Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN TUTORIAL

MODUL “SERING KENCING”

KELOMPOK 2

KETUA : ANDRI WILLIAM JOHAN IMBAR (09401711033)


SEKERTARI S : RATYH JIHAN SAFIRA (09401711042)
ANGGOTA :
CHENTIA LELY GAMGENORA (09401711004)
SADARUDDIN ARIEF (09401711008)
M.CHANDRA ALIM (09401711012)
INJELLA HALIL (09401711017)
DEDANA LARASATI WALID (09401711021)
FAREL ABUKARIM (09401711025)
ANDIKA ISRANUGRAHA (09401711029)
SRI ROSYIDAH FARIS (09401711037)
SAFITRI ARYA N. USMAN (09401711046)
ABKARI RIZAL WAHID (09401711050)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
2018
KASUS

Seorang wanita umur 49 tahun, datang kepuskesmas dengan keluhan sering kencing sejak 3
bulan terakhir. Pasien sering terbangun 4-5 kali semalam untuk buang air kecil. Keluhan
disertai selalu merasakan haus dan cepat lapar. Meskipun banyak makan pasien merasa baju
dan celananya terasa sangat longgar sejak 3 bulan terakhir.

KLARIFIKASI KATA SULIT

Tidak ada

KLARIFIKASI KATA/KALIMAT KUNCI

 Wanita 49 Tahun

 Sering kencing sejak 3 bulan terakhir

 Sering terbangun 4-5 kali semalam untuk BAK

 Cepat haus dan cepat lapar

 BB turun sejak 3 bulan terakhir

PERTANYAAN

1. Jelaskan fisiologi dan metabolism dari gula darah?


2. Apa Differential Diagnosa berdasarkan scenario?
3. Jelaskan etiologi dan faktor resiko dari differential diagnosa?
4. Jelaskan patofisiologi dari diferential diagnosa?
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosa dari Diferential Diagnosia?
6. Bagaimana manifestasi klinik dari Diferential Diagnosis?
7. Jelaskan Penatalaksanaan dari Diferential Diagnosis?
8. Apa saja pencegahaan dan edukasi pada masing-masing Differential diagnosa?
9. Apa saja komplikasi yang terjadi dari masing-masing Differential diagnosa?
10. Bagaimana prognosis dari masing-masing Differential diagnosa?
11. Jelaskan patomekanisme dari gejala?

JAWABAN

1. Jelaskan fisiologi dan metabolisme dari gula darah?


2. Apa Differential Diagnosa berdasarkan scenario?

GEJALA DM TYPE II DIABETES INSIPIDUS


WANITA 49 TAHUN + +
POLIURIA + +
POLIDIPSI + +
POLIFAGI + -
BB MENURUN + -

3. Jelaskan etiologi dan faktor resiko dari differential diagnosa?

Diabetes insipidus dapat terjadi sekunder akibat (akibat lanjut) trauma kepala, tumor otak atau
operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis. Kelainan ini dapat pula terjadi bersama
dengan infeksi system saraf pusat (meningitis, ensefalitis) atau tumor (misalnya, kelainan
metastatic, limfoma dari payudara dan paru).

Penyebab diabetes insipidius yang lainnya adalah kegagalan tubulus renal untuk bereaksi
terhadap ADH, bentuk nefrogenik dari diabetes insipidus yang berkaitan dengan keadaan
hipokalemia, hiperkalsemia dan pengunaan sejumlah obat (misalnya lithium, demeclocyclin).

Diabetes insipidius disebabkan oleh:

1. Penyakit system saraf pusat (diabetes insipidus sentral) yang mengenai sintesis atau
sekresi vasopressin
2. Penyakit ginjal (diabetes insipidius nefrogenik) karena lenyapnya kemampuan ginjal
untuk berespons terhadap vasopressin dalam darah dengan menghemat air.
3. Pada kehamilan kemungkinan peningkatan bersihan metabolic vasopressin.

Diabetes Melitus Tipe 2 :

Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin di sertai difisiensi iunsulin relatif sampai
dengan dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin, dan mempunyai juga pola
familial yang kuat
4. Jelaskan patofisiologi dari diferential diagnosa?

Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya dibelakang lambung. Dalam pankreas
terdapat kumpulan sel yang disebut pulau-pulau langerhans yang berisi sel beta. Sel beta
mengeluarkan hormon insulin untuk mengatur kadar glukosa darah. Selain itu juga
terdapat sel alfa yang memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknya dengan insulin
yaitu meningkatkan kadar glukosa darah dan terdapat juga sel delta yang memproduksi
somastostatin .

Pada jenis Diabetes Mellitus tipe I, terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan


insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di
samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial
(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar dan berakibat glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria).

Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan.
Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (Polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori, gejalalainnya mencakup kelelahan dan kelemahan

Pada jenis Diabetes tipe II, terdapat dua masalah utama yaitu yang berhubungan
dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi sel resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam


darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan,
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian bila sel sel beta tidak mampu untuk mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi Diabetes tipe II
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya dibelakang lambung. Dalam pankreas
terdapat kumpulan sel yang disebut pulau-pulau langerhans yang berisi sel beta. Sel beta
mengeluarkan hormon insulin untuk mengatur kadar glukosa darah. Selain itu juga
terdapat sel alfa yang memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknya dengan insulin
yaitu meningkatkan kadar glukosa darah dan terdapat juga sel delta yang memproduksi
somastostatin

Pada jenis Diabetes Mellitus tipe I, terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan


insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di
samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial
(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar dan berakibat glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria).

Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan.
Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (Polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori, gejalalainnya mencakup kelelahan dan kelemahan (Suzanne C. Smeltzer
and Bare, 2002).

Pada jenis Diabetes tipe II, terdapat dua masalah utama yaitu yang berhubungan
dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi sel resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam


darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan,
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian bila sel sel beta tidak mampu untuk mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi Diabetes tipe II

Diabetes insipidus disebabkan oleh adanya gangguan pada sekresi hormon


antidiuretik (ADH), yang juga dikenal sebagai vasopresin. ADH memiliki peranan
penting dalam mengatur jumlah cairan dalam tubuh. ADH dihasilkan oleh bagian otak
yang disebut hipotalamus dan disimpan tepat di bawah otak, yaitu pada kelenjar hipofisis,
hingga hormone ini dibutuhkan. Bila jumlah air dalam tubuh terlalu rendah, ADH
disekresi dari kelenjar hipofisis. Hal ini membantu untuk mempertahankan air dalam
tubuh, yaitu dengan menghentikan kerja ginjal dalam memproduksi urine. Dalam kasus
diabetes insipidus, ADH tidak menghentikan kerja ginjal untuk memproduksi urin dan
membiarkan banyak cairan keluar dari tubuh.

Lebih rinci, hormon antidiuretik atau vasopresin yang dibuat di nucleus


supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya
yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat
pembuatannya, melalui akson menuju keujung-ujung saraf yang berada di kelenjar
hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya.Secara fisiologis,
vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu.

Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume
dan osmotic. Suatu peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume
intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan
permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang
melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik (yaitu Adenosin Mono
Fosfat). Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun.
Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290
dan 296 mOsm/kg H2O.

Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air


pada duktus pengumpul ginjal meningkat karena berkurang permeabilitasnya, yang akan
menyebabkan poliuria atau banyak kencing.Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma
akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan
menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan
ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat,
maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang
apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang
tersebut minum banyak(polidipsia).

Berkurangnya ADH dapat disebabkan oleh tumor atau cedera kepala. Diabetes
insipidus juga dapat disebabkan oleh ginjal yang tidak memberikan respons terhadap
ADH yang bersirkulasi, karena reseptornya (second messenger) berkurang.

Diabetes insipidus ditandai oleh poliuria dan polidipsia. Penyakit ini tidak dapat
dikontrol dengan membatasi intake cairan, karena pasien mengalami kehilangan volume
urine dalam jumlah banyak secara terus menerus tanpa penggantian cairan. Upaya
pembatasan intake cairan menyebabkan pasien mengalami kebutuhan akan cairan tanpa
henti-hentinya dan mengalami hipernatremia serta dehidrasi berat.
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosa dari Diferential Diagnosia?

Diabetes Melitus Type II

Anamnesis
- Umur
- Trias DM
- Riwayat Keluarga
- Riwayat Obat

Pemeriksaan Fisik

- Inspeksi
Melihat pada kaki bagaimana produksi keringatnya (menurun atau tidak ), Bulu
jempol kaki berkurang atau tidak .
- Palpasi
1. Akral teraba dingin
2. Kulit pecah-pecah
3. Pucat
4. Keringat yang tidak normal
5. Pada ulkus terbentuk kaki yang tebal atau lembek

- Pemeriksaan saraf, Untuk mencegah terjadinnya ulkus.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan urin (untuk mengetahui kandungan glukosa pada urin)

2. Pemeriksaan darah di LAB dan toleransi glukosa

3. Tes intoleransi glukosa , dilakukan pengukuran kadar glukosa atau setelah


makan atau OGTT
Diabetes Insipidus

1. Hasil urinalisasi yang memperhatikan urine yang hampir tidak berwarna dan osmolaritas
rendah ( 50 – 200 mOsm/kg) yang lebih kecil dari pada osmolaritas plasma dan berat jenis yang
rendah (kurang dari1005)

2. Tes eliminasi air untuk mengindentifikasi defisiensi vasopresin yang menyebabkan


ketidakmampuan ginjal dalam memekatkan urine.

6. Bagaimana manifestasi klinik dari Diferential Diagnosis?

Tanda dan gejala DM

Diabetes tipe 1 biasanya terjadi secara cepat disertai gejala khas polidipsi, poliuria,
polifagia, penurunan berat badan, kulit kering dan ketoasidosis.Diabetes tipe 2 secara khas
berjalan lambat dengan awitan insidius dan biasanya tidak disertai gejala.

Tanda dan gejala diabetes mellitus meliputi:


 Poliuria dan polidipsia yang disebabkan oleh osmolalitas serum yang tinggi akibat kadar
glukosa serum yang tinggi.
 Anoreksia (sering terjadi) atau polifagia (kadang terjaadi)
 Penurunan beratbadan (biasanya sebesar 10% -30%; penyandang dibetes tipe 1 secara
khas tidsk memiliki lemak pada tubuhnya saat diagnosis ditegakkan) karena tidak
terdapat metabolisme karbohidrat, lemakdan protein yang normal sebagai akibat fungsi
insulin yng rusak atau tidak ada.
 Sakit kepala, rasa cepat lelah, mengantuk, tenaga yang berkurang, dan gangguan pada
kinerja, yang disebabkan kadar glukosa intrasel yang rendah.
 Kramotot, iritabilitasi, dan emosi yang labil akibat ketidak seimbangan elektrolit.
 Gangguan penglihatan, seperti penglihatankabur, akibat pembengkakan yang disebabkan
glukosa.
 Baal dan kesemutan akibat kerusakan jaringan saraf.
 Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen akibat neuropatiotonom yang
menimbulkan gastroparesis dankonstipasi.
 Mual, diare atau konstipasi akibat dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit maupun
neuropati otonom.
 Infeksi atau luka pada kulit yang lambat sembuhnya; rasa gatal pada kulit.

Tanda dan Gejala Diabetes Insipidus


 - polyuria (banyak kencing)
 - polydipsia (banyak minum)
 - terdapat penyakit yang menyebabkan gangguan pada neurohy-pophyseal-renal reflex

7. Jelaskan Penatalaksanaan dari Diferential Diagnosis?


Pada DM Type II
Non Farmakologi
- Edukasi
- Terapi Nutrisi Medis (TNM)
- Kebutuhan Kalori
Farmakolog

- OBAT ANTIDIABETIK ORAL


- OBAT ANTIDIABETIK SUNTIK
8. Apa saja pencegahaan dan edukasi pada masing-masing Differential diagnosa?

pencegahan dan edukasi diabetes melitus

a) Pencegahan primer dengan melakukan penyuluhan pada seorang/sekelompok orang


mengenai:
 Program penurunan berat badan pada seseorang yang mempunyai resiko diabetes
dan yang mempunyai berat badan berlebih
 Lakukan diet sehat
 Latihan jasmani
 Hindari merokok
b) Pencegahan sekunder dilakukan untuk menghambat terjadinya penyakit penyulit pada
pasien yang sudah menderita diabetes dengan cara pemberian pengobatan yang cukup
dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit diabetes melitus serta
perlu adanya penyuluhan untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani
program pengobatan
c) Pencegahan tersier ditujukan untuk kelompok penyandang diabetes yang mengalami
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.

Edukasi yang diberikan mengenai:

a) Tentang perjalanan penyakit DM


b) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan
c) Penyulit DM dan resikonya
d) Intervensi farmakologis dan non farmakologis seta target pengobatan
e) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik dan obat oral atau insulin serta obat-
obatan lainnya
f) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri
g) Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit
h) Pentingnya latihan jasmani yang teratur
i) Masalah khusus yang dihadapi(contoh:hiperglikemia pada kehamilan)
j) Pentingnya perawatan kaki
k) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

9. Apa komplikasi yang terjadi pada masing-masing differential diagnosa?


Komplikasi Diabetes Melitus
a. Komplikasi Akut
- Hipoglikemia diamana kadar glukosa darah seseorang dibawah nilai normal (50
mg/dl)
- Hiperglikemia dimana kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba , dapat
berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya.
b. Komplikasi Kronik
- Komplikasi Makrovaskular
Tromobosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak) , Penyakit jantung koroner
(PJK) , Stroke.
- Komplikasi Mikrovaskular
Nefropati , Retinopati , Neuropati dan Amputasi.

Komplikasi Diabetes Insipidus

Hipertonik enselopati , gagal tumbuh, Kejang terlalu cepat koreksi hipertermia.


10. Bagaimana prognosis dari masing-masing Differential diagnosa?
Prognosis Diabetes Melitus
Diabetes Menyebabkan kematian pada 3 juta orang setiap tahun (1,7-5,2 % kematian
di dunia)
Prognosis Diabetes Insipidus
Baik apabila didiagnosis lebih awal , keterbelakangan mental jika terlambat
didiagnosis

11. Jelaskan patomekanisme dari gejala?


Defisiensi Insulin menyebabkan penggunaan glukosa sel menjadi menurun,
sehingga kadar gula darah dalam plasma meningkat (Hiperglikemia). Jika
hiperglikemia ini parah dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul glukosuria.
Glukosuria ini akan menyebabkan Diuresis Osmotik (Pengeluaran cairan dan
elektrolit secara berlebihan) yang meningkatkan pengeluaran kemih (Poliuria) dan
terjadi dehidrasi sehingga membuat penderita banyak minum (Polidipsia). Glukosuria
mengakibatkan keseimbangan kalori negative sehingga menimbyulkan rasa lapar
yang tinggi (Polifagia). Akibat pasca Absorpsi yang kronis, katabolisme protein dan
lemak pada sel-sel otot relative sering terjadi sehingga menimbulkan penurunan berat
badan.
Daftar Pustaka
- Elizabeth J. Corwin. Buku Saku Patofisiologi. EGC.SS
- konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia,perkeni 2015
- Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi
Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI
- Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2014. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Iedisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2439
- Jurnal FK UNHAS yang disusun oleh Dr.dr. A.Makbul Aman Sp.PD-KEMD
& Dr.dr.Himawan Sanusi Sp.PD-KEMD
- Price and Wilson (1995). Pathofisiologi Volume 2. Jakarta:EGC.
- Mayer, Welsh dan Kowalak, 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:EGC
- Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2014. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing;
- Diabetes Melitus.Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. juke. kedokteran
unila.ac.id
- Diabetes Insipidus tipe 2. Divisi Endokrinologi Anak FK USU/ RS
HAM(PPT).dr.Hakimi Sp.A(K), dr.Melda Deliana Sp.A(K), dan dr.Siska
Mayasari Lubis Sp.A(K).

Anda mungkin juga menyukai