Anda di halaman 1dari 27

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wilayah

1. Letak dan Luas Wilayah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Abuki, Uepai dan Lambuya

Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Kabupaten Konawe yang

berjarak 73 km dari Kota Kendari yang secara geografis terletak dibagian selatan

garis khatulistiwa diantara 02O04’51,0” - 04O01’51,0” LS dan membentang dari

Barat ke Timur diantara 121O01’51,0” - 123O03’01,0” BT. Adapun batas wilayah

Kabupaten Konawe yakni sebagai berikut:

- Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Konawe Utara.

- Sebelah timur berbatasan dengan Laut Banda dan Laut Maluku.

- Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatan.

- Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kolaka Timur.

Luas lahan sawah di Kabupaten Konawe yaitu sebesar 37.938 ha.

Kecamatan Lambuya merupakan wilayah urutan kedua yang memiliki luas lahan

sawah terluas yaitu sebesar 2.748 ha, Kecamatan Uepai menempati urutan

keempat untuk lahan sawah terluas yaitu sebesar 2.636 ha dan Kecamatan Abuki

menempati urutan kesembilan yaitu sebesar 2.150 ha untuk lahan sawah terluas

di Kabupaten Konawe. Menurut jenis pengairan dari total 27 Kecamatan yang ada

di Kabupaten Konawe terdapat 23 Kecamatan yang memiliki lahan sawah baik

sawah irigasi maupun sawah non irigasi. Luas lahan sawah menurut jenis

pengairan di Kabupaten Konawe disajikan pada Tabel 1.


36

Tabel 2. Luas lahan sawah menurut jenis pengairan di Kabupaten Konawe.


Sawah Sawah JumlahTotal
No Kecamatan
Irigasi (ha) Non Irigasi (ha) (ha)
1 Bondoala 267 1.373 1.640
2 Besulutu 0 55 55
3 Kapoiala 50 419 469
4 Morosi 268 1.376 1.644
5 Lambuya 2.235 513 2.748
6 Uepai 2.639 0 2.639
7 Puriala 2.364 0 2.364
8 Onembute 1.066 68 1.134
9 Pondidaha 1.735 0 1.735
10 Wonggeduku 2.702 0 2.702
11 Amonggedo 2.637 0 2.637
12 Wonggeduku Barat 2.353 0 2.353
13 Wawotobi 1.963 0 1.963
14 Meluhu 1.277 0 1.277
15 Konawe 327 0 327
16 Unaaha 766 0 766
17 Anggeberi 728 35 763
18 Abuki 1.773 377 2.150
19 Latoma 102 0 102
20 Tongauna 5.056 0 5.056
21 Asinua 640 335 975
22 Padangguni 2.188 69 2.257
23 Roata 182 0 182
Jumlah/Total 33.318 4.620 37.938
Sumber: Dinas Pertanian Tanamana Pangan di Kabupaten Konawe (BPS, 2016)

Berdasarkan Tabel 2. lahan sawah terluas terdapat di Kecamatan

Tongauna seluas 5.056 ha yang terdiri dari lahan sawah irigasi seluas 2.235 ha

dan lahan sawah non irigasi seluas 513 ha, namun merupakan lahan sawah bukaan

baru. Sedangkan lahan sawah yang memiliki luas lahan terkecil adalah Kecamatan

Besulutu yang hanya terdiri dari lahan sawah irigasi yakni seluas 55 ha, menurut

luas lahan sawah menurut jenis pengairan dan Kecamatan di Kabupaten Konawe.
37

2. Keadaan Iklim

Data ikllim diperoleh dari stasiun BMKG (Badan Metereologi,

Klimatologi dan Geofisika) Stasiun Meterologi Maritim Kendari yaitu sebagai

berikut:

Tabel 3. Jumlah, Rata-rata Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Konawe pada


Tahun 2007-2016 di Kabupaten Konawe.
Bulan
Rerata
Curah
Tahun BB BK
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Hujan
Bulanan

2007 318 233 264 242 219 180 29 28 38 0 55 140 146 7 5


2008 138 130 339 325 201 326 70 202 94 62 57 147 174 8 1
209 43 81 155 200 460 320 216 328 102 159 161 74 192 9 1
2010 142 159 208 112 135 151 221 11 20 92 61 469 149 8 2
2011 149 343 579 322 257 366 429 356 119 278 260 190 304 12 0
2012 208 343 119 322 281 153 429 356 119 278 260 190 255 12 0
2013 185 233 324 334 255 185 117 28 0 45 261 233 183 9 3
2014 116 148 384 12 249 335 59 6 0 0 18 262 132 6 6
2015 117 148 258 326 294 414 199 116 12 0 80 487 204 9 2
2016 208 187 271 280 281 245 806 61 85 23 178 202 235 9 1
Rerata 197,4 8,9 2,1
Sumber. BMKG Stasiun Meterologi Maritim Kendari, Kota Kendari 2018.

Tabel 3. Menunjukkan rata-rata curah hujan bulanan 197,4 mm dengan 8,9

bulan basah (BB) dan 2,1 bulan kering (BK) Wilayah di Kabupaten Konawe.

Berdasarkan sistem klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson (BB = CH rata-rata

>100mm/bulan; BK = CH rata-rata <60 mm/bulan; BL = CH rata-rata 60-100

mm/bulan).
38

B. Hasil Penelitian

1. Amonium (NH4+)

Hasil pengamatan rata-rata nilai pengaruh serta korelasi waktu inkubasi

dan kedalaman tanah terhadap ketersediaan amonium pada umur lahan sawah

yang berbeda disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 2.

Tabel 4. Hasil pengamatan pengaruh waktu inkubasi dan kedalaman tanah


terhadap ketersediaan amonium (ppm) pada umur lahan sawah yang
berbeda.
Umur lahan sawah 17 tahun Umur lahan sawah 27 tahun
Sampel
Uepai Lambuya Abuki Uepai Lambuya Abuki
K1 H0 0,6 8,52 9,11 0,64 7,67 8,32
K1 H1 0,78 8,8 9,58 0,69 7,94 8,63
K1 H2 0,86 10,84 11,7 0,87 9,17 10,04
Rata-rata 0,75 9,39 10,13 0,73 8,26 9,00
K2 H0 0,52 3,38 3,9 0,49 2,31 2,79
K2 H1 0,62 3,65 4,27 0,51 2,63 3,14
K2 H2 0,94 3,82 4,76 0,73 3,93 4,65
Rata-rata 0,69 3,62 4,31 0,58 2,96 3,53
Total 4,32 39,01 43,32 3,93 33,65 37,57
Keterangan: K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H =
Waktu pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).

Tabel 4. Menunjukan bahwa rata-rata nilai ketersedian amonium tertinggi

terdapat di umur lahan sawah 17 tahun pada kedalam tanah 0-15 cm yakni sebesar

10,13 ppm. Sedangkan rata-rata nilai keterediaan amonium terkecil terdapat di

umur lahan sawah 27 tahun pada kedalaman tanah 15-30 cm yakni sebesar

0,58 ppm.
0
39

U1K1 U2K1
Kadar amonium (ppm)

10.0

Kadar amonium (ppm)


8.0
8.0
6.0
6.0
4.0 y = 0,0307x + 5,8934 4.0 y = 0,0205x + 5,4244
R² = 0,8812 R² = 0,8818
2.0 2.0
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)

U1K2 U2K2
Kadar amonium (ppm)

Kadar amonium (ppm)


3.5 3.5
3.0 3.0
2.5 2.5
2.0 2.0
1.5 y = 0,0103x + 2,5859
R² = 0,993 1.5 y = 0,0221x + 1,7335
1.0 1.0
0.5 R² = 0,8839
0.5
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)

Gambar 2. Grafik hubungan antara waktu inkubasi dengan ketersediaan amonium pada
umur lahan sawah berbeda U1K1, U1K2, U2K1 dan U2K2.

Hubungan antara amonium dan waktu inkubasi untuk U1K1 pada grafik

yang tertera pada Gambar 2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ketersediaan

amonium dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang tinggi dengan

nilai koefisien determinasi R2= 0,88 menunjukan bahwa ketersediaan amonium

88 % dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Persamaan yang didapatkan yaitu

Y = 0,030x + 5,893 yang berarti koefisien regresi b1x = 0,030 ppm menunjukan

besarnya penigkatan Y (amonium) apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu

satuan sedangkan nilai intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 5,893 ppm.

Hubungan antara amonium dan waktu inkubasi untuk U1K2 pada grafik

yang tertera pada Gambar 2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ketersediaan

amonium dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang tinggi dengan


40

nilai koefisien determinasi R2 = 0,99 menunjukan bahwa ketersediaan amonium

99 % dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Persamaan yang didapatkan yaitu

Y = 0,010x + 2,585 yang berarti koefisien regresi b1x = 0,010 ppm menunjukan

besarnya penigkatan Y (amonium) apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu

satuan sedangkan nilai intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 2,585 ppm.

Hubungan antara amonium dan waktu inkubasi untuk U2K1 pada grafik

yang tertera pada Gambar 2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ketersediaan

amonium dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang tinggi dengan

nilai koefisien determinasi R2 = 0,88 menunjukan bahwa ketersediaan amonium

88 % dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Persamaan yang didapatkan yaitu

Y = 0,020x + 5,424 yang berarti koefisien regresi b1x = 0,020 ppm menunjukan

besarnya penigkatan Y (amonium) apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu

satuan sedangkan nilai intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 5,424 ppm.

Hubungan antara amonium dan waktu inkubasi untuk U2K2 pada grafik

yang tertera pada Gambar 2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ketersediaan

amonium dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang tinggi dengan

nilai koefisien determinasi R2 = 0,88 menunjukan bahwa ketersediaan amonium

88 % dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan sisanya sebesar 12 % dipengaruhi hal

yang tidak diketahui. Persamaan yang didapatkan yaitu Y = 0,022x + 1,733

yang berarti koefisien regresi b1x = 0,022 ppm menunjukan besarnya penigkatan

Y (amonium) apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu satuan sedangkan nilai

intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 1,733 ppm.


41

2. Nitrat (NO3-)

Hasil pengamatan rata-rata nilai pengaruh serta korelasi waktu inkubasi

dan kedalaman tanah terhadap ketersediaan nitrat pada umur lahan sawah yang

berbeda disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 3.

Tabel 5. Hasil pengamatan pengaruh waktu inkubasi dan kedalaman tanah


terhadap ketersediaan nitrat (ppm) pada umur lahan sawah yang berbeda.
Umur lahan sawah 17 tahun Umur lahan sawah 27 tahun
Sampel
Uepai Lambuya Abuki Uepai Lambuya Abuki
K1H0 0,2 0,64 7,56 0,12 0,05 15,58
K1H1 0,19 0,93 3,62 0,11 1,07 0,03
K1H2 0,11 0,53 5,49 0,48 1,46 0,75
Rata-rata 0,17 0,70 5,56 0,24 0,86 5,45
K2H0 0,17 1,79 2,29 0,11 0,78 0,58
K2H1 0,58 0,11 8,6 0,15 0,93 2,98
K2H2 0,54 0,32 11,87 0,13 0,5 0,83
Rata-rata 0,43 0,74 7,59 0,13 0,74 1,46
Total 1,79 4,32 39,43 1,1 4,79 20,75
Keterangan: K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H =
Waktu pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).

Tabel 5. Menunjukan bahwa rata-rata nilai ketersedian nitrat tertinggi

terdapat di umur lahan sawah 17 tahun pada kedalam tanah 15-30 cm yakni

sebesar 7,59 ppm. Sedangkan rata-rata nilai keterediaan nitrat terkecil terdapat di

umur lahan sawah 27 tahun pada kedalaman tanah 15-30 cm yakni sebesar

0,13 ppm.
42

U1K1 U2K1

Kadar nitrat (ppm)


6.0
3.0
Kadar nitrat (ppm)

2.5 5.0
4.0 y = -0,0777x + 4,3566
2.0 R² = 0,6651
1.5 3.0
1.0 y = -0,0134x + 2,5171 2.0
0.5 R² = 0,3749 1.0
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)

U1K2
U1K2 U2K2
U2K2

(ppm)
10.0 1.5
nitrat(ppm)
10.0 1.5
(ppm)
nitrat(ppm)

8.0
8.0
1.0
Kadarnitrat
6.0 1.0
6.0
Kadarnitrat

4.0 yy =
4.0 = -0,0745x
-0,0745x +
+ 7,3395
7,3395 0.5 yy =
= -0,013x
-0,013x +
+ 7,337
7,337
Kadar

0.5
2.0 R² = 0,5553 R² = 0,2234
Kadar

2.0 R² = 0,5553 R² = 0,2234


0.0 0.0
0.0
0.0
00 28
28 56
56 00 28
28 56
56
Waktu inkubasi (hari)
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi
inkubasi (hari)
(hari)
Waktu
mbar 3. Grafik hubungan antara waktu inkubasi dengan ketersediaan nitrat pada
perlakuan U1K1, U1K2, U2K1 dan U2K2.
Hubungan antara nitrat dan waktu inkubasi untuk U1K1 pada grafik yang

tertera pada Gambar 3. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ketersediaan nitrat

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang rendah dengan nilai

koefisien determinasi R2 = 0,37 menunjukan bahwa ketersediaan nitrat 37 %

dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan sisanya sebesar 63 % dipengaruhi hal yang

tidak diketahui. Persamaan yang didapatkan yaitu Y = -0,013x + 2,517 yang

berarti koefisien regresi b1x = -0,013 ppm menunjukan besarnya penurunan

Y (nitrat) apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu satuan sedangkan nilai

intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 2,517 ppm.

Hubungan antara nitrat dan waktu inkubasi untuk U1K2 pada grafik yang

tertera pada Gambar 3. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ketersediaan nitrat
43

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang rendah dengan nilai

koefisien determinasi R2 = 0,55 menunjukan bahwa ketersediaan nitrat 55 %

dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan sisanya sebesar 45 % dipengaruhi hal yang

tidak diketahui. Persamaan yang didapatkan yaitu Y = -0,074x + 7,337 yang

berarti koefisien regresi b1x = -0,074 ppm menunjukan besarnya penurunan Y

(nitrat) apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu satuan sedangkan nilai

intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 7,337 ppm.

Hubungan antara nitrat dan waktu inkubasi untuk U2K1 pada grafik yang

tertera pada Gambar 3. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ketersediaan nitrat

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang tinggi dengan nilai

koefisien determinasi R2 = 0,66 menunjukan bahwa ketersediaan nitrat 66 %

dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Persamaan yang didapatkan yaitu

Y = -0,074x + 7,337 yang berarti koefisien regresi b1x = -0,074 ppm

menunjukan besarnya penurunan Y (nitrat) apabila X (waktu inkubasi) meningkat

satu satuan sedangkan nilai intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 7,337 ppm.

Hubungan antara nitrat dan waktu inkubasi untuk U2K2 pada grafik yang

tertera pada Gambar 3. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ketersediaan nitrat

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang sangat rendah dengan

nilai koefisien determinasi R2 = 0,22 menunjukan bahwa ketersediaan nitrat 22

% dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Persamaan yang didapatkan yaitu

Y = -0,013x + 7,337 yang berarti koefisien regresi b1x = -0,013 ppm

menunjukan besarnya penurunan Y (nitrat) apabila X (waktu inkubasi) meningkat

satu satuan sedangkan nilai intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 7,337 ppm.
44

3. P-Tersedia

Hasil pengamatan rata-rata nilai pengaruh serta korelasi waktu inkubasi

dan kedalaman tanah terhadap ketersediaan P-tersedia pada umur lahan sawah

yang berbeda disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 4.

Tabel 6. Hasil pengamatan pengaruh waktu inkubasi dan kedalaman tanah


terhadap ketersediaan P-tersedia (ppm) pada umur lahan sawah yang
berbeda.
Umur lahan sawah 17 tahun Umur lahan sawah 27 tahun
Sampel
Uepai Lambuya Abuki Uepai Lambuya Abuki
K1H0 0,4 0,7 0,93 0,4 1,16 1,04
K1H1 0,22 1,35 1,02 0,35 0,6 0,46
K1H2 0,16 0,63 1,53 0,43 0,54 0,66
Rata-rata 0,26 0,89 1,16 0,39 0,77 0,72
K2H0 0,24 0,67 0,61 0,47 0,6 0,54
K2H1 0,18 0,61 1,01 0,55 0,64 0,63
K2H2 0,23 0,59 1,01 0,41 0,67 0,71
Rata-rata 0,22 0,62 0,88 0,48 0,64 0,63
Total 1,42 4,55 6,1 2,61 4,21 4,04

Keterangan: K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H =
Waktu pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).

Tabel 6. Menunjukan bahwa rata-rata nilai ketersedian P-tersedia tertinggi

terdapat di umur lahan sawah 17 tahun pada kedalam tanah 0-15 cm yakni sebesar

1,16 ppm. Sedangkan rata-rata nilai keterediaan P-tersedia terkecil terdapat di

umur lahan sawah 17 tahun pada kedalaman tanah 15-30 cm yakni sebesar

0,13 ppm.
45

U1K1 U2K1

Kadar P-tersedia (ppm)


Kadar P-tersedia (ppm)

1.0 0.6
0.8 0.5
0.6 0.4
y = 0.0017x + 0.7239 0.3
0.4 y = 0.0034x + 0.3628
R² = 0.2545 0.2
0.2 R² = 0.9797
0.1
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)

U1K2 U2K2
Kadar P-tersedia (ppm)

Kadar P-tersedia (ppm)


0.6 0.6
0.6 0.6
0.6 0.6
0.6
0.6
0.5
y = 0.0005x + 0.5321 0.5 y = 0.001x + 0.551
0.5 R² = 0.6343
R² = 0.0955
0.5 0.5
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)
Gambar 4. Grafik hubungan antara waktu inkubasi dengan ketersediaan P-tersedia pada
perlakuan U1K1, U1K2, U2K1 dan U2K2.
Hubungan antara P-tersedia dan waktu inkubasi untuk U1K1 pada grafik

yang tertera pada Gambar 4. Dari gambar tersebut terlihat bahwa P-tersedia

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang rendah dengan nilai

koefisien determinasi R2 = 0,25 menunjukan bahwa ketersediaan P-tersedia 25 %

dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan sisanya sebesar 75 % dipengaruhi hal yang

tidak diketahui. Persamaan yang didapatkan yaitu Y = 0,001x + 0,723 yang berarti

koefisien regresi b1x = 0,001 ppm menunjukan besarnya penigkatan

Y (P-tersedia) apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu satuan sedangkan nilai

intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 0,723 ppm.

Hubungan antara P-tersedia dan waktu inkubasi untuk U1K2 pada grafik

yang tertera pada Gambar 4. Dari gambar tersebut terlihat bahwa P-tersedia
46

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang tinggi dengan nilai

koefisien determinasi R2 = 0,95 menunjukan bahwa ketersediaan P-tersedia 95 %

dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan sisanya sebesar 5 % dipengaruhi hal yang

tidak diketahui. Persamaan yang didapatkan yaitu Y = 0,001x + 0,532 yang berarti

koefisien regresi b1x = 0,001 ppm menunjukan besarnya penigkatan

Y (P-tersedia) apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu satuan sedangkan nilai

intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 0,532 ppm.

Hubungan antara P-tersedia dan waktu inkubasi untuk U2K1 pada grafik

yang tertera pada Gambar 4. Dari gambar tersebut terlihat bahwa P-tersedia

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang tinggi dengan nilai

koefisien determinasi R2 = 0,97 menunjukan bahwa ketersediaan P-tersedia 97 %

dipengaruhi oleh waktu. Persamaan yang didapatkan yaitu Y = 0,003x + 0,362

yang berarti koefisien regresi b1x = 0,003 ppm menunjukan besarnya penigkatan

Y (P-tersedia) apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu satuan sedangkan nilai

intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 0,362 ppm.

Hubungan antara P-tersedia dan waktu inkubasi untuk U2K2 pada grafik

yang tertera pada Gambar 4. Dari gambar tersebut terlihat bahwa P-tersedia

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang tinggi dengan nilai

koefisien determinasi R2 = 0,63 menunjukan bahwa ketersediaan P-tersedia 63 %

dipengaruhi oleh waktu. Persamaan yang didapatkan yaitu Y = 0,001x + 0,634

yang berarti koefisien regresi b1x = 0,001 ppm menunjukan besarnya penigkatan

Y (P-tersedia) apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu satuan sedangkan nilai

intersep b0 bila X = 0 ppm, maka Y = 0,634 ppm.


47

4. K-Tersedia

Hasil pengamatan rata-rata nilai pengaruh serta korelasi waktu inkubasi

dan kedalaman tanah terhadap ketersediaan K-tersedia pada umur lahan sawah

yang berbeda disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 5.

Tabel 7. Hasil pengamatan pengaruh waktu inkubasi dan kedalaman tanah


terhadap ketersediaan K-tersedia (mg/100g-1) pada umur lahan sawah
yang berbeda.
Umur sawah tahun 2000 Umur sawah tahun 1900
Sampel
Uepai Lambuya Abuki Uepai Lambuya Abuki
K1H0 1,04 2,19 2,27 2,72 2,14 2,4
K1H1 11,4 16,43 19,47 22,86 15,24 18,18
K1H2 14 18,06 21,06 25,01 16,17 19,11
Rata-rata 8,81 12,23 14,27 16,86 11,18 13,23
K2H0 2,1 1,62 3,3 3,3 2,03 2,27
K2H1 18,1 10,35 25,07 28,98 18,68 17,35
K2H2 20,8 13,3 19,93 31,36 18,35 17,67
Rata-rata 13,67 8,42 16,10 21,21 13,02 12,43
Total 67,41 61,95 91,1 73,49 114,23 72,61
Keterangan: K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H =
Waktu pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).

Tabel 7. Menunjukan bahwa rata-rata nilai ketersedian K-tersedia tertinggi

terdapat di umur lahan sawah 27 tahun pada kedalam tanah 0-15 cm yakni sebesar

16,86 mg/100g-1. Sedangkan rata-rata nilai keterediaan K-tersedia terkecil

terdapat di umur lahan sawah 17 tahun pada kedalaman tanah 15-30 cm yakni

sebesar 8,42 mg/100g-1.


48

U1K1 U2K1

Kadar K-tersedia
25.0
Kadar K-tersedia
1.5

(mg/100g-1)
20.0
(mg/100g-1)

15.0 1.0
10.0
0.5
5.0 y = 0.2872x + 3.6296 y = -0.0029x + 1.0132
R² = 0.8319 0.0 R² = 0.5818
0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)

U1K2 U2K2
25.0

Kadar K-tersedia
Kadar K-tersedia

20.0 2.5

(mg/100g-1)
(mg/100g-1)

2.0
15.0
1.5
10.0
1.0
5.0 y = 0.2828x + 4.7134 y = 0.0069x + 1.1882
R² = 0.7476 0.5 R² = 0.111
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)
Gambar 5. Grafik hubungan antara waktu inkubasi dengan ketersediaan K-tersedia pada
perlakuan U1K1, U1K2, U2K1 dan U2K2.

Hubungan antara K-tersedia dan waktu inkubasi untuk U1K1 pada grafik

yang tertera pada Gambar 5. Dari gambar tersebut terlihat bahwa K-tersedia

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang rendah dengan nilai

koefisien determinasi R2 = 0,83 menunjukan bahwa ketersediaan K-tersedia 83 %

dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Persamaan yang didapatkan yaitu

Y = 0,287x + 3,629 yang berarti koefisien regresi b1x = 0,287 mg/100g-1

menunjukan besarnya penigkatan Y (K-tersedia) apabila X (waktu inkubasi)

meningkat satu satuan sedangkan nilai intersep b0 bila X = 0 mg/100g-1, maka

Y = 3,629 mg/100g-1.

Hubungan antara K-tersedia dan waktu inkubasi untuk U1K2 pada grafik

yang tertera pada Gambar 5. Dari gambar tersebut terlihat bahwa K-tersedia

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang tinggi dengan nilai


49

koefisien determinasi R2 = 0,74. Persamaan yang didapatkan yaitu Y = 0,282x +

4,713 yang berarti koefisien regresi b1x = 0,282 mg/100g-1 menunjukan besarnya

penigkatan Y (K-tersedia) apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu satuan

sedangkan nilai intersep b0 bila X = 0 mg/100g-1, maka Y = 4,713 mg/100g-1.

Hubungan antara K-tersedia dan waktu inkubasi untuk U2K1 pada grafik

yang tertera pada Gambar 5. Dari gambar tersebut terlihat bahwa K-tersedia

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang tinggi dengan nilai

koefisien determinasi R2 = 0,58 menunjukan bahwa ketersediaan K-tersedia 58 %

dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Persamaan yang didapatkan yaitu

Y = -0,002x + 1,013 yang berarti koefisien regresi b1x = -0,002 mg/100g-1

menunjukan besarnya penurunan Y (K-tersedia) apabila X (waktu inkubasi)

meningkat satu satuan sedangkan nilai intersep b0 bila X = 0 mg/100g-1, maka

Y = 1,013 mg/100g-1.

Hubungan antara K-tersedia dan waktu inkubasi untuk U2K2 pada grafik

yang tertera pada Gambar 5. Dari gambar tersebut terlihat bahwa K-tersedia

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang tinggi dengan nilai

koefisien determinasi R2 = 0,11 menunjukan bahwa ketersediaan K-tersedia 11 %

dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Persamaan yang didapatkan yaitu

Y = 0,006x + 1,188 yang berarti koefisien regresi b1x = 0,006 mg/100g-1

menunjukan besarnya penigkatan Y (K-tersedia) apabila X (waktu inkubasi)

meningkat satu satuan sedangkan nilai intersep b0 bila X = 0 mg/100g-1, maka

Y = 1,188 mg/100g-1.
50

5. C-Organik

Hasil pengamatan rata-rata nilai pengaruh serta korelasi waktu inkubasi

dan kedalaman tanah terhadap ketersediaan C-organik pada umur lahan sawah

yang berbeda disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 6.

Tabel 8. Hasil pengamatan pengaruh waktu inkubasi dan kedalaman tanah


terhadap ketersediaan C-organik (%) pada umur lahan sawah yang
berbeda.
Umur lahan sawah 17 tahun Umur lahan sawah 27 tahun
Sampel
Uepai Lambuya Abuki Uepai Lambuya Abuki
K1H0 0,64 0,6 1,94 0,52 0,49 1,91
K1H1 0,88 0,78 2,42 0,61 0,59 1,84
K1H2 0,72 0,65 3,05 0,77 0,73 0,94
Rata-rata 0,75 0,68 2,47 0,63 0,60 1,56
K2H0 0,75 0,68 3,88 0,47 0,45 1,71
K2H1 0,42 0,4 2,28 0,54 0,53 4,93
K2H2 0,44 0,4 2,56 0,5 0,48 2,83
Rata-rata 0,54 0,49 2,91 0,50 0,49 3,16
Total 3,85 3,51 16,13 3,41 3,27 14,16
Keterangan: K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H =
Waktu pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).

Tabel 7. Menunjukan bahwa rata-rata nilai ketersedian C-organik tertinggi

terdapat di umur lahan sawah 27 tahun pada kedalam tanah 15-30 cm yakni

sebesar 3,16 %. Sedangkan rata-rata nilai keterediaan C-organik terkecil terdapat

di umur lahan sawah 17 tahun pada kedalaman tanah 15-30 cm yakni sebesar

0,49 mg/100g-1.
51

U1K1 U2K1
Kadar C-organik (%)

2.0

Kadar C-organik (%)


1.2
1.5 1.0
0.8
1.0
0.6 y = -0,0028x + 1,0123
y = 0,0074x + 1,0911
0.5 0.4 R² = 0,5557
R² = 0,9382
0.2
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56
Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)

U1K2 U2K2
Kadar C-organik (%)

2.0

Kadar C-organik (%)


2.5
1.5 2.0
1.5
1.0
y = -0,0114x + 1,6308 1.0 y = 0,007x + 1,1856
0.5 R² = 0,6332 0.5 R² = 0,1203
0.0 0.0
0 28 56 0 28 56

Waktu inkubasi (hari) Waktu inkubasi (hari)


Gambar 6. Grafik hubungan antara waktu inkubasi dengan ketersediaan c-organik pada
perlakuan U1K1, U1K2, U2K1 dan U2K2.

Hubungan antara c-organik dan waktu inkubasi untuk U1K1 pada grafik

yang tertera pada Gambar 6. Dari gambar tersebut terlihat bahwa c-organik

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang tinggi dengan nilai

koefisien determinasi R2 = 0,93 menunjukan bahwa ketersediaan c-organik 93 %

dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan sisanya sebesar 7 % dipengaruhi hal yang

tidak diketahui. Persamaan yang didapatkan yaitu Y = 0,007x + 1,091 yang berarti

koefisien regresi b1x = 0,007 % menunjukan besarnya penigkatan Y (c-organik)

apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu satuan sedangkan nilai intersep b0 bila

X = 0 %, maka Y = 1,091 %.

Hubungan antara c-organik dan waktu inkubasi untuk U1K2 pada grafik

yang tertera pada Gambar 6. Dari gambar tersebut terlihat bahwa c-organik
52

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang agak tinggi dengan nilai

koefisien determinasi R2 = 0,63 menunjukan bahwa ketersediaan c-organik 63 %

dipengaruhi oleh waktu. Persamaan yang didapatkan yaitu Y = -0,011x + 1,630

yang berarti koefisien regresi b1x = -0,011 % menunjukan besarnya penurunan

nilai Y (c-organik) apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu satuan sedangkan

nilai intersep b0 bila X = 0 %, maka Y = 1,630 %.

Hubungan antara c-organik dan waktu inkubasi perlakuan U2K1 pada

grafik yang tertera pada Gambar 6. Dari gambar tersebut terlihat bahwa c-organik

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang rendah dengan nilai

koefisien determinasi R2 = 0,55 menunjukan bahwa ketersediaan c-organik 55 %

dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Persamaan yang didapatkan yaitu Y = -0,002x +

1,012 yang berarti koefisien regresi b1x = 0,002 % menunjukan besarnya

penigkatan Y (c-organik) apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu satuan

sedangkan nilai intersep a bila X = 0 %, maka Y = 1,012 %.

Hubungan antara c-organik dan waktu inkubasi untuk U2K2 pada grafik

yang tertera pada Gambar 6. Dari gambar tersebut terlihat bahwa c-organik

dengan waktu inkubasi memperlihatkan hubungan yang sangat rendah dengan

nilai koefisien determinasi R2 = 0,12 menunjukan bahwa ketersediaan c-organik

12 % dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan sisanya sebesar 88 % dipengaruhi hal

yang tidak diketahui. Persamaan yang didapatkan yaitu Y = 0,007x + 1,185 yang

berarti koefisien regresi b1x = 0,007 % menunjukan besarnya penigkatan

Y (c-organik) apabila X (waktu inkubasi) meningkat satu satuan sedangkan nilai

intersep b0 bila X = 0 %, maka Y = 1,185 %.


53

6. pH H2O

Hasil pengamatan rata-rata nilai serta grafik batang pH H2O terhadap

waktu inkubasi dan kedalaman tanah pada umur lahan sawah yang berbeda

disajikan pada Tabel 9 dan Gambar 7.

Tabel 9. Hasil pengamatan rata-rata nilai pH H2O terhadap waktu inkubasi dan
kedalaman tanah pada umur lahan sawah yang berbeda.
Umur lahan sawah 17 tahun Umur lahan sawah 27 tahun
Sampel
Uepai Lambuya Abuki Uepai Lambuya Abuki
K1H0 5,65 5,25 5,63 5,65 4,85 5,53
K1H1 5,72 5,35 5,19 5,61 4,75 5,98
K1H2 5,58 5,47 5,2 5,64 4,81 5,07
K2H0 5,24 5,46 5,01 5,76 4,91 5,24
K2H1 5,25 5,87 5,05 5,51 4,79 5,27
K2H2 5,15 5,96 5,02 5,58 4,73 5,26
Total 32,59 33,36 31,1 33,75 28,84 32,35
Keterangan: K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H =
Waktu pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).

5.51
5.42 5.42 5.45
5.39 5.38
5.34
5.3
Nilai pH H2O

5.24
5.17 5.19 5.19

Perlakuan

Gambar 7. Grafik rerata nilai pH H2O terhadap kedalaman tanah dan waktu inkubasi pada
umur lahan sawah berbeda.
54

7. pH KCL

Hasil pengamatan rata-rata nilai serta grafik batang pH KCL terhadap

waktu inkubasi dan kedalaman tanah pada umur lahan sawah yang berbeda

disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 8.

Tabel 10. Hasil pengamatan rerata nilai pH KCL terhadap waktu inkubasi dan
kedalaman tanah pada umur lahan sawah yang berbeda.
Umur sawah tahun 2000 Umur sawah tahun 1900
Sampel
Uepai Lambuya Abuki Uepai Lambuya Abuki
K1H0 4,39 5,03 5,53 4,32 5,24 5,44
K1H1 4,41 5,09 5,47 4,32 5,31 5,32
K1H2 4,53 5,92 5,45 4,41 5,36 5,32
K2H0 4,19 5,17 5,45 4,21 5,06 5,18
K2H1 4,21 5,63 5,27 4,23 5,11 5,14
K2H2 4,35 5,65 5,18 4,29 5,14 5,27
Total 26,08 32,49 32,35 25,78 31,22 31,67
Keterangan: K = Kedalaman pengambilan sampel tanah (K1 = 0-15 cm dan K2 = 15-30 cm) H =
Waktu pengamatan sampel tanah (H0 = 1 hari, H1 = 28 hari dan H2 = 56 hari).

