HS (HEMORAGIK STROKE)
A. Pengertian
Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi
gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan
aliran darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di
otak sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat - zat
makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif
singkat. (Yayasan Stroke Indonesia 2009).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang
disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena
emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran
darah ke otak yang timbulnya secara mendadak. Stroke diklasifikasikan menjadi
dua yaitu stroke non hemoragik dan stroke hemoragik berdasarkan kelainan
Stroke non hemoragik adalah suatu gangguan peredaran darah otak tanpa
terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau
keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan
kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi
menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).
0
B. Etiologi
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :
1. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
2. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture
malformasi arteriovena (MAV), trauma.
3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak
5. Infark hemoragik
6. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Tarwoto dkk, (2008) adalah :
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam
d. Stroke in Resolution
1
e. Completed Stroke (infark serebri)
atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil
emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat
2
penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan
pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo),
sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu
mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya
pengendalian terhadap kandung kemih.
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan
jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena
fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
Berikut gejala dari stroke :
a) Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b) Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
c) Tonus otot lemah atau kaku
d) Menurun atau hilangnya rasa
e) Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f) Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau
disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
g) Gangguan persepsi
h) Gangguan status mental
3
Brancio-Facial atau defisit ekstremitas bawah kontralateral
Deviasi konjugue ke arah lesi
2. Sistem vertebro-basilaris
Nistagmus
Diplopia
Gangguan penglihatan/pergerakan bola mata
Vornitus
Parestesia sirkumoral
Vertigo
Tinitus
Amnesia
Disartria
Disfagia
Drop attack
Hemihipestesia
Ataksia serebeller ipsilateral
Sindrom horner ipsilateral
Oftalmoplegia internuklearis
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya
daerah otak yang terkena:
1. Pengaruh terhadap status mental
Tidak sadar : 30% – 40%
Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai
(30%-80%)
4
Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana
yang terkena
4. Daerah arteri serebri posterior
Nyeri spontan pada kepala
Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
Hemiplegia alternans atau tetraplegia
Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan
menelan, emosi labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
Hemiparese sebelah kiri tubuh
Penilaian buruk
Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
2. stroke hemisfer kiri
Mengalami hemiparese kanan
Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
Kelainan bidang pandang sebelah kanan
Disfagia global
Afasia
Mudah frustasi
5
Trias klasik peningkatan tekanan intrakranial adalah ;
1. Hipertermia.
2. Perubahan motorik dan sensorik.
3. Perubahan berbicara.
4. Kejang.
6
D. Path way Stroke
7
E. Patofisiologi
1. Stroke Hemoragik
Tahapan patofisologi terjadinya stroke adalah kerusakan pembuluh darah otak,
pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh darah pecah
dan bagian otak yang memperoleh darah dari pembuluh yang rusak tadi
fungsinya menjadi terganggu hingga timbul gejala-gejala stroke.
Tahapan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat.Pada tahap pertama dimana
dinding pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otak mula-mula terkena
berupa aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh yang kecil. Penebalan dinding
pembuluh darah ini terjadi berangsung-angsur dan diakibatkan oleh hipertensi,
DM, peninggian kadar asam urat atau lemak dalam darah, perokok berat dll.
Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa tahun atau
akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang terjadi cukup
ditolerir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh darah tersebut
tidak cukup lagi memberi darah pada pembuluh darah otak ini menyebabkan
kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah dan timbul perdarahan. Pada saat
dimana pembuluh darah tersebut pecah atau tersumbat hingga aliran darah tidak
cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala neurologik berupa
kelumpuhan, tidak bisa bicara atau pingsan, diplopia secara mendadak.
Sumbatan pembuluh darah otak dapat juga terjadi akibat adanya bekuan-bekuan
darah dari luar otak (jantung atau pembuluh besar tubuh) atau dari pembuluh
darah leher (karotis) yang terlepas dari dinding pembuluh tersebut dan terbawa
ke otak lalu menyumbat. Karena fungsi otak bermacam-macam, maka gejala
stroke juga timbul tergantung pada daerah mana otak yang terganggu.
Penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah secara mendadak dapat
menimbulkan gejala dan tanda-tanda neurologik yang memiliki sifat, mendadak,
tidak ada gejala-gejala dini atau gejala peningkatan dan timbulnya iskemi atau
kerusakan otak,gejala neurologik yang timbul selalau terjadi pada satu sisi
badan, gejala-gejala klinik yang timbul mencapai maksimum beberapa jam
setelah serangan . Umumnya kurang dari 24 jam, jadi misalnya pagi hari
8
serangan stroke timbul berupa kelemahan pada badan sebelah kanan kemudian
berangsur-angsur menjadi lumpuh sama sekali.
Perdarahan pada stroke hemoragik biasanya terjadi pada intraserebral dan
subarachnoid. Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Pecahnya
pembuluh darah otak terutama karena hipertensi ini mengakibatkan darah masuk
ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang
subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya
aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
2. Stroke Non Hemoragik
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan
aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan
perdarahan aterm.
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
1. Keadaan pembuluh darah.
9
2. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran
darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak
menjadi menurun.
3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi
otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak
untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan tekanan perfusi otak.
4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak. Suplai darah ke
otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan
dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena
gangguan paru dan jantung). Arterosklerosissering/cenderung sebagai
faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana
aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh
darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti
thombosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang
sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan
penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah
satunya cardiac arrest.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada penyakit stroke adalah:
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
10
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
8. Laboratorium:
G. Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
11
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat
neuroprotektor, antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi,
dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi (Sylvia dan
Lorraine 2006).
H. Pengkajian Keperawatan
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
12
Respiratory rate
Suhu
c. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran.
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara.
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
b) Pemeriksaan integumen
Kulit : jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
hemoragik harus bed rest 2-3 minggu.
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
Rambut: umumnya tidak ada kelainan.
c) Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik.
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu
sisi.
Leher : kaku kuduk jarang terjadi. (Satyanegara, 1998)
d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
13
g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis : Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi
kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemihipestesi.
Pemeriksaan refleks : Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa
hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf
Misbach, 1999)
d. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan radiologi
CT scan : Didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang
masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak. (Linardi Widjaja, 1993)
MRI : Untuk menunjukkan area yang mengalami
hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
Angiografi serebral : Untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
(Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan foto thorax : Dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri
yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach,
1999).
b) Pemeriksaan laboratorium
14
Pungsi lumbal : Pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara,
1998)
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah : Pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai
250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf
Misbach, 1999)
Pemeriksaan darah lengkap : Untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)
2. Pengkajian Sekunder
Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
15
Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis
Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot).
Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran.
Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ),
kelemahan umum.
Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung, endokarditis bacterial )
Polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Disritmia, perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
Integritas ego
Data Subyektif:
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
kesulitan berekspresi diri
Eliminasi
Data Subyektif
Inkontinensia
Anuria
Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh)
Tidak adanya suara usus (ileus paralitik)
16
Makan/ minum
Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK, kehilangan sensasi lidah ,
pipi , tenggorokan, disfagia.
Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.
Data obyektif:
Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
Obesitas ( factor resiko)
Sensori neural
Data Subyektif:
Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan
tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon
dalam ( kontralateral )
Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
17
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral
Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
Respirasi
Data Subyektif:
Perokok (factor resiko)
Keamanan
Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri
Kaji risiko jatuhnya
18
Kaji Skor ADLnya
Interaksi social
Data obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292).
I. Diagnosa Keperawatan
19
J. Rencana Keperawatan
NO Diagnosa NOC NIC
1. Gangguan perfusi NOC : NIC :
jaringan cerebral
1. Circulation status Peripheral Sensation
berhubungan dengan
2. Tissue Prefusion : Management
gangguan aliran darah
cerebral (Manajemen sensasi
sekunder akibat
Kriteria Hasil : perifer)
peningkatan tekanan
intracranial. 1. mendemonstrasikan 1. Monitor adanya
status sirkulasi yang daerah tertentu yang
ditandai dengan : hanya peka terhadap
a. Tekanan systole panas/dingin/tajam/tu
dandiastole dalam mpul
rentang yang 2. Monitor adanya
diharapkan paretese
b. Tidak ada 3. Berikan oksigen
ortostatikhipertensi 4. Monitor tonus otot
c. Tidak ada tanda pergerakan
tanda peningkatan 5. Monitor GCS
tekanan intrakranial 6. Berika posisi kepala
(tidak lebih dari 15 30 0
mmHg) 7. Instruksikan keluarga
2. mendemonstrasikan untuk mengobservasi
kemampuan kognitif kulit jika ada lsi atau
yang ditandai dengan: laserasi
a. berkomunikasi 8. Gunakan sarun tangan
dengan jelas dan untuk proteksi
sesuai dengan 9. Batasi gerakan pada
kemampuan kepala, leher dan
b. menunjukkan punggung
perhatian, 10. Monitor kemampuan
20
konsentrasi dan BAB
orientasi 11. Kolaborasi pemberian
c. memproses analgetik
informasi 12. Monitor adanya
d. membuat keputusan tromboplebitis
dengan benar 13. Diskusikan menganai
e. menunjukkan fungsi penyebab perubahan
sensori motori sensasi
cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada
gerakan gerakan
involunter
2. Gangguan komunikasi NOC NIC
verbal berhubungan 1. Anxiety self control Communication
dengan kehilangan 2. Coping Enhancement : Speech
kontrol otot facial atau 3. Sensory function : Deficit.
oral. hearing & vision 1. Gunakan penerjemah,
4. Fear self control jika diperlukan
Kriteria hasil : 2. Beri satu kalimat
1. Komunikasi : simple setiap bertemu,
penerimaan, jika diperlukan
interpretasi, dan 3. Dorong pasien untuk
ekspresi pesan lisan, berkomunikasi secara
tulisan, dan non verbal perlah dan untuk
meningkat. mengulangi
2. Komunikasi ekspresif permintaan
(kesulitan berbicara) : 4. Berikan pujian positif
ekspresif pesan verbal Communication
dan atau non verbal Enhancement : Hearing
yang bermakna. Defisit
21
3. Komunikasi resptif Communication
(kesulitan mendengar) : Enhancement : Visual
penerimaan komunikasi defisit
dan interpretasi pesan Ansiety Reduction
verbal dan/atau non Active Listening
verbal.
