Anda di halaman 1dari 15

DEFINISI, ETIOLOGI, PATOFISIOLOGI, WOC, MANIFESTASI KLINIS,

PEMERIKSAAN PENUNJANG, PMO DAN TERAPI PENGOBATAN


TUBERKULOSIS PARU

Disusun Oleh:

Kelompok 8

1. Alfandy Costario : Po. 62. 20. 1. 17. 315


2. Adelia Falentina : Po. 62. 20. 1. 17. 313
3. Anis Setiawati supiah : Po. 62. 20. 1. 17. 317
4. Mega Sonia Vera : Po. 62. 20. 1. 17. 336

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA D-IV KEPERAWATAN REGULER IV

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada pihak yang telah membantu hingga
selesainya tugas mata kuliah ini. Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terimakasih
kepada dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 yang telah memberikan bimbingannya
selama penyusunan makalah ini.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Palangkaraya, 27 juli 2018

(Kelompok 8)
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi TB Paru
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. WOC/Pathway
E. Manifestasi Klinis
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Pengawas Minum Obat (PMO)
H. Terapi Pengobatan

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara
(Asih, 2004). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
terinfeksi. Penyakit ini bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi
seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis dan TB usus.
Pendertita tuberculosis di kawasan Asia terus bertambah. Sejauh ini, Asia
termasuk kawasan dengan penyebaran TB tertinggi di dunia. Sebelas dari 22 negara
dengan angka kasus TB tertinggi barada di Asia, diantaranya Banglades, China, India,
Indonesia, dan Pakistan. Empat dari lima penderita TB di Asia termasuk kelompok usia
produktif (kompas, 2007). Angka kematian akibat TB di Indonesia mencapai 140.000
orang per tahun atau 8% dari korban meninggal di seluruh dunia. Setiap tahun, terdapat
lebih dari 500.000 kasus baru Tb, dan 75% penderita termasuk kelompok usia produktif.
Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ketiga terbesar di dunia setelah India dan
China.
Mengingat akan bahaya penyakit TB paru, maka pada makalah ini akan dibahas
mengenai apa penyebab dari penyakit TB paru, asal penyakit, permulaan perjalanan dan
akibat dari TB paru, sampai dengan bagaimana terapi pengobatannya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan tuberkulosis (TB) paru?
2. Apa etiologi atau penyebab dari tuberculosis paru?
3. Bagaimana patofisiologis dari tuberculosis paru?
4. Seperti apa WOC/ pathway dari tuberculosis paru?
5. Bagaimana manifestasi klinis tuberculosis paru?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang tuberculosis paru?
7. Bagaimana PMO tuberculosis paru?
8. Bagaimana terapi pengobatan tuberculosis paru?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
wawasan bagi pembaca maupun penulis mengenai penyakit tuberculosis (TB) paru, mulai
dari penyebab, perjalanan penyakit, WOC, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang,
PMO, sampai dengan terapi pengobatannya.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah penulis maupun pembaca dapat
mengetahui lebih dalam lagi mengenai apa itu penyakit tuberculosis (TB) paru, apa
penyebabnya, bagaimana patofisiologisnya, seperti apa WOC-nya, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang, PMO, serta bagaimana terapi pengobatannya.,
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi TB Paru
Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil
mycobacterium tuberculosis kompleks yang secara khas ditandai oleh pembentukan
granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Mycobacterium tuberculosis adalah kuman aerob yang dapat hidup terutama di
paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen
yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membrane
selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan
dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap sinar
ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari.
TB termasuk dalam 10 besar penyakit yang menyebabkan kematian di dunia. Data
WHO menunjukan bahwa pada tahun 2015, Indonesia termasuk dalam 6 besar negara
dengan kasus TB terbanyak. Dibeberapa negara berkembang, 10-15% dari morbiditas
berbagai penyakit anak dibawah umur 6 tahun adalah penyakit tuberculosis paru. Faktor
resiko tertinggi dari tuberculosis paru adalah:
1. Berasal dari negara berkembang
2. Anak-anak dibawah umur 5 tahun atau orang tua
3. Pecandu alcohol atau narkotik
4. Infeksi HIV
5. Diabetes mellitus
6. Penghuni rumah beramai-ramai
7. Imunosupresi
8. Hubungan intim dengan orang yang mempunyai sputum positive
9. Kemiskinan dan malnutrisi
B. Etiologi
Penyebab TB adalah Mycobacterium Tuberculosis sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4 mikron, lebar kuman 0,3-0,6 mikron. Kuman akan
tumbuh optimal pada suhu sekitar 370c dengan pH optimal 6,4-7. Sebagian besar kuman
terdiri atas asam lemak. Lipid inilah yang menyebabkan kuman lebih tahan asam dan
lebih kuat terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat hidup pada udara kering dan
dingin. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam keadaan dorman (tidur) yang dapat
bangkit kembali dan menjadi tuberculosis aktif dalam keadaan tertentu. Di dalam
jaringan kuman hidup dalam sitoplasma makrofag sebagai parasit intra selular. Makrofag
yang semula memfagositosis kumaqn menjadi disukai karena mengandung banyak lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob yang menunjukan bahwa kuman lebih menyukai
jaringan yang tinggi kadar oksigennya.
Kuman Mycobacterium Tuberculosis ini terbagi atas empat kelompok populasi
yaitu:
1. Populasi A: kuman tumbuh dan berkembang terus dengan cepat, kuman banyak
terdapat pada dinding kaviti atau dalam lesi pH netral.
2. Populasi B: kuman tumbuh sangat lambat dan berada dalam lingkungan asam.
Lingkungan asam inilah yang melindungi kuman terhadap obat anti tuberculosis
tertentu.
3. Populasi C: kuman berada dalam keadaan dorman hampir sepanjang waktu. Hanya
kadang-kadang saja kuman mengalami metabolisme secara aktif dalam waktu yang
singkat, kuman jenis ini banyak terdapat pada dinding kaviti.
4. Populasi D: kuman-kuman sepenuhnya bersifat dorman sehingga sama sekali tidak
dapat dipengaruhi oleh obat anti tuberculosis. Jumlah populasi jenis ini tidak jelas
dan hanya bisa dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh manusia itu sendiri.

C. Patofisiologi
Tuberculosis (TB0 adalah penyakit infeksi yang disebabkan basil Mycobacterium
Tuberculosis, atau basil tuberkel, yang tahan asam. Bila seorang yang belum pernah
terpapar pada TB, menghirup cukup banyak basil tuberkel ke dalam alveoli, maka
terjadilah infeksi tuberculosis. Reaksi tubuh terhadap basil tuberkel tergantung pada
kerentanan orang tersebut, besarnya dosis yang masuk, dan virulensi organisme.
Peradangan terjadi di alveoli (parenkim) paru, dan pertahanan tubuh alami berusaha
melawan infeksi itu. Makrofag menangkap organisme itu, lalu di bawa ke sel T. proses
radang dan reaksi sel menghasilkan sebuah nodul pucat kecil yang disebut tuberkel
primer. Di bagian tengah nodul terdapat basil tuberkel. Bagian luarnya mengalami
fibrosis, bagian tengahnya kekurangan makanan, mengalami nekrosis. Proses terakhir ini
dikenal sebagai perkijuan. Bagian tengah nekrotik ini dapat mengapur (klasifikasi), atau
mencair. Materi cair ini dapat dibatukan keluar, meninggalkan rongga (kaverne) dalam
parenkim paru (tampak pada foto toraks). Bila pada foto toraks hanya tampak nodul yang
telah mengalami perkapuran, maka nodul ini akan dikenal sebagai tuberkel Ghon.
Adanya tuberkel Ghon disertai pembesaran kelenjar limfe di hilus paru bersama-sama
disebut sebagai kompleks primer.
Orang dengan kompleks primer telah dibuat peka terhadap basil tuberkel. Bila
orang ini diberi tes tuberculin, akan member reaksi positif. Tes tuberculin positif tidak
berarti bahwa yang bersangkutan telah mengidap TB. Orang dengan tes tuberculin positif
berarti bahwa yang bersangkutan telah mengidap TB. Orang dengan tes tuberculin positif
dan minum INH (isoniazid) secara profilaktik untuk 3-6 bulan, akan member tes
negative. Perlindungan ini dikatakan untuk seumur hidup. Berbeda dengan penyakit
infeksi lain, pasien yang pernah terinfeksi TB akan memilikinya seumur hidup, kecuali
pernah mendapat pengobatan profilaksis dengan pengobatan INH. Basil tuberkel ini
menetap dalam paru dalam keadaan terbungkus; dikatakan dalam keadaan tenang. Bila
seseorang mengalami stress fisik atau emosi, basil ini dapat menjadi aktif kembali dan
berkembang biak. Jika pertahanan tubuh rendah, maka timbul TB aktif. Bila TB timbul
beberapa tahun setelah infeksi primer, dikenal sebagai TB reaktivasi.

D. WOC/ Pathway
E. Manifestasi Klinis
1. Demam 40-41’C,serta ada batuk atau batuk darah
2. Sesak nafas dan nyeri dada
3. Malaise keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada,bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
6. Pada anak
a. Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal
tumbuh.
b. Demam tanpa sebab jelas,terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
c. Batuk kronik>3 minggu,dengan atau tanpa wheeze.
d. Riwayat kontak dengan pasien Tb paru dewasa pasien.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes darah, dapat mendeteksi anemia, penurunan natrium, dan peningkatan kalsium.
2. Tes Mantoux, sangat positif pada TB paru pascaprimer (indurasi kulit > 5 mm
dengan 10 unit tuberculin intradermal; dibaca pada hari ketiga). Sering negative pada
TB milier (penurunan respons pejamu) dan HIV (penurunan imunitas selular).
3. Tes Heaf (tes skrining; sekarang jarang digunakan): suatu cincin dengan 6 cocokan
peniti yang dibuat melalui larutan tuberculin pada lengan bawah. Tidak adanya
respons pada hari ke- 4-7 (derajat 0) memperlihatkan kurangnya imunitas: 4-6 nodul
diskret (derajat 1) atau suatu cincin yang terbentuik melalui koalisi semua cocokan
peniti (derajat 2) menunjukkan imunitas. Satu nodul yang dibentuk dengan mengisi
cincin (derajat 3) menggambarkan baru saja terjadi kontak atau infeksi tuberculosis
dini, suatu nodul >5-7 mm dengan vesicle atau ulserasi permukaan (derajat 4)
menunjukan infeksi.
4. Mikrobiologi, basil tahan asam dapat di deteksi pada sputum atau bilasan paru yang
menggunakan pewarnaan Ziehl-neelsen. Namun, basil tumbuh lambat, dan kultur
serta sensitivitas obat memerlukan waktu 4-6 minggu. Kultur dari sumsum tulang
atau cairan serebrospinal (CSS) dapat mengkonfirmasi diagnosis TB milier.
5. Histopatologi, aspirasi pleura dengan biopsy mengkonfirmasi TB pada ~90% pasien
dengan efusi pleura. Biopsy hati akan menemukan TB milier pada ~60% kasus
6. Radiografi dada, pembentukan bayangan di lobus bawah sangat menunjang. Kavitas
di apeks, efusi pleura, dan pneumotoraks dapat terjadi. Pada TB milier, nodul kecil
yang tersebar luas (diameter 2-3 mm) secara difus menyebar ke seluruh paru
(bayangan milier), dan mudah luput dari penglihatan.
Menurut Mansjoer, dkk (1999:hal472), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
pada klien dengan tuberculosis paru, yaitu:
1. Laboratorium darah rutin: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
2. Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastikan diagnostik TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30 - 70 % pasien yang dapat didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan ini.
3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase): merupakan uji serologi imunoperoksidase
memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil
TB.
4. Tes Mantoux/Tuberkulin: merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat
histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
5. Tehnik Polymerase Chain Reaction: deteksi DNA kuman secara spesifik melalui
amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat
mendeteksi adanya resistensi.
6. Becton Dickinson diagnostic instrument sistem (BACTEC): deteksi grwoth indeks
berdasarkan CO2 yan dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh mikobakterium
tuberculosis.
7. MYCODOT: deteksi anti body memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan
pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastic,kemudian dicelupkan dala jumlah
memadai memakai Warna sisir akan berubah.
8. pemeriksaan radiology: Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu:
a. Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah.
b. Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular).
c. Adanya kavitas,tunggal atau ganda.
d. Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru.
e. Adanya klasifikasi.
f. Bayangan menatap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milier.
G. Pengawas Minum Obat (PMO)
Pengobatan TB akan menyembuhkan sebagian besar pasien tanpa memicu
munculnya kuman resistan (kebal) obat. Untuk tercapainya hal tersebut, sangat penting
dipastikan bahwa pasien menelan seluruh obat yang diberikan sesuai anjuran dengan cara
pengawasan langsung oleh seorang PMO (Pengawas Minum Obat, atau sering juga
disebut Pengawas Menelan Obat) agar mencegah terjadinya resistensi (kebal) obat.
Pilihan tempat pemberian pengobatan sebaiknya disepakati bersama pasien agar dapat
memberikan kenyamanan. Pasien bisa memilih datang ke fasilitas kesehatan (puskesmas,
RSUD, RS swasta) terdekat dengan kediaman pasien atau PMO datang berkunjung ke
rumah pasien. Apabila tidak ada faktor penyulit, pengobatan dapat diberikan secara rawat
jalan.
Syarat-syarat menjadi PMO diantaranya:
1. Seorang PMO harus seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh
petugas kesehatan maupun pasien,
2. PMO harus disegani dan dihormati oleh pasien, sehingga pasien dapat patuh
menjalankan instruksi yang diberikan.
3. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
4. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
5. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat,


pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau
tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
PMO yang berasal dari anggota keluarga meningkatkan kepatuhan pasien dalam
meminum obat. Namun, anggota keluarga itu harus terlebih dahulu diberi edukasi oleh
petugas kesehatan mengenai seluk beluk penyakit TB.

Tugas seorang PMO adalah

1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
Tanpa PMO, pasien rentan drop out, sehingga kuman terlanjur kebal obat dan waktu
pengobatan bisa diulang dan lebih panjang.
2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.

4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-


gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan
Kesehatan.

Dalam menjalankan tugasnya, seorang PMO harus aktif memberikan informasi penting
yang perlu dipahami oleh pasien TB dan anggota keluarga lain. Hal-hal itu antara lain:

1. Bahwa TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.

2. Bagaimana cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara


pencegahannya.

3. Bahwa TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur, bila tidak patuh pengobatan
menjadi lebih panjang karena kuman terlanjur lebih liar dan kebal obat.

4. Bagaimana cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).

5. Apa pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

6. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta


pertolongan ke fasilitas kesehatan terdekat.

H. Terapi Pengobatan
Prognosis baik jika pasien tidak mengalami gangguan imun. Nutrisi yang baik,
pengurangan konsumsi alkohol, dan kepatuhan pada terapi obat merupakan faktor-faktor
penting. TB paru nonkomplikata diobati selama 6 bulan. Pada awalnya, sekurang-
kurangnya digunakan tiga obat, untuk mencegah perkembangan strain yag resisten.
Regimen yang dianjurkan adalah rifampisin, pirazinamid, dan isozianid selama 2 bulan,
diikuti rifampisin dan isozianid selama 4 bulan. Tambahan piridoksin mencegah
neuropati perifer akibat isozianid. Fungsi hati sebaiknya dipantau, karena rifampisin dan
pirazinamid dapat menyebabkan disfungsi hati. Jika dicurigai terjadi resistensi obat
(rekurensi TB pada pasien yang tidak patuh), maka regimen empat obat (tambahkan
etambutol) dapat dimulai. Bila ada hasil kultur, obat alternatif akan menggantikan obat
yang tidak sensitif untuk mikrobakterium. Etambutol (pantaulah penglihatan warna untuk
neuritis optikus), streptomisin (pantaulah kadar plasma untuk menghindari gangguan
pendengaran) atau siprofloksasin dapat digunakan. Pada TB paru berat, kortikosteroid
kadang-kadang memperbaiki hasil.
Di beberapa organ (misalnya tulang), TB diobati lebih lama, sering dengan obat-
obatan tambahan. Pada TB meningeal atau serebral, regimen empat obat selama 12 bulan
dengan tambahan steroid dianjurkan, untuk memastikan penetrasi otak yang adekuat dan
mecegah kompresi narvus kranialis akibat pembentukan parut meningeal.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuberculosis (TB) paru adalah salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
basil Mycobacterium Tuberculosis, yaitu sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-4 mikron, lebar kuman 0,3-0,6 mikron. Penyakit ini ditularkan melalui udara
yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Udara yang
mengandung basil tuberkel yang berasal dari penderita, kemudian terhisap oleh orang
lain, sehingga terjadilah infeksi tuberculosis. Tubuh yang terinfeksi tuberculosis akan me
ngalami demam 40-41’C,serta ada batuk atau batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada,
malaise keringat malam, suara khas pada perkusi dada,bunyi dada, dan peningkatan sel
darah putih dengan dominasi limfosit. Pada anak-anak berat badanya akan berkurang 2
bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, demam yang berlanjut hingga 2 minggu, serta
batuk kronik lebih dari 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
Terapi pengobatan TB paru meliputi tes darah, tes mantoux, tes heaf,
mikrobiologi, histopatologi, dan radiografi dada. TB paru diobati selama 6 bulan, yang di
awali dengan tiga obat (yang dianjurkan),yaitu rifampisin, pirazinamid, dan isozianid
selama 2 bulan untuk mencegah perkembangan strain yag resisten, kemudian diikuti
rifampisin dan isozianid selama 4 bulan. Tambahan piridoksin diperlukan untuk
mencegah neuropati perifer akibat isozianid. Dalam pengobatan sangat di perlukan peran
seorang pengawas minum obat agar pengobatan menjadi lebih efektif.

B. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan adalah dengan kita telah mengetahui apa
itu penyakit Tuberculosis, kita dapat lebih menjaga lagi kesehatan kita yaitu dengan
selalu menjaga lingkungan dan kesehatan diri kita sendiri supaya tetap bersih, dan lebih
hati-hati ketika berhadapan dengan penderita TB paru, mengingat bahwa penyakit ini
adalah penyakit menular yang sangat berbahaya dan angka kematiannya cukup tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. Tambayong Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: ECG


2. Dr. H. Rab Tabrani. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates
3. Ward, Jeremy P. T, dkk. 2007. At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga
4. Nurarif Amin Huda, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Medication
5. Ms.Gunawijaya, Dr. Fajar Arifin, dkk. 2013. Buku Saku Horrison Pulmonologi.
Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group.
6. Crofton John, Norman Horne & Fred Miller. 1998. Tuberkulosis Klinik. Jakarta:
Widya Medika.
7. https://mediskus.com/obat/pengobatan-tbc-paru-dan-ekstra

Anda mungkin juga menyukai