Anda di halaman 1dari 28

Dika Amuba (care to you)

Jumat, 07 Februari 2014


MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN BRONKITIS PADA ANAK

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi sekarang ini yang banyak menimbulkan kematian adalah saluran pernafasan baik

itu pernafasan atas maupun bawah, yang bersifat akut atau kronis salah satunya

penyakit bronchitis. Bronchitis pada anak berbeda dengan bronchitis yang terjadi pada orang

dewasa. Pada anak bronchitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran nafas lain, namun

dapat juga merupakan penyakit tersendiri (Ngastiyah, 2006).

Di Amerika Serikat, menurut National Center for health Statistics, kira-kira ada 14 juta orang

menderita bronchitis. Lebih dari 12 juta orang menderita Bronchitis pada tahun 1994, sama

dengan 5% populasi Amerika. Di dunia Bronchitis merupakan masalah dunia.

Frekuensi Bronchitis lebih banyak pada status ekonomi rendah dan pada kawasan

industri.Bronchitis lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding perempuan (Samer, 2007).

Menurut data statistik Belanda, tujuh kali pada pasien anak-anak dibawah usia 1 tahun masuk

rumah sakit dengan diagnosis bronchitis. Jumlah pasien tersebut meningkat dari 1500 menjadi

5000 antara tahun 1981 – 2005, dengan rata-rata 35% pasien pada usia 0 – 1 tahun. Di kelompok

umur tersebut juga terjadi peningkatan sebanyak tujuh kali di periode tersebut. Antara tahun 1981
– 2005, pasien dengan diagnosis bronchitis meningkat dari 29 menjadi 147 per 10.000 orang usia

0 – 1 tahun, separuh pasien tersebut adalah bayi dibawah usia 4 bulan (Ploemacher, 2010).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk memberikan Asuhan Keperawatan pada anak dengan Bronchitis.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu memahami Asuhan Keperawatan Dasar Bronchitis

b. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan Bronchitis

c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan Bronchitis

d. Mampu menentukan intervensi pada anak dengan Bronchitis

e. Mampu melakukan implementasi pada anak dengan Bronchitis

f. Mampu melakukan evaluasi pada anak dengan Bronchitis

g. Mampu mendokumentasikan semua tindakan asuhan keperawatan pada anak dengan Bronchitis
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Bronkhitis berasal dari bronchus (saluran napas) dan itis artinya menunjukkan adanya suatu

peradangan. “Bisa disimpulkan bronkitis merupakan suatu gejala penyakit pernapasan.”

Sebetulnya ada dua pengertian bronkitis. Pertama, berdasarkan radiologi/ahli rontgen, bronkhitis

merupakan gambaran foto paru-paru dengan kelainan pada saluran napas. Pada gambaran tersebut

cirinya akan tampak “sangat ramai” dan jelas. Berbeda bila dalam keadaan normal, gambaran

saluran napas tak begitu jelas terlihat karena berisi udara. “Tapi pada kasus bronkhitis akan muncul

gambaran sebagian saluran napasnya tersumbat lendir atau ada peradangan.”

Kedua, menurut medis/dokter, bronkhitis merupakan kelainan pada saluran napas yang ditandai

dengan adanya bunyi napas penuh lendir, seperti bunyi ‘grok-grok’, bisa terdengar di bagian dada

maupun punggung.

Bronkhitis pada anak berbeda dengan bronchitis yang terdapat pada orang dewasa. Pada anak,

bronchitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran nafas lain, namun ia dapat juga

merupakan penyakit tersendiri.

Secara harfiah bronkhitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh adanya inflamasi bronkus.

Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik

dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan

penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang

peran.(Ngastiyah, 2006)
Bronkhitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi biasanya

merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran

pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan

sebagainya (Gunadi Santoso, 2004)

Sebagai penyakit tersendiri, bronkhitis merupakan topik yang masih diliputi kontroversi dan

ketidakjelasan di antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis merupakan diagnosa yang sering

ditegakkan pada anak baik di Indonesia maupun di luar negeri, walaupun dengan patokan

diagnosis yang tidak selalu sama.(Taussig, 2002; Rahayu, 2004)

Bronkhitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi biasanya

merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran

pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan

sebagainya.

Sebagai penyakit tersendiri, bronkhitis merupakan topik yang masih diliputi kontroversi dan

ketidakjelasan di antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis merupakan diagnosa yang sering

ditegakkan pada anak baik di Indonesia maupun di luar negeri, walaupun dengan patokan

diagnosis yang tidak selalu sama.

Kesimpangsiuran definisi bronkitis pada anak bertambah karena kurangnya konsesus mengenai

hal ini. Tetapi keadaan ini sukar dielakkan karena data hasil penyelidikan tentang hal ini masih

sangat kurang.

2. Klasifikasi

Bronkhitis dapat diklasifikasikan sebagai :

a. Bronkhitis Akut
Bronkhitis akut pada bayi dan anak biasanya bersama juga dengan trakheitis, merupakan penyakit

infeksi saluran nafas akut (ISNA) bawah yang sering dijumpai. Penyebab utama penyakit ini

adalah virus. Batuk merupakan gejala yang menonjol dank arena batuk berhubungan dengan ISNA

atas. Berarti bahwa peradangan tersebut meliputi laring, trachea dan bronkus. Gangguan ini sering

juga disebut laringotrakeobronkhitis akut atau croup dan sering mengenai anak sampai umur 3

tahun dengan gejala suara serak, stridor, dan nafas berbunyi.

b. Bronkhitis Kronis atau Batuk Berulang

Belum ada persesuaian pendapat mengenai bronchitis kronik, yang ada ialah mengenai batuk

kronik dan atau berulang yang di singkat (BKB). BKB ialah keadaan klinis yang disebabkan oleh

berbagai penyebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu berturut-

turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan, dengan atau tanpa disertai gejala

respiratorik dan non respiratorik lainnya. Dengan memakai batasan ini secara klinis jelas bahwa

bronchitis kronik pada anak adalah batuk kronik dan atau berulang (BKB) yang telah disingkirkan

penyebab-penyebab BKB itu misalnya asma atau infeksi kronik saluran napas dan sebagainya.

Walaupun belum ada keseragaman mengenai patologi dan patofisiologi bronchitis kronik, tetapi

kesimpulan akibat jangka panjang umumnya sama. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bayi

sampai anak umur 5 tahun yang menderita bronchitis kronik akan mempunyai resiko lebih besar

untuk menderita gangguan pada saluran napas kronik setelah umur 20 tahun, terutama jika pasien

tersebut merokok akan mempercepat menurunnya fungsi paru.

3. Etiologi

Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya

kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun didapat.

a. Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau factor pertumbuhan

dan factor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronchitis yang timbul congenital ini

mempunyai ciri sebagai berikut :

1) Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.

2) Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya, misalnya :

mucoviscidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener (bronkiektasis konginetal,

sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau agamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak

kembar satu telur (anak yg satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita

bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya

tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis konginetal.

b. Kelainan didapat

Kelaianan didapat merupakan akibat proses berikut :

1) Infeksi

Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering kambuh dan

berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita

semasa anak, tuberculosis paru dan sebagainya.

2) Obstruksi bronkus

Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab : korpus

alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap bronkus

Penyebab utama penyakit Bronkhitis Akut adalah adalah virus. Sebagai contoh Rhinovirus,

Respiratory Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan

Coxsakie Virus. Bronkitis Akut sering terjadi pada anak yang menderita Morbilli, Pertusis dan

infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan
penyebab primer Bronkitis Akut pada anak. Infeksi sekunder oleh bakteri dapat terjadi, namun ini

jarang di lingkungan sosio-ekonomi yang baik.

Faktor predisposisi terjadinya bronchitis akut adalah alergi, perubahan cuaca, polusi udara, dan

infeksi saluran napas atas kronik, memudahkan terjadinya bronchitis.

Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut :

a. Spesifik

1) Asma

2) Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).

3) Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma, hlamydia, pertusis,

tuberkulosis, fungi/jamur.

4) Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.

5) Sindrom aspirasi.

6) Penekanan pada saluran napas

7) Benda asing

8) Kelainan jantung bawaan

9) Kelainan sillia primer

10) Defisiensi imunologis

11) Kekurangan anfa-1-antitripsin

12) Fibrosis kistik

13) Psikis

b. Non-spesifik

1) Asap rokok

2) Polusi udara
4. Patofisiologi

Virus (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel silia -

Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan - Bronkitis -

Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari - Batuk (mula-mula kering

kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer - Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah

atau suara napas kasar - Nyeri subsernal - Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu -

Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno

Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 2003).

Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat hubungannya dengan

genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronchitis yang

didapat patogenesisnya diduga melelui beberapa mekanisme : factor obstruksi bronkus, factor

infeksi pada bronkus atau paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau paru.

Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme dasar:

a. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi pada bronkus atau

paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronchitis.

b. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal obstruksi dan terjadi

infeksi juga destruksi bronkus.

Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik. Keluhan-keluhan

yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap . keluhan-keluhan yang timbul erat dengan :

luas atau banyaknya bronkus yang terkena, tingkatan beratnya penyakit, lokasi bronkus yang

terkena, ada atau tidaknya komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul umumnya sebagai

akibat adanya beberapa hal : adanya kerusakan dinding bronkus, akibat komplikasi, adanya

kerusakan fungsi bronkus.


Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data dijelaskan sebagai berikut

a. Infeksi pertama (primer)

Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi pertanyaan apakah infeksi yang

mendahului terjadinya bronchitis tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus. Infeksi yang

mendahului bronchitis adalah infeksi bacterial yaitu mikroorgansme penyebab pneumonia.

Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding

bronkus sehingga terjadi bronchitis, sedangkan infeksi virus tidak dapat (misalnya adenovirus tipe

21, virus influenza, campak, dan sebagainnya).

b. Infeksi sekunder

Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi, apabila sputum pasien yang

semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau

berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob misalnya : fusifomis

fusiformis, treponema vincenti, anaerobic streptococci. Kuman yang erring ditemukan dan

menginfeksi bronkus misalnya : streptococcus pneumonie, haemophilus influenza, klebsiella

ozaena.

5. Tanda dan Gejala

Biasanya penyakit dimulai dengan tanda-tanda infeksi saluran napas akut (ISNA) atas yang

disebabkan oleh virus. Batuk mula-mula kering, setelah 2 atau 3 hari batuk mulai berdahak dan

menimbulkan suara lender. Pada anak dahak yang mukoid (kental) susah ditemukan karena sering

ditelan. Mungkin dahak berwarna kuning dan kental tetapi tidak selalu berarti telah terjadi infeksi

bakteri sekunder. Anak besar sering mengeluh rasa sakit retrosternal dan pada anak kecil dapat

terjadi sesak napas.


Pada beberapa hari pertama tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan dada tetapi kemudian dapat

timbul ronchi basah kasar dan suara napas kasar. Batuk biasanya akan menghilang setelah 2-3

minggu. Bila setelah 2 minggu batuk masih tetap ada, mungkin telah terjadi kolaps paru segmental

atau terjadi infeksi paru sekunder.

Mengi (wheezing) mungkin saja terdapat pada pasien bronchitis. Mengi dapat murni merupakan

tanda bronchitis akut, tetapi juga kemungkinan merupakan manifestasi asma pada anak tersebut,

lebih-lebih bila keadaan ini sudah terjadi berulang kali.

Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (2001), tanda dan gejala yang ada yaitu:

a. Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah

b. Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak

c. Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis

d. Pada paru didapatkan suara napas yang kasar

Menurut Ngastiyah (2006), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu:

a. Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien kurang istirahat

b. Daya tahan tubuh klien yang menurun

c. Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik

d. Kesenangan anak untuk bermain terganggu

e. Konsentrasi belajar anak menurun

Gejala awal Bronkhitis, antara lain :

a. Batuk membandel

Batuk kambuhan, berdahak-tidak, berat-tidak. Kendati ringan harus tetap diwaspadai karena bila

keadaan batuk terus menerus bisa menghebat dan berlendir sampai sesak napas.

b. Sulit disembuhkan
Bisa sering atau tidak tapi sulit disembuhkan. Dalam sebulan batuk pileknya lebih dari seminggu

dan baru sembuh dua minggu, lalu berulang lagi.

c. Terjadi kapan saja

Batuknya bisa muncul malam hari, baru tidur sebentar batuknya ‘grok-grok’ bahkan sampai

muntah. Bisa juga batuk baru timbul menjelang pagi. “Atau habis lari-lari, ia kemudian batuk-

batuk sampai muntah.

Tanda dan gejala secara umum dapat disimpulkan:

a. Sering bersin dan banyak sekret atau lendir

b. Demam ringan

c. Tidak dapat makan dan gangguan tidur

d. Retraksi atau tarikan pada dinding-dinding dada, suprasternal, interkostal dan subkostal pada

inspirasi

e. Cuping hidung

f. Nafas cepat

g. Dapat juga cyanosis

h. Batuk-batuk

i. Wheezing

j. Iritabel

k. Cemas

6. Komplikasi

a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik

b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat terjadi

Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia


c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi

d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis

e. Gagal jantung kongestif

f. Pneumonia

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia

b. Laboratorium : Leukosit > 17.500.