4. Gerakan terkoordinasi :
mampu mengkoordinasi
gerakan dalam
menggunakan isyarat
5. Pengolahan informasi :
klien mampu untuk
memperoleh, mengatur,
dan menggunakan
informasi
6. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmapuan
berbicara
7. Mampu manajemen
kemampuan fisik yang
dimiliki
8. Mampu
mengkomunikasikan
kebutuha dengan
lingkungan.
3. Gangguan mobilitas NOC : NIC :
1. Joint Movement :
fisik berhubungan Exercise therapy :
Active
dengan kerusakan ambulation
2. Mobility Level
neuromuscular 1. Monitoring vital sign
22
3. Self care : ADLs sebelm/sesudah
4. Transfer performance latihan dan lihat
Kriteria hasil: respon pasien saat
1. Klien meningkat latihan
dalam aktivitas fisik 2. Konsultasikan dengan
2. Mengerti tujuan dari terapi fisik tentang
peningkatan mobilitas rencana ambulasi
3. Memverbalisasikan sesuai dengan
perasaan dalam kebutuhan
meningkatkan 3. Bantu klien untuk
kekuatan dan menggunakan tongkat
kemampuan berpindah saat berjalan dan
4. Memperagakan cegah terhadap cedera
penggunaan alat Bantu 4. Ajarkan pasien atau
untuk mobilisasi tenaga kesehatan lain
(walker) tentang teknik
ambulasi
5. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan
ADLs
1. Berikan alat Bantu
jika klien
23
memerlukan.
2. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
24
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang bisa dilakukan
4. Monitor lingkungan
selama makan
5. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
6. Monitor mual
muntah
7. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
Monitor kalori dan intake
nutrisi
25
3. Self Care Deficit pasien terhadap
Hygiene perawatan diri
4. Sensory perpeption, 2. Monitor kebutuhan
Auditory disturbed akan personal
Kriteria Hasil: hygiene, berpakaian,
toileting dan makan.
1. Pasien dapat
3. Beri bantuan sampai
melakukan aktivitas
klien mempunyai
sehari-hari (makan,
kemapuan untuk
berpakaian,
merawat diri
kebersihan,
4. Bantu klien dalam
toileting, ambulasi)
memenuhi
2. Kebersihan diri
kebutuhannya.
pasien terpenuhi.
5. Anjurkan klien untuk
3. Mengungkapkan
melakukan aktivitas
secara verbal
sehari-hari sesuai
kepuasan tentang
kemampuannya
kebersihan tubuh
6. Pertahankan aktivitas
dan hygiene oral.
perawatan diri secara
4. Klien terbebas dari
rutin
bau badan
7. Evaluasi kemampuan
klien dalam
memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
8. Berikan
reinforcement atas
usaha yang dilakukan
dalam melakukan
perawatan diri sehari
hari.
26
6. Resiko terjadinya NOC: NIC :
1. Respiratory status : Airway suction
ketidakefektifan
Ventilation 1. Pastikan kebutuhan
bersihan jalan nafas 2. Respiratory status :
oral/tracheal
yang berhubungan Airway patency
suctioning.
dengan menurunnya 3. Aspiration Control
2. Berikan O2 1-
refleks batuk dan
2liter/mnt, metode
menelan, imobilisasi. Kriteria Hasil :
dengan pemasangan
1. Mendemonstrasikan nasal kanul.
batuk efektif dan suara 3. Anjurkan pasien
nafas yang bersih, tidak untuk istirahat dan
ada sianosis dan napas dalam (bagi
dyspneu (mampu anak usia diatas 5)
mengeluarkan sputum, 4. Posisikan pasien
bernafas dengan untuk
mudah, tidak ada memaksimalkan
pursed lips) ventilasi
2. Menunjukkan jalan 5. Lakukan fisioterapi
nafas yang paten (klien dada jika perlu
tidak merasa tercekik, 6. Keluarkan sekret
irama nafas, frekuensi dengan batuk atau
pernafasan dalam suction
rentang normal, tidak 7. Auskultasi suara
ada suara nafas nafas, catat adanya
abnormal) suara tambahan
3. Mampu 8. Berikan
mengidentifikasikan bronkodilator
dan mencegah faktor 9. Monitor status
yang penyebab. hemodinamik
10. Berikan pelembab
27
udara Kassa basah
NaCl Lembab
11. Berikan antibiotik
12. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
13. Monitor respirasi dan
status O2
14. Pertahankan hidrasi
yang adekuat untuk
mengencerkan sekret
15. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
penggunaan
peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.
28
4. Tidak ada kejadian jatuh mobilisasi
5. Ciptakan lingkungan
yang aman bagi
pasien
7. Libatkan keluarga
dalam membatu
pasien mobilisasi.
29
DAFTAR PUSTAKA
Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Tarwoto, dkk. 2008. Keperawatan Medikal Bedah .Jakarta: Trans Info Media.
30