Anda di halaman 1dari 19

PENUGASAN LAPORAN KASUS

BLOK 3.2 GANGGUAN PADA ANAK


Seorang Anak 69 Bulan dengan Stunting et causa Malnutrisi

OLEH :
ALFIAN NOVANDA YOSANTO (16711038)
RAHMA WAHYU AJINING TYAS (16711129)

TUTORIAL 1

TUTOR : dr. Tien Budi Febriani, M.Sc., Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2018
Nama Tugas
Alfian Novanda Yosanto (167038) - Mencari bahan materi kasus
- Menulis status pasien
- Membuat laporan PPK
(pembahasan)
- Membuat PPT
Rahma Wahyu Ajining Tyas - Melakukan anamnesis dan
(16711129) pemeriksaan fisik pada pasien
- Menulis status pasien
- Membuat laporan PPK
(pendahuluan dan rangkuman
kasus)
- Membuat PPT
I. PENDAHULUAN

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak yang ditandai dengan tinggi
badan yang lebih rendah dibanding tinggi badan anak-anak lain seusianya. Stunting
menggambarkan keadaan kurang gizi kronis yang terjadi pada masa pertumbuhan dan
perkembangan sejak awal kehidupan (Kementrian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi, 2017). Penilaian stunting didasarkan dengan indeks
panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) dengan
hasil pengukuran berada pada ambang batas z-score (table 1) kurang dari -2 standar
deviasi (SD) sampai dengan -3 SD (pendek atau stunted) dan kurang dari -3 SD
(sangat pendek atau severely stunted) (WHO, 2009). WHO menjelaskan bahwa
umur anak menentukan interpretasi dari stunting: anak dengan usia < 3 tahun dengan
TB/U yang kurang menggambarkan sedang berlangsungnya proses berkelanjutan
dari gagal tumbuh (“failing to grow” atau “stunting”); dan untuk kelompok anak
dengan usia diatasnya menggambarkan telah mengalami gagal tumbuh (“having
failed to grow” atau “being stunted”) (de Onis, 2010).

Secara global 1 dari 4 balita di dunia mengalami stunting. Di Indonesia,


sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunting (Riset Kesehatan Dasar/
Riskesdas 2013) dan di seluruh dunia, Indonesia adalah negara dengan prevalensi
stunting kelima terbesar. Diketahui dari jumlah presentase tersebut, 19,2% anak
pendek dan 18,0% sangat pendek (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, 2017). Anak yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan
tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa
depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara
luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
kemiskinan dan memperlebar ketimpangan. Beberapa faktor seperti status sosial
ekonomi keluarga seperti pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, pengetahuan
ibu tentang gizi, dan jumlah anggota keluarga secara tidak langsung dapat
berhubungan dengan kejadian stunting. Kejadian stunting balita banyak dipengaruhi
oleh pendapatan dan pendidikan orang tua yang rendah, sedangkan keluarga dengan
pendapatan yang tinggi akan lebih mudah memperoleh akses pendidikan dan
kesehatan sehingga status gizi anak dapat lebih baik (Kementrian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, 2017).
tabel 1. grafik TB/U untuk anak laki-laki (z-scores)
II. RINGKASAN KASUS
2.1 Identitas
A. Anak
Nama : Husain
Umur : 5 tahun 9 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Sawo Kepuh Kulon RT 06, Wirokerten
No CM :-
Tgl. diperiksa : 27 November 2018
B. Orang tua
Nama Ayah : Romdani
Umur Ayah : 45 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tukang pijat
Nama Ibu : Khusnul
Umur Ibu : 35 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

