Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PRAKTIKUM

PATOLOGI KLINIK VETERINER


“Inteprestasi Studi Kasus”

OLEH KELOMPOK 2 :

Fendik Saputra 1709511072


Putu Diva Adiwinata 1709511073
Pandu Adjie Pamungkas 1709511074
Gusti Agung Rama WP 1709511075
Aziz Rizal Cahyanto 1709511078
A.A Ngurah Adithya WK 1709511079
Komang Tri Mywisti P 1709511080
Ni Luh Putu Yunita L D 1709511081
Wieke Sri Juniartini 1709511083

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas praktikum patologi klinik veteriner
“interpretasi studi kasus” dengan baik.

Penyusunan paper ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Patologi Klinik
Veteriner. Dalam paper ini dijelaskan mengenai kasus pada kucing yang telah
ditunjukkan hasil pemeriksaan darah, biokimia, maupun tes urin. Data yang ada
kemudian diinterpretasi. Bahasan yang disajikan cukup terperinci agar mudah
dipahami oleh pembaca. Paper ini dapat terselesaikan karena bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dosen pengampu mata kuliah Patologi Klinik Veteriner yang telah


memberikan materi serta membimbing dalam penyelesaian paper ini.
2. Teman - teman yang telah memberi dorongan dan masukan demi
terselesainya paper ini.

Kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan paper


ini untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Namun kami menyadari bahwa
paper ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca demi kesempurnaan paper selanjutnya. Semoga paper ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Denpasar, 27 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata pengantar ................................................................................................. i

Daftar isi ........................................................................................................... ii

BAB 1 Pendahuluan ......................................................................................... 1

1.1.Latar belakang ............................................................................................ 1


1.2.Tujuan ........................................................................................................ 1

BAB 2 Tinjauan Pustaka .................................................................................. 2

2.1. Haematologi .............................................................................................. 2


2.2. Biokimia darah .......................................................................................... 3
2.3. Urinalisis ................................................................................................... 3

BAB 3 Hasil dan Pembahasan ......................................................................... 5

BAB 4 Penutup ................................................................................................ 10

4.1. Kesimpulan ............................................................................................... 10

Daftar Pustaka .................................................................................................. 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Patologi klinik veteriner telah berkembang dengan pesat sejalan dengan


bertambah dalamnya pandangan mengenai patofisologi dan meningkatnya jumlah
serta ketepatan prosedur pemeriksaan laboratorium. Oleh karena cara diagnostic
dan pengobatan terus menerus berkembang, serta sejumlah tes yang diperlukan
makin meningkat dan tersedia, mereka yang bekerja di laboratorium, para peneliti,
dan yang mengambil manfaat dari hasil kerja laboratorium menghadapi tugas
yang cukup berat. Dalam bidang kedokteran hewan modern, pemeriksaan
laboratorium terhadap bahan yang berasal dari hewan yang diduga sakit dan sakit,
adalah sama pentingnya dengan pemeriksaan fisik dan anamnesa pasien. Acap
kali pemeriksaan aboratorium justru sangat menentukan diagnosis suatu penyakit.
Karena itu, evaluasi keadaan fisiologi hewan sangat tergantung pada tiga jenis
pemerikasaan, yaitu : pemeriksaan fisik, anamnesa, dan pemeriksaan laboratorium
(Dharmawan, 2002)

Ketepatan diagnosa suatu penyakit ditunjang oleh hasil pemeriksaan


laboratorium terhadap spesimen-spesimen dari hewan yang sakit. Pemeriksaan
laboratorium tersebut meliputi hematologi, urinalisis, dan kimia klinik.
Pemeriksaan laboratorium rutin dilakukan untuk mendapatkan informasi yang
berguna bagi dokter hewan untuk pengambilan keputusan klinik. Dengan tulisan
ini, kami akan membahas hasil studi kasus mengenai pemeriksaan laboratorium
yang meliputi hematologi, urinalisis dan kimia klinik.

1.2. Tujuan

Tujuan dilakukannya diskusi ini adalah untuk mengetahui interpretasi


kasus pada kucing yang telah tertera hasil pemeriksaan hematologi, biokimia dan
tes urin.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Haematologi

Menurut Keohane et al. (2015), hematologi adalah ilmu yang mempelajari


pemeriksaan kondisi sel-sel darah perifer dalam kondisi normal maupun patologis.
(Fitria et al, 2016). Pencatatan profil hematologis pada hewan-hewan sehat atau
normal secara berkala dapat digunakan sebagai acuan nilai awal (baseline) atau
kontrol dalam suatu penelitian (Fitria dan Sarto, 2014).
Darah terdiri atas dua komponen, plasma dan sel darah. Volume darah
secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau ± 5 liter. Plasma
merupakan komponen intraseluler yang berbentuk cair dan berjumlah sekitar 55%
dari volume darah, sedangkan sel darah merupakan komponen padat yang terdapat
di dalam plasma dengan jumlah 45% dari volume darah (Deviani et al., 2017). Sel
darah terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Eritrosit (sel
darah merah) pada hakikatnya adalah kantung hemogoblin terbungkus membran
plasma yang mengangkut O2 dalam darah. Leukosit (sel darah putih) satuan
pertahanan sistem imun, diangkut dalam darah tempat cedera atau tempat invasi
mikro organisme penyebab penyakit. Trombosit penting dalam homeostasis,
penghentian pendarahan dari pembuluh yang cedera.
Sel darah merah yang bersikulasi didalam tubuh dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya perubahan volume plasma, laju deskruksi eritrosit,
kontraksi limfa, sekresi eritopoietin, laju produksi sumsum tulang, oksigen
jaringan, serta hormon dari kelenjar (Guyton and Hall, 2014). Polisitemia kelainan
yang ditandai dengan peningkatan RBC. Polisitemia didefinisikan dengan
kenaikan jumlah eritrosit yang disertai dengan naiknya nilai hematokrit dan
hemoglobin. Jika peningkatan produksi eritrosit diketahui maka polisitemia
tersebut sekunder, sedangkan bila penyebabnya tidak diketahui disebut
polisitemia vera (Darmawan, 2002). Anemia secara fungsional didefinisikan
sebagai penurunana jumlah masa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer (Glader, 2017).

2
2.2. Biokimia Darah
Biokimia, berasal dari dua kata, yaitu bio (artinya kehidupan) dan kimia.
Biokimia dapat diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang dasar-dasar kimia
dari kehidupan. Biokimia juga dapat diartikan sebagai ilmu yang membahas
tentang zat-zat kimia penyusun tubuh makhluk hidup, serta reaksi-reaksi dan
proses kimia, yang berlangsung di dalam tubuh makhluk hidup. Reaksi dan proses
kimia yang berlangsung didalam tubuh makhluk hidup atau didalam sel, kita
namakan metabolisme. Dengan definisi ini dapat dipahami bahwa biokimia
mencakup atau bersinggungan dengan sebagian bahasan dalam biologi sel dan
biologi molekuler.

Dalam biokimia hal mencakupnya ialah karbohidrat, protein dan lemak.


Karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung atom Karbon, Hidrogen
danOksigen, dan pada umumnya unsur hidrogen dan oksigen dalam komposisi
menghasilkanH2O. kelainan yg bisa terjadi pada unsur karbohidrat ini ialah
Galaktosemia, glikogenesis, intoleransi fruktosa herediter, fruktosuria, pentosuria,
marasmus, diabetes melitus, dsb. Protein adalah makromolekul polipeptida yang
tersusun dari sejumlah L-asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida.
Beberapa yang dapat disebabkan oleh kelainan atau defisiensi protein salah
satunya hipoproteinemia, dimana kadar protein dalam darah sangat rendah. Lemak
merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh . Lemak
memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber energi dan
pembentukan jaringan adipose. Kelainna yang dapat ditimbulkan oleh lemak ialah
seperti obesitas, dimana kadar lemak dalam tubuh mengalami penumpukan pada
beberapa bagian tubuh dan organ.

2.3. Urinalis
Urin dibentuk oleh ginjal dalam menjalankan sistem homeostatik. Sistem
urin tersusun atas ginjal, ureter, vesica urinaria, dan urethra. Berfungsi membantu
terciptanya homeostasis dan pengeluaran sisa - sisa metabolisme. Ginjal selain

3
berfungsi sebagai alat ekskresi juga berperan menghasilkan hormon seperti:
reninangiotensin, erythropoetin, dan mengubah provitamin D menjadi bentuk aktif
(vit. D) (UNY, 2016). Proses pembentukan urin meliputi filtrasi glomeruler,
reabsopsi tubuler, dan sekresi tubuler. Tiga tahap Filtrasi merupakan proses yang
terjadi dalam glomerulus, terjadi karena permukaan eferent lebih besar dari
permukaan eferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian tersaring
adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh
simpauni bawman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat,
bikarbonat diteruskan ke tubulus seminiferos. Proses reabsorpsi merupakan
penyerapan kembali sebagian dari glukosa, sodium, klorida dan fospat serta
beberapa ion bikarbonat. Proses ini terjadi secara pasif yang dikenal obligator
reapsorbsi terjadi pada tubulus atas. Proses sekresi dimana sisa penyerapan
kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya
diteruskan keluar (Syaifuddin, 1997). Ekskresi oleh ginjal memiliki peranan
memelihara keseimbangan air, memelihara keseimbangan elektrolit, memelihara
pH darah, dan mengeluarkan sisa-sisa limbah metabolisme yang merupakan racun
bagi tubuh organisme.

Pemeriksaan urine berguna untuk menunjang diagnosis suatu penyakit.


Pada penyakit tertentu, dalam urine dapat ditemukan zat-zat patologik antara lain
glukosa, protein dan zat keton (Probosunu, 1994). Ada tiga tipeurinalisa yaitu
pemeriksaan skrening menggunakan dipstik yang dilakukan di laboratorium,
praktek dokter atau di rumah yang dilakukan oleh pasien; pemeriksaan urinalisa
dasar (rutin) menggunakan mikroskop terhadap sedimen urin disamping
pemeriksaan menggunakan dipstik; dan pemeriksaan sedimen urin secara
sitopatologik khusus. Unsur-unsur sedimen urin organik berdasarkan bentuknya
adalah eritrosit, leukosit, spermatozoa, dan benang lendir. Unsur-unsur sedimen
urine anorganik atau non organik dalam suasana asam (kristal asam urat), kristal
kalsium oksalat, dan dalam suasana basa (kristal triple phospat, kristal kalsium
phospat, kristal kalsium karbonat) (Dahelmi, 1991). Pemeriksaan urinalisa bukan
hanya bersifat diagnostik tetapi juga untuk penanganan penyakit ginjal dan traktus

4
urinarius sehingga prognosis menjadi lebih baik atau memperlambat kerusakan
organ ginjal.

5
BAB III
Hasil dan Pembahasan
3.1. Sinyalemen
Hewan : Kucing
Jenis Kelamin : Jantan
Umur : 11 tahun
3.2. Anamnesa
 Kucing mengalami Lesu dan Polidipsia.
 Satu bulan yang lalu kadar PCV = 38 % (normal)
3.3. Hasil Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan Hasil Kisaran Normal Keterangan Interpretasi
PCV 13% 25-45% Menurun Anemia
RBC 1,55x106/µL 5-11 x106/µL Menurun Anemia
Hb 4 g/dL 8-15 g/dL Menurun Anemia
Retikulosit 155.000 0-60.000 Meningkat Anemia
NCC 20,6 5,5-18,5 Meningkat Leukositosis
MCV 84 39-50 Meningkat Makrositik
MCHC 31 g/dL 33-37 g/dL Menurun Hipokromik
Bands 0,8 0-0,3 Meningkat Shift to the left
Metas 0,4 0 Meningkat Shift to the left
Segmented 9,9 2,5-12,5 Normal -
Limfosit 1,4 1,5-7,0 Menurun Limfopenia
Monosit 3,1 0-0,8 Meningkat Monositosis
Eosinofil 0,2 0-1,5 Normal -
Trombosit cukup 150-700 -
Nucleated 4,8 0 Anemia
RBC regeneratif

TF 8,9 6,0-8,5 Meningkat


Hemopathology: Many haemobartonella felis (mycoplasma haemofelis organism
on erythrocytes)

6
3.4. Hasil Pemeriksaan Biokimia Darah
Kisaran
pemeriksaan Hasil Keterangan interpretasi
normal
Gluc 249 Meningkat 67-124 Hiperglycemia
BUN 56 Meningkat 17-32 Azotemia
Creatinine 6.6 Meningkat 0.9-2.1 Azotemia
Ca 10.2 normal 8.5-11 -
Phosphate 7.9 Meningkat 3.3-7.8 Hiperfosfatemia
TP 8.4 Meningkat 3.9-8.1 Hiperproteinemia
Alb 3.3 Normal 2.3-3.9 -
Glob 5.1 Meningkat 2.5-4.4 Hiperglobulinemia
T.bili 0.3 Normal 0-0.3 -
Chol 386 Meningkat 60-220 Hypercholesteroemia
ALT 53 Normal 30-100 -
ALP 19 Normal 0-100 -
Na 150 Normal 140-160 -
K 4.9 Normal 3.7-5.4 -
Cl 127 Normal 112-129 -
Hiperventilasi /
TCO2 10 menurun 14-23
metabolic acidosis
An. Gap 18 Normal 10-27 -
Calc.
337 Meningkat 290-310 -
osmolality

3.5. Hasil Pemeriksaan Urinalis


Pemeriksaan Hasil Keterangan Kisaran Interpretasi
Normal
Warna Kuning Normal Kuning - Kuning -
Coklat
Transparan Keruh Jernih Adanya urat amorf
SG/BJ 1.020 Normal 1.020-1040 -
Protein Negative Normal -
Glukosa 2+ Meningkat 0 Glucosuria
Bilirubin Negative Normal -
Blood Negative Normal -
pH 5.0 Menurun 6-7 asidosis
metabolis/respiratorik
Keton Negative Normal -

7
Pemeriksaan Hasil Keterangan Kisaran Interpretasi
Normal
WBC 0-8 Meningkat 0 Pyuria
RBC 1-2 Normal 0-3 -
Epith cells 1-3 Normal 0-2 -
Transisional
Casts 0 Normal -
Crystal 0 Normal -
Bacteria 0 Normal -
Lainnya Fat Droplets -

3.6. Hasil Kajian


Hasil kajian/analisis uji pendukung yaitu pemeriksaan hrmatologi, biokimia darah,
dan urinalis didapat perubahan sebagai berikut:
 Anemia regenerative makrositik-hipokromik
 Leukositosis shift to the left
 Monositosis
 Mycoplasma Haemofelis pada eritrosit
 Grafik Histogram bergeser ke kanan
 Hiperglycemia
 Azotemia
 Hiperproteinuria
 Hyperglobulinemia
 Hypercholesteromia
 Hyperfosfatemia
 Glucosuria
 Metabolic asidosis

3.7. Diagnosis

Dari hasil kajian analisis diatas, maka dugaan diagnosis adalah Diabetes Mellitus (
DM ) dan Infeksi mycoplasmosis.

3.8. Prognosis

Prognosis yang kami ajukan adalah Infausta.

8
3.9. Pembahasan

Hasil dari data pemeriksaan hematologi menunjukan kucing mengalami


anemia regenerative makrositik-hipokromik. Hal ini dikarenakan adanya sel sel
eritrosit muda dan eritrosit yang berinti. Anemia makrositik hipokromik menurut
Darmawan ( 2002) dapat diklasifikasikan menurut etiologi diantaranya adalah
masa kesembuhan dari pendarahan hebat ; Pendarahan karena luka atau adanya
gangguan koagulasi darah. Detruksi eritrosit secara masif : adanya infeksi oleh
hemoprotozoa, bakteri, parasite darah, virus maupun akibat metabolic, anemia
kongenital pada anjing. Adanya leukositosis shift to the left menunjukan adanya
sel sel leukosist neutrophil muda lebih banyak beredar dalam peredaran darah.
Pada kasus penyakit bakteri, lazimnya jumlah leukosit neutrophil dalam darah
meningkat dan yang banyak tampak adalah leukosit muda. Hal ini disebabkan
sumsung tulang perlu melepas leukosit muda untuk melawan infeksi yang terjadi.
Pada penyakit yang sifatnya kronis akan jelas sekali terlihat adanya kenaikan
monosit (monositosis) dan dapat terjadi regenerative left shift dengan adanya
regenerasi sumsung tulang. Penemuan hemopathology yaitu adanya parasite darah
mycoplasma haemofelis pada eritrosit adalah salah satu penyebab terjadinya
anemia degenerative. Dimana mycoplasmosis ini menyebabkan eritrosit-eritrosit
yang terinfeksi menjadi pecah dan digantikan oleh eritrosit-eritrosit muda.
Meningkatnya nilai total protein (hyperproteinemia) disebabkan karena adanya
infeksi oleh mycoplasma haemofelis. Infeksi mycoplasmosis menyebabkan
meningkatnya sistesis globulin ( hyperglobulinemia) oleh sel hepatocyt dan
peningkatan produksi Ig oleh sel Lymfosit B. Positive acute phase protein :
protein plasma atau serum meningkat pd peradangan akut disebabkan oleh
peningkatan produksi oleh sel hepatocyt sebagai respon beberapa cytokin karena
radang. Kelompok protein yang dimaksud adalah alpha 1- globulin, alpha2-
globulin. Pada histogram juga ditunjukkan bahwa terdapat kenaikan angka rekatif
dimana sel sel pertahanan seperti limfosit, neutrofil dekeluarkan untuk melawan
infeksi dari Mycoplasma haemofelis. Rentang garisnya lebar ini menunjukkan
bahwa infeksi yang ditimbulkan bersifat kronis serta banyaknya sel sel muda yang
berada disana.

9
Pada pemeriksaan fungsi ginjal terlihat adanya peningkatan kadar urea dan
kreatinin. Menurut Stockham dan Scott (2002), azotemia dapat disebabkan oleh:
1) penurunan ekskresi urin, dibagi menjadi tiga yaitu a. pre-renal (hipovolemia
akibat penurunan volume darah dan dehidrasi, insufisiensi koris, syok), b. renal
(inflamasi, amiloidosis, nefrosis toksik, iskemia atau hipoksia renalis, hipoplasia,
hidronefrosis dan neoplasia), c. post-renal (obstruksi traktus urinarius, trauma,
neoplasia); dan 2) peningkatan produksi urea atau kretinin (hemoragi intestinal,
peningkatan diet urea, peningkatan katabolisme protein). Pada pemeriksaan
kimia darah kucing juga terlihat adanya hiperglikemia. Hiperglikemia biasanya
terjadi apabila hormon insulin yang dihasilkan sel β pulau Langerhans pankreas
tidak dapat dipergunakan dengan baik atau mengalami defisiensi (Pergiwati
1993). Adapun hiperglikemia dengan penyebab tersebut sangat terkait dengan
DM. Diabetes Mellitus (DM) adalah sebuah penyakit yang berhubungan dengan
kadar insulin di dalam darah yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai
etiologinya. Seperti diketahui bahwa insulin berhubungan erat dengan proses
metabolisme dalam tubuh (Agna 2009 dan Maylina et al., 2010). Penemuan
glukosa dalam urin (glucosuria) dapat memperkuat temuan-temua hasil
pemriksaan bahwa penyebab tersebut sangat berkaitan dengan diabetes mellitus.

Pada keadaan kurang insulin, sintesis protein meningkat, menyebabkan


pembentukan glukosa di hati meningkat, dan pengambilan trigliserida dan asam
lemak oleh jaringan juga menurun. Akibatnya kadar glukosa tetap tinggi, dan
asam lemak dan trigliserida yang merupakan prekursor glukosa tetap beredar di
sirkulasi dan kembali ke hati, menyebabkan pembentukan glukosa sangat
dimungkinkan untuk tetap tinggi. Pada akhirnya hiperglikemia semakin parah.
Pada keadaan hiperglikemia, tekanan osmotik dalam darah meningkat sehingga
cairan tertarik ke dalam pembuluh darah menyebabkan hipertensi. Karena cairan
sel tertarik masuk ke ekstrasel (pembuluh darah), maka terjadi dehidrasi (Agna
2009 dan Maylina et al., 2010). Dehidrasi menyebabkan peningkatkan nafsu
minum (polidipsia) yang mengakibatkan poliuria.

10
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Kucing jantan yang berumur 11 tahun mengalami anemia degenerative


makrositik hipokromik, Leukositosis shift to the left, adanya hyperglycemia yang
dimana menyebabkan adanya glucosuria pada urin. Kucing didiagnosis diabetes
mellitus (DM) dan mycoplasmosis setelah dilakukan uji laboratorium seperti
hematologi, urinalis dan kimia klinik, melihat gejala-gejala yang muncul serta
pemeriksaan klinis.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anfa, Azki Afidati Putri, Nadyatul Khaira Huda, Nurul Fathjri Rahmayeny, Rifqi
Ramadhana dan Selvi Nur Afni. 2016. Analisis Urine. Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Sains. Universitas Andalas,
Padang.
Dharmawan NS. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner Hematologi Klinik.
Universitas Udayana. ISBN : 979-8286-22-7
Fitria, Laksmindra., Illiy, Lia Lavi., dan Dewi. 2016. Pengaruh Antikoagulan dan
Waktu Penyimpanan terhadap Profil Hematologis Tikus (Rattus
norvegicus Berkenhout, 1769) Galur Wistar. Biosfera. Vol. 33 (1): 22-
30.
Glader B. Anemia: General Considerations. In: Greer GM, Paraskevas F, Glader
B (editors). 2004. Wintrobe’s Clinical Hematology. 11th edition.
Philadelphia: Lippincot , Williams, Wilkins: pp 947-1009.
Guyton, A. C., Hall, J. E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022.
Loesnihari, Ricke. 2012. Peran Analisa Urin pada Penanganan Penyakit Ginjal
dan Traktus Urinarius. Departemen Patologi Klinik, Fakultas
Kedokteran. Universitas Sumatera Utara
Deviani, Sita., Santosa, Budi., dan Fitri Nuroini. 2017. Thesis Perbedaan Variasi
Volume dalam Tabung Vacutainer EDTA terhadap Jumlah Trombosit.
Universitas Muhammadiyah: Semarang.

12

Anda mungkin juga menyukai