Jadi
Jadi
OLEH :
ALFIAN NOVANDA YOSANTO (16711038)
RAHMA WAHYU AJINING TYAS (16711129)
TUTORIAL 1
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2018
Nama Tugas
Alfian Novanda Yosanto (167038) - Mencari bahan materi kasus
- Menulis status pasien
- Membuat laporan PPK
(pembahasan)
- Membuat PPT
Rahma Wahyu Ajining Tyas - Melakukan anamnesis dan
(16711129) pemeriksaan fisik pada pasien
- Menulis status pasien
- Membuat laporan PPK
(pendahuluan dan rangkuman
kasus)
- Membuat PPT
I. PENDAHULUAN
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak yang ditandai dengan tinggi
badan yang lebih rendah dibanding tinggi badan anak-anak lain seusianya. Stunting
menggambarkan keadaan kurang gizi kronis yang terjadi pada masa pertumbuhan dan
perkembangan sejak awal kehidupan (Kementrian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi, 2017). Penilaian stunting didasarkan dengan indeks
panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) dengan
hasil pengukuran berada pada ambang batas z-score (table 1) kurang dari -2 standar
deviasi (SD) sampai dengan -3 SD (pendek atau stunted) dan kurang dari -3 SD
(sangat pendek atau severely stunted) (WHO, 2009). WHO menjelaskan bahwa
umur anak menentukan interpretasi dari stunting: anak dengan usia < 3 tahun dengan
TB/U yang kurang menggambarkan sedang berlangsungnya proses berkelanjutan
dari gagal tumbuh (“failing to grow” atau “stunting”); dan untuk kelompok anak
dengan usia diatasnya menggambarkan telah mengalami gagal tumbuh (“having
failed to grow” atau “being stunted”) (de Onis, 2010).
2.2 Anamnesis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan di Taman Kanak-kanak.
Anamnesis dilakukan secara aloanemnesis terhadap ibu pasien.Pasien merupakan
murid Taman Kanak-kanak setempat. Keluhan utamanya adalah anak tampak lebih
kecil dibanding teman-teman seusianya. Tinggi badan anak dirasa lebih pendek dari
teman-teman seusianya dan pertambahan tingginya tidak maksimal. Kebiasaan anak
sehari-hari aktif, mampu mengikuti kegiatan sekolah, dan bermain dengan teman-
temannya. Pasien pernah mengalami primer kompleks tuberculosis (PK- TB) pada
usia satu setengah tahun sudah mendapat pengobatan dan telah diselesaikan dengan
lengkap. Riwayat penyakit keluarga ayah pasien seorang tunanetra dan mengalami
diabetes mellitus, ibu pasien tidak memiliki riwayat penyakit.
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pada saat hamil, ibu
mengalami emesis gravidarum. Pasien lahir aterm secara normal dengan berat badan
2.900 gram dibantu dokter di Rumah Sakit . ASI eksklusif diberikan pada pasien
selama 6 bulan lalu dilanjutkan makanan pendamping (MPASI). Suplemen dan
vitamin tidak diberikan. Nafsu makan pasien saat ini baik, tidak memilih-milih
makanan. Makanan sehari-hari nasi, sayur, lauk pauk seperti tahu, tempe, dan ayam. .
Sumber penghasilan keluarga pasien berasal dari ayah yang bekerja sebaga tukang
pijat. Pasien diasuh oleh ibunya sendiri tanpa baby sitter. Keadaan lingkungan pasien
rumah berdampingan dengan tetangga yang merokok, sumber air dari sumur sendiri,
dan tidak memiliki hewan peliharaan. Hasil anamnesis sistem serebrospinal,
kardiovaskular, pernapasan, gastrointestinal, urogenital, integumentum, dan
muskoloskeletal semua tidak ada keluhan.
2.6 Terapi
Tidak diberikan terapi kepada pasien. Hanya diberikan edukasi kepada ibu
pasien untuk membawa pasien ke poli tumbuh kembang anak di Puskesmas guna
memantau dan menangangi lebih lanjut terhadap gangguan pertumbuhan yang
dialami pasien.
III. PEMBAHASAN
3.1 Diagnosis Perawakan Pendek
3.1.1 Idealita Diagnosis Perawakan Pendek
Seperti yang telah disebutkan bahwa short stature (perawakan pendek)
didefinisikan sebagai tinggi badan kurang dari persentile-3 pada kurva yang
sesuai untuk jenis kelamin, usia dan ras. Hal ini didapatkan dengan
menginterpretasikaan data tinggi badan dengan kurva pertumbuhan yang
sesuai. Short stature bukanlah suatu diagnosis akhir, tapi langkah awal untuk
menentukan apakah short stature tersebut patologis atau fisiologis (varian
normal). Menentukan etiologi SS yang tepat akan menentukan apakah pasien
tersebut perlu dirujuk (patologis) ke ahli endokrin anak atau tidak (varian
normal/fisiologis) (Batubara, Tjahjono and Aditiawati, 2017).
Untuk menentukan etiologi dari short stature tersebut, dilakukan
dengan anamnesisi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dalam
anamnesis, perlu ditanyakan mengenai riwayat kelahiran, riwayat nutrisi,
riwayat penyakit kronis, dan riwayat keluarga. Mengingat malnutrisi dan
riwayat penyakit kronis menjadi penyebab utama short stature di Indonesia,
membuat anamnesisi menjadi hal yang sangat penting untuk menentukan
penyebab kasus short stature (Tridjaja, 2013).
Setelah anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan
kasus perawakan pendek sekaligus menentukan etiologinya. Pemeriksaan fisik
utama yang dilakukan adalah pemeriksaan antropometri dan bertujuan untuk
memastikan benar tidaknya perawakan anak yang diperiksa pendek serta
mencari petunjuk penyebab dari perawakan pendek tersebut. Apabila kedua
orang tua biologis hadir, sebaiknya tinggi badan kedua orang tua turut diukur
juga. Data ini penting untuk menentukan potensi tinggi genetik anak dengan
perhitungan sebagai berikut:
(Tridjaja, 2013)
Pemeriksaan fisik selanjutnya adalah menentukan ada tidaknya
dismorfism serta ada tidaknya disproporsi tubuh. Dismorfisme diketahui
berdasarkan penilaian fisik yang nampak dari pasien dan merujuk pada
etiologi perawakan pendek patologis berupa penyakit terkait kelaiann
kromosom seperti sindrom down. Disproporsi diketahui dengan cara
mengukur rentang lengan serta rasio segmen atas dan bawah tubuh.
Disproprosi tubuh dikaitkan dengan displasia skeletal seperti achondroplasia
(Batubara, Tjahjono and Aditiawati, 2017).
Selanjutnya, ketika tidak ditemukan adanya disproporsional, data
antropometri berupa tinggi badan (TB) dan berat badan (BB) diperlukan untuk
menentukan rasio BB/TB. Adanya temuan rasio BB/TB turun
mengindikasikan gangguan nutrisi, penyakit kronis, psikososial, dan riwayat
IUGR. Apabila rasio BB/TB meningkat merupakan indikasi etiologi
perawakan pendek terkait masalah endokrin (Ohyver et al., 2017).
Pemeriksaan penunjang untuk kasus perawakan pendek meliputi:
kadar GH, IGF-1, analisis kromosom dan analisis DNA. Hal dilakukan untuk
mengkonfirmasi adanya masalah endokrin dan kelaian kromosom (Tridjaja,
2013).
No PEMERIKSAAN YA TIDAK
1 Jangan membantu anak dan jangan Gerak halus
memberitahu nama gambar ini, suruh anak
menggambar seperti contoh ini di kertas
kosong yang tersedia. Berikan 3 kali
kesempatan. Apakah anak dapat
menggambar seperti contoh ini?
V
No PEMERIKSAAN YA TIDAK
1 Jangan menunjuk, membantu atau Bicara &
membetulkan, katakan pada anak : bahasa
1. Dokumentasi kegiatan
Daftar Pustaka
Batubara, J. R., Tjahjono, H. A. and Aditiawati (2017) Perawakan Pendek pada Anak dan
Remaja di Indonesia.
Kemenkes RI (2016) ‘Kuesioner Pra Skrining Perkembangan ( KPSP )’, pp. 21-22-39. doi:
10.1016/j.corsci.2006.06.024.
Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan T. (2017) Buku Saku Desa dalam
Penanganan Stunting, kementrian desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi. Available at:
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Buku_Saku_Stunting_Desa.pdf.
Ohyver, M., Moniaga, J. V., Yunidwi, K. R. and Setiawan, M. I. (2017) ‘Logistic Regression
and Growth Charts to Determine Children Nutritional and Stunting Status: A Review’,
Procedia Computer Science. Elsevier B.V., 116, pp. 232–241. doi:
10.1016/j.procs.2017.10.045.
de Onis, M. (2010) ‘WHO Child Growth Standards’, World Health Organization, 80(4), pp.
1–312. doi: 10.1037/e569412006-008.
Organization, W. H. (2006) WHO child growth standards and the identification of severe
acute malnutrition in infants and children
(2009)http://www.who.int/nutrition/publications/severemalnutrition/9789241598163/en/.
Tridjaja, B. (2013) Short stature (perawakan pendek) diagnosis dan tatalaksana, Best
Practices in Pediatrics.