2.2 Anamnesis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan di Taman Kanak-kanak.
Anamnesis dilakukan secara aloanemnesis terhadap ibu pasien.Pasien merupakan
murid Taman Kanak-kanak setempat. Keluhan utamanya adalah anak tampak lebih
kecil dibanding teman-teman seusianya. Tinggi badan anak dirasa lebih pendek dari
teman-teman seusianya dan pertambahan tingginya tidak maksimal. Kebiasaan anak
sehari-hari aktif, mampu mengikuti kegiatan sekolah, dan bermain dengan teman-
temannya. Pasien pernah mengalami primer kompleks tuberculosis (PK- TB) pada
usia satu setengah tahun sudah mendapat pengobatan dan telah diselesaikan dengan
lengkap. Riwayat penyakit keluarga ayah pasien seorang tunanetra dan mengalami
diabetes mellitus, ibu pasien tidak memiliki riwayat penyakit.
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pada saat hamil, ibu
mengalami emesis gravidarum. Pasien lahir aterm secara normal dengan berat badan
2.900 gram dibantu dokter di Rumah Sakit . ASI eksklusif diberikan pada pasien
selama 6 bulan lalu dilanjutkan makanan pendamping (MPASI). Suplemen dan
vitamin tidak diberikan. Nafsu makan pasien saat ini baik, tidak memilih-milih
makanan. Makanan sehari-hari nasi, sayur, lauk pauk seperti tahu, tempe, dan ayam. .
Sumber penghasilan keluarga pasien berasal dari ayah yang bekerja sebaga tukang
pijat. Pasien diasuh oleh ibunya sendiri tanpa baby sitter. Keadaan lingkungan pasien
rumah berdampingan dengan tetangga yang merokok, sumber air dari sumur sendiri,
dan tidak memiliki hewan peliharaan. Hasil anamnesis sistem serebrospinal,
kardiovaskular, pernapasan, gastrointestinal, urogenital, integumentum, dan
muskoloskeletal semua tidak ada keluhan.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis. Anak terlihat pendek
dari anak seusianya dan tampak kurus. Pemeriksaan denyut nadi pasien 120 kali per
menit dan pernapasan 20 kali per menit. Pengukuran suhu tubuh dan tekanan darah
tidak dilakukan. Hasil pemeriksaan antropometri pasien didapatkan tinggi badan 94
cm, lingkar kepala 49 cm, lingkar lengan atas 15 cm, dan berat badan 12,5 kg.
Konjungtiva tidak anemis, kulit pasien tidak terdapat ikterik, sianosis, dll, tidak ada
edema palpebra atau tungkai, rambut berwarna hitam, kelenjar limfe dalam batas
normal, otot dalam batas normal, tulang dalam batas normal, sendi dalam batas noral.
Pemeriksaan leher dalam batas normal, pemeriksaan dada, jantung, dan paru-paru
tidak dilakukan.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang kepada pasien.
2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis yang diberikan oleh dokter adalah stunting. Diagnosis bandingnya
adalah stunting et causa malnutrisi, stunting et causa gangguan hormon, dan stunting
et causa penyakit kronis.

