Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat dan mempunyai populasi
yang terus meningkat (The Global Initiative for Asthma, 2004). Kasus asma diseluruh dunia
menurut survey GINA (2004) mencapai 300 juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025
penderita asma bertambah menjadi 400 juta jiwa. Saat ini penyakit asma menduduki urutan
sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia (Depkes RI, 2007). Hal ini
disebabkan oleh pengelolaan asma yang tidak terkontrol yang di tambah dengan sikap pasien
dan dokter yang sering kali meremehkan tingkat keparahan penyakit asma sehingga
menyebabkan kesakitan yang berkelanjutan dan lebih parahnya dapat menyebabkan kematian
seketika pada penderitanya. Di Amerika Serikat tercatat sekitar 2 juta penderita asma yang
mengunjungi Unit Gawat Darurat setiap tahunnya, dan sekitar 500.000 penderita asma yang
harus menjalani rawat inap, dan sebagai peringkat ketiga penyebab rawat inap. Di satu sisi,
dunia kedokteran dan farmasi telah mencapai kemajuan yang sangat signifikan dalam
pemahaman mengenai asma sebagai penyakit. Namun ironisnya, dari sisi lain, meski berjuta-
juta dollar telah dikeluarkan untuk berbagai studi dan riset mengenai asma, nyatanya jumlah
penderita baru asma di seluruh dunia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Penyakit asma sudah lama diketahui, namun saat ini pengobatan atau terapi yang diberikan
hanya untuk mengendalikan gejala (Sundaru, 2008). Asma merupakan penyakit yang tidak
dapat disembuhkan tapi dapat dikendalikan. Asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan
yang dilakukan secara lengkap, tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis yaitu
dengan cara pemberian obat-obatan anti inflamasi tetapi juga menggunakan terapi
nonfarmakologis yaitu dengan cara mengontrol gejala asma (Sundaru 2008).
Pengontrolan terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan cara menghindari allergen
pencetus asma, konsultasi asma dengan tim medis secara teratur, hidup sehat dengan asupan
nutrisi yang memadai, menghindari stres dan olahraga (Wong, 2003). Semua penatalaksanaan
ini bertujuan untuk mengurangi gejala asma dengan meningkatkan sistem imunitas
(Siswantoyo, 2007; The Asthma Foundation of Victoria, 2002) dan memperlancar sistem
respirasi (Suyoko, 1992). Asma dapat diatasi dengan baik dan akan lebih sedikit mengalami
gejala asma apabila kondisi tubuhnya dalam keadaan sehat. Olahraga dan aktivitas
merupakan hal penting untuk membuat seseorang segar bugar dan sehat. Melakukan olahraga
merupakan bagian penanganan asma yang baik (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).
1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang diambil


adalah:
1. Bagaimana cara kerja paru-paru?
2. Apa pengertian asma?
3. Apa yang menyebabkan terjadinya serangan asma?
4. Bagaimanakah klasifiksi asma?
5. Bagaimana mekanisme terjadinya asma?
6. Apa sajakah cara untuk pengendalian penyakit asma?

C. Tujuan Pembahasan

Jika dilihat dari rumusan maslah diatas, maka tujuan penulis membahas penyakit asma dan
pengendaliannya adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian asma.
2. Untuk mengetahui bagaimana sluk beluk dari pengertian asma
3. Untuk mengetahui apa saja penyebab-penyebab terjadinya serangan asma
4. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi dari penyakit asma
5. Untuk mengetahui tentang mekanisme tejadinya asma
6. Untuk mengetahui cara penanganan atau pengendalian penyakit asma

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan brokhi
berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer & Bare, 2002).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan
derajatnya dapat berubahubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan
(Muttaqin, 2008).
Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh spasme akut otot
polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus
(Elizabeth, 2000).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Asma merupakan
penyempitan jalan napas yang disebabkan karena hipersensitivitas cabang-cabang
trakeobronkhial terhadap stimuli tertentu. Sedangkan Asma Bronkhial merupakan suatu
penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya
penyempitan bronkus, reaksi obstruksi akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran
udara, dan penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang
khas.

B. ANATOMI FISIOLOGI

1. Anatomi fisiologi sistem pernapasan

Gambar 1 Anatomi sistem pernapasan

3
Gambar 2 Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial

2. Fisiologi sistem pernapasan

Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat membutukan okigen
dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan
kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki lagidan bisa menimbulkan kematian. Kalau
penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis.

C. ETIOLOGI

Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang menonjol
pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma
sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau
faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
1) Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulubulu binatang.
2) Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.
3) Asma gabungan
4) Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).
4
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
Asma Bronkhial yaitu :
1) Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
2) Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,bakteri dan polusi
b. Ingestan : yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
c. Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
2. Perubahan cuaca
3. Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan,
musim kemarau.
4. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada. Disamping gejala Asma yang
timbul harus segera diobati penderita Asma yang mengalami stres atau gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati.
5. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan Asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
5
6. Olah raga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan Asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.

D. PATOFISIOLOGI

Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difusi reversible. Obstruksi
disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos baik saluran
napas, pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang
kental. Selain itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental,
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap didalam
jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody,
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine, bradikinin,
dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan
mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mucus
yang sangat banyak. Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi,
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara
reseptor α- dan β- adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat
(cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada
peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi
reseptor β- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator
kimiawi dan menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β-
adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap
peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos (Smeltzer & Bare, 2002).
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar
bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda
asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
6
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme
otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari pada
inspirasi. Selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama
selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan
adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest.

Klasifikasi Asma

Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit (derajat asma) yaitu:


1) Intermiten
Intermitten ialah derajat asma yang paling ringan. Pada tingkatan derajat asma ini,
serangannya biasanya berlangsung secara singkat. Dan gejala ini juga bisa muncul di
malam hari dengan intensitas sangat rendah yaitu ≤ 2x sebulan.
2) Persisten Ringan
Persisten ringan ialah derajat asma yang tergolong ringan. Pada tingkatan derajat
asma ini, gejala pada sehari-hari berlangsung lebih dari 1 kali seminggu, tetapi kurang
dari atau sama dengan 1 kali sehari dan serangannya biasanya dapat mengganggu
aktifitas tidur di malam hari.
3) Persisten Sedang

7
Persisten sedang ialah derajat asma yang tergolong lumayan berat. Pada tingkatan
derajat asma ini, gejala yang muncul biasanya di atas 1 x seminggu dan hampir setiap
hari. Serangannya biasanya dapat mengganggu aktifitas tidur di malam hari.
4) Persisten Berat
Persisten berat ialah derajat asma yang paling tinggi tingkat keparahannya. Pada
tingkatan derajat asma ini, gejala yang muncul biasanya hampir setiap hari, terus
menerus, dan sering kambuh. Membutuhkan bronkodilator setiap hari dan
serangannya biasanya dapat mengganggu aktifitas tidur di malam hari.

E. MANIFESTASI KLINIK

Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk, dispnea, dan wheezing.
Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma biasanya bermula mendadak dengan
batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi
selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien unutk duduk
tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang tersumbat
menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam
dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang
terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

a. Asma Kronik
Asma kronik ditandai dengan episode dispnea yang disertai dengan bengek, tapi
gambaran klinik asma beragam. Pasien dapat mengeluhkan sempit dada, betuk atau
bunyi saat bernapas. Hal ini sering terjadi saat latihan fisik yang dapat terjadi secara
spontan atau berhubungan dengan allergen tertentu. Tanda-tandanya termasuk bunyi
disaat ekspirasi dengan pemeriksaan auskultasi, batuk kering yang berulang atau
tanda atopi. Asma dapat bervariasi dari gejala harian kronik sampai gejala yang
berselang. Terdapat keparahan dan remisi berulang dan interval antar gejala
mingguan, bulanan atau tahunan. Keparahan ditentukan oleh fungsi paru-paru dan
gejala sebelum terapi disamping jumlah obat dalam mengontrol gejala. Pasien dapat
menunjukkan gejala berselang ringan yang tidak memerlukan pengobatan atau hanya
penggunaan sewaktu-waktu agonis beta inhalasi.

