola heterosis berdasarkan analisis marka molekuler, telah
dilakukan analisis klaster terhadap delapan galur elit Balitsereal menggunakan 26
marka SSR (Pabendon et al. 2005). Kekerabatan atau kemiripan genetik dapat dilihat
pada visualisasi dendrogram (Gambar 5). Dari dendrogram tersebut, galur Mr11 dan
Mr12 mempunyai tingkat kemiripan genetik yang paling tinggi sebesar 0,76 (1 =
paling mirip), dengan tingkat kepercayaan pengelompokan 85%. Kedua galur tersebut
berasal dari populasi Suwan2C7 (Mejaya et al. 2005) sehingga masih memiliki
hubungan kekerabatan yang dekat. Galur Mr4 mempunyai kemiripan genetik yang
rendah dengan galur Mr14 yaitu sekitar 0,27, yang berarti kedua galur tersebut
memiliki hubungan yang jauh. Galur Mr4 berasal dari J1, sedangkan Mr14 dari
populasi Suwan3C7 (Mejaya et al. 2005).

3. Keragaman Genetik Beberapa Kultivar Tanaman Mangga Berdasarkan


Penanda Molekuler Mikrosatelit
Zainudin (2010) menjelaskan plasma nutfah tanaman mangga cukup besar dan
diperkirakan terdapat 292 kultivar mangga di Indonesia. Kebun koleksi plasma nutfah
tanaman mangga di desa Cukurgondang‐Pasuruan memiliki koleksi tanaman mangga
sejumlah 282 klon dan 208 varietas. Program pemuliaan tanaman sangat
membutuhkan informasi tentang keragaman genetik plasma nutfah, akan tetapi saat
ini belum banyak informasi mengenai keragaman genetik kultivar mangga secara
molekuler. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi keragaman genetic
kultivar mangga (Manalagi 69, Golek 31, Arumanis 143, Saigon 119, Sala‐250, Madu
Anggur 141, Sophia 243, dan Alphonso 315) dengan menggunakan penanda
molekuler mikrosatelit DNA. Analisis PCR dilakukan dengan menggunakan 10
pasang primer mikrosatelit spesifik pada tanaman mangga. Hasil PCR menunjukkan
kesepuluh primer tersebut dapat mengamplifikasi DNA kultivar mangga. Pola pita
yang diperoleh dari hasil PCR 8 kultivar mangga menggunakan penanda mikrosatelit
dengan kesepuluh primer tersebut berkisar antara 2 sampai 9 pita dengan ukuran pita
antara 72–1353 kb. Berdasarkan analisis klaster menggunakan program NTSYS
diperoleh dua kelompok utama. Kelompok pertama terdiri dari kultivar Sophia dan
Golek (koefisien 0,59), kelompok kedua terdiri dari kultivar Arumanis, Madu Anggur,
Alphonso, Saigon, Manalagi, dan Sala (koefisien 0,54). Kelompok kedua terdiri dari
3 sub kelompok yaitu kelompok Manalagi dan Sala (koefisien 0,61); kelompok
Alphonso dan Saigon (koefisien 0,68); kelompok gabungan Alphonso‐Saigon dan
Madu Anggur (koefisien 0,61). Kedua kelompok utama tersebut menunjukkan
kekerabatan dengan koefisien 0,53.