2.6 Terapi
Tidak diberikan terapi kepada pasien. Hanya diberikan edukasi kepada ibu
pasien untuk membawa pasien ke poli tumbuh kembang anak di Puskesmas guna
memantau dan menangangi lebih lanjut terhadap gangguan pertumbuhan yang
dialami pasien.
III. PEMBAHASAN
3.1 Diagnosis Perawakan Pendek
3.1.1 Idealita Diagnosis Perawakan Pendek
Seperti yang telah disebutkan bahwa short stature (perawakan pendek)
didefinisikan sebagai tinggi badan kurang dari persentile-3 pada kurva yang
sesuai untuk jenis kelamin, usia dan ras. Hal ini didapatkan dengan
menginterpretasikaan data tinggi badan dengan kurva pertumbuhan yang
sesuai. Short stature bukanlah suatu diagnosis akhir, tapi langkah awal untuk
menentukan apakah short stature tersebut patologis atau fisiologis (varian
normal). Menentukan etiologi SS yang tepat akan menentukan apakah pasien
tersebut perlu dirujuk (patologis) ke ahli endokrin anak atau tidak (varian
normal/fisiologis) (Batubara, Tjahjono and Aditiawati, 2017).
Untuk menentukan etiologi dari short stature tersebut, dilakukan
dengan anamnesisi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dalam
anamnesis, perlu ditanyakan mengenai riwayat kelahiran, riwayat nutrisi,
riwayat penyakit kronis, dan riwayat keluarga. Mengingat malnutrisi dan
riwayat penyakit kronis menjadi penyebab utama short stature di Indonesia,
membuat anamnesisi menjadi hal yang sangat penting untuk menentukan
penyebab kasus short stature (Tridjaja, 2013).
Setelah anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan
kasus perawakan pendek sekaligus menentukan etiologinya. Pemeriksaan fisik
utama yang dilakukan adalah pemeriksaan antropometri dan bertujuan untuk
memastikan benar tidaknya perawakan anak yang diperiksa pendek serta
mencari petunjuk penyebab dari perawakan pendek tersebut. Apabila kedua
orang tua biologis hadir, sebaiknya tinggi badan kedua orang tua turut diukur
juga. Data ini penting untuk menentukan potensi tinggi genetik anak dengan
perhitungan sebagai berikut:
(Tridjaja, 2013)
Pemeriksaan fisik selanjutnya adalah menentukan ada tidaknya
dismorfism serta ada tidaknya disproporsi tubuh. Dismorfisme diketahui
berdasarkan penilaian fisik yang nampak dari pasien dan merujuk pada
etiologi perawakan pendek patologis berupa penyakit terkait kelaiann
kromosom seperti sindrom down. Disproporsi diketahui dengan cara
mengukur rentang lengan serta rasio segmen atas dan bawah tubuh.
Disproprosi tubuh dikaitkan dengan displasia skeletal seperti achondroplasia
(Batubara, Tjahjono and Aditiawati, 2017).
Selanjutnya, ketika tidak ditemukan adanya disproporsional, data
antropometri berupa tinggi badan (TB) dan berat badan (BB) diperlukan untuk
menentukan rasio BB/TB. Adanya temuan rasio BB/TB turun
mengindikasikan gangguan nutrisi, penyakit kronis, psikososial, dan riwayat
IUGR. Apabila rasio BB/TB meningkat merupakan indikasi etiologi
perawakan pendek terkait masalah endokrin (Ohyver et al., 2017).
Pemeriksaan penunjang untuk kasus perawakan pendek meliputi:
kadar GH, IGF-1, analisis kromosom dan analisis DNA. Hal dilakukan untuk
mengkonfirmasi adanya masalah endokrin dan kelaian kromosom (Tridjaja,
2013).

3.1.2 Realita Diagnosis pada Husain


Pada Husain dilakukan anamnesis berupa aloanamnesis kepada
ibunya. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit
infeksi kronis berupa PKTB paru saat usia 1,5 tahun. Dalam suatu penelitian
case-control yang dilakukan oleh Ida (2016) menyebutkan bahwa anak dengan
riwayat penyakit infeksi memiliki nilai odd ratio sebesar 6,61 mengalami
stunting. Selanjutnya dari anamnesis didapatkan bahwa Husain tergolong ke

dalam latar belakang sosioekonomi yang rendah. Dari penelusuran riwayat


keluarga, tidak ditemukan adanya anggota keluarga yang memiliki riwayat
stunting.Tentunya hal ini berkaaitan dengan pemenuhan nutrisi yang kurang
adekuat. Dari temuan anamnesis tersebut menunjukkan bahwa pasien
memiliki resiko tinggi stunting berupa riwayat penyakit infeksi dan juga
kurangnya pemenuhan nutrisi.
Gambar 2. Pedigree Husain

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik berupa pengukuran tinggi


badan dan juga berat badan Husain. Dari pengukuran tersebut, didapatkan
tinggi badan Husain yaitu 94 cm dan berat badan yaitu 12,5 kg. Selanjutnya,
dari data tersebut kemudian dilakukan ploting pada kurva pertumbuhan yang
sesuai yaitu BB/TB serta TB/U. Dalam kurva BB/TB didaptkan bahwa
Husain berada pada -1 SD. Hal ini menunjukkan bahwa status gizi Husain
tergolong pada borderline normal. Selanjutnya dari hasil interpretasi TB/U
didapatkan bahwa Husain berada dibawah -3SD yang berarti tergolong pada
kelompok stunting. Karena keterbatasan sarana dan prasarana saat melakukan
pemeriksaan, maka pemeriksaan fisik lain dan pemeriksaan penunjang tidak
dilakukan pada Husain.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, kemudian
diambil suatu diagnosis yaitu Husain usia 69 bulan mengalami stunting
dengan penyebab kurangnya asupan nutrisi. Penegakan diagnosisi ini
sejatinya belum bisa dikatakan ideal, dikarenakan untuk mengatakan kausa
stunting berupa kurangnya asupan nutrisi, terlebih dahulu harus dipastikan
bahwa Husain tergolong memiliki proporsi tubuh proporsional, dibuktikan
dengan pengukuran rasio segmen tubuh atas dan bawah. Akan tetapi pada
realita, tidak dilakukan pengukuran rasio segmen tubuh atas dan bawah pada
Husain.
3.2 Tatalaksana Perawakan Pendek
3.2.1 Idealita Tatalaksana Perawakan Pendek
Sebelum menentukan tatalaksana perawakan pendek, terlebih dahulu
harus ditentukan apakah perawakan pendek yang terjadi tersebut tergolong
varian normal (fisiologis) atau patologis. Untuk perawakan pendek fisiologis
tidak perlu dilakukan terapi khusus, cukup observasi saja bahwa diagnosisnya
memang varian normal bukan yang patologis. Selanjutnya, untuk perawakan
pendek patologis, terapi yang diberikan disesuaikan dengan etiologinya.
Dikarenakan diagnosis berupa perawakan pendek karena asupan nutrisi yang
inadekuat maka terapi yang hendaknya diberikan yaitu pemenuhan kebutuhan
nutrisi secara adekuat untuk mencegah kekurangan gizi yang
berkelanjutan(Tridjaja, 2013).

3.2.2 Realita Tatalaksana Pada Husain


Saat dilakukan home visit tidak dilakukan intervensi tatalaksana
apapun pada Husain selain memberikan edukasi kepada ibu Husain terkait
kondisi Husain saat ini.
3.3 Hasil dan Interpretasi KPSP pada Husain
Dikarenakan Husain berusia 69 bulan, maka KPSP yang digunakan yaitu untuk
anak dengan usia 66 bulan dan 72 bulan. Adapun hasil KPSP pada Husain adalah
sebagi berikut.

Kuesioner Praskrining untuk Anak 66 bulan

No PEMERIKSAAN YA TIDAK
1 Jangan membantu anak dan jangan Gerak halus
memberitahu nama gambar ini, suruh anak
menggambar seperti contoh ini di kertas
kosong yang tersedia. Berikan 3 kali
kesempatan. Apakah anak dapat
menggambar seperti contoh ini?
V

2 Ikuti perintah ini dengan seksama. Jangan Bicara &


memberi isyarat dengan telunjuk atau mats bahasa
pads saat memberikan perintah berikut ini:
"Letakkan kertas ini di atas lantai".
"Letakkan kertas ini di bawah kursi".
V
"Letakkan kertas ini di depan kamu"
"Letakkan kertas ini di belakang kamu"
Jawab YA hanya jika anak mengerti arti "di
atas", "di bawah", "di depan" dan "di
belakang”
3 Apakah anak bereaksi dengan tenang dan Sosialisasi &
tidak rewel (tanpa menangis atau kemandirian
V
menggelayut pada anda) pada saat anda
meninggalkannya?
4 Jangan menunjuk, membantu atau Bicara &
membetulkan, katakan pada anak : bahasa

"Tunjukkan segi empat merah"


"Tunjukkan segi empat kuning"
‘Tunjukkan segi empat biru”
"Tunjukkan segi empat hijau"
Dapatkah anak menunjuk keempat warna
itu dengan benar?
5 Suruh anak melompat dengan satu kaki Gerak kasar
beberapa kali tanpa berpegangan
(lompatan dengan dua kaki tidak ikut V
dinilai). Apakah ia dapat melompat 2-3 kali
dengan satu kaki?
6 Dapatkah anak sepenuhnya berpakaian Sosialisasi &
sendiri tanpa bantuan? kemandirian
V

7 Suruh anak menggambar di tempat kosong Gerak halus


yang tersedia. Katakan padanya: "Buatlah
gambar orang".
Jangan memberi perintah lebih dari itu.
Jangan bertanya/ mengingatkan anak bila
ada bagian yang belum tergambar. Dalam
V
memberi nilai, hitunglah berapa bagian
tubuh yang tergambar. Untuk bagian tubuh
yang berpasangan seperti mata, telinga,
lengan dan kaki, setiap pasang dinilai satu
bagian. Dapatkah anak menggambar
sedikitnya 3 bagian tubuh?
8 Pada gambar orang yang dibuat pada Gerak halus
nomor 7, dapatkah anak menggambar
sedikitnya 6 bagian tubuh? V
9 Tulis apa yang dikatakan anak pada Bicara &
kalimat-kalimat yang belum selesai ini, bahasa
jangan membantu kecuali mengulang
pertanyaan:
"Jika kuda besar maka tikus ……… "Jika V
api panas maka es ……… "Jika ibu
seorang wanita maka ayah seorang ………
Apakah anak menjawab dengan benar
(tikus kecil, es dingin, ayah seorang pria) ?
10 Apakah anak dapat menangkap bola kecil Gerak kasar
sebesar bola tenis/bola kasti hanya dengan
menggunakan kedua tangannya? (Bola V
besar tidak ikut dinilai)

Kuesioner Praskrining untuk Anak 72 bulan

No PEMERIKSAAN YA TIDAK
1 Jangan menunjuk, membantu atau Bicara &
membetulkan, katakan pada anak : bahasa

“Tunjukkan segi empat merah”


“Tunjukkan segi empat kuning”
“Tunjukkan segi empat biru”
“Tunjukkan segi empat hijau”
Dapatkah anak menunjuk keempat warna itu
dengan benar?
2 Suruh anak melompat dengan satu kaki Gerak kasar
beberapa kali tanpa berpegangan (lompatan
V
dengan dua kaki tidak ikut dinilai). Apakah ia
dapat melompat 2-3 kali dengan satu kaki?
3 Dapatkah anak sepenuhnya berpakaian Sosialisasi
sendiri tanpa bantuan? & V
kemandirian
4 Suruh anak menggambar di tempat kosong Gerak halus
yang tersedia. Katakan padanya: "Buatlah
gambar orang".
Jangan memberi perintah lebih dari itu.
Jangan bertanya/ mengingatkan anak bila
ada bagian yang belum tergambar. Dalam
V
memberi nilai, hitunglah berapa bagian tubuh
yang tergambar. Untuk bagian tubuh yang
berpasangan seperti mata, telinga, lengan
dan kaki, setiap pasang dinilai satu bagian.
Dapatkah anak menggambar sedikitnya 3
bagian tubuh?
5 Pada gambar orang yang dibuat pada nomor Gerak halus
7, dapatkah anak menggambar sedikitnya 6 V
bagian tubuh?
6 Tulis apa yang dikatakan anak pada kalimat- Sosialisasi
kalimat yang belum selesai ini, jangan &
membantu kecuali mengulang pertanyaan: kemandirian
"Jika kuda besar maka tikus
"Jika api panas maka es
V
"Jika ibu seorang wanita maka ayah
seorang
Apakah anak menjawab dengan benar (tikus
kecil, es dingin, ayah seorang pria) ?