8. Penatalaksanaan

a. Tindakan Perawatan

1) Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan mengeluarakan lender/secret.

2) Sering mengubah posisi.

3) Banyak minum.

4) Inhalasi.

5) Nebulizer

6) Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan tenang perlu diberikan minum

susu atau makanan lain.

Pasien dengan bronchitis tidak dirawat di Rumahsakit kecuali ada komplikasi yang menurut dokter

perlu perawatan di Rumahsakit, oleh karenanya perawatan lebih ditujukan sebagai petunjuk

kepada orang tua. Masalah yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama dan resiko

terjadi komplikasi.

1) Akibat batuk yang lama

Pada bronchitis gejala batuk sangat menonjol, dan sering terjadi siang dan malam terutama

pagi-pagi sekali yang menyebabkan pasien kurang istirahat atau tidur; pasien akan terganggu rasa
aman dan nyamannya. Akibat lain adalah terjadinya daya tahan tubuh pasien yang menurun,

anoreksia, sehingga berat badannya sukar naik. Pada anak yang lebih besar batuk-batuk yang terus

menerus akan mengganggu kesenangannya bermain, dan bagi anak yang sudah sekolah batuk

mengganggu konsentrasi belajar bagi dirinya sendiri, saudara, maupun teman-temannya.

Untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk tidak bertambah banyak

dengan memberikan obat secara benar dan membatasi aktivitas anak untuk mencegah keluar

banyak keringat, karena jika baju basah akan menyebabkan batuk-batuk (karena dingin). Untuk

mengurangi batuk pada malam hari berikan obat batuk yang terakhir sebelum tidur. Anak yang

batuk apalagi bronchitis lebih baik tidak tidur di kamar yang ber AC atau memakai kipas angin.

Jika suhu udara dingin pakaikan baju yang hangat, bila ada yang tertutup leherya. Obat gosok

membuat anak merasa hangat dan dapat tidur tenang.Bila batuk tidak segera berhenti berikan

minum hangat tidak manis.

Pada anak yang sudh agak besar jika ada dahak di dalm tenggorokannya beritahu supaya

dibuang karena adanya dahak tersebut juga merangsang batuk.Usahakan mengurangi batuk dengan

menghindari makanan yang merangsang seperti gorng-gorengan,permen,atau minum es.Jangan

memandikan anak terlalu pagi atau sore,dan memandikan dengan air hangat.

2) Terjadi komplikasi

Bronkhitis akut yang tidak diobati secara benar cenderung menjadi bronchitis kronik, sedangkan

bronchitis kronik memungkinkan anak mudah mendapat infeksi. Gangguan pernafasan secara

langsung sebagai akibat bronchitis kronik ialah bila lendir tetap tinggal di dalam paru akan

menyebabkan terjadinya atelektasis atau bronkiektasis, kelainan ini akan menambah penderitaan

pasien lebih lama.


Untuk menghindarkan terjadinya komplikasi ini pasien bronchitis harus mendapatkan pengobatan

dan perawatan yang benar sehingga lender tidak selalu tertinggal dalam paru. Berikan banyak

minum untuk membantu mengencerkan lendir; berikan buah dan makanan bergizi untuk

mempertinggi daya tahan tubuh

Pada anak yang sudah mengerti beritahukan bagaimana sikapnya jika ia sedang batuk dan apa yang

perlu dilakukan. Pada bayi batuk-batuk yang keras sering diakhiri dengan muntah; biasanya

bercampur lendir. Setelah muntah bayi menjadi agak tenang. Tetapi bila muntah berkelanjutan,

maka dengan keluarnya makanan dapat menyebabkan bayi menjadi kurus serta menurunkan daya

tahan tubuh. Untuk mengurangi kemungkinan tersebut setelah bayi muntah dan tenang perlu

diberikan minum susu atau makanan lain.

b. Tindakan Medis

1) Jangan beri obat antihistamin berlebih

2) Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bakterial

3) Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari

4) Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedative

Karena penyebab bronchitis pada umumnya virus maka belum ada obat kausal. Antibiotik tidak

berguna. Obat yang diberikan biasanya untuk penurun demam, banyak minum terutama sari buah-

buahan. Obat penekan batuk tidak diberikan pada batuk yang banyak lendir, lebih baik diberi

banyak minum. Bila batuk tetap ada dan tidak ada perbaikan setelah 2 minggu maka perlu dicurigai

adanya infeksi bakteri sekunder dan antibiotic boleh diberikan, asal sudah disingkirkan adanya

asma atau pertusis. Pemberian antibiotic yang serasi untuk M. Pneumoniae dan H. Influenzae

sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya amoksisilin, kotrimoksazol dan golongan makrolid.

Antibiotik diberikan 7-10 hari dan jika tidak berhasil maka perlu dilakukan foto thorak untuk
menyingkirkan kemungkinan kolaps paru segmental dan lobaris, benda sing dalam saluran napas,

dan tuberkolusis.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Dasar data pengkajian pasien

a. Identitas Klien : Nama, umur, alamat, pendidikan, agama, no. register, diagnose medis

b. Riwayat kesehatan:

Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat tentang disfungsi pernapasan

sebelumnya, bukti terbaru penularan terhadap infeksi, allergen, atau iritan lain, trauma.

c. Pemeriksaan Fisik:

1) B1 (Breathing)

Adanya retraksi dan pernapasan cuping hidung, warna kulit dan membrane mukosa pucat dan

cyanosis, adanya suara serak, stridor dan batuk. Pada anak yang menderita bronchitis biasanya

disertai dengan demam ringan, secara bertahap mengalami peningkatan distress pernapasan,

dispnea, batuk non produktif paroksimal, takipnea dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi,

emfisema.

Gejala:

a) Takipnea (barat saat aktivitas)

b) Batuk menetap dengan sputum terutama pagi hari

c) Warna sputum dapat hijau, putih, atau kuning dan dapat banyak sekali

d) Riwayat infeksi saluran nafas berulang

e) Riwayat terpajan polusi (rokok dll)

Tanda:
a) Lebih memilih posisi fowler/semi fowler untuk bernafas

b) Penggunaan otot bantu nafas

c) Cuping hidung

d) Bunyi nafas krekel (kasar)

e) Perkusi redup (pekak)

f) Kesulitan bicara kalimat (umumnya hanya kata-kata yang terputus-putus)

g) Warna kulit pucat, normal atau sianosis

h) Clubing finger (jari tabuh)

2) B2 (Blood)

Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda : Peningkatan TD, Takikardi, Distensi vena jugularis, Bunyi jantung redup(karena cairan

di paru-paru), Warna kulit normal atau sianosis

3) B3 (Brain)

Klien tampak gelisah, peka terhadap rangsang, ketakutan, nyeri dada.

4) B4 (Bladder)

Tidak ditemukan masalah, tidak ditemukan adanya kelainan.

5) B5 (Bowel)

Gejala:

a) Mual/muntah

b) Nafsu makan menurun

c) Ketidakmampuan makan karena distres pernafasan

d) Penurunan berat badan.

e) Nyeri abdomen
Tanda

a) Turgor kulit buruk

b) Edema

c) Berkeringat

d) Palpitasi abdomial dapat menunjukkan hepatomegali

6) B6 (Bone)

Gejala

a) Keletihan, kelelahan

b) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas karena sulit bernafas

c) Ketidakmampuan untuk tidur, perlu dalam posisi duduk tinggi

d) Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan

Tanda:

a) Keletihan

b) Gelisah

c) Insomnia

2. Pemeriksaaan diagnostik

a. Rongent

Peningkatan tanda bronkovaskuler

b. Tes fungsi paru

Memperkirakan derajad disfungsi paru

c. Volume residu

Meningkat
d. GDA

Memperkirakan progresi penyakit (Pa02 menurun dan PaCO2 meningkat atau normal)

e. Bronkogram

Pembesaran duktus mukosa

f. Sputum

Kultur untuk menentukan adanya infeksi,identifikasi pathogen

g. EKG

Disritmia arterial

h. EKG latihan

Membantu dalam mengkaji derajad disfungsi paru untuk program latihan

3. Prioritas perawatan

a. Mempertahankan patensi jalan nafas

b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas

c. Mempertahankan pola nafas yang efektif

d. Meningkatkan masukan nutrisi

e. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi serta mencegah infeksi

f. Mengurangi kecemasan yang dialami klien

g. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan

4. Diagnosa perawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.

Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.

Rencana Tindakan:

1) Auskultasi bunyi nafas


Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat

dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.

2) Kaji/pantau frekuensi pernafasan.

Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya

proses infeksi akut.

3) Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir

Rasional: Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan

udara.

