Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 HASIL
4.1.1 Makroskopis
HASIL LITERATUR
(Nurjanah .s. 2008)

4.1.2 Mikroskopis
HASIL LITERATUR
(Nurjanah .s. 2008)

4.2.3 Kadar Air


HASIL LITERATUR
(Depkes RI. 2000)
4.2.4 Kadar Abu
HASIL LITERATUR
(Depkes RI. 2000)

4.2.5 Skrining Fitokimia


SEBELUM SESUDAH LITERATUR
(Nurjanah .s. 2008)

4.2 PEMBAHASAN
Teripang atau holothuroidea berasal dari bahasa dari bahasa yunani
“Holothuria” yang berarti hewan air dan “eidos” yang berarti wujud. Holothuroidea
yang biasanya hidup didasar laut dengan cara bersembunyi dibatu karang atau pasir.
Bahan bioaktif dalam teripang juga dikenal sebagai antioksidan yang membantu
mengurangi kerusakan sel dan jaringan tubuh (Kemes Ali, dkk. 2005.).
Praktikum kali ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui metode
ekstraksi senyawa steroid, penetapan karakterisasi dan cara skrining fitokimia dari
teripang dengan menggunakan metode ekstraksi yakni maserasi, evaporasi,
karakterisasi yang meliputi uji makroskopis, mikroskopis, uji kadar abu, dan uji
kadar air dan skrining fitokimia dengan lieberman burchard.
Menurut Agoes, (2007) ekstraksi senyawa steroid pada teripang dapat
menggunakan pelarut seperti metanol, etil asetat atau heksan. Sehingga,
digunakanlah pelarut metanol untuk ekstraksi senyawa steroid menggunakan
metode maserasi. Menurut Kustiariyah, (2006) untuk mendapat senyawa steroid
alami dari teripang dapat diperlukan sebuah langkah ekstraksi seperti maserasi yang
paling umum digunakan menurut Dirjen POM (2000) tujuan dilakukannya ekstraksi
yaitu untuk menarik seluruh komponen zat aktif pada teripang dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan
cara mengekstraksi teripang yang direndam menggunakan pelarut non polar.
Adapun pelarut yang digunakan adalah metanol. Sebelum dilakukan ekstraksi perlu
dilakukan pembersihan alat menggunakan alkohol 70%. Menurut khopkar (2002)
penggunaan alkohol 70% bertujuan sebagai desinfektan atau antiseptic yang dapat
membunuh mikroorganisme setelah pembersihan alat. Ditimbang sampel simplisia
teripang dengan neraca ohaus. Adapun tujuan pengukuran sampel menurut
Underwood (1991) yaitu untuk mengukur massa benda atau logam dalam proses
kefarmasian sampel yang telah ditimbang, dimasukkan dalam toples dan ditambah
dengan metanol sebanyak 500 mL. Menurut Heart (1983) pelarut metanol memiliki
kemampuan mengambil molekul-molekul yang menggantikan kedudukan molekul-
molekul air. Adapun alasan dilakukannya ekstraksi selama 1 jam karena untuk
menarik senyawa aktif dalam teripang secara sempurna (Riyadi, 2007).
Setelah dilakukan proses ekstraksi, maka dilanjutkan dengan proses
evaporasi dengan cara menyaring hasil ekstraksi sehingga tersisa filtrat. Filtrat yang
dihasilkan dievaporasi. Menurut Ahza, (2010) evaporasi adalah suatu proses yang
bertujuan untuk memekatkan larutan bahan yang terdiri atas zat volatile dan non
volatile. Alat ini bekerja dengan sederhana yaitu menguapkan pelarut sehingga
menyisakan ekstrak kental. Pada proses evaporasi ini filtrat yang didapatkan
dimasukkan dalam wadah dan diaduk hingga terbentuk ekstrak kental. Menurut
Gaman (1994) pengadukan bertujuan untuk menghomogenkan sampel serta untuk
mengurangi lengket yang menahan bahan pada permukaan panas. Ekstrak kental
yang didapatkan akan dilakukan pengujian makroskopik, mikroskopik, penentuan
kadar air, kadar abu dan skrining fitokimia.
Pada pengujian mikroskopik bertujuan untuk melihat benda-benda yang
sangat kecil dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Pengujian ini dilakukan
dengan mengambil air dan ditetesi diatas kaca objek yang berisi sampel. Menurut
Gaman (1994) penambahan air bertujuan untuk menambah daya lekat antara kaca
preparat dan kaca objek. Preparat yang telah selesai dibuat diamati pada mikroskop
dengan preparat (perbesaran) 10 x 10 sehingga didapatkan pengujian hasil
mikroskop pada sampel teripang yang berbentuk pisahan spesifik yang disesuaikan
dengan literature.
Selain uji mikroskopik, pengujian makroskopik juga dilakukan. Menurut
DEPKES (2000) pengujian mikroskopik bertujuan untukpemeriksaan anatomi,
jaringan sebagai penanda salah satu senyawa.
Selain uji kedua tersebut, dilakukan penetapan kadar air dan kadar abu.
Menurut DEPKES RI (2000) kadar air merupakan hidrat yang terkandung dalam
zat atau banyakknya air yang diserap dengan tujuan untuk mengetahui batasan
minimum atau rentang kandungan air dalam bahan. Penetapan ini dilakukan dengan
menimbang kadar (cawan porselen kosong ) dan di masukkan dalam oven 1800 C
selama 10 menit. Menurut gaman (1994) pemanasan bertujuan untuk mengetahui
berat bersih dari cawan porselen. Setelah dilakukan penimbangan, dimasukkan 1
gram dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Selanjutnya ditimbang (w1) lalu
dimasukkan dalam oven suhu 1050 C selama 10 menit dan didinginkan dalam
desikator selama 5 menit. Menurut Khopkar (2002) pengeringan pada suhu 1080 C
setara dengan pengeringan sinar matahari selama 1 minggu. % kadar air yang
didapatkan saat praktikum yaitu 100%. Pada pengujian ini, penggunaan suhu yang
terlalu retinggi tidak disarankan karena menyebabkan pengeringan yang tidak
merata. Pengeringan pada suhu rendah kurng efektif karena butuh waktu yang lama.
Menurut Hina (2006) penggunaan desikator menghilangkan uap air berdasarkan
ujikadar air didapat 100%. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Mulya (2012)
yaitu kadar airnya 7,77%.
Adapun pengujian kadar abu dilakukan dengan cara memasukkan cawan
porselen kedalam oven selama 10 menitpada suhu 1080 C. setelah itu dimasukkan
cawan porselen dalam desikator selama 5 menit. dimasukkan lagi dalam desikator
5 menit. Ditimbang kembali, dicatat hasi; (Mz) diukur dan dibakar sampel hingga
hilang asap. Menurut Nima (2016) hal ini bertujuan untuk mempercepat proses
pengeluaran kadar air sebelumdimasukkan dalam oven karena kadar abu yang
tinggi mempengaruhi pengujian kadar abu yang didapatkan yaitu 0,9% Ditimbang
dilihat sebagai M0. Didinginkan serbuk simplisia dan ditimbang sebagai M1 . hal
ini tidak sesuai dengan penelitian Hina (2006)yang mengatakan kdar abu 7%
Setelh itu dilakukan uji skrining fitokimia yang bertujuan untuk mengetahui
adanya senyawa steroid padateripang. Pengujian dilakukan dengan menambahkan
2 mL pada tabung reaksi yang berisi sampel . menurut Harbone (1987) uji steroid
dilakukan dengancara 1 gram ekstrak ditambah 2 mL klorofrom dalam tabung
reaksi kemudian ditetesi dengan pereaksi liberman burchard hingga terbentuk
warna merah bata yang menandakan adanya triterpene dan biru menandakan positif
steroid. Adapun hasilyang didapatkan adalah sampel berubah menjadi warna merah
yang berarti steroid.
Agoes.G.2007. Teknologi Bahan Alam, ITB Press Bandung.
Ahza,A. B. 2010. Pengeringan dan Evaporasi. Presentation on Theme : Jakarta
Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia ed IV. Cetakan Pertama. Jakarta ;
DepkesRI.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.Cetakan
Pertama. Jakarta : DepkesRI.
Gaman, P. M. & Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi
dan Mikrobiologi edisi 2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Harbone. J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung: ITB
Hina, M 2006. Penuntun Fitokimia Universitas. Jakarta : UI
Hart, H., (1983), Organic Chemistry A Short Course, Sixth edition, Houghton Miffin
Company, Boston.
Jusin, M. 1992. Zoologi inverteorata. Surabaya : Sinar Wijaya
Kemes, Ali, dkk. 2005. Biologi Tanah, PT Raja Grafindo Pusaka. Jakarta
Kustiariyah, S. 2006. Teripang Sebagai Sumber Pangan dan Bioaktif. Buletin
Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Diterjemahkan oleh A.
Saptorahardjo. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hlm 84-311.
Kustiariyah. 2006. Isolasi, karakterisasi dan uji aktivitas biologis senyawa steroid
dari teripang sebagai aprodisiaka alami [Tesis]. Bogor: Program studi
Bioteknologi, Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Nurjanah .s. 2008. Identifikasi Steroid Teripang Pasir (Holothuria Scubra) dan
Bioassay Produk Teripang Sebagai Sumber Aprodisiaka Disertasi
Sekolah Pasca Sarjana. IPB :Bogor
Riyadi, Lieke. (2007). Teknologi Fermentasi, Graha Ilmu: Yogyakarta.
Underwood, K. K. 1991. Kimia Untuk Universitas Edisi Ke-6. Erlangga: Jakarta.
Hamazaki,I. 1983. Sex Control Anel Manipulcation Fish. Aquaculture. 33. 329-754.

Anda mungkin juga menyukai