8
b. Asma Parah Akut
Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi akut dimana inflamasi, edema
jalan udara, akumulasi mukus yang berlebihan dan bronkospasmus parah yang
menyebabkan penyempitan jalan udara yang serius tidak responsif terhadap terapi
bronkodilator biasa. Pasien mengalami kecemasan dan mengeluhkan dispnea parah,
nafas pendek, sempit dada atau rasa terbakar. Penderita mungkin hanya dapat
mengucapkan kata dalam satu napas. Gejala tidak responsif terhadap penanganan
biasa. Tanda termasuk bunyi yang terdengar dengan auskultasi saat inspirasi dan
ekspirasi, batuk kering yang berulang, takhipnea, kulit pucat atau kebiruan dan dada
yang mengembang disertai dengan retraksi interkostal dan supra klavilar. Bunyi nafas
dapat hilang bila obstruksi sangat parah.

F. PENATALAKSANAAN

1) Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala yang timbul
saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan
keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah
pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
a. Memberikan oksigen pernasal
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau
terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap
20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara
subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan
dekstrose 5%
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam
12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon
segera atau dalam serangan sangat berat
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya
golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.

9
2) Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis Menurut doenges (2000)
penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan
sputum dengan baik
b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus

G. KOMPLIKASI

Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :

1) Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai
bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru
yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
2) Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum.
Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh
trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran
udara atau usus ke dalam rongga dada .
3) Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat
dangkal.
4) Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat
oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis
dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
5) Gagal napas
10
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida
dalam sel sel tubuh.
6) Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari
saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain
bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita
merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang
berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit
oleh adanya lendir.
7) Fraktur iga

H. PENGKAJIAAN FOKUS

1. Pengkajian
a. Pola pemeliharaan kesehatan
Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga
pasien dengan Asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang
memungkinkan tidak terjadi serangan Asma
b. Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-
kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya. Serta pada pasien sesak, potensial sekali
terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat
makan, laju metabolism serta ansietas yang dialami pasien.
c. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk, konsistensi,
frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola eliminasi.
d. Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja, dan aktifitas
lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya Asma.
e. Pola istirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi berapa lama pasien
tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien. Adanya
wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.
11
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri pasien dan
akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami pasien sehingga kemungkinan
terjadi serangan Asma yang berulang pun akan semakin tinggi.
g. Pola hubungan dengan orang lain
Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya secara
normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan orang lain.
h. Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak
terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi
stresor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan Asma.
i. Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang salah dapat
menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang salah
juga akan menjadi stresor dalam kehidupan pasien.
j. Pola mekanisme dan koping
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan Asma
maka prlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh terhadap
kehidupan pasien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
k. Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat meningkatkan
kekuatan jiwa pasien.Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta
pendekatan diri pada-Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif
(Perry, 2005 & Asmadi 2008).
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC
sebanyak >20% menunjukkan diagnosis Asma.
b. Pemeriksaan tes kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan radiologi

12
Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses patologik di
paru atau komplikasi Asma, seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektasis,
dan lain-lain.
d. Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan serangan
Asma berat.
e. Pemeriksaan sputum
Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral Churschmann,
pemeriksaan sputum penting untuk menilai adanyamiselium Aspergilus fumigatus.
f. Pemeriksaan eosinofil
Pada penderita Asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Jumlah
eosinofil total dalam darah membantu untuk membedakan Asma dari Bronchitis
kronik (Sundaru, 2006).

I. PATHWAYS

Sumber :Somantri (2008), Muttaqin (2008),

13
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama atau imunitas
5) Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

K. RENCANA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
Tujuan : jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil :
a. Jalan napas bersih
b. Sesak berkurang
c. Batuk efektif
d. Mengeluarkan sekret
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas
Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas
b. Berikan pasien untuk posisi yang nyaman
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan
c. Pertahankan lingkungan yang nyaman
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
d. Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat.
Rasional : Membantu mempermudah pengeluaran sekret
e. Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasional : Memberikancara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea,mengeluarkan
sekret.
f. Dorong atau berikan perawatan mulut
14
Rasional : higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut
g. Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer
Rasional : menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan sekret
2. ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
Tujuan : pola napas kembali efektif
Kriteria hasil
a. Pola napas efektif
b. Bunyi napas normal kembali
c. Batuk berkurang
Intervensi
a. Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi tergantung
derajat gagal napas
b. Auskultasi bunyi napas
Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas
c. Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi
Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan
d. Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan suplai oksigen
Tujuan :dapat mempertahankan pertukaran gas
Kriteria hasil :
a. Tidak ada dispnea
b. Pernapasan normal
Intervensi
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan atau kronisnya
proses penyakit.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk
bernapas
Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
c. Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa

15
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat sekitar
bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
d. Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak
efektif.
e. Auskultasi bunyi napas
Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi.
f. Palpasi Fremirus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak.
g. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas
Rasional : Selama distress pernapasan berat atau akut atau refraktori pasien secara
total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.
h. Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : dapat memperbaiki memburuknya hipoksia.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
atau imunitas
Tujuan :tidak mengalami infeksi noskomial
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi
b. Mukosa mulut lembab
c. Batuk berkurang
Intervensi
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi
b. Observasi warna, karakter, jumlah sputum
Rasional : kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru
c. Berikan nutrisi yang adekuat
Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh
d. Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional : antibiotik dapat mencegah masuknya kuman ke dalam tubuh
16
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
Tujuan : kecemasan pasien berkurang
Kriteria hasil :
a. Pasien terlihat tenang
b. Cemas berkurang
c. Ekspresi wajah tenang
Intervensi
a. Kaji tingkat kecemasan
Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien
b. Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita
Rasional : menambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi cemas
c. Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa cemas yang dialaminya.
d. Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
Rasional : mengurangi rasa cemas yang dialami pasien
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
Tujuan : pola tidur terpenuhi
Kriteria hasil ;
a. Pola tidur 6-7 jam per hari
b. Tidur tidak terganggu karena batuk
Intervensi
a. Kaji pola tidur setiap hari
Rasional : mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi
b. Beri posisi yang nyaman
Rasional : memudahkan dalam beristirahat
c. Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : menciptakan suasana yang tenang
d. Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai
Rasional :menciptakan suasana yang tenang
e. Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat dan tidur untuk
penyembuhan
Rasional : menambah pengetahuan
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : aktivitas normal
17
Kriteria hasil :
a. Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas
b. Pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat aktivitas pasien
b. Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhaan pasien
Rasional : membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien sehari-hari
c. Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi
Rasional : membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri
d. Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalaam proses penyembuhan
Rasional : menambah pengetahuan pasien dan keluarga (Doenges, 2000)

18
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan

Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengurangi gejala yang
timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara pasien, keluarga, dan dokternya.
Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya harus diberi informasi lengkap tentang obat
yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis, aturan pakai, cara pakai dan efek samping yang
mungkin timbul. Pasien hendaknya juga menghindari faktor yang menjadi penyebab
timbulnya asma. Selain itu, pasien harus diingatkan untuk selalu membawa obat asma
kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan baik, serta mengecek tanggal
kadaluarsa obat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar semakin hari kualitas hidup pasien
semakin meningkat.

b. Saran

Makalah ini telah dibuat oleh penulis dengan tujuan supaya para pembaca lebih mengetahui
tentang "ASMA". Dengan mengetahui apa dan bagaimana penyakit asma maka dapat lebih
mengenali cara penanganannya. Makalah yang di buat oleh penulis jauh dari kesempurnaan,
maka kami meminta saran dari para pembaca makalah ini untuk melengkapi makalah kami
ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC
Global Initiative For Asthma (GINA). 2005. Global Strategy for Asthma Management and
Prevention. http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp? intId=1170 [15 Agustus 2012]
Hadibroto, Iwan. dan Alam, Syamsir. 2006. Asma. Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama.
Pengertian Paru-paru. http://paru-paru.com/pengertian-paru-paru-manusia/ [15 Agustus 2012]
Dan Cara Mengantisipasinya. Yogyakarta: Diva Press.
The Asthma Foundation of Victoria. 2002. Penyakit Asma dan Gerak Badan.
http://www.asthma.org.au/Portals/0/AsthmaandExercise_IS_Indonesian.pdf [14
Agustus 2012]
Doenges, Marilyn.2000.Rencana asuhan keperawatan & pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Edisi III. Alih Bahasa : I Made Kriasa. EGC. Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brande G.2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah dan
suddarth (Ed.8, Vol.1,2).
Muttaqin, Arif & Sari, Kumala.2009. Asuhan keperawatan perioperatif: Konsep, proses, &
Aplikasi. Salemba Medika. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J.2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Dep.Kes.RI.2007.Asma. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai