Anda di halaman 1dari 37

STUDI KASUS

DAMPAK
PENCEMARAN UDARA
DALAM RUANG
TERHADAP
KESEHATAN
MASYARAKAT
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3/KL-1 :

Dwi agustina 25010116120076


Fina Arumsari 25010116120082
Nur Arifah 25010116120086
Siti Zaerina 25010116120106
Yashinta Dwi Puspita 25010116130174
Wening Septiyani 25010116130189
Mushiyam Nurul Fadzilla 25010116130209
Wardani Adi Saputra 25010116140142
M. Fadli Ramadhansyah 25010116140155
Alifa puspa 25010116140178
Mutiara Annisa 25010116140202
Rodhwa Asma' Amanina 25010116140280
ARTIKEL 1
JUDUL ARTIKEL :
Analisis Mikroorganisme Udara terhadap Gangguan
Kesehatan dalam Ruangan Administrasi Gedung
M e n a r a U M I M a k a s a r.

LATAR BELAKANG
Ruang Administrasi Gedung Menara Universitas Muslim
Indonesia merupakan ruangan tertutup dan menggunakan
sistem pengaturan udara dengan Air Conditioner (AC) untuk
mengurangi panas udara di dalam ruang kerja. Kondisi
gedung dan ruang kerja dengan ventilasi tertutup, furnitur,
dan bahan bangunan yang bervariasi serta aktifitas
perkantoran di rungan tersebut yang cukup padat, juga
keberaaan alat-alat perkantoran dalam ruangan dapat memicu
timbulnya kontaminan mikrobiologis pada udara dalam ruang.

Add a footer 3
FR
ARTIKEL 1
TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah mikroorganisme
udara dan hubungan suhu, kelembaban, pencahayaan, dan
mikroorganisme udara terhadap gangguan kesehatan dalam ruang
administrasi Gedung Menara Universitas Muslim Indonesia

Add a footer 4
FR
ARTIKEL 1
METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-sectional. Populasi
objek dalam penelitian ini adalah ruang administrasi Gedung Menara Universitas Muslim
Indonesia, sebanyak enam ruangan. Populasi subjek yaitu semua karyawan yang berada
pada ruangan yang diteliti. Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan menggunakan
teknik total sampling, baik itu sampel objek maupun sampel subjek. Teknik pengumpulan
data yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi dan pengukuran.

Add a footer 5
FR
ARTIKEL 1
HASIL
1. Hubungan antara Suhu Ruang dengan Angka Total Mikroorganisme Udara terhadap Gangguan
Kesehatan
Terdapat hubungan yang linear antara suhu dengan angka total mikroorganisme udara, ruangan
yang suhunya tidak memenuhi syarat juga didapatkan hasil bahwa ruangan tersebut memiliki
angka mikroorganismenya yang tidak memenuhi syarat. Adapun Hasil uji statistik jika suhu
dihubungkan langsung dengan gangguan kesehatan menunjukkan hasil yang signifikan dimana
didapatkan nilai p-value 0.001 (0.001< 0,05 ) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara suhu dengan gangguan kesehatan.

Add a footer 6
ARTIKEL 1
HASIL
2. Hubungan antara Kelembaban Ruang dengan Angka To t a l
Mikroorganisme Udara terhadap Gangguan Kesehatan

Hasil uji SPS menunjukkan Bahwa ada hubungan yang


signifikan antara suhu dengan gangguan kesehatan
FR
ARTIKEL 1
HASIL
3. Hubungan antara Pencahayaan Ruang dengan Angka Total Mikroorganisme Udara
terhadap Gangguan Kesehatan
Hasil uji SPSS didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
pencahayaan dengan gangguan kesehatan. Berdasarkan analisis di atas dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pencahayaan dengan mikroorganisme
terhadap gangguan kesehatan.

Add a footer 8
FR
ARTIKEL 1
HASIL
4. Hubungan antara Mikroorganisme Udara terhadap Gangguan Kesehatan
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara angka total
mikroorganisme udara terhadap gangguan kesehatan di ruang administrasi Gedung
Menara Universitas Muslim Indonesia, nilai hasil analisis statistik p-value penelitian
sebesar 0.001 (0.001< 0,05 ).

Add a footer 9
FR
ARTIKEL 1
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji statistik antara suhu dengan gangguan kesehatan maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara suhu dengan mikroorganisme terhadap
gangguan kesehatan di ruang administrasi Gedung Menara Universitas Muslim Indonesia.

Jika ditinjau dari hubungan antara kelembaban dengan angka total


mikroorganisme yang linear dan berdasarkan hasil uji statistik antara
kelembaban dengan gangguan kesehatan, maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara kelembaban dengan mikroorganisme terhadap
gangguan kesehatan

Add a footer 10
FR
ARTIKEL 1
PEMBAHASAN

Sejalan dengan hal tesebut, Mandal (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
kelembaban yang lebih tinggi menjadi faktor utama timbulnya bioaeroso/mikrobiologi
udara, dimana konsentrasi jamur yang lebih tinggi terjadi pada ruangan dengan
kelembaban yang lebih tinggi dari nilai rata-rata.
Kemudian jika ditinjau dari hasil uji statistik antara pencahayaan dengan gangguan
kesehatan maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pencahayaan
dengan mikroorganisme terhadap gangguan kesehatan di ruang administrasi Gedung
Menara Universitas Muslim Indonesia.

Add a footer 11
FR
ARTIKEL 1
PEMBAHASAN

Hubungan antara mikroorganisme udara terhadap gangguan kesehatan berdasarkan


hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara mikroorganisme
terhadap gangguan kesehatan di ruang administrasi Gedung Menara Universitas Muslim
Indonesia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Prasasti (2005) menyatakan bahwa jumlah
koloni jamur di udara mempunyai risiko lebih besar dibandingkan dengan jumlah koloni
bakteri di udara terhadap kejadian SBS di ruang kerja.

Add a footer 12
FR
ARTIKEL 1
KESIMPULAN :
Terdapat hubungan antara suhu ruang dengan angka total mikroorganisme udara terhadap
gangguan kesehatan di ruangan administrasi Gedung Menara Universitas Muslim Indonesia.
Terdapat pula hubungan yang bermakna antara kelembaban ruang dengan angka total
mikroorganisme udara terhadap gangguan kesehatan di ruangan. Namun penelitian ini tidak
melihat adanya hubungan yang bermakna antara pencahayaan ruang dengan angka total
mikroorganisme udara di ruangan. Penelitian ini juga menemukan adanya hubungan yang
bermakna antara angka total mikroorganisme udara terhadap gangguan kesehatan di ruangan
administrasi Gedung Menara Universitas Muslim Indonesia Makassar.

Add a footer 13
FR
ARTIKEL 2
JUDUL ARTIKEL :
Kualitas Fisik dan Kimia Udara, Karakteristik Pekerja,Serta Keluhan
Pernapasan Pada Pekerja Percetakan di Surabaya

LATAR BELAKANG :
Colorado Department of Public Health and Environmnet (CDPHE), menyebutkan bahwa pada
umumnya industri percetakan menghasilkan jenis pencemar udara yang terdiri dari senyawa
organik volatil (VOC), pencemar udara berbahaya (HAPs), Particulate Matter (PM), Nitrogen
Oksida (Nox), dan Sulfur Oksida (SOx). Sebagian besar VOC dan HAPs berasal dari tinta
cetak termasuk aplikasi dari mesin inkjet, larutan pembersih, larutan cetak, pembersihan,
perekatan, dan pelapisan gulungan.

Add a footer 14
FR
ARTIKEL 2
JUDUL ARTIKEL :
Kualitas Fisik dan Kimia Udara, Karakteristik Pekerja,Serta Keluhan
Pernapasan Pada Pekerja Percetakan di Surabaya

LATAR BELAKANG :
Industri ini terdiri dari beberapa unit, salah satunya adalah unit produksi. Unit tersebut merupakan unit yang
paling banyak menghasilkan debu terutama dari proses pemotongan kertas. Sisa kertas hasil produksi di unit ini
bervariasi, mulai dari debu yang berukuran sangat kecil hingga potongan kertas. Partikel debu kertas yang
berasal dari mesin pemotongan sebagian akan dihisap oleh dust collector dan sebagian lagi akan berhamburan
di udara atau jatuh ke lantai. Pada saat cuaca panas penyebaran partikel debu akan memberikan dampak
terhadap kesehatan pekerja sebab partikel tersebut akan lebih mudah terurai pada saat suhu udara.

Add a footer 15
FR
ARTIKEL 2
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan desain cross
sectional. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kualitas fisik dan kimia
udara dalam ruang. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 20 pekerja di
unit produksi yang memenuhi kriteria inklusi.
Sampel yaitu total populasi di unit produksi dengan jumlah sebanyak 20
orang. Pengukuran suhu menggunakan Thermohygrometer dan pengukuran
kadar debu PM2,5 menggunakan Haz Dust EPAM 5000. Pengukuran
dilakukan di tiga titik pengukuran yaitu ruang pemotongan, ruang finishing,
dan ruang cetak.

Add a footer 16
FR
ARTIKEL 2
PEMBAHASAN

1. Kualitas Fisik dan Kimia Udara di Unit Produksi


Sesuai dengan Keputusan MenteriKesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, maka
hasil pengukuran suhu di ketiga ruangan melebihi baku mutu dan hasil pengukuran
kelembapan di ketiga titik sudah sesuai dengan baku mutu.

Add a footer 17
FR
ARTIKEL 2
PEMBAHASAN

1. Kualitas Fisik dan Kimia Udara di Unit Produksi

Tingginya suhu udara dapat mempercepat terjadinya perubahan kadar gas atau
pencemar di udara.Pada suhu udara yang tinggi, kelembapan udara dapat meningkat
dan menyebabkan kadar uap air di udara bereaksi dengan pencemar udara menjadi
zat lain. Semakin tinggi kelembapan maka kemungkinan pencemar udara untuk
bereaksi dengan air akan semakin tinggi sehingga berat jenis pencemar semakin
meningkat.

Add a footer 18
ARTIKEL 2
PEMBAHASAN

2. Karakteristik Pekerja di Unit Produksi


Va r i a b e l u s i a m e m i l i k i h u b u n g a n d e n g a n k e l u h a n g a n g g u a n
pernapasan, peningkatan usia pada pekerja diikuti dengan
peningkatan persentase pekerja yang mengalami keluhan
saluran pernapasan.
Lama kerja menentukan kesehatan, efisiensi, efektivitas, dan
produktivitas pekerja. Menambah waktu kerja lebih dari
kemampuan dapat menimbulkan kelelahan, gangguan
kesehatan, penyakit serta kecelakaan kerja.
ARTIKEL 2
PEMBAHASAN

2. Karakteristik Pekerja di Unit Produksi

Sebagian besar pekerja yang berada di unit produksi memiliki


risiko lebih kecil untuk mengalami keluhan pernapasan karena
masa kerjanya tergolong relatif singkat, yakni < 5 tahun.

Berdasarkan hasil diketahui bahwa 95,0% pekerja tidak


menggunakan APD masker saat bekerja. Proses produksi di
industri percetakanumumnya menggunakan bahan seperti
tinta,alkohol, larutan cetak, dan bahan kimia lain yangdapat
menguap ke udara dalam bentuk partikel
FR
ARTIKEL 2
PEMBAHASAN

3. Keluhan Pernapasan Yang Dialami Pekerja Unit Produksi


Jenis batuk menentukan tingkat gangguan pernapasan yang dialami. Partikel debu dan gas yang
ada di dalam ruang kerja dapat menimbulkan terjadinya reaksi batuk hingga dapat menyebabkan
iritasi pada mukosa pada saluran pernapasan.

Add a footer 21
FR
ARTIKEL 2
PEMBAHASAN

3. Keluhan Pernapasan Yang Dialami Pekerja Unit Produksi


Kadar PM2,5 di ketiga unit produksi masih memenuhi nilai ambang batas. Pekerja yang berada di
ruang finishing dengan kadar PM2,5 memenuhi nilai ambang batas lebih banyak mengalami keluhan
pernapasan daripada di ruang pemotongan dan ruang cetak.
Keluhan pernapasan yang dirasakan pekerja dengan kondisi kadar PM2,5 yang memenuhi nilai
ambang batas dipengaruhi oleh lama kerja yang berhubungan dengan lama pajanan partikel debu
PM2,5 di tempat kerja, frekuensi kerja, dan pemakaian APD berupa masker.

Add a footer 22
ARTIKEL 2
PEMBAHASAN

4. Resiko Dampak Pencemaran Udara

Ukuran partikel yang sangat halus seperti PM2,5, partikel tersebut bersifat mudah terhirup dan dapat mencapai
alveoli sehingga dapat mengakibatkan inflamasi pada paru-paru pembuluh darah, bahkan hati serta organ
lainnya.
Konsekuensi patologis dan klinis yang berasal dari pajanan partikel debu sangat bervariasi. Manifestasi
penyakit tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sifat debu, intensitas, lama pajanan, dan
kerentanan individu. Organ pernapasan yang terpajan partikel tersebut juga akan memberikan respons yang
berbeda tergantung dari sifat kimia bahan tersebut, sifat fisika, dan toksisitas partikel debu yang terdapat di
lingkungan kerja.
ARTIKEL 2
KESIMPULAN

Kualitas fisik suhu di ketiga titik pengukuran pada unit produksi seluruhnya belum memenuhi
baku mutu dan faktor kualitas fisik udara yang berupa kelembapan telah memenuhi baku mutu
sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405 Tahun 2002
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Kualitas kimia
berupa kadar PM2,5 dalam udara di unit produksi yang terdiri dari tiga titik pengukuran
seluruhnya masih memenuhi nilai ambang batas yang ditetapkan sesuai dengan standar WHO.
ARTIKEL 2
KESIMPULAN

Sebagian besar pekerja di unit produksi merupakan pekerja usia produktif yang berusia kurang
dari 25 tahun, memiliki masa kerja kurang dari 5 tahun, lama kerja lebih dari sama dengan 8
jam/hari, dan tidak menggunakan APD masker saat bekerja. Keluhan pernapasan yang paling
banyak dialami pekerja bila diurutkan adalah, batuk, batuk berdahak, sesak nafas, dan nafas
berbunyi. Pekerja yang berada di area kadar debu PM2,5 memenuhi nilai ambang batas
mengalami keluhan pernapasan disebabkan karena adanya pengaruh dari lama kerja atau lama
pajanan dan pemakaian APD masker.
FR
ARTIKEL 3
JUDUL ARTIKEL :
Analisis Jurnal Pengaruh Kualitas Lingkungan Dalam Ruang (Indoor)
Te r h a d a p P e n y a k i t I S PA - P n e u m o n i a d i I n d r a m a y u , J a w a B a r a t

LATAR BELAKANG :
Lingkungan dalam ruang (indoor) meliputi lingkungan psiko-sosial,
lingkungan fisik, lingkungan kimia dan lingkungan biologi. Pengaruh
lingkungan terhadap kegiatan sehari-hari tidaklah terjadi secara
langsung. Namun, lingkungan yang kelihatannya tidak memiliki potensi
bahaya ternyata dapat menimbulkan gangguan kesehatan penghuninya
seperti gangguan akut, kronis maupun gangguan yang tidak ada artinya
(subtle effects). Salah satu gangguan yang mungkinadalah infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA)seperti Pneumonia.

Add a footer 26
FR
ARTIKEL 3
METODE

Penelitian yang digunakan yaitu Case Control dengan pendekatan “retrospective” yang digunakan untuk mencari
hubungan seberapa jauh faktor resiko mempengaruhi terjadinya suatu penyakit.
Sampel penelitian adalah bayi dan balita yang menderita ISPA-Pneumonia berdasarkan laporan sebanyak 30 orang
dan penderita Pneumonia sebanyak 30 orang sebagai kelompok kasus. Sedangkan untuk kelompok kontrol adalah
bayi dan balita sehat yang bertempat tinggal sama di daerah yang sama dengan perbandingan penderita
Pneumonia dan kontrol adalah 1 : 2 dan perbandingan penderita ISPA dan kontrol adalah 1:1.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi aktivitas di dapur ( lama memasak, pelaku memasak, frekuensi
memasak, ventilasi, dan jumlah perokok ), pencemaran udara dalam ruang seperti debu RSP, SO2, NO2, CO, HCHO,
NH3, suhu dan kelembaban dan jumlah tungau dalam debu.

Add a footer 27
ARTIKEL 3
HASIL

Sebagian besar responden memasak dua kali bahkan lebih. Lama memasak menunjukan bahwa sebagian
kecil memasak kurang dari 1 jam. Sedangkan pada responden yang membawa anak ke dapur dan tidak selalu
lebih besar dibandingkan yang tidak pernah membawa anak ke dapur, dan mayoritas tidak ada perokok
dalam rumah.
ARTIKEL 3
HASIL

Untuk beberapa parameter seperti kadar rata-rata CO, SO2, NO2, HCHO, NH3 tidak melampai batas yang
ditetapkan oleh WHO kecuali untuk kadar debu (RSP) ruang dapur melampaui batas maksimum yang
direkomendasikan WHO hingga sekitar 8 kali lebih tinggi. Sementara untuk di ruang tamu, sekitar 1, 5 kali.
ARTIKEL 3
HASIL

Berdasarkan distribusi jumlah rumah menurut spesies tunggu dan status didapatka berbagai
spesies tunggu yaitu sekitar 10 dengan D.pteronyssinus dun D. farinae ditemukan sehubungan
dengan kasus pneumonia dan ISPA jumlahnya lebih banyak di rumah kelompok kasus daripada
rumah kelompok kontrol. Berdasarkan Analisis risiko relatif atas dasar dua spesies alergen
tersebut menghasilkan risiko terkena ISPA sebesar 1,6 kali dibandingkan dengan kontrol.
FR
ARTIKEL 3
PEMBAHASAN
Analisis statistik mengenai hubungan ventilasi dan jumlah anggota rumah tangga yang merokok, parameter suhu
dan kelembaban di ruang dapur dan tamu tidak didapatkan perbedaan yang berarti. Namun, waktu memasak
memiliki risiko untuk terkena penyakit ISPA lebih tinggi pada kelompok kasus dengan bukti bahwa kelainan ISPA
persentasenya lebih tinggi dan pada kelompok kontrol.
Berdasarkan studipun ditemukan beberapa pencemar udara seperti CO, NO2, SO2, NH3, dan Formaldehida dalam
ruang, dan hal ini berkontribusi kecil terhadap terjadinya penyakit ISPA-Pneumonia. Sedangkan pada parameter
debu RSP, khususnya di ruang dapur ditemukan jauh melampaui batas standar sehingga bisa menimbulkan
terjadinya penyakit ISPA-Pneumonia, tingginya kadar debu RSP di rumah tangga ini disebabkan karena
penggunaan bahan bakar kayu.

Add a footer 31
FR
ARTIKEL 2
PEMBAHASAN
Pada dua jenis tungau D. pteronyssinus dun D. Farina ditemukan sehubungan
dengan kasus ISPA-Pneumonia jumlahnya lebih banyak di rumah kelompok kasus
daripada rumah kelompok kontrol, karena hal ini dapat menjadi factor penting
penyebab kelainan pada saluran pernafas.
Analisis statistik risiko relative dari variabel yang dipilih menunjukkan bahwa ada
2 faktor yang tampaknya memberikan risiko yang paling relevan pada kelainan
ISPA-pnemonia yakni usia dan kebiasaan membawa anak ke dapur. Anak berusia
1-2 tahun lebih peka 5 kali terkena ISPAdan Pneumonia dibandingkan dengan
anak usia 5 tahun.

Add a footer 32
ARTIKEL 3
KESIMPULAN
Berdasarkan jurnal terkait Pengaruh Kualitas Lingkungan Dalam
R u a n g ( I n d o o r ) Te r h a d a p P e n y a k i t I S PA - P n e u m o n i a d i I n d r a m a y u ,
Jawa Barat didapatkan beberapa faKtor risiko yang berkontribusi
p o s i t i f t e r h a d a p t e r j a d i n y a I S PA - P n e u m o n i a d i a n t a r a n y a a d a l a h
u s i a d a n k e b i a s a a n m e m b a w a a n a k k e d a p u r.
Hal ini dikarenakan kadar debu RSP yang jauh melampaui batas dan
d i t e m u k a n n y a b e b e r a p a j e n i s t u n g a u . U n t u k m e n c e g a h I S PA -
P n e u m o n i a d i s a r an ak a n d en g an m e n g an t i b ah an b a k a r, t id a k
membawa anak ke dapur dan membuat lubang ventilasi
KESIMPULAN KAJIAN ARTIKEL

Suhu dan kelembaban ruangan berhubungan dengan angka total mikroorganisme yang
ada di udara pada suatu ruangan. Terdapatnya mikroorganisme dapat menjadi salah satu
penyebab terjadinya polusi udara dalam ruangan. Mikroorganisme yang ada juga akan
dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada orang-orang yang berada di ruangan
tersebut.
Salah satu tempat di mana pencemaran udara dalam ruangan sering terjadi adalah pada
tempat percetakan. Pada tempat percetakan, pencemaran udara yang terjadi dapat
berasal dari kegiatan pemotongan kertas maupun penggunaan mesin pada proses
percetakan.
FR

KESIMPULAN KAJIAN ARTIKEL


Suhu merupakan salah satu kualitas dapat mempengaruhi terjadinya pencemaran udara dalam
ruangan. Pada karakeristik pekerja, mereka yang bekerja < 5 tahun memiliki risiko lebih kecil
untuk mengalami keluhan pernapasan. Terjadinya pencemaran udara dalam ruangan dapat
menyebabkan beberapa gangguan kesehatan terhadap pekerja, diantanya batuk, sesak napas,
dan bunyi mengi. Pemakaian APD berupa masker dan pembersihan ruangan secara berkala
merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak kesehatan akibat
pencemaran udara dalam ruangan.

Add a footer 35
FR

KESIMPULAN KAJIAN ARTIKEL


Rumah juga menjadi tempat yang sangat berpotensi untuk terjadinya pencemaran udara dalam ruangan,
oleh karena itu kualitas udara sangat perlu diperhatikan. Kualitas udara yang buruk dapat berpengaruh
terhadap kesehatan penghuni rumah terutama bayi ataupun balita. Penyakit ISPA-Pneumonia pada bayi
ataupun balita merupakan gangguan kesehatan yang dipengaruhi oleh adanya kualitas udara dalam
ruangan yang buruk.
Buruknya kualitas udara dapat disebabkan karena aktivitas yang dilakukan sehari-hari, seperti
contohnya memasak. Hal ini disebabkan karena tingginya debu RSP yang dihasilkan dari proses yang
terjadi. Seringnya membawa anak ke dapur dapat memberikan risiko terkena penyakit ISPA-Pneumonia,
hal tersebut juga dikarenakan pada usia bayi ataupun balita anak-anak lebih peka terkena penyakit ISPA.

Add a footer 36
TERIMA KASIH

Add a footer 37

Anda mungkin juga menyukai