4. Keanekaragaman Padi (Oryza sativa L.) Berdasar Karakteristik Botani


Morfologi dan Penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)
Juans (2012) menjelaskan keanekaragaman padi (Oryza sativa L.) tersimpan dalam
koleksi plasma nutfah yang harus dilestarikan dan dievaluasi. Keanekaragaman
tersebut dapat dilihat berdasarkan karakter fenotipe dan genotipenya. Penelitian
tersebut bertujuan untuk mendapatkan karakter botani-morfologi dan mengkaji
keragaman genotipe aksesi padi koleksii Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas
Pertanian UGM, serta mengkaji hubungan kekerabatan diantara aksesi-aksesi yang
ada berdasarkan informasi karakter fenotipe dan keragaman penanda genetik. Untuk
mengetahui keanekaragaman genetik padi koleksi digunakan 25 aksesi padi yang
terdiri dari ras-ras lokal, material eksotik, dan kultivar terperbaiki untuk
dikarakterisasi pada 15 sifat agrobotani-agromorfologinya dan genotipenya dengan
menggunakan 8 primer RAPD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 15 sifat
agrobotani-agromorfologi diperoleh keanekaragaman aksesi yang terlihat dari nilai
CV (koefisien keanekaragaman), pada level genotipe keanekaragaman terlihat pada
persentase lokus polimorfik dan nilai keragaman genetik Nei. Hasil analisis
kekerabatan sifat agrobotani-agromorfologi pada jarak kurang dari dua
diantara cluster centroidsterbentuk kekerabatan antara ‘Sintanur’ – Mentik Susu, dan
H3 – ‘IR 64’. Pengujian molekuler menunjukan pada jarak genetik 0,035 populasi
terbagi menjadi 9 kelompok yang berdekatan, yaitu kelompok I (‘Anak Daro’,
Lembayung Gogo), kelompok II (Mayangsari, Gadung Mlathi), kelompok III
(‘Pokkali’, ‘Mentik Susu’), Kelompok IV (Ketan, H3), kelompok V (‘Lumbuk’,
Andel Abang), kelompok VI (‘Sintanur’, ‘Amaroo’), kelompok VII (‘Nipponbare’,
H2 Bulu), kelompok VIII (Ketan Hitam Bulu, Ketan Hitam Gundil), kelompok IX
(‘Bluebonnet’, ‘IR 64’ Simpangan). Dari semua aksesi yang dilibatkan terlihat bahwa
44% adalah golongan indica, 49% golongan japonica, dan 7% adalah
golongan Aromatik.
Hubungan kekerabatan yang dibentuk dari data pengamatan agrobotani-
agromorfologi menunjukkan terbentuknya dua kelompok pada jarak kurang dari dua
diantara cluster centroids, yaitu ‘Sintanur’ – Mentik Susu, dan H3 – ‘IR 64’(Gambar
1). Kedua kelompok tersebut mempunyai banyak kesamaan dalam 15 karakter yang
digunakan, oleh karena itu keempat kelompok tersebut berdekatan membentuk 1
kelompok. Hubungan kekerabatan ini dipengaruhi lingkungan dan idealnya semakin
banyak sifat yang diamati akan semakin mewakili sifat tanaman secara keseluruhan.
Dendrogram berdasarkan analisis semua populasi pada Gambar 2 menunjukkan 8
kelompok yang saling berdekatan pada jarak 0,049, yaitu kelompok I (‘Anak Daro’,
Lembayung Gogo), kelompok II (Mayangsari, Gadung Mlathi), kelompok III
(‘Pokkali’, Ketan), kelompok IV (‘Sintanur’, ‘Amaroo’), kelompok V (Pari Putho,
Mayangan), kelompok VI (Lumbuk, ‘Andel Abang’), kelompok VII (Ketan Hitam
Gundil, Ketan Hitam Bulu), kelompok VIII (‘Bluebonnet’, ‘IR 64’ Simpangan).

Analisis kekerabatan berdasarkan pita DNA spesifik menghasilkan dendrogram


sebagaimana disajikan pada Gambar 3. Pada jarak 0,035 populasi terbagi menjadi 9
kelompok yang bedekatan, yaitu kelompok I (‘Anak Daro’, Lembayung Gogo),
kelompok II (Mayangsari, Gadung Mlathi), kelompok III (‘Pokkali’, ‘Mentik Susu’),
Kelompok IV (Ketan, H3), kelompok V (‘Lumbuk’, Andel Abang), kelompok VI
(‘Sintanur’, ‘Amaroo’), kelompok VII (‘Nipponbare’, H2 Bulu), kelompok VIII
(Ketan Hitam Bulu, Ketan Hitam Gundil), kelompok IX (‘Bluebonnet’, ‘IR 64’
Simpangan).

