Anda di halaman 1dari 15

Makalah Pendidikan Hari/Tanggal : Rabu/ 16 Oktober 2019

Agama Islam Dosen :

KONSEP IBADAH DALAM ISLAM DAN


MEMVISUALISASIKAN CARA BERSUCI, BERWUDHU DAN
SHALAT
Oleh :
Mega Sari J3E118001
Zona Geni Arris J3E118022
Analia Fonda N J3E118030

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah Swt dengan segala
pemberiannya, manusia dapat menikmati segala anugerah yang telah diberikan oleh
Allah swt, tetapi terkadang manusia lupa dengan zat yang telah memberikan nikmat
tersebut. Oleh karena itu, manusia harus mendapat suatu bimbingan. Hidup yang
dibimbing oleh syariah akan melahirkan kesadaran untuk berperilaku yang sesuai
dengan tuntunan Allah swt dan Rasul-Nya.
Sebagai rasa syukur terhadap Allah swt, hendaknya kita sadar diri untuk
beribadah kepada Allah swt sesuai dengan syariat-Nya, karena salah satu bagian dari
syariat islam adalah ibadah. Dalam beribadah, kita harus memperhatikan jenis-jenis
ibadah yang kita lakukan. Seperti yang kita ketahui ibadah yang pokok yang kita
lakukan sebagai umat muslim yaitu mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa
pada bulan ramadhan (maupun puasa sunnah lainnya), dan melaksanakan haji.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai macam-macam ibadah beserta
hikmah dan tujuannya.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui makna syariah, prinsip dan urgensi pelaksanaan syariah islam
2. Mengetahui pengertian ibadah
3. Mengetahui jenis-jenis ibadah
4. Mengetahui hikmah dan tujuan ibadah
5. Mengetahui prinsip-prinsip ibadah
6. Mengetahui cara bersuci, berwudhu dan shalat
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Makna Syari’ah Islam dan Prinsip dan Urgensi Pelaksanaan Syariah Islam
Syari’ah dalam bahasa Arab berasal dari kata syar’i, secara harfiah berarti jalan
yang benar dan lurus, sedangkan secara terminologi syari’ah adalah hukum atau
undang-undang yang diwahyukan oleh Allah SWT, berhubungan dengan sesama
manusia serta dengan alam sehingga terwujud suatu kehidupan yang penuh dengan
kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat.
Prinsip-prinsip syariah islam:
1. Sesuai dengan fitrah atau kebutuhan dasar manusia.
2. Bersifat fleksibel.
3. Beban yang ada pada syariah islam hanya sedikit.
4. Penetapan dilakukan dengan cara bertahap sesuai dengan kemampuan.
5. Bertujuan untuuk kemaslahatan hidup manusia. Larangan riba, larangan
pergaulan bebas, sebagaimana firman Allah:
ً ِّ‫سب‬
‫يل‬ َ ‫شةً َو‬
َ ‫سا َء‬ ِّ ‫َو ََل ت َ ْق َربُوا‬
ِّ َ‫الزنَا ۖ إِّنَّهُ َكانَ ف‬
َ ‫اح‬
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. 17:32)
6. Diberlakukan secara adil bagi siapapun meliputi orang muslim, pejabat, rakyat,
ulama, orang kaya dan sebagainya.
Adapun urgensi pelaksanaan syariah islamiyah antara lain, bukti keimanan dan
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagai indikator kebahagiaan dan kesuksesan
hidup, dan sebagai solusi dalam menyelesaikan segala masalah hidup.

2.2 Pengertian Ibadah


Ibadah menurut bahasa artinya taat dan tunduk. Sedangkan secara terminologis
ibadah adalah nama yang mencakup setiap sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah
berupa perkataan dan perbuatan baik secara zhahir maupun batin (Qordhawi 1933:50).
Menurut ulama fikih mengartikan ibadah dengan segala taat yang dikerjakan untuk
mencapai keridhaan Allah dan mengharap phala-Nya di akhirat.
Menurut Muhammad Qutb ibadah adalah kebaktian yang hanya ditujukan
kepada Allah, mengambil petunjuk hanya dari-Nya saja tentang segala persoalan hidup
dan akhirat dan kemudian mengadakan hubungan yang terus-menerus dengan Allah
tentang semua itu. Jadi, ibadah merupakan seluruh aspek kehidupan. Suatu ibadah
mempunyai nilai yaitu jalan hidup dan seluruh aspek kehidupan, tingkah laku, tindak-
tanduk, pikiran, dan perasaan semata-mata untuk Allah, yang dibangun dengan suatu
system yang jelas, yang di dalamnya terlihat segalanya yang pantas dan tidak pantas
terjadi. Sebagaimana dalam firman Allah :