4) Observasi karakteristik batuk

Rasional: Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau

kelemahan

5) Tingkatkan masukan cairan sampai 1500-2000 ml/hari

Rasional: Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme

bronchus.

Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA

dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

Rencana Tindakan:

1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.

Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.

2) Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.

Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
3) Latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas. Auskultasi bunyi

nafas.

Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi

4) Awasi tanda vital dan irama jantung

Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia

sistemik pada fungsi jantung.

5) Awasi GDA

Rasional : PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih

besar/kecil.

6) Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA

Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.

Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.

Rencana Tindakan:

1) Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir

Rasional: Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan

bernafas lebih efisien dan efektif.

2) Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat

Rasional: memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.

3) Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan

Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.


Rencana Tindakan:

1) Kaji kebiasaan diet.

Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.

2) Auskultasi bunyi usus

Rasional: Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.

3) Berikan perawatan oral

Rasional: Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.

4) Timbang berat badan sesuai indikasi.

Rasional: Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

5) Konsul ahli gizi

Rasional: Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi

maksimal.

e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.

Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi

Rencana Tindakan:

1) Awasi suhu.

Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.

2) Observasi warna, bau sputum.

Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.

3) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.

Rasional : mencegah penyebaran patogen.

4) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.


Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah

terhadap infeksi.

5) Berikan anti mikroba sesuai indikasi

Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.

f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.

Rencana tindakan:

1) Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).

Rasional : Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan

selanjutnya.

2) Berikan dorongan emosional.

Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit

yang dialami.

3) Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah

Rasional: Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang

dirasakan

4) Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan

Rasional: Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau bekerjasama dalam

tindakan perawatan dan pengobatan.

5) Beri dorongan spiritual

Rasional: Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan pada

TYME atas kesembuhannya.


g. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan

perawatan di rumah

Tujuan: Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.

Intervensi :

1) Jelaskan proses penyakit individu

Rasional: Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana pengobatan.

2) Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.

Rasional : Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan kolaps jalan nafas dan

meningkatkan toleransi aktivitas

3) Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya udara, serbuk, asap tembakau.

Rasional : Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan produksi sekret

jalan nafas.

5. Impelementasi

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana

perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif

maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap

setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada

pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas,

mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi,

memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit

(Doenges Marilynn E, 2003, Rencana Asuhan Keperawatan)

6. Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang

diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,

Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan

keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang

diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang

mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan

nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak

terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi

penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 2002, Proses Keperawatan).

7. Penkes

Menurut Ngastiyah (2006), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk

tidak bertambah parah.

a. Membatasi aktivitas anak

b. Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang tertutup lehernya

c. Hindari makanan yang merangsang

d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan anak dengan air hangat

e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan

f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi

g. Jangan mengkonsumsi makanan seperti telur ayam, karena bisa menambah produksi lendirnya.

Begitu juga minuman bersoda bisa jadi pencetus karena saat diminum maka sodanya akan naik ke

hidung dan merangsang daerah saluran pernapasan.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal yang

bersifat patologis dan berjalan kronik.

Etiologi biasanya berhubungan dengan :

1. Rokok

2. Infeksi

3. Polusi

4. Faktor genetik

5. Faktor sosial ekonomi

6. Lingkungan kerja

Manifestasi Klinis:

1. Batuk

2. Haemaptoe

3. Sesak nafas (dispnue)

4. Demam berulang

5. Kelainan fisis

6. Kelainan faal paru

Komplikasi:

1. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis

2. Kegagalan jantung untuk berfungsi


3. Empisema paru

4. Abses metastasis diotak

B. Saran

Bagi tenaga kesehatan supaya lebih memahami tanda dan gejala bronchitis pada bayi/anak

sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memberikan pelayanan kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, 2003, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa; editor, Monica Ester, Edisi
3, Jakarta : EGC
Dona L. Wong, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4, Jakrta : Buku Kedokteran EGC
Keliat, Budi Anna, Proses Keperawatan
Ngastiyah, 2006. Perawatan Anak Sakit, Jakarta : Buku Kedokteran EGC
dr.Rusepno Hasan. 2003. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak
Gunadi Santoso dan Makmuri. 2004. Keperawatan

Taussig, 2002. Perawatan Anak


Diposkan oleh dika amuba di 04.10
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lama Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog
 ▼ 2014 (1)
o ▼ Februari (1)
 MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN BRONKITIS PADA ANAK

 ► 2013 (1)

I Komang Mahardika

dika amuba
Lihat profil lengkapku
Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai