bekerja dengan keliru. Dalam tubuh yang normal, sistem imun seharusnya melindungi tubuh
dari serangan infeksi virus atau bakteri. Namun, dalam tubuh pengidap lupus, sistem imun
justru menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri. Inflamasi yang disebabkan oleh lupus
bisa menyerang berbagai bagian tubuh, antara lain:
Sel darah.
Paru-paru.
Lupus kerap dijuluki sebagai penyakit seribu wajah karena kelihaiannya dalam
meniru gejala penyakit lain. Kesulitan diagnosis biasanya dapat menyebabkan
langkah penanganan yang kurang tepat.
Penyakit lupus sendiri terdiri dari berbagai jenis, salah satunya upus eritematosus sistemik
(systemic lupus erythematosus/SLE). Kira-kira sepertiga pengidap lupus ini juga memiliki
kondisi autoimun lainnya. Contohnya, penyakit tiroid atau sindrom Sjogren.
Kondisi ini dapat berujung pada munculnya komplikasi, termasuk gangguan pada masa
kehamilan. Di samping itu, proses pengobatannya juga bisa membuat pengidapnya rentan
terhadap infeksi serius.
Usia, lupus memang bisa menyerang segala usia, tapi usia 15 sampai 40 tahun
merupakan usia yang paling sering didiagnosis penyakit ini.
Jenis kelamin, lupus lebih sering menyerang wanita daripada pria.
Ras, lupus lebih sering terjadi pada ras Asia, Afrika, dan Hispanik.
Sementara itu, faktor risiko SLE bisa meliputi faktor genetik, masalah hormonal, dan
lingkungan (infeksi virus dan bakteri, stres, paparan sinar UV, hingga merokok).
1. SLE
Merupakan jenis lupus yang paling sering diidap masyarakat umum dan merupakan bahan
utama pembahasan pada artikel. SLE dapat menyerang jaringan serta organ tubuh mana saja
dengan tingkat gejala yang ringan sampai parah.
Banyak yang hanya merasakan beberapa gejala ringan untuk waktu lama, atau bahkan tidak
sama sekali sebelum tiba-tiba mengalami serangan yang parah. Timbulnya rasa nyeri dan
lelah berkepanjangan merupakan salah satu gejala ringan SLE. Oleh karena itu, pengidap
SLE bisa merasa tertekan, depresi, dan cemas meski hanya mengalami gejala ringan.
DLE pada dasarnya hanya menyerang kulit. Namun, dampak yang ditimbulkan oleh lupus
jenis ini mampu menyerang jaringan dan organ tubuh lainnya. DLE umumnya bisa
dikendalikan dengan menghindari paparan langsung sinar matahari dan obat-obatan. Berikut
beberapa gejala DLE:
Rambut rontok.
Pitak permanen.
Ruam merah dan bulat seperti sisik pada kulit yang terkadang akan menebal dan
menjadi bekas luka.
Efek samping obat pasti berbeda-beda pada tiap orang. Kira-kira ada lebih dari 100 jenis obat
yang bisa menimbulkan efek samping yang mirip dengan gejala lupus pada orang-orang
tertentu.
Gejala lupus akibat obat umumnya akan hilang jika berhenti mengonsumsi obat tersebut,
sehingga tidak perlu menjalani pengobatan khusus. Namun, jangan lupa untuk selalu
berbicara dengan dokter sebelum memutuskan untuk berhenti mengonsumsi obat dengan
resep dokter.
Meski gejala SLE bervariasi, ada tiga gejala utama yang umumnya selalu muncul, antara lain:
Melakukan rutinitas sehari-hari yang sederhana, misalnya tugas rumah tangga atau rutinitas
kantor, dapat membuat penderita SLE merasa sangat lelah. Rasa lelah yang ekstrem ini
mungkin saja tetap dialami pengidapnya meski sudah mendapatkan istirahat yang cukup.
Ruam yang menyebar pada batang hidung dan pipi, merupakan ciri khas dari SLE. Gejala ini
dikenal dengan istilah ruam kupu-kupu (butterfly rash) karena bentuknya yang mirip sayap
kupu-kupu.
Selain hidung dan pipi, tangan dan pergelangan tangan merupakan bagian tubuh lain yang
mungkin mengalami ruam. Ruam pada kulit akibat SLE dapat membekas secara permanen
dan bertambah parah jika terpapar sinar matahari akibat reaksi fotosensitivitas.
Ada beragam gejala lain yang dapat muncul selain yang gejala di atas. Berikut beberapa
gejala SLE lain yang mungkin dialami pengidapnya:
Diagnosis penyakit ini bisa juga melibatkan pemeriksaan pemindaian seperti Rontgen dan
ekokardiogram. Pemeriksaan-pemeriksaan di atas akan dilakukan dokter bila mencurigai
adanya SLE dalam diri seseorang.
Ketakutan ini disebabkan oleh banyaknya pengidap pada saat itu yang meninggal dunia
akibat komplikasi dalam kurun waktu 10 tahun setelah didiagnosis mengidap SLE. Namun,
kini obat-obatan untuk SLE terus berkembang sehingga dapat membantu hampir semua
pengidapnya bisa hidup normal, atau setidaknya mendekati tahap normal. Selain itu, bantuan
dan dukungan dari keluarga, teman, serta staf medis juga berperan penting dalam membantu
para pengidap SLE dalam menghadapi penyakit ini.
Baca juga: Gejala Mirip, Lupus Sering Dikira Sakit Tipes dan DBD