5.3

5.0 5.1 5.0


Nilai pH KCL

5.0 5.0 5.0 5.0


4.9 4.9
4.8 4.8

Perlakuan
Gambar 8. Grafik rerata nilai pH KCL terhadap kedalaman tanah dan waktu inkubasi
.
pada umur lahan sawah berbeda
55
56

C. Pembahasan

Menurut upaya peningkatan produksi pertanian utamanya padi masih dan

akan tetap merupakan kebutuhan bagi bangsa ini mengingat semakin

meningkatnya kebutuhan pangan beras sejalan dengan meningkatnya penduduk

dan kualitas hidup masyarakat. Namun pengalaman selama lebih dari 30 tahun

pembangunan pertanian khususnya pertanian padi sawah menunjukkan bahwa

peningkatan produktivitas padi sawah khususnya selama lebih dari sepuluh (10)

tahun terakhir ini (1990-2000) tidak lagi menunjukkan peningkatan yang berarti

bahkan dapat dikatakan cenderung zero growth (Lopulisa dan Husni, 2008).

Menurut Lopulisa (1995) fenomena ini dapat diakibatkan oleh sejumlah faktor

antara lain: (1) teknologi tanah yang digunakan saat ini tidak sesuai lagi dengan

perkembangan dinamis tanah, hal ini dapat dilihat dari semakin rendahnya respon

dari input/teknologi yang diberikan dibanding respon yang diperoleh sebelumnya

(1969 - 1979), (2) teknologi, khususnya rekomendasi pemupukan yang diterapkan

umumnya masih bersifat umum atau tidak spesifik lokasi, dan (3) rendahnya

tingkat penerapan teknologi petani akibat rendahnya penguasaan teknologi dan

terbatasnya sarana/prasarana dan kelembagaan pertanian yang ada.

Tanah sebagai media tumbuh bagi tanaman dan termasuk aspek penting

dalam budidaya pertanian. Budidaya pertanian merupakan suatu upaya yang

sangat tergantung pada kondisi dan keadaan spesifik dari bumi. Semua jenis

tanaman yang hidup di muka bumi pasti memerlukan unsur hara agar tumbuh

dengan baik khususnya unsur hara makro (Straaten, 2002).


57

Berdasarkan hasil penelitian Kandungan Unsur Hara Makro (N, P dan K),

yang rendah pada beberapa sampel tanah sawah diduga diakibatkan oleh pola

tanam yang monokultur, pH tanah yang masam, penggunaan pupuk anorganik

yang berlebihan, serta tidak ada penambahan bahan organik kedalam tanah seperti

penggunaan pupuk organik berupa pupuk kandang dan pembenaman atau

pengembalian kembali jerami padi kedalam tanah. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Sutanto (2005) bahwa membenamkan jerami dalamtanah merupakan

cara paling mudah meningkatkan hara, N, P dan K.

Rendahnya kandungan hara terutama nitrogen pada lahan sawah lokasi

penelitian terjadi karena diserap oleh tanaman, menguap atau tercuci, seperti yang

dinyatakan oleh Muklis et al. (2003) bahwa ketidak tersediaan nitrogen dari dalam

tanah dapat diakibatkan melalui proses pencucian NO3-, denitrifikasi NO3-

menjadi N2O, volatilisasi NH4+ menjadi NH3-, terfiksasi oleh mineral liat atau

dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah.

Berdasarkan hasil uji korelasi antara waktu inkubasi dengan umur lahan

dan kedalaman tanah terhadap ketersediaan Nitrogen (N), amonium (NH4+) rata-

rata memperlihatkan hubungan yang sangat erat dengan nilai koefisien

determinasi tertinggi R2 0,993 artinya ketersediaan NH4+ 99,3 % dipengaruhi oleh

waktu inkubasi sedangkan N-nitrat (NO3-) rata-rata memperlihatkan keeratan

hubungan yang kecil dimana nilai koefisien tertingginya adalah sebesar 0,555

artinya ketersediaan nitrat hanya 55,5 % dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan

sisanya dipengaruhi oleh hal-hal yang tidak diketahui.


58

Berdasarkan hasil uji korelasi peningkatan kandungan ketersediaan

amonium tertinggi ada pada perlakuan U1K1 yaitu terjadi peningkatan sebesar

0.030 ppm apabila waktu inkubasi bertambah satu satuan. Hal dikarenakan umur

lahan bukaan baru lebih tinggi kandungan haranya dibadingkan umur lahan

bukaan lama serta kandungan hara lebih banyak terdapat pada tanah lapisan atas

yakni pada kedalaman 0-15 atau tanah topsoil sehingga mempengaruhi

ketersediaan hara dalam tanah termaksud amonium. Menurut Hidayat et al. (2007)

topsoil merupakan tanah yang mengandung unsur hara yang tinggi, berwarna

gelap dan subur karena memiliki kandungan bahan orgonik yang tinggi sebaliknya

pada tanah lapisan subsoil atau lapisan tanah bawah yang memiliki kandungan

bahan organik yang rendah.

Keeratan hubungan antara ketersediaan amonium dan waktu inkubasi juga

diindikasi dengan laju peningkatan jumlah amonium seiring dengan bertambahnya

waktu inkubasi (hari). Hal ini disebabkan karena tanah sawah yang tergenang,

sehingga nitrogen akan tersedia dalam bentuk amonium seperti yang dinyatakan

oleh Tan (1982). Menurut Havlin et al. (1999) di dalam tanah, bentuk NH4+ lebih

stabil dibandingkan bentuk NO3- karena kation tersebut dapat dijerap atau diikat oleh

permukaan koloid tanah yang bermuatan negatif.

Nitrat dan waktu inkubasi setelah dilakukan uji korelasi menunjukan hasil,

dimana semakin bertambah waktu inkubasi maka akan semakin tinggi terjadi

penurunan jumlah ketersediaan nitrogen dalam bentuk nitrat. Penurunan

ketersediaan nitrat tertinggi ada pada perlakuan U2K1 yakni berkurang sebesar

0.077 ppm setiap bertambah satu satuan waktu inkubasi. Hal ini menunjukan
59

bahwa NO3-tidak stabil pada tanah sawah atau tergenang, dimana sering terjadi

tranformasi NO3- menjadi NH4+ yaitu proses amonifikasi. Selain itu nitrat juga

akan mengalami denitrifikasi dan menghasilkan gas N2O yang dilepaskan ke

udara (Kartikawati dan Nursyamsi, 2013).

Ketersediaan hara nitrogen juga mempengaruhi unsur hara makro lainnya

seperti Fosfor (P) dan Kalium (K). Di sesuaikan dengan hasil penelitian dimana

waktu inkubasi selain meningkatkan ketersediaan hara nitrogen dalam bentuk

NH4+ juga meningkatkan ketersediaan unsur hara P dan K dalam bentuk tersedia.

Hal dikarenakan dimana peningkatan ketersediaan nitrogen akan memicu

kehadiran hara lain seperti P dan K. Menurut Horner (2008) Nitrogen

merupakan penyusun utama enzim phosphatase yang terlibat dalam proses

mineralisasi P-tersedia didalam tanah. Namun demikian sesuai dengan hasil

penelitian ketersediaan P-tersedia di dalam tanah jauh lebih rendah dibandingkan

dengan ketersediaan hara lain. Hal ini disebabkan oleh pH tanah yang masam

pada lokasi penelitian. Tisdale et al. (1990) mengemukakan bahwa ion P dalam

tanah di temukan dalam 2 bentuk yakni H2PO4- atau HPO-2 dan kedaanya sangat

tergantung pada kondisi pH tanah. Kedua bentuk inilah yang tersedia bagi

tanaman dimana pada pH tanah masam, bereaksi dengan Al dan Fe membentuk

mineral varisit (AlPO4.2H2O).

Rataan K-tersedia pada tanah dengan umur lahan sawah berbeda

berkriteria sangat rendah hinga tinggi. Hal ini menunjukan bahwa umur lahan

sawah berbeda tidak berpengaruh terhadap ketersediaan K-tersedia. dari data

tanah yang diperoleh terlihat bahwa kedalaman tanah sawah berbeda terus
60

mengalami peningkatan pada kedalaman 0-15 cm ke 15-30 cm walaupun masih

dalam kategori yang sama. Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian Islam dan

Weil (2000) yang menyatatakan bahwa kalium merupakan sifat tanah yang mudah

berubah akibat pengolahan. Hal ini dapat dikarenakan oleh tingginya keperluan

tanaman perkebunan akan kalium yang berguna dalam mengkokohkan tubuh

tanaman itu sendiri, selain itu hal tersebut diduga akibat perbedaan bahan induk

pada derah tersebut yang sulit mudah melapuk sehingga kandungan kalium tukar

tanah pada areal tersebut tinggi.

Dalam penilaian kriteria kualitas tanah berdasarkan kandungan C-Organik

tanah yang disajikan pada lampiran 3. sampel tanah sawah memiliki niali C-Organik

yang menunjukkan bahwa tanah tergolong dalam kriteria sangat rendah, artinya

tanah tersebut tidak sehat (pada sampel yang berasal dari Kecamatan Uepai dan

Kecamatan Lambuya), dan kriteria rendah artinya tanah tersebut kurang sehat

(sampel tanah pada kecamatan uepai), Sebagaimana yang diungkapkan Irundu

(2008) bahwa dalam penilaian kualitas tanah, tanah yang memiliki nlai C-Organik

yang rendah (yaitu berkisar antara 0,1 - 1,0 %) merupakan tanah dengan kriteria

tidak sehat, tanah yang memiliki nilai C-Organik yang sedang (yaitu berkisar antara

1,01 -2,0 %) merupakan tanah dengan kriteria kurang sehat. Hal ini didukung hasil

analisis C-organik dari delapan provinsi di Indonesia. Lahan sawah di Indonesia

terlihat mempunyai kadar C-organik yang relatif rendah, dari 1.548 contoh tanah

lahan sawah, 17% berkadar C-organik <1%, 28% berkadar C-organik antara 1-1,5%,

dan 20% berkadar C-organik antara 1,5-2% (Kasno et al., 2003).

Kemasaman tanah yang diperoleh termasuk dalam kriteria masam. Hal ini

menunjukan bahwa kemasaman tanah tidak mengalami perubahan akibat adanya alih
61

fungsi lahan. Namun pada tabel 10 dapat dilihat bahwa kemasaman tanah akibat umur

lahan sawah berbeda ada meningkat pada umur lahan sawah tahun. Hal ini terjadi

karena adanya faktor penggenangan. Semakin tergenang suatu lahan maka

kemasaman tanah semakin menuju netral atau dalam kisaran 6.6-7.5. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Prasetyo et al. (2004) bahwa penggenangan pada tanah mineral

masam mengakibatkan nilai pH tanah meningkat dan pada tanah basa akan

mengakibatkan nilai pH menurun mendekati netral.

pH tanah yang masam pada lokasi penelitian ikut mempengaruhi

ketersediaan hara yang rendah pada lokasi penelitian. Hal ini disebabkan

organisme dekomposer berkembang baik pada pH netral. Sehingga, penurunan pH

tanah atau pH tanah masam dapat menghambat proses dekomposisi bahan organik

dan pada hara N proses mineralisasi amoniom dan nitrifikasi juga akan terhambat.

Tekstur tanah secara tidak langsung juga berkontribusi dalam mempengaruhi

ketersediaan hara. Dimana, hasil pengamatan tekstur tanah pada lokasi penelitian

didominasi oleh fraksi debu sehingga kebanyakan terbentuk kelas tekstur debu.

Anda mungkin juga menyukai