5. Analisis Keragaman Genetik Tanaman Jarak Pagar Lokal (Jatropha curcas L.)
Berdasarkan Penanda Molekuler Random Amplified Polymorphic DNA
Maftuchah (2007) menjelaskan keragaman genetik plasma nutfah sangat diperlukan
untuk mendukung program pemuliaan tanaman. Penanda random amplified
polymorphic DNA telah dipergunakan secara luas dalam studi keragaman genetik
tanaman. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi keragaman
genetik tiga aksesi jarak pagar lokal (Karangtengah, Nusa Tenggara Barat serta
Lamongan) dengan menggunakan penanda molekuler Random Amplified
Polymorophic DNA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Molekuler Tanaman,
Pusat Pengembangan Bioteknologi -Universitas Muhammadiyah Malang dengan
menggunakan plasma nutfah jarak pagar koleksi Balai Penelitian Tanaman Tembakau
dan Serat, Karangploso – Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 3 aksesi
plasma nutfah jarak pagar yang diamplifikasi dengan menggunakan 14 primer RAPD
(OPA 2, OPA 9, OPA 10, OPA 13, OPA 15, OPA 18, OPA 19, OPA20, OPF 6, OPF
8, OPF 10, OPF 13, OPF 15 dan OPF 18) telah diperoleh total sejumlah 75 pita DNA
pada jarak pagar aksesi Karang tengah, 91 pita pada aksesi Lamongan dan 60 pita
pada aksesi NTB. Pita-pita DNA yang dihasilkan dalam reaksi PCR-RAPD tersebut
bervariasi dengan ukuran antara 200 bp sampai 2642 bp. Pemakaian primer OPA 18
dan OPA 20 memberikan pola pita DNA yang serupa pada ketiga aksesi tanaman jarak
pagar yang diuji. Primer OPA 13, OPA 15, OPA 19 dan OPF 8 tidak memberikan
perbedaan pada pola pita DNA yang dihasilkan dari jarak pagar aksesi Karangtengah
dan aksesi Lamongan, namun pada aksesi NTB diperoleh perbedaan pola pita DNA
yang dihasilkan dibandingkan kedua aksesi lainnya. Hasil analisis kekerabatan
menunjukkan bahwa aksesi Lamongan dan Karangtengah memiliki tingkat
kekerabatan yang lebih dekat (dengan nilai koefisien 0,72) dan kedua aksesi tersebut
memiliki kekerabatan dengan koefisien 0,56 pada aksesi NTB.

