Anda di halaman 1dari 15

DIABETES MELLITUS

A. DEFINISI

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi insulin

absolute atau relative yang ditandai dengan gangguan metabolism karbohidrat, protein, lemak

(Billota,2011).

Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal

(dalam hal ini adalah