Anda di halaman 1dari 26

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pengertian Lahan Sawah

Lahan sawah adalah lahan pertanian yang secara fisik berpermukaan rata,

dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman

budidaya lainnya. Kebanyakan lahan sawah digunakan untuk bercocok tanam

padi. Untuk keperluan ini, lahan sawah harus mampu menyangga genangan air

karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam

pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air,

sungai dan air hujan. Pada lahan sawah yang berkemiringan tinggi, sawah dicetak

berteras untuk menghindari erosi dan menahan air (Barus dan Andaria, 2007).

Lahan sawah adalah lahan yang digunakan untuk bertanam padi sawah,

baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.

Lahan dapat dikelompokan ke dalam lahan sawah apabila lahan tersebut sudah

dipergunakan selama 40-50 tahun dan akan terbentuk lapisan tapak, lapisan ini

biasanya dijumpai pada kedalaman 10-15 cm dari permukaan tanah dan tebalnya

antara 2-5 cm (Bolbol et al., 2003).

Selama proses pembentukan sawah, sifat fisik tanah mengalami banyak

perubahan. Proses reduksi dan oksidasi merupakan proses-proses utama yang

dapat mengakibatkan perubahan baik sifat mineral, kimia, fisika dan biologi

tanah. Perubahan sifat fisik tanah juga banyak dipengaruhi oleh terjadinya iluviasi
6

atau eluviasi bahan kimia atau partikel tanah akibat proses pelumpuran dan

perubahan drainase (Hardjowigeno et al., 2004).

2. Karakteristik Tanah Sawah

Tanah sawah berbeda dengan tanah lahan kering karena ciri utama tanah

sawah adalah identik dengan genangan air dalam waktu yang lama. Penggenangan

tanah menyebabkan terjadinya perubahan sifat kimia, fisika dan biologi tanah.

Kondisi inilah yang membedakan lahan sawah dengan lahan kering (Siradz,

2006).

a. Sifat Kimia Tanah Sawah

Tanah sawah memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain Bolbol et al. (2003)

menyatakan bahwa tanah sawah memiliki lapisan oksida dan lapisan reduksi,

berkurangnya oksigen tanah, pH tanah cenderung netral (6,7-7,2), Ferri direduksi

menjadi ferro, ketersediaan P lebih tinggi akibat penggenangan, keracunan sulfida

terjadi bila penggenangan cukup lama.

Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi

reduksi dan aktifitas mikroba tanah yang menentukan tingkat ketersediaan hara

dan produktivitas tanah sawah. Perubahan kimia yang disebabkan oleh

penggenangan tanah sawah sangat mempengaruhi dinamika dan ketersediaan

hara. Keadaan reduksi akibat penggenangan akan merubah aktifitas mikroba tanah

dimana mikroba aerob akan digantikan oleh mikroba anaerob, yang menggunakan

sumber energi dari senyawa teroksidasi yang mudah direduksi yang berperan

sebagai elektron seperti ion NO3-, SO42- , Fe 3+, Mn 4+ (Prasetyo et al., 2004).
7

Sifat kimia tanah sawah sangat penting hubungannya dengan teknologi

pemupukan yang efisien. Aplikasi pupuk baik jenis, takaran, waktu maupun cara

pemupukan harus mempertimbangkan sifat kimia tersebut. Sebagai contoh adalah

pemupukan nitrogen dimana jenis, waktu dan cara pemberian harus

memperhatikan perubahan perilaku hara nitrogen pada lahan sawah agar

pemupukan lebih efisien. Sumber pupuk N disarankan dalam bentuk amonium

dimasukkan ke dalam lapisan reduksi dan diberikan dua sampai tiga kali

(Adiningsih, 2004).

b. Sifat Fisik Tanah Sawah

Sifat fisik tanah sangat menentukan kesesuaian suatu lahan dijadikan lahan

sawah. Indentifikasi dan karakterisasi sifat fisik tanah mineral memberikan

informasi untuk penilaian kesesuaian lahan, terutama dalam hubungannya dengan

efisiensi penggunaan air. Jika tanah disawahkan sifat fisik yang sangat perlu

dinilai adalah tekstur, struktur, drainase dan permeabilitas tanah (Prasetyo et al.,

2004).

Selama proses pembentukan sawah, sifat fisik tanah mengalami banyak

perubahan. Proses reduksi dan oksidasi merupakan proses-proses utama yang

dapat mengakibatkan perubahan baik sifat mineral, kimia, fisika dan biologi

tanah. Perubahan sifat fisik tanah juga banyak dipengaruhi oleh terjadinya iluviasi

atau eluviasi bahan kimia atau partikel tanah akibat proses pelumpuran dan

perubahan drainase (Hardjowigeno et al., 2004).

Sifat fisik tanah merupakan faktor yang bertanggung jawab terhadap

pengangkutan udara, panas, air dan bahan terlarut dalam tanah. Sifat fisik tanah
8

sangat bervariasi pada tanah tropis. Beberapa sifat fisik tanah dapat berubah

dengan pengolahan seperti temperatur tanah, permeabilitas, kepekaan terhadap

aliran permukaan (run-off), dan erosi, kemampuan mengikat air dan menyuplai

air untuk tanaman (Damanik et al., 2010). Sistem usaha tani monokultur pangan

pada lahan kering secara terus-menerus akan mengakibatkan terganggunya

keseimbangan biologi dan kimianya. Pergantian aerobik dan anaerobik pada lahan

sawah merupakan satu kontrol alami yang efektif mengendalikan keseimbangan

biologi dan non biologi (Agus et al., 2004).

Tekstur atau distribusi ukuran partikel tanah pada berbagai umur

persawahan pada kedalaman 0-15 cm dan 15-30 cm secara umum didominasi oleh

fraksi debu dan liat karena terjadinya iluviasi dan eluviasi bahan kimia atau

partikel tanah akibat proses pelumpuran dan drainase mempengaruhi sifat fisika

tanah sawah (Hardjowigeno et al., 2004).

Tanah dengan tekstur halus sangat mendukung untuk pertumbuhan

tanaman padi. Tanah bertekstur halus bila terdispersi akan mampu menutup pori

di bawah lapisan olah. Kondisi ini dapat mempercepat terbentuknya lapisan tapak

bajak yang berpermeabilitas lambat (Prasetyo et al., 2004).

c. Sifat Biologi Tanah Sawah

Biologi (makrobiolgi dan mikrobologi) tanah merupakan studi tentang

biota (organisme) yang hidup dan beraktivitas di dalam tanah, yang melalui

aktivitas metaboliknya, perannya dalam aliran energi dan siklus hara berkaitan

erat dengan produksi bahan organik primer (tetanaman) (Hanafiah et al., 2005).
9

Lapisan topsoil pada tanah sawah merupakan lapisan tanah atas yang

mengandung bahan organik, berwarna gelap dan subur yang memiliki ketebalan

sampai 20 cm. Lapisan topsoil yang tipis menyebabkan kemampuan menyerap

dan menyimpan air pada tanah berkurang. Tanah sawah memiliki karakteristik

subsoil yang padat. Lapisan subsoil yang padat dapat menyebabkan pergerakan air

di dalam tanah sangat lambat sehingga air sulit masuk kedalam lapisan

dibawahnya (Hidayat et al., 2007).

Menurut Hardjowigeno (2005) tanah yang mempunyai berat isi tinggi sulit

meneruskan air atau sukar ditembus akar tanaman, sebaliknya tanah dengan berat

isi rendah, akar tanaman lebih mudah berkembang. Sifat dan karakteristik topsoil

dan subsoil seperti berat isi, kadar air, porositas, permeabilitas dan tekstur dapat

memberikan pengaruh terhadap laju infiltrasi.

Kandungan bahan organik yang ada pada lapisan atas yaitu pada

kedalaman 0-20 cm lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah pada lapisan

tanah bawah pada kedalaman 20-40 cm. Rendahnya kandungan bahan organik

pada lapisan tanah bawah disebabkan oleh bahan organik yang berasal dari atas

tanaman berupa serasah-serasah sebagian besar hanya terakumulasi di lapisan

tanah atas (Farni et al., 2010).

3. Nitrogen

Nitrogen (N) merupakan salah satu hara makro yang paling banyak

mendapat perhatian para ilmuwan, terutama terkait dengan isu lingkungan dan

ekonomi. Pengunaan N yang berlebihan dapat menimbulkan kerugian yang besar

karena N dapat mempengaruhi kualitas lingkungan seperti eutrofikasi pada


10

danau-danau atau pencemaran pada air yang dikonsumsi oleh manusia.

N dibutuhkan tanaman untuk pembentukan protein, asam-asam nukleat (DNA

serta RNA) dan khlorofil. Gejala defisiensi N umumnya ditunjukan oleh klorosis

pada daun-daun bagian bawah, pertumbuhan terhambat, tanaman kerdil dan pada

kasus yang berat mengakibatkan nekrosis pada daun-daun tua. Kelebihan N juga

dapat mengakibatkan pertumbuhan vegetatif berlebihan dan daun berwarna hijau

kehitaman (Suleman et al., 2014).

a. Sumber Nitrogen

Nitrogen menempati posisi yang unik diantara sejumlah unsur hara yang

dibutuhkan tanaman, karena dapat ditemukan di dalam litosfer, atmosfer,

hydrosfer dan biosfer. Komposisi nitrogen terbesar terdapat di dalam litosfer

(bahan induk, tanah, sedimen, mineral liat dan fosil) sekitar 98 %, selebihnya 2 %

berada di dalam atmosfer, hydrosfer dan biosfer (Petty, 2008). Atmosfer

merupakan salah satu sumber N di dalam siklus nitrogen (udara mengandung

78 % N), namun nitrogen tersebut tidak dapat digunakan langsung oleh tanaman

(Hermana dan Assomadi, 2010).

Nitrogen dalam tanah berasal dari: (1) mineralisasi N dari bahan organik

dan imobilisasinya, (2) fiksasi N dari udara oleh mikroorganisme (penambatan N2

atmosfer oleh mikroorganisme secara simbiotik maupun non simbiotik), (3)

melalui hujan serta bentuk presipitasi yang lain dan (4) pemupukan (Yulipriyanto,

2010).

Mineralisasi bertanggung jawab atas ketersediaan N dalam tanah.

Mineralisasi mencakup pelapukan bahan organik tanah yang melibatkan kerja


11

enzim untuk menghidrolisa protein kompleks. Dalam proses dekomposisi,

mikroorganisme memanfaatkan senyawa karbon dalam bahan organik untuk

memperoleh energi dengan hasil sampingan berupa CO2 (Benbi dan Richter,

2002).

Bahan organik tanah menyediakan hara esensial bagi tanaman meliputi N

dan S serta sumber makanan dan energi bagi mikroorganisme yang berperan

penting dalam berbagai proses biokimia di dalam tanah seperti amonifikasi,

nitrifikasi dan fiksasi N serta meningkatkan kapasitas tanah memegang air

khususnya pada tanah-tanah bertekstur kasar membentuk struktur tanah dengan

membantu agregasi tanah (Cresser et al., 2003).

Fiksasi nitrogen umumnya ditemukan lebih tinggi pada daerah-daerah tropis

karena ketersediaan bahan organik, suhu dan kadar lengas tanah yang tinggi.

Biasanya untuk meningkatkan fiksasi nitrogen dilakukan dengan penambahan

bahan organik sebagai sember subtrat bagi mikroba (Ridvan, 2009).

Fiksasi N simbiotik, merupakan salah satu bentuk fiksasi biologi nitrogen

atmosfer yang dilakukan oleh mikroorganisme hidup yang berasosiasi dengan

akar tanaman. Salah satu bakteri yang sudah dikenal lama berasosiasi dengan akar

tanaman legum adalah dari genus Rhizobium. Tanaman leguminosa baik herba

maupun perdu/pohon mempunyai kemampuan mengikat N2 udara (bentuk N yang

tidak tersedia bagi tanaman) dan mengubahnya menjadi bentuk N yang tersedia

bila bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium. Hubungan antara bakteri dengan

tanaman leguminosa pada umumnya bersifat mutualistik, tetapi strain rhizobia

mempunyai efektivitas yang berbeda (Simms dan Taylor, 2002).


12

Simbiosis merupakan proses yang komplek yang dipengaruhi oleh faktor

biotik maupun faktor lingkungan. Usaha memanipulasi faktor-faktor yang terlibat

secara optimal akan dihasilkan fiksasi N yang optimal pula. Interaksi tanaman

inang dan bakteri Rhizobium bervariasi, dari yang moderat sampai yang spesifik,

sehingga perlu diidentifikasi kombinasi antara spesies dan rhizobia yang superior

mengikat N2 (Armiadi, 2009).

Fiksasi N non simbiotik, merupakan salah satu bentuk fiksasi biologi yang

dilakukan oleh mikroba yang hidup bebas di dalam tanah. Nitrogen dalam bentuk

N2 bebas diatmosfer tidak dapat langsung diserap oleh tanaman tingkat tinggi.

Tumbuhan menyerap unsur nitrogen dari lingkungannya dalam bentuk senyawa

amonium NH4+. Unsur ini dapat diperoleh dari tanah dengan bantuan

mikrorganisme tertentu yang dikenal sebagai bakteri penambat nitrogen. Setelah

sel bakteri ini mati dan lisis, senyawa nitrogen organik dalam sel seperti protein

dan asam nukleat akan dilepaskan ke lingkungan dan selanjutnya dapat

dimanfaatkan oleh organisme lain seperti tanaman setelah melalui proses

mineralisasi (Hartono dan Jumadi, 2014).

Walaupun terdapat banyak spesies bakteri yang memiliki kemampuan

menambat nitrogen dari udara, tetapi sangat sedikit yang mampu

mengekskresikan nitrogen yang ditambat dalam bentuk amonium ke lingkungan

sehingga kontribusinya dalam menyediakan nitrogen tersedia bagi tanaman juga

masih rendah (Dobbelaere et al., 2003).

Aktivitas fiksasi nitrogen oleh bakteri seperti Azetobacter sangat tergantung

pada kadar lengas tanah, oksigen dan sumber makanan. Sementara bakteri
13

anaerob seperti Clostridium umumnya pada padang rumput, air tergenang dan

bahan organik tersedia, tetapi suplai oksigen terbatas. Azetobacter tumbuh dan

berkembang baik pada tanah-tanah dengan kisaran pH 6-7, kaya mineral dan

miskin N. Jenis Clostridium ditemukan hampir disemua jenis tanah dan lebih

toleran terhadap kondisi asam dari pada Azetobacter. Azetobacter memegang

peranan penting di dalam daur nitrogen. Dilaporkan juga, Azetobacter dapat

menghasilkan phytohormon yang dapat memacu pertumbuhan seperti auxin

(Rajaee et al., 2007).

Fiksasi N melalui prestifikasi, nitrogen atmosfer yang sampai ke permukaan

bumi umumnya merupakan kombinasi dari NH4+, NO2-, NO3- dan N Organik.

Kontribusi N melalui prestifikasi bervariasi, tergantung wilayah atau daerah.

Di daerah tropik, kontribusi N melalui presipitasi dilaporkan lebih tinggi

dibanding di daerah kutub (artic). Ada kecenderungan, N yang bersumber dari

prestifikasi meningkat dengan meningkatnya populasi manusia dan ternak (Barton

dan Atwer, 2002).

Pupuk organik atau bahan organik merupakan sumber nitrogen tanah yang

utama dan di dalam tanah pupuk organik akan dirombak oleh mikroorganisme

menjadi humus, atau bahan organik tanah. Pupuk organik berasal dari sisa-sisa

tanaman, hewan atau manusia, seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos

baik yang berbentuk cair maupun padat. Manfaat utama pupuk organik adalah

untuk memperbaiki kesuburan kimia, fisik, biologi tanah dan sebagai sumber

unsur hara bagi tanaman (Hanafiah et al., 2005).


14

Pupuk kandang sebagai salah satu sumber nitrogen protein pertama-tama

mengalami penguraian menjadi asam-asam amino yang dikenal dengan proses

aminisasi, yang selanjutnya oleh sejumlah besar mikrobia heterotrofik mengurai

menjadi amonium yang dikenal sebagai proses amonifikasi. Amonifikasi ini dapat

berlangsung hampir pada setiap keadaan, sehingga amonium dapat merupakan

bentuk nitrogen anorganik (mineral) yang utama dalam tanah (Tisdale dan

Nelson, 2006).

Penambahan pupuk hijau dapat diartikan pula sebagai penambahan unsur

hara N, P, K dan unsur hara lainya karena pupuk hijau mempunyai pengaruh

terhadap pengawetan hara tanah karena bahan organik segar yang ditambahkan ke

dalam tanah dicerna oleh berbagai jasad renik yang ada di dalam tanah dan

selanjutnya didekomposisi jika faktor lingkungan mendukung terjadinya proses

tersebut (Arsyad et al., 2011).

Menurut Sulaeman (2006) setiap bahan organik yang akan dikomposkan

memiliki karakteristik yang berlainan. Karakteristik terpenting bahan organik dan

berguna untuk mendukung proses pengomposan adalah kadar karbon (C) dan

nitrogen (N), hal ini karena karbon akan digunakan oleh mikroorganisme sebagai

sumber energi sementara nitrogen untuk sintesis protein.

b. Bentuk Nitrogen dalam Tanah

Kadar N tanah bervariasi sekitar 0,02 % pada lapisan bawah tanah, hingga

mencapai 3 % pada tanah gambut. Bentuk tanah dapat dibedakan menjadi bentuk

organik dan anorganik lebih dari 90 % N pada lapisan tanah atas topsoil yang
15

berbentuk organik dalam bentuk asam amino, purin dan pirimidin serta senyawa-

senyawa kompleks lainnya (Suleman et al., 2014).

N organik tanah terutama bersumber bahan organik yang telah mengalami

proses humifikasi. N organik dapat dibedakan menjadi fraksi yang mudah

mengalami mineralisasi dan fraksi yang stabil. Asam amino dapat ditemukan

dalam larutan tanah atau pori mikro tanah, terikat kuat pada mineral liat, atau

terikat pada koloid humus. Asam amino mudah mengalami mineralisasi yang

selanjutnya masuk ke dalam larutan tanah. Gula amino merupakan komponen

struktural dari mukopolisakarida yang ditemukan berkombinasi dengan

mukopeptida dan mukoprotein (Havlin et al., 2005).

Senyawa nitrogen anorganik terlarut di perairan merupakan salah satu

senyawa polutan yang berpotensi menimbulkan pencemaran pada perairan yang

dapat menimbulkan gangguan sistem perairan. Senyawa tersebut di perairan

terdapat dalam tiga bentuk utama yang berada dalam keseimbangan yaitu nitrat,

nitrit dan amonium. Keberadaan nitrogen di perairan sangat dipengaruhi oleh

buangan limbah cair yang berasal dari kegiatan domestik, industri, bahan peledak,

pirotehnik dan pemupukan (Islam, 2005).

Bentuk N anorganik di dalam tanah dapat kita temukan, seperti nitrat

(NO3-), nitrit (NO2-) amonium (NH4+) dapat tukar (terfiksasi), gas dinitrogen (N2)

dan oksida nitrus (N2O). Dari aspek kesuburan tanah, bentuk N di dalam tanah

yang paling penting adalah nitrat (NO3-), nitrit (NO2-) dan amonium (NH4+)

kerena bentuk inilah yang dapat diserap oleh tanaman. Kadar N Organik tanah

yakni pada kisaran 2 sampai 5 % N dari Volume tanah (Suleman et al., 2014).
16

c. Transformasi Nitrogen Tanah

Nitrogen yang ada atau diaplikasikan kedalam tanah akan mengalami proses

transformasi secara terus menerus dari bentuk organik menjadi anorganik

mineralisasi atau sebaliknya dari anorganik menjadi organik imobilisasi. Kedua

proses ini terjadi secara simultan (Suleman et al., 2014). Proses mineralisasi

nitrogen merupakan proses yang menjadikan N tersedia bagi tanaman karena

sebagian besar N tanah berada dalam bentuk N organik yang tidak tersedia bagi

tanaman. Proses mineralisasi nitrogen ini melibatkan serangkain proses mulai

aminisasi, amonifikasi dan nitrifikasi (Hadas et al., 2004).

Aminisasi adalah proses pembebasan senyawa asam-asam amino yang

dilakukan oleh organisme heterotrof seperti bakteri, jamur dan aktinomisetes.

Reaksi proses aminisasi digambarkan sebagai berikut: (Rosmana dan Yuwono,

2012).

Protein R - NH2 + CO2 + senyawa lain + energi

Amonifikasi adalah perombakan senyawa amin atau asam amino oleh

mikroba tanah yang membebaskan amoniak. Reaksi amonifikasi adalah sebagai

berikut:

R – NH2 + H2O NH3 dan ROH + energi

NH3 + H2O NH4+ + OH-

Begitu terbentuk amonium, maka ada sejumlah proses yang mungkin terjadi

antara lain: terasimilasi oleh mikroba atau tanaman, terikat pada kompleks

pertukaran, terfiksasi pada mineral liat, bereaksi dengan bahan organik tanah
17

membentuk kompleks NH2-quninon, mengalami volatilisasi atau nitrifikasi

(Havlin et al., 2005).

Nitrifikasi merupakan suatu proses penting dalam siklus hara di dalam

tanah yang melibatkan mikroorganisme tanah. Nitrifikasi merupakan proses

oksidasi biologi amoniak menjadi amonium dan nitrit menjadi nitrat. Proses

transformasi itu sebagai berikut:

2 NH4+ + 3 O2 2 NO2- + 2 H2O + 4 H+ (Nitrosomonas)

2 NO2- + 1 O2 2 NO3- (Nitrobacter, Nitropina)

NH3 + O2 NO2- + 3H+ + 2e-

NO2- + H2O NO3- + 2H+ + 2e-

Proses nitrifikasi dapat terjadi pada kondisi aerob, misalnya pada tanah kering

yang bereaksi baik. Pada tanah yang tergenang nitrifikasi akan terhambat

(Hakim et al., 2004).

Imobilisasi adalah konversi bentuk N anorganik menjadi N organik Jumlah

nitrogen mineral dalam tanah setiap saat tergantung balance antara mineralisasi

dan imobilisasi. Transformasi nitrogen anorganik (NH4+ dan NO3-) menjadi

nitrogen organik melalui perantara mikroorganisme. Konversi N anorganik

menjadi N organik menyebabkan nitrogen tidak tersedia bagi tanaman secara

temporer. Selama imobilisasi, mikroba berkompetensi dengan akar tanaman

memperebutkan NH4+ dan NO3-, sehingga tanaman mengalami kekurangan

nitrogen (Havlin et al., 2005).


18

d. Kehilangan Nitrogen dari Sistem Tanah

Menurut Suleman (2014) nitrogen tanah hilang dari sistem tanah melalui

beberara cara antara lain: pencucian, denitrifikasi dan volalitas. Nitrogen tanah

khusus dalam bentuk nitrat (NO3-) bersifat sangat larut dalam air tidak teradopsi

pada mineral liat tanah, sehingga mudah hilang dalam kondisi ekses air. Dalam

kondisi seperti ini N hilang menjahui zona perakaran, sehingga sangat potensial

untuk masuk kedalam zona air tanah dalam atau hilang melalui drainase

(Halvin et al., 2005).

Denitrifikasi merupakan salah satu bentuk kehilangan nitrogen dalam

bentuk gas (NO, NO2 atau N2). Proses ini terjadi melalui reduksi nitrat dengan

perantara bakteri, yang kemudian dilepaskan ke udara. Proses denitrifikasi terjadi

pada kondisi anaerob, melalui perantara bakteri fakultatif anaerob dan sebagian

besar heterotropik yang memanfaat karbon sebagai sumber energi. Jumlah N yang

hilang dari tanah akibat denitrifikasi sangat beragam, yakni sekitar 3-62 % dari

total aplikasi N, dan kehilangan paling tinggi terjadi pada tanah sawah

(Prasad and Power, 2007)

Volatilisasi merupakan kehilangan N ke atmosfer dalam bentuk gas

amoniak (NH3-). Kehilangan ini banyak terjadi pada tanah kering, bertekstur

kasar, kadar bahan organik dan liat rendah mengadsorpsi amonium serta

permukaan tanah alkalin (Barber, 1995). Volatilisasi sangat besar pada pH tanah

di atas 7,3 permukaan tanah lembab dan suhu udara tinggi (Suleman et al., 2014).
19

e. Fungsi dan Peran Nitrogen untuk Tanaman.

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara utama yang dibutuhkan bagi

kelangsungan pertumbuhan tanaman. Nitrogen terlibat dalam semua proses utama

pertumbuhan dan perkembangan tanaman, bereaksi dengan beberapa produk dari

metabolisme karbohidrat serta membentuk asam amino dan protein. Ketersediaan

nitrogen juga penting untuk penyerapan nutrisi lainnya (Dordas, 2009).

Senyawa N juga berperan dalam memperbaiki pertumbuhan vegetatif

tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N berwarna lebih hijau.

Gejala kekurangan N akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan

tanaman terbatas, daun menguning dan gugur. Gejala kelebihan N menyebabkan

keterlambatan kematangan tanaman yang diakibatkan terlalu banyaknya

pertumbuhan vegetatif, batang lemah dan mudah rebah serta mengurangi daya

tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno, 2005).

Nitrogen dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang besar, umumnya

menjadi faktor pembatas pada tanah-tanah yang tidak dipupuk. N diambil akar

dalam bentuk anorganik yaitu NH4+ (amonium) dan NO3- (nitrat). Jumlahnya

tergantung kondisi tanah, nitrat lebih banyak terbentuk jika tanah hangat, lembab

dan aerasi baik. Penyerapan NH4+ lebih banyak terjadi pada pH tanah netral,

sedangkan NO3- pada pH rendah. Senyawa NO3- umumnya bergerak menuju akar

karena aliran massa, senyawa NH4+ bersifat tidak mobil, gerakan disebabkan oleh

difusi juga aliran massa (Tufaila dan Alam, 2014).

Nitrogen merangsang pertumbuhan vegetatif sehingga menghasilkan

batang dan daun yang besar serta mempengaruhi kualitas tanaman. Nitrogen juga
20

menengahi pemanfaatan potasium, fosfor dan unsur hara lainya pada tanaman

serta jumlah optimum unsur-unsur ini di dalam tanah tidak dapat dimanfaatkan

efisiensi jika tanaman kekurangan nitrogen (Peng et al., 2010).

Pemberian N secara berkelanjutan selalu dibutuhkan pada setiap musim,

baik dalam bentuk organik maupun anorganik, karena kandungan N tanah pada

umumnya rendah (Duanet al., 2007). Penyerapan N oleh tanaman diperlukan

sebagai bahan dalam proses fisiologis dan konversi yang diatur oleh enzim

katabolis N seperti nitrate reductase (NR), glutamine synthetase (GS), glutamate

synthase (GOGAT) dan endo peptidase (EP) (Senoaji dan Praptana, 2013).

Pengaruh pemberian N pada tanaman terlihat dari perubahan morfologi

tanaman secara visual. Peran utama N bagi tanaman padi diantaranya untuk

merangsang pertumbuhan pada fase vegetatif (batang dan daun), meningkatkan

jumlah anakan dan jumlah bulir per rumpun. Kekurangan N dapat menyebabkan

pertumbuhan terhambat (kerdil), daun menguning dan sistem perakaran

terbatas. Kelebihan N menyebabkan pertumbuhan vegetatif lebih lama (terlambat

panen), tanaman mudah rebah, serta menurunkan kualitas bulir dan respons yang

tinggi terhadap serangan hama dan penyakit (Makarim et al., 2007).

Suplai N yang cukup berhubungan dengan aktivitas fotosintesis yang

tinggi, pertumbuhan vegetatif yang dahsyat, warna hijau gelap pada daun, suplai

N mempengaruhi pengunaan karbohidrat, ketika suplai N rendah, karbohidrat

disimpan pada sel vegetatif. Ketika suplai N cukup dan kondisi baik untuk

pertumbuhan, protein dibentuk dari pabrik karbohidrat (Suharno et al., 2005).


21

Nitrogen merupakan salah satu unsur penting untuk semua organisme

keberadaanya dalam struktur komponen asam-asam amino (enzim dan protein),

nukleotida, porpirin, alkaloid dan beberapa lipid. Dalam ekosistem unsur ini

sangat penting karena membatasi pertumbuhanya (Nurmegawati et al., 2007).

Nitrogen mempunyai peranan terkemuka diantara unsur hara lainnya karena

dibutuhkan dalam jumlah yang besar oleh tumbuhan dan mikroorganisme jika

dibandingkan dengan unsur hara lainnya. Nitrogen yang rendah membatasi

pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah tropis, khususnya tanah-tanah dengan

kandungan bahan organik yang rendah, seperti tanah-tanah berpasir (Endrizal and

Julistia, 2004).

Permasalahan muncul jika pemberian hara N berlebihan tanpa diimbangi

dengan sistem pengelolaan tanaman secara tepat agar aman dari serangan

organisme pengganggu tanaman (OPT). Ledakan hama dan penyakit seringkali

terjadi pada pertanaman padi sawah irigasi di daerah endemis yang menggunakan

N dosis tinggi. Pengaruh negatif dari pemberian N berlebih adalah lemahnya

jaringan tanaman (succulent) sehingga lebih peka terhadap serangan hama dan

penyakit. Hal tersebut berdampak terhadap penurunan produktivitas, produksi

tidak stabil, dan kerugian akibat penurunan pendapatan. Perbaikan sistem

produksi padi khususnya dalam penggunaan N perlu dilakukan untuk mencegah

dan menekan kerugian tersebut (Makarim et al., 2007).

Pemberian N yang berlebih menyebabkan tanaman padi menjadi lemah dan

mudah terserang serangga vektor sehingga memungkinkan terjadi infeksi virus.

Pemupukan N berlebihan juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan


22

tanaman menjadi lebih rapat sehingga menyediakan lingkungan yang sesuai bagi

kelangsungan hidup vektor serta mempermudah penularan dan penyebaran virus

(Praptana dan Yasin, 2008).

4. Fosfor

Fosfor merupakan salah satu hara mineral esensial yang dikelompokan ke

dalam hara makro utama. Fosfor dibutuhkan tanaman dalam berbagai proses

anatara lain penyusunan energi (ATP), pengembangan organ produktif,

pertumbuhan akar, pematangan buah dan sintes protein. Fosfor dapat menangkap

dan mengubah energi matahari menjadi senyawa-senyawa yang sangat berguna

bagi tanaman (Suleman, 2014). Menurut Lamber et al. (2008) Fosfor merupakan

komponen penting penyusun senyawa untuk transfer energi (ATP dan

nukleoprotein lain), untuk sistem informasi genetik (DNA dan RNA), untuk

membran sel (fosfolipid) dan fosfoprotein.

a. Fosfor di dalam tanah

Terdapat dua bentuk fosfor dalam tanah, yakni fosfor anorganik dan fosfor

organik. Sumber utama fosfat anorganik adalah hasil pelapukan dari mineral-

mineral apatit, dari pupuk-pupuk buatan dan dekomposisi bahan organik.

Sebagian besar fosfat anorganik tanah berada dalam persenyawaan kalsium

(Ca-P), Alumunium (Al-P), dan besi (Fe-P) yang semuanya sulit larut di dalam

air. Fosfor organik tanah berada dalam tiga grup senyawa, yaitu: fitin dan

turunannya, asam nukleat, dan fosfolipida. Kadar fosfor organik tanah dijumpai

lebih besar pada lapisan tanah atas (top soil) dibandingkan dengan lapisan tanah
23

bawah (sub soil). Hal ini terjadi karena pada lapisan atas terdapat penumpukan

sisa-sisa tanaman atau bahan organik (Damanik et al., 2010).

Tanaman menyerap P dalam bentuk ortofosfat primer (H2PO4) dan

sebagian kecil dalam bentuk ortofosfet sekunder (HPO4) (Barker dan Pilbeam,

2007). Bentuk P dalam tanah dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu organik dan

anorganik. Proporsi kedua bentuk P tersebut sangat bervariasi. Nilai P-organik

dilaporkan antara 5-80 % (Hao et al., 2008).

b. Fiksasi P di dalam tanah

Fiksasi P di dalam tanah sering disebut sorpsi atau presipitasi P. Istilah

sorpsi P lebih cenderung digunakan untuk menyatakan fiksasi P yang terjadi pada

permukaan mineral liat. Sedangkan preptipitasi P digunakan untuk menyatakan

fiksasi P yang terperangkap di antara lapisan mineral liat. Tanah yang mempunyai

kapasitas fkisasi P tinggi setelah pemupukan mempunyai P tersedia rendah

dibandingkan dengan tanah yang mempunyai kapasitas fiksasi rendah. Dengan

kata lain, jika jumlah pupuk P yang sama diberikan pada vulkanik dan tanah

padang rumput yang pelapukannya sedang, maka tanah vulkanik akan cenderung

mempunyai P tersedia rendah karena tingginya fiksasi P (Suleman et al., 2014).

Menurut Havlin et al. (2005) P dalam tanah dan P dari pupuk sebagian
besar tidak dapat tersedia bagi tanaman karena adanya Fixsasi, mekanismenya
adalah sebagai berikut:
24

Mekanisme Fiksasi fosfat pada tanah masam.

- Pengendapan oleh ion - ion Fe, Al,dan Mn

Sejumlah Fe, Al dan Mn larut akan dijumpai dalam tanah mineral sangat

masam, reaksi dengan H2PO4 akan segera terjadi yang menyebabkan fosfat tidak

larut dan menjadi tidak tersedia bagi tanaman.

Al + H2 PO4 + 2H2O < ===== > 2H+ + Al (OH)2 H2 PO4

(larut) (tidak larut)

Pada tanah sangat masam konsentrasi ion Fe dan Al melebihi H2PO4

reaksi berjalan kekanan membentuk fosfat tidak larut sehingga hanya sedikit

H2PO4- tersedia bagi tanaman.

- Pengikatan oleh oksidasi hidrous.

Senyawa yang dibentuk sebagai hasil fixsasi oleh oksidasi Fe dan Al adalah

fosfat hidroksil.

OH OH
Al OH + H2PO4- < ==== > Al OH
OH H2PO4
(larut) (tidak larut)

Terjadi dalam kisaran pH yang lebar, adanya oksida hidrous besi dan Al

yang banyak dalam tanah memungkinkan terjadinya pengikatan fosfat secara

besar-besaran. Suasana asam memungkinkan adanya H2PO4 dalam tanah mineral.

Pada waktu yang bersamaan juga tercipta suatu keadaan yang memungkinkan

terjadinya pengikatan fosfat oleh Fe, Al dan Mn.


25

- Pengikatan oleh lempung silikat.

Reaksinya serupa dengan bila fosfat diikat oleh senyawa Fe danAl

(Al) + H2PO4- + 2H2O ---- 2H+ + Al (OH) 2H2PO4


(dalam kristal silikat) ( tidak larut )

Pengikatan oleh kaolonit, montmorillonit dan illit. Perbedaan-perbedaan

dari tanah satu dengan lainnya disebabkan perbedaan kecepatan pengendapan

fosfat dan luas permukaan fosfat.

5. Kalium

Kalium (K) merupakan hara utama ketiga setelah N dan P. Kalium

mempunyai valensi satu dan diserap dalam bentuk ion K+. Kalium tergolong

unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman,

maupun dalam xylem dan floem. Kalium banyak terdapat dalam sitoplasma,

garam kalium berperan dalam tekanan osmose sel. Dalam sitoplasma kisaran

konsentrasi K relatif sempit, yaitu 100-200 mM dan dalam kloroplas lebih

bervariasi, yaitu 20 - 200 mM. Peranan K dalam mengatur turgor sel diduga

berkaitan dengan konsentrasi K dalam vakuola (Selian, 2008).

a. K di dalam tanah

Kalium (K) merupakan komponen utama penyusun kerak bumi.

Konsentrasi K tanah bervariasi antara 0,3 % hingga 3,0 %. Tanah organik kurang

mengandung K karena kurangnya kadar mineral, dan rata-rata kurang dari 0,03 %.

Pada tanah-tanah yang baru terbentuk, pelapukan rendah, mempunyai kadar K

tinggi.
26

Ada tiga bentuk kalium dalam tanah yaitu: (1) kalium dalam bentuk

mineral primer yakni bentuk relatif tidak tersedia, (2) kaliun yang terfiksasi oleh

mineral sekunder yakni bentuk kalium lambat tersedia, (3) kalium dapat

dipertukarkan dan kalium di dalam larutan tanah. Menurut Damanik et al. (2010)

ketiga kalium tersebut berada dalam keseimbangan sebagai berikut:

K relatif tidak tersedia (felspart, mika, biotit,


dan lain-lain 90 % - 98 % dari K total)

K lambat tersedia K segera tersedia


K tidak dapat dipertukarkan K dapat dipertukarkan dan K dalam
1 - 10 % dari K total larutan tanah 1 -2% dari K total

K tidak dapat K dapat dipertukarkan K dalam larutan


dipertukarkan tanah

Sumber kalium yang terdapat dalam tanah berasal dari pelapukan mineral

yang mengandung K. Mineral tersebut bila lapuk melepaskan K kelarutan tanah

atau terjerapan tanah dalam bentuk tertukar. Letak kalium dalam lempung

umumnya dalam permukaan dakhil (internal surface) yang sering diduduki oleh

ion Mg2+, Fe3+, Al4+ dan molekul H2O. Perubahan mineral karena pelepasan K

dari mika menjadi montmorilonit sebagai berikut:

Mika Hidratmik Illit Mineral Transisi Vermikulit/Montmorilonit

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

b. Peranan K di dalam tanah

K diserap oleh tanaman dari larutan tanah dalam bentuk ion K+. Salah satu

fungsi utama K dalam tanaman adalah sebagai activator enzim. Enzim sangat

penting dalam physiologi tanaman, dan lebih dari 80 enzim tanaman

membutuhkan K untuk aktivasi (Backer dan Pilbeam, 2007).


27

Peran unsur K adalah untuk memacu translokasi asimilat dari sumber

(daun) ke bagian organ penyimpanan (sink), selain terlibat dalam proses

membuka dan menutupnya stomata. Stomata akan membuka karena sel penjaga

menyerap air, dan penyerapan air ini terjadi sebagai akibat adanya ion K+

(Singh et al., 2014). Menurut Mengel dan Kirkby (2001) kalium juga berfungsi

mengatur tegangan turgor dinding sel, sehingga jika tanaman defisiensi K nampak

tidak tahan terhadap cekaman air, karena tanaman tidak dapat memanfaatkan air

secara maksimal.
28

B. Kerangkan Pikir

Lahan sawah kebanyakan digunakan untuk budidaya tanaman padi (Oriza

sativa L.) ataupun tanaman semusim lainya. Padi merupakan tanaman pangan

yang diusahan di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras dan

sebagai swasembada pangan. Bertambahnya jumlah penduduk, namun disayankan

tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas tanaman padi itu sendiri.

Berdasarkan data BPS rata-rata peningkatan produktivitas padi nasional

khususnya Sulawesi Tenggara saat ini tidak signifikan dibandingkan tahun

sebelumya serta produktivitasnya yang tidak menetap.

Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengatahuan upaya atau

strategi yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan sawah adalah

identifikasi ketersediaan hara untuk pengelolaan tanah khususnya hara makro N, P

dan K yang sesuai dan spesifik lokasi untuk mengupayakan produktivitas lahan

yang optimal. Hal ini didasarkan pada, hara makro N, P dan K merupakan salah

satu permasalahan utama yang menyebapkan rendahnya produktivitas lahan

sawah khususnya untuk tanaman padi. Hara N dalam tanaman berfungsi sebagai

pembentuk zat hijau daun (klorofil) dan unsur pembentuk protein. Hara P yang

berfungsi sebagai penyimpan dan transfer energi, merupakan komponen penting

dalam asam nukleat, koenzim, nukleotida, fospoprotein, fospolipid dan gula

fosfat. Hara K berfungsi dalam pembentukan pati, mengaktifkan enzim dan

katalisator penyimpanan hasil fotosintesis. Umur lahan sawah yang berbeda

merupakan salah satu faktor lain yang mempengaruhi adanya penurunan

produktivitas lahan sawah. Bagan penelitian ini disajikan pada gambar 1.


29

Produktivitas
Lahan Sawah
yang tidak Menetap

Kekuragan unsur hara Strategi/solusi


makro

Manfaat unsur hara


Identifikasi ketersediaan hara makro
makro untuk tanaman

Faktor-faktor yang mempengaruhi


- Merupakan unsur hara
ketersediaan hara makro
esensial untuk tanaman.
- Meningkatkan proses
fotosintesis dan mambantu
pertumbuhan tanaman. Umur lahan
- Sebagai penyusun protein,
asam amino dan nukleik.
- Meningkatkan produksi biji. Kedalaman Tanah Waktu inkubasi
- Meningkatkan hasil dengan
efisiensi yang sangat
rendah.
- Meningkatkan produksi Mengetahui status ketersediaan hara
pertanian. makro sehingga dapat digunakan
sebagai acuan dalam menyusun usulan
pengelolaan tanah

Meningkatkan
produktivitas lahan sawah

Gambar 1. Bagan alur Kerangka pikir penelitian identifikasi ketersediaan hara


\\ makro pada umur lahan sawah berbeda.
30

C. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat pengaruh waktu inkubasi dan kedalaman tanah terhadap ketersediaan

hara makro pada umur lahan sawah berbeda.

2. Terdapat korelasi atau hubungan antara waktu inkubasi dan kedalaman tanah

terhadap ketersediaan hara makro pada umur lahan sawah berbeda.

Anda mungkin juga menyukai