َ‫ب ْالعَالَ ِّمين‬


ِّ ‫اي َو َم َماتِّي ِّ َّّلِلِّ َر‬ َ ‫قُ ْل إِّ َّن‬
ُ ُ‫ص َلتِّي َون‬
َ َ‫س ِّكي َو َمحْ ي‬
Katakanlah ,” Sesungguhnya Sholatku,ibadahku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am : 162)
Ibadah dalah mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan perintah-
perintah-Nya dan menjauhi larangan – larangaNya. Juga yang dikatakan ibadah adalah
beramal dengan yang diizinkan Syari’ Allah SWT, karena ibadah itu mengandung arti
umum dan arti khusus. Ibadah dalam arti umum adalah segala perbuatan orang islam
yang halal yang dilaksanakan dengan niat ibadah. Sedangkan ibadah dalam arti yang
kjusus adalah perbuatan ibadah yang dilaksanakan dengan tata cara yang telah
ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Ibadah dalam arti yang khusus ini meliputi Thaharah,
Shalat, Zakat, Shaum, Haji, Kurban, Aqiqah, Nadzar dan Kifarat.
Di sisi lain dipahami bahwa ibadah adalah perbuatan manusia yang
menunjukkan ketaatan kepada aturan atau perintah dan pengakuan kerendahan dirinya
di hadapan yang membri perintah. Adapun yang memberi perintah untuk beribadah,
adalah tiada lain kecuali Allah sendiri, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S al- Baqarah
(2):21
َ‫اس ا ْعبُد ُوا َربَّ ُك ُم الَّذِّي َخلَقَ ُك ْم َوالَّذِّينَ ِّم ْن قَ ْب ِّل ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬
ُ َّ‫َيا أَيُّ َها الن‬
“ Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang orang yang
sebelummu, agar kamu bertaqwa”
Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa sasaran ibadah hanyalah kepada Allah
SWT. Dengan kata lain bahwa manusia beribadah adalah mengabdikan dirinya kepada
Allah sebagai Tuhan yang telah menciptakan mereka.
2.3 Jenis jenis Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis,
dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;
1. Ibadah Mahdhah
Artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubungan antara hamba
dengan Allah secara langsung. Segala jenis peribadatan kepada Allah yang keseluruhan
tata caranya telah ditetapkan oleh Allah, manusia tidak berhak mencipta/merekayasa
bentuk ibadah jenis ini. Ibadah ini bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Ibadah jenis ini seperti shalat, puasa, zakat, aqiqah dan qurban.
Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran
maupun al- Sunnah, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b. Tata caranya harus berpola kepada contoh Rasulullah SAW. Salah satu
tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin
Allah (QS. 4: 64).
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa
yang dilarang, maka tinggalkanlah(QS.59:7)
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji
kamu. Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan
praktik Rasulullah SAW., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-
ada atau yang disebut bid’ah:
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini
bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal
hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat,
adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan
oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan
syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini
adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan
Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan
untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasulullah SAW adalah untuk dipatuhi.
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
1. Wudhu
2. Tayammum
3. Mandi hadats
4. Adzan
5. Iqamat
6. Shalat
7. Membaca al-Quran
8. I’tikaf
9. Puasa
10. Haji
11. Umrah
12. Tajhiz al- Janazah
2. Ibadah Ghairu Mahdhah,
(tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai
hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba
dengan makhluk lainnya .
Ibadah Ghairu Mahdhah yaitu segala jenis peribadatan kepada Allah dalam
pengertian yang luas seperti kenegaraan, ekonomi, pendidikan, sosial, hubungan luar
negeri, kebudayaan, undang-undang kemasyarakatan, dan teknologi dan sebagainya.
Ibadah jenis ini diistilahkan oleh para fuqaha dengan perkataan 'Al-Muamalah' (yaitu
hubungan antara manusia dengan manusia). Contoh ibadah ini adalah zakat, infaq ,
sedekah dan lain-lain. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama
Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam
ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebutnya,
segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah,
sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya,
manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika
menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh
dilakukan.

2.4 Tujuan Ibadah


Tujuan ibadah adalah membersihkan dan menyucikan jiwa dengan mengenal
dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan melakukan ibadah, manusia akan selalu
tahu dan sadar bahwa betapa lemah dan hunanya mereka bila berhadapan dengan
kekuasaan Allah. Orang yang melakukan ibadah akan merasa terbebas dari beberapa
ikatan atau kungkungan makhluk. Semakin besar ketergantungan dan harapan
seseorang kepada Allah, semakin terbebaslah dirinya dari yang selain-Nya. Harta,
pangkat, kekuasaan dan sebagainya tidak akan mempengaruhi kepribadiannya.
Setiap perintah Allah mengandung kebaikan untuk hamba-hamba-Nya.
Memperhambakan diri kepada Allah bermanfaat untuk kepentingan dan keperluan
yang menyembah bukan yang disembah.
“Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki Yang
Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyaat: 57-58)
Penghambaan kepada Allah yang menjadi tujuan hidup dan tujuan keberadaan
kita di dunia, bukanlah suatu penghambaan yang memberi keuntungan bagi yang
disembah, tetapi penghambaan yang mendatangkan kebahagiaan bagi yang
menyembah. Penghambaan yang memberikan kekuatan bagi yang menyembahnya.
“Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk
(kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku
Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An-Naml: 40)

2.5 Prinsip prinsip Ibadah

1. Niat lillahi ta’ala (al-fatihah/1-5)


1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha pemurah lagi Maha Penyayang.
2. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai di hari Pembalasan.
5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami
meminta pertolongan.

2. Tidak menyekutukan Allah SWT, secara langsung maupun tersembunyi.


Firman Allah SWT
‫ين‬
ِّ ‫سا ِّك‬ َ ‫سانًا َو ِّبذِّي ْالقُ ْر َب ٰى َو ْال َيت َا َم ٰى َو ْال َم‬ َ ْ‫ش ْيئًا ۖ َو ِّب ْال َوا ِّلدَي ِّْن ِّإح‬َ ‫َّللاَ َو ََل ت ُ ْش ِّر ُكوا ِّب ِّه‬
َّ ‫َوا ْعبُدُوا‬
َ
َّ ‫ت أ ْي َمانُ ُك ْم ۗ ِّإ َّن‬
َ‫َّللا‬ ْ ‫س ِّبي ِّل َو َما َملَ َك‬ َّ ‫ب َواب ِّْن ال‬ ْ
ِّ ‫ب بِّال َج ْن‬ِّ ‫اح‬ ِّ ‫ص‬ َّ ‫ب َوال‬ ْ
ِّ ُ‫ار ال ُجن‬ ْ ْ
ِّ ‫ار ذِّي القُ ْر َب ٰى َوال َج‬ ِّ ‫َو ْال َج‬
‫ورا‬ً ‫ََل ي ُِّحبُّ َم ْن َكانَ ُم ْخت ًَاَل فَ ُخ‬
Artinya:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan
teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri (QS. 4:36)

3. Dilaksanakan dengan penuh kepasrahan diri kepada Allah.


َ‫ب ْالعَالَ ِّمين‬
ِّ ‫اي َو َم َماتِّي ِّ َّّلِلِّ َر‬ َ ‫قُ ْل إِّ َّن‬
ُ ُ‫ص َلتِّي َون‬
َ َ‫س ِّكي َو َمحْ ي‬
َ‫َل ش َِّريكَ لَهُ َو ِّبذَلِّكَ أ ُ ِّم ْرتُ َوأَنَا أ َ َّو ُل ْال ُم ْس ِّل ِّمين‬
Artinya
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.(162) tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”(163) (Q.S al-an’am ayat
162-163).
4. Dilaksakan dengan penuh keikhlasan.
ُ ‫الز َكاة َ ۚ َو ٰذَلِّكَ د‬
‫ِّين‬ َّ ‫صينَ لَهُ الدِّينَ ُحنَفَا َء َويُ ِّقي ُموا ال‬
َّ ‫ص َلة َ َويُؤْ تُوا‬ َّ ‫َو َما أ ُ ِّم ُروا ِّإ ََّل ِّليَ ْعبُدُوا‬
ِّ ‫َّللاَ ُم ْخ ِّل‬
‫ْالقَيِّ َم ِّة‬
Artinya:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah:5)
5. Dilaksanakan dengan penuh kesabaran dan keteguhan hati.
Terdapat dalam Q.S Maryam ayat 65.
َ ُ‫لَه‬
‫س ِّميا‬ ‫ط ِّب ْر ِّل ِّعبَادَتِّ ِّه ۚ ه َْل ت َ ْعلَ ُم‬
َ ‫ص‬ ِّ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬
ْ ‫ض َو َما بَ ْينَ ُه َما فَا ْعبُ ْدهُ َوا‬ ِّ ‫س َم َاوا‬
َّ ‫َربُّ ال‬
Artinya:
Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara
keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-
Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut
disembah)? (Q.S Maryam ayat 65)
6. Tidak menggunakan perantara (washilah)
Dalam Q.S al-baqarah ayat 186
‫ان ۖ فَ ْل َي ْست َِّجيبُوا ِّلي َو ْليُؤْ ِّمنُوا‬ ُ ‫عنِّي فَإِّنِّي قَ ِّريبٌ ۖ أ ُ ِّج‬
َ َ‫يب دَع َْوة َ الدَّاعِّ ِّإذَا د‬
ِّ ‫ع‬ َ ‫سأَلَكَ ِّع َبادِّي‬ َ ‫َو ِّإذَا‬
ُ ‫ِّبي لَ َعلَّ ُه ْم َي ْر‬
َ‫شد ُون‬
Artinya;
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka
itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku,
agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
7. Dilakukan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan sunnah
8. Seimbang antara dunia dan akhirat.
Dalam Q.S Al-Qashash ayat 77
Artinya:
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.
9. Tidak berlabih lebihan
Dalam Q.S Al-a’raf ayat 31
Artinya:
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
10. Mudah (bukan meremehkan ) dan meringankan bukan mempersulit
Dalam Q.S Al-baqarah ayar 286:
‫اخذْنَا ِّإ ْن نَسِّينَا أ َ ْو‬ ِّ ‫ت ۗ َربَّنَا ََل ت ُ َؤ‬ْ َ‫سب‬َ َ ‫علَ ْي َها َما ا ْكت‬
َ ‫ت َو‬ ْ َ‫سب‬ َ ‫سا ِّإ ََّل ُو ْس َع َها ۚ لَ َها َما َك‬
ً ‫َّللاُ نَ ْف‬
َّ ‫ف‬ ُ ‫ََل يُ َك ِّل‬
ْ َّ
‫علَى الذِّينَ ِّم ْن قَ ْب ِّلنَا ۚ َربَّنَا َو ََل ت ُ َح ِّملنَا َما ََل‬ ْ
َ ُ‫ص ًرا َك َما َح َملتَه‬ ْ ‫علَ ْينَا ِّإ‬َ ‫طأْنَا ۚ َربَّنَا َو ََل تَحْ ِّم ْل‬ َ ‫أ َ ْخ‬
َ‫علَى ْالقَ ْو ِّم ْال َكافِّ ِّرين‬ َ ‫ص ْرنَا‬ ُ ‫ار َح ْمنَا ۚ أ َ ْنتَ َم ْو ََلنَا فَا ْن‬ْ ‫عنَّا َوا ْغ ِّف ْر لَنَا َو‬
َ ‫ْف‬ ُ ‫طاقَةَ لَنَا ِّب ِّه ۖ َواع‬ َ
Artinya :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa
(dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami;
ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah
kami terhadap kaum yang kafir".
2.6 Bersuci
Thaharah berasal dari kata thahara artinya bersih, yaitu kondisi seseorang yang
bersih dari hadas dan najis sehingga layak untuk melakukan kegiatan ibadah seperti
shalat.
Thaharah atau bersuci bertujuan untuk mensucikan badan dari najis dan hadas.
Najis adalah kotoran yang mewajibkan seseorang muslim untuk mensucikan diri
dari apa yang dikenainya. Sedangkan hadas adalah kondisi di mana seseorang yang
memiliki wajib wudhu atau mandi.
Thaharah merupakan masalah yang sangat penting dalam agama Islam dan
menjadi syarat seseorang yang hendak berhubungan dengan Allah melalui shalat,
thawaf dan sebagainya. Hadas terdiri dari hadis kecil dan hadas besar. Sarana yang
digunakan adalah air, tanah, batu atau tisu yang bersifat membersihkan.
Adapun bentuk-bentuk thaharah antara lain:
1. Thaharah dari najis
Berthaharah dari benda najis itu artinya bagaimana tata ritual yang
benar sesuai dengan ketentuan syariah untuk bersuci dari benda-benda najis
yang terkena, baik pada badan, pakaian atau tempat ibadah. Yang termasuk
benda najis adalah bangkai, darah, daging babi, muntah, kencing dan kotoran
hewan atau manusia. Adapun cara membersihkan najis tersebut yaitu :
a. Najis Mugallazah (berat), yaitu najis air liur anjing dan babi. Benda yang
terkena najis ini hendaklah dibasuh dengan air sebanyak 7 kali, dimana
salah satunya dicampur dengan tanah.
b. Najis Mutawassitah
Najis ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Najis Hukmiyah, yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat,
bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering. Cara
mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang
terkena najis.
2. Najis ‘Ainiyah, yaitu najis yang masih ada zat, warna, rasa dan baunya,
kecuali warna atau bau yang sangat sukar untuk dihilangkan, sifat ini
dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan
zat, warna, rasa dan baunya dengan menggunakan air.

2. Thaharah dari Hadas


Berthaharah dari hadas adalah tata cara yang didasarkan pada syariat
Islam tentang bersuci dari hadats, baik hadas kecil maupun hadats besar.
Untuk menghilangkan hadas kecil dapat dilakukan dengan cara wudhu
sedangkan untuk menghilangkan hadas besar adalah dengan mandi janabah.
Apabila tidak ada air atau karena darurat, wudhu atau mandi bisa digantikan
dengan tayammum menggunakan media tanah. Selain menjadi kewajiban,
thaharah juga memelihara kesucian diri dari segala kotoran dan dosa. Allah
yang Maha Suci hanya dapat didekati oleh orang-orang yang suci, baik suci
fisik dari kotoran maupun suci jiwa dari dosa, sebagaimana firman-Nya:
َ َ ‫َّللاَ ي ُِّحبُّ الت َّ َّوابِّينَ َوي ُِّحبُّ ْال ُمت‬
َ‫ط ِّه ِّرين‬ َّ ‫إِّ َّن‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat
dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”(QS 2:222)
2.7 Wudhu
Menurut bahasa, wudhu artinya bersih dan indah. Sedangkan menurut istilah
artinya menggunakan air pada anggota badan tertentu dengan cara tertentu yang
dimulai dengan niat guna menghilangkan hadas kecil. Wudhu merupakan salah
satu syarat sahnya shalat ( orang yang akan shalat, diwajibkan berwudhu lebih
dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak sah ).
 Syarat-syarat wudhu
a. Islam
b. Mumayiz
c. Tidak berhadas besar
d. Dengan air yang suci dan menyucikan
e. Tidak ada yang menghalangi sampainya air wudhu ke kulit, seperti
getah dan sebagainya yang melekat di atas kulit anggota wudhu
 Rukun wudhu
a. Niat, dalam setiap ibadah kita diharuskan memulai dengan niat,
begitu pula wudhu juga harus dimulai dengan niat.
b. Membasuh wajah, yaitu dari pangkal kening hingga ujung dagu, dan
di antara dua anak telinga, termasuk membasuh bulu janggut dan
bulu cambang.
c. Membasuh tangan hingga siku
d. Mengusap sebagian kepala
e. Membasuh kaki hingga mata kaki
f. Tertib, tertib disini adalah melakukan fardhu dengan fardhu yang
lain secara berurutan.
 Sunnah wudhu
a. Membaca basmalah pada permulaan wudhu
b. Membasuh kedua tangan hingga pergelangan
c. Berkumur-kumur
d. Memasukkan air ke dalam hidung
e. Membasahi seluruh kepala
f. Membasuh telinga
g. Menyela jari-jari tangan dan kaki
h. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri
i. Melaksanakannya dengan tiga kali
j. Menggosok anggota wudhu
k. Menghadap kiblat
l. Meninggalkan percakapan
m. Berdoa setelah selesai wudhu
n. Volume air yang suci dan menycikan untuk dipakai wudhu tidak
kurang dari satu mud
 Hal-hal yang membatalkan wudhu
a. Keluarnya sesuatu dari salah satu dari qubul maupun dubur
b. Hilang akal
c. Bersentuhan kulit laki-laki dengan perempuan
d. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan
2.8 Shalat
Shalat menurut bahasa adalah doa, sedangkan secara terminologi yaitu
suatu bentuk ibadah yang terdiri dari perbuatan dan ucapan yang diawali dengan
takbiratul ihram vdan diakhiri dengan salam. Shalat merupakan rukun islam yang
kedua, yang harus dilakukan. Perintah shalat lima kali sehari diterima Nabi
Muhammad Saw langsung dari Allah, ketika beliau mi’raj. Sebelum mi’raj, Nabi
Muhammad Isra’ lebih dahulu ( perjalanan malam ).
Shalat mempunyai kedudukan istimewa dalam agama islam, antara lain
shalat diperintahkan langsung oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW, shalat
adalah tiang agama. Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang
menegakkannya dia menegakkan agama, barangsiapa yang meninggalkannya, dia
menghancurkan agama.”, shalat adalah amal yang pertama kali diwajibkan, shalat
merupakan amal yang paling besar pahalanya, meninggalkan shalat berarti dosa,
ciri penting dari orang yang bertaqwa dan shaleh, wasiat terakhir Nabi Muhammad
SAW dan ajaran yang paling pertama diajarkan kepada anak-anak.
 Tujuan dan hikmah shalat
a. Meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah
b. Memberikan ketenangan dalam diri (lahir dan batin)
c. Mendapatkan kecintaan kepada Allah
d. Mencegah perbuatan keji dan mungkar, seperti firman Allah dalam
surah Al-Ankabut ayat 45
ِّ ‫ع ِّن ْالفَحْ ش‬
‫َاء‬ َ ‫ص َلة َ ت َ ْن َه ٰى‬
َّ ‫ص َلة َ ۖ ِّإ َّن ال‬َّ ‫ب َوأ َ ِّق ِّم ال‬ ِّ ‫ي ِّإ َليْكَ ِّمنَ ْال ِّكت َا‬
َ ‫وح‬ ِّ ُ ‫اتْ ُل َما أ‬
َ‫صنَعُون‬ ْ َ ‫َّللاُ َي ْعلَ ُم َما ت‬ َّ ‫َو ْال ُم ْن َك ِّر ۗ َولَ ِّذ ْك ُر‬
َّ ‫َّللاِّ أ َ ْك َب ُر ۗ َو‬
Artinya : Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al
Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
e. Mendapatkan ridha Allah Swt
 Syarat-syarat wajib shalat
a. Islam
b. Suci dari haid dan nifas
c. Berakal
d. Balig
e. Telah sampai dakwah (perintah Rasulullah Saw. Kepadanya)
 Syarat sah shalat
a. Mengetahui masuknya waktu shalat
b. Suci dari hadas kecil dan hadas besar
c. Menutup aurat
d. Mmenghadap kiblat
 Rukun shalat
a. Niat
b. Berdiri bagi yam mampu
c. Takbiratul ihram
d. Membaca surah Al-Fatihah
e. Rukuk serta tuma’ninah
f. I’tidal serta tuma’ninah
g. Sujud dua kali secara tuma’ninah
h. Duduk antara dua sujud dengan tuma’ninah
i. Duduk tasyahud akhir
j. Membaca tasyahud akhir
k. Membaca salawat nabi pada tasyahud akhir
l. Membaca salam
m. Tertib (melakukan rukun secara berurutan)
 Sunah-sunah shalat
a. Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram, ruku’ dan I’tidal
b. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri
c. Membaca doa iftitah
d. Membaca ta’awwud
e. Takmin (membaca amiin)
f. Membaca surat lain setelah membaca Al-Fatihah
g. Bertakbir ketika hendak rukuk dan sujud
h. Mengucapkan “Sami’allahhu liman hamidah”
i. Membaca tasbih tiga kali dalam ruku’ dan sujud
j. Meletakkan kedua tangan di atas kedua paha ketika duduk
k. Menggenggam jari-jari tangan kanan, kecuali jari telunjuk dalam
bertasyahud dan mengembangkan jari-jari tangan kiri
l. Membaca doa ketika sujud
m. Membaca qunut
n. Melakukan salam kedua
o. Berdzikir dan berdoa setelah selesai membaca salam
 Hal-hal yang membatalkan shalat
a. Berbicara dengan sengaja
b. Banyak bergerak
c. Membelakangi kiblat
d. Makan, minum, tertawa
e. Merubah niat
f. Meninggalkan salah satu rukun atau sengaja memutuskan rukun
sebelum sempurna
 Waktu shalat
Waktu shalat subuh antara fajar sidiq hingga terbitnya matahari. Shalat
dzuhur dimulai sejak tergelincirnya matahari di ufuk barat hingga
masuknya waktu ashar. Hal ini digambarkan dalam hadits riwayat
Muslim no. 612 : “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “ Waktu dzuhur ialah ketika matahari tergelincir
sampai datangnya waktu ashar.”. Shalat ashar dimulai sejak bayangan
benda sama panjangnya dengan benda tersebut sampai terbenamnya
matahari. Shalat maghrib dimulai sejak terbenamnya matahari hingga
hilangnya awan berwarna merah dari cakrawala. Shalat isya dimulai
sejak selesainya waktu maghrib hingga terbitnya waktu fajar sebagai
pertanda waktu masuknya shalat subuh. Adapun waktu yang dilarang
untuk melaksanakan shalat antara lain, sesudah shalat subuh sampai
terbit matahari, sesudah shalat ashar sampai terbenam matahari dan
tatkala matahari hamper terbenam sampai terbenamnya.
 Macam-macam shalat
a. Shalat fardhu, yaitu shalat subuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya.
b. Shalat sunnah banyak sekali jenisnya. Diantaranya sebagai contoh
adalah shalat sunah rawatib yang hukumnya sunah muakad yang
dilaksanakan sebelum dan setelah shalat fardhu. Selain itu, ada juga
shalat sunah yang dianjurkan yaitu shalat sunah tahajud,
sebagaimana yang disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya di
surah Al-Isra ayat 79:
‫س ٰى أ َ ْن يَ ْبعَثَكَ َربُّكَ َمقَا ًما َمحْ ُمودًا‬ َ َ‫َو ِّمنَ اللَّ ْي ِّل فَت َ َه َّج ْد بِّ ِّه نَافِّلَةً لَك‬
َ ‫ع‬
Artinya: Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang
tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-
mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.
Dari uraian di atas, jelas bahwa shalat mempunyai nilai-nilai utama. Nilai yang
paling utama adalah jalinan hubungan yang erat antara mahkluk dengan Khaliqnya.
Dalam jalinan ini mahkluk menempatkan dirinya sebagai obyek yang patuh, setia, taat
dan merasa bergantung kepada Allah Maha Pencipta.
BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah kita sebagai umat
muslim wajib melaksanakan ibadah kepada Allah yang memenhui syariah Islam
agar mewujudkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera baik di dunia maupun di
akhirat, dengan melaksanakan perintah-Nya dan mmenjauhi larangan-Nya.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayatulloh, Furqon Syarief. 2018. Pendidikan Agama Islam pada Perguruan


Tinggi Umum. Bogor: IPB Press.
Kugatsu, Syechan. 2012. Wudhu fardhu dan Sunnah Wudhu. [Tersedia pada
https://syechanbaraqbah.wordpress.com/2012/02/17/wudhu-fardhu-dan-
sunnah-wudhu/] diunduh pada 15 Oktober 2019.
NU. 2017. Ketentuan Waktu Shalat Fardhu. [Tersedia pada
https://islam.nu.or.id/post/read/82687/ketentuan-waktu-shalat-fardhu]
diunduh pada 15 Oktober 2019.
Sulaiman, Rajid. 2010. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Hal 21-22

Anda mungkin juga menyukai