6. Ulasan Kajian Filogenetika Molekuler dan Peranannya dalam Menyediakan Informasi


Dasar untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Genetik Anggrek
Hidayat (2008) menjeaskan Subtribe Aeridinae merupakan salah satu kelompok
tanaman anggrek dengan jumlah anggota besar, sangat beranekaragam, dan rumit
dalam konteks taksonomi. Kelompok, yang kebanyakan anggotanya memiliki nilai
komersial tinggi sebagai tanaman hias tumbuh secara monopodial dan kebanyakan
hidup sebagai epifit yang menyebar luas di daerah temperata, daerah tropis Asia,
Australia, kepulauan pasifik di sebelah timur, bahkan sampai ke Afrika di sebelah
barat.
Analisis filogenetika molekuler terhadap anggrek subtribe Aeridinae dengan
menggunakan sekuen DNA dari inti dan kloroplas menghasilkan beberapa kelompok
monofiletik, yang disebut dengan istilah alliance (Topik et al. 2005, Gambar 2).
Kebanyakan sampel anggrek yang digunakan dalam penelitian ini hidup liar di hutan-
hutan belantara hutan hujan tropis. Selain memiliki implikasi terhadap dunia
taksonomi anggrek Aeridinae itu sendiri, hasil penelitian ini diharapkan berimplikasi
positif terhadap upaya-upaya berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas sumber
genetiknya melalui kegiatan hibridisasi.
Berdasarkan Gambar 2, maka dapat direkomendasikan bahwa hibridisasi dapat
dilakukan antarjenis di dalam alliance yang sama, misalnya pada alliance Aerides.
Pada alliance ini terdapat beberapa jenis dari
marga Aerides, Vanda, Ascocentrum, Trudelia, Christensonia, Paraphalaenopsis, R
hyncostilis, Seidenfadenia, Holcoglossum, dan Neofinetia, yang satu dengan lainnya
dapat dihibridisasi. Di pasar tanaman anggrek hias, banyak sekali hibrid-hibrid yang
diperoleh dari hibridisasi antarmarga (intergeneric) atau antarjenis dalam satu marga
(infrageneric) dalam alliance ini, misalnya yang paling populer
adalah Aerides, Vanda, dan Rhyncostilis. Persilangan dengan anggrek liar
dalam alliance ini seperti Christensonia, Seidenfadenia, dan Paraphalaenopsis telah
menambah plasma nutfah anggrek Aeridinae.
7. Kekerabatan Filogenetik Buah Makassar (Brucea javanica)Berdasarkan Gen
Ribulosa-1,5-bifosfat Karboksilase/Oksigenase
Widayat (2009) menjelaskan buah makassar (Brucea javanica) adalah salah satu
tanaman obat yang dikoleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT), Tawangmangu. Salah satu aspek dari
tanaman obat tersebut yang datanya belum terkoleksi di B2P2TO-OT adalah
kekerabatan. Oleh karena itu, tujuan dari studi kekerabatan B. javanica adalah untuk
mengetahui hubungan kekerabatan buah B.javanica berdasarkan penanda molekuler
gen ribulosa-1,5-bifosfat karboksilase/oksigenase (rbcL). Hubungan kekerabatan
tersebut dapat dilihat dari pohon filogeni yang dikonstruksi
berdasarkan sequence nukleotida pada rbcL. SequencerbcL diperoleh dari National
Center for Biotechnology Information (NCBI) dan alignment sequence untuk
konstruksi pohon filogenetik menggunakan program ClustalW yang diakses dari DNA
Data Bank of Japan (DDBJ) secara online. Pohon filogenetik menunjukkan bahwa B.
javanica berkerabat dengan beberapa spesies tanaman anggota familia
Anacardiaceae.

8. Penanda DNA Untuk Pemuliaan Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.)


Pandin (2010) menjelaskan kegiatan pemuliaan pada tanaman kelapa merupakan
proses yang sangat lama dan mahal. Pemuliaan tanaman kelapa di Indonesia telah
dilakukan melalui eksplorasi, koleksi, dan hibridisasi. Inventarisasi populasi kelapa
yang dilakukan oleh COGENT, CGR (The International Coconut Genetic Resources
Network, Coconut Genetic Resources) dari 17 negara, dilaporkan sebanyak 936
populasi dan 105 populasi diantaranya berasal dari Indonesia atau setara dengan
11.22% dari seluruh populasi kelapa di dunia yang telah dilaporkan. Beberapa dari
koleksi yang ada di BALITKA telah digunakan sebagai materi persilangan baik antara
kelapa Genjah dengan Dalam, maupun kelapa Dalam dengan Dalam. Dari koleksi
plasma nutfah kelapa tersebut, telah berhasil dilepas sebagai Kelapa unggul sebanyak
15 varietas kelapa Dalam, 4 varietas kelapa Genjah, dan 5 varietas kelapa Hibrida.
Kemajuan dibidang genetika terutama pada penanda DNA telah banyak merubah pola
penelitian pada disiplin ilmu genetika dan pemuliaan tanaman. Ditemukan banyak
penggunaan penanda DNA dalam pemuliaan tanaman. Beberapa penanda DNA yang
telah digunakan pada tanaman kelapa adalah analisis variasi genetik, evolusi/migrasi
tanaman kelapa, keterpautan gen tertentu terhadap karakter spesifik, penelusuran
tetua, dan analisis lokus-lokus karakter kuantitatif dengan menggunakan Restriction
Fragment Length Polymorphism (RFLP), Random Amplified Polymorphic DNA
(RAPD), Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP), dan mikrosatelit atau
Simple Sequence Repeat (SSR). Saat ini BALITKA sedang melakukan penelitian
untuk mengidentifikasi fragmen DNA sebagai penanda sifat kopyor, klarifikasi
kandidat penanda sifat produksi buah pada kelapa Dalam Mapanget, dan identifikasi
penanda tanaman tahan terhadap P. palmivora. Pemanfaatan penanda DNA akan
menghemat waktu dan tenaga kerja karena pengujian yang dilakukan pada tingkat
DNA tidak dopengaruhi oleh lingkungan tumbuh. Keuntungan lainnya adalah jumlah
benih, bibit, atau galur yang dibutuhkan untuk pengujian dapat dikurangi, karena
banyak yang sudah tidak terpilih setelah seleksi dengan penanda DNA pada tahap
awal generasi, sehingga desain pemuliaan lebih efektif. Efisiensi paling besar adalah
seleksi terhadap sifat spesifik (target) akan lebih cepat karena seleksi berdasarkan
genotif spesifik lebih mudah diidentifikasi dan diseleksi.