7 Apakah anak dapat menangkap bola kecil Gerak kasar


sebesar bola tenis/bola kasti hanya dengan
menggunakan kedua tangannya? (Bola
besar tidak ikut dinilai).
V

8 Suruh anak berdiri satu kaki tanpa Gerak kasar


berpegangan. Jika perlu tunjukkan caranya
dan beri anak ands kesempatan
melakukannya 3 kali. Dapatkah ia
mempertahankan keseimbangan dalam
V
waktu 11 detik atau lebih?
9 Jangan membantu anak clan jangan Gerak halus
memberitahu nama gambar ini, Suruh anak
menggambar seperti contoh ini di kertas
kosong yang tersedia- Berikan 3 kali
kesempatan.
Apakah anak dapat menggambar seperti
contoh ini?
V

10 lsi titik-titik di bawah ini dengan jawaban bicara &


anak. Jangan membantu kecuali mengulangi bahasa
pertanyaan sampai 3 kali bila anak
menanyakannya.
"Sendok dibuat dari apa?" "Sepatu dibuat
dari apa?" "Pintu dibuat dari apa?"
V
Apakah anak dapat menjawab ke 3
pertanyaan di atas dengan benar? Sendok
dibuat dari besi, baja, plastik, kayu.
Sepatu dibuat dari kulit, karet, kain, plastik,
kayu.
Pintu dibuat dari kayu, besi, kaca.

Berdasarkan KPSP yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai Husain


pada KPSP usia 66 bulan yaitu 7 yang berarti meragukan (M) dan pada usia 72 bulan
yaitu 6 yang berarti kurang atau kemungkinan terdapat penyimpangan (P). Dari hasil
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa, pada Husain terdapat indikasi gangguan
perkembangan.
3.4 Edukasi
Edukasi yang diberikan yaitu terkait dengan pilihan terapi yang
diberikan. Perlu untuk diberikan pemahaman kepada orang tua pasien terkait
perlunya pemenuhan gizi yang adekuat kepada Husain. Hal ini dikarenakan
pemenuhan gizi yang adekuat merupakan hal yang penting untuk semua kasus
perawakan pendek dengan berbagai etiologi karena dengan demikian mampu
mencegah keadaan gizi kurang yang berkelanjutan. Dengan demikian, resiko
kejadian infeksi juga dapat diminimalkan dengan asupan nutrisi yang cukup,
mengingat adanya resiko tinggi terjadinya infeksi pada kasus perawakan
pendek dengan kausa asupan nutrisi yang inadekuat (Tridjaja, 2013).
Terkait hasil KPSP, maka perlu diberikan edukasi kepada orang tua
Husain untuk lebih sering memberikan stimulasi kepada Husain. Selanjutnya
orang tua diminta untuk membawa Husain ke poli tumbuh kembang untuk
mendapatkan pemeriksaan KPSP 2 minggu kemudian(Kemenkes RI, 2016).
Lampiran

1. Dokumentasi kegiatan
Daftar Pustaka

Batubara, J. R., Tjahjono, H. A. and Aditiawati (2017) Perawakan Pendek pada Anak dan
Remaja di Indonesia.

Kemenkes RI (2016) ‘Kuesioner Pra Skrining Perkembangan ( KPSP )’, pp. 21-22-39. doi:
10.1016/j.corsci.2006.06.024.

Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan T. (2017) Buku Saku Desa dalam
Penanganan Stunting, kementrian desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi. Available at:
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Buku_Saku_Stunting_Desa.pdf.

Ohyver, M., Moniaga, J. V., Yunidwi, K. R. and Setiawan, M. I. (2017) ‘Logistic Regression
and Growth Charts to Determine Children Nutritional and Stunting Status: A Review’,
Procedia Computer Science. Elsevier B.V., 116, pp. 232–241. doi:
10.1016/j.procs.2017.10.045.

de Onis, M. (2010) ‘WHO Child Growth Standards’, World Health Organization, 80(4), pp.
1–312. doi: 10.1037/e569412006-008.

Organization, W. H. (2006) WHO child growth standards and the identification of severe
acute malnutrition in infants and children
(2009)http://www.who.int/nutrition/publications/severemalnutrition/9789241598163/en/.

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (2017) No Title100 Kabupaten/Kota


Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting).

Tridjaja, B. (2013) Short stature (perawakan pendek) diagnosis dan tatalaksana, Best
Practices in Pediatrics.

Anda mungkin juga menyukai