9. Analisis Keragaman Genetik Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan


Metode Inter Simple Sequence Repeats (ISSR)
Suryatini (2011) menjelaskan jarak pagar (J. curcas L.) adalah penghasil biodiesel
yang potensial untuk dikembangkan. Hambatan dalam pengembangan tanaman jarak
pagar adalah terbatasnya informasi tentang keragaman genetik. Salah satu metode
yang digunakan untuk mengetahui keragaman genetik adalah dengan marka ISSR.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik J. curcas L. dengan
metode Inter Simple Sequence Repeats (ISSR). Sampel diambil dari Tejakula (34 m
dpl), Sangsit (52 m dpl), Sukasada (78 m dpl), Gitgit (1278 m dpl), dan Pancasari
(1252 m dpl). Tiga primer (UBC 828, UBC 885, dan UBC 890) menghasilkan 12 –
dengan UPGMA (MEGA 5.05) menunjukkan bahwa J. curcas L. terbagi dalam 16
pola pita dengan kisaran ukuran 280 – 1650 bp. Polimorfisme yang diperoleh sangat
tinggi (masing – masing primer sebesar 100%) dan nilai keinformatifan primer (PIC)
berada pada kisaran 0,85 – 0,92. Hasil analisis kelompok dua kelompok, dan hanya J.
curcas L. asal Pancasari membentuk kelompok sendiri.

BAB. III PENUTUP


1. Kesimpulan
Fisiologi tumbuhan dapat digunakan sebagai alat untuk membantu pemecahan
masalah dalam sistematika tumbuhan. Namun dalam pengelompokan tumbuhan
brdasarkan fisiologi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pengelompokan
secara fisiologi adalah karakterisasi melalui fisiologi lebih mudah dan praktis
dibanding molekuler disamping, data yang dihasilkan juga relatif cepat dibandingkan
molekuler, datanya mudah dianalisis dan informatif. Sedangkan kekurangan
pengelompokan secara fisiologi adalah karakterisasi fisiologi lebih rumit dibanding
morfologi dan anatomi, karakter fisiologi dipengaruhi oleh lingkungan, dan karakter
fisiologi tidak bersifat konsisten, oleh karena itu kurang baik digunakan untuk
pembeda. Secara molekulerlah yang baik digunakan untuk pembeda.

1. Saran
Pada makalah ini penulis hanya membahas pengelompokan tumbuhan berdasarkan
aspek fisiologi. Oleh karena itu, disarankan untuk mengembangkan makalah ini
dengan kajian dari aspek lain seperti biokimia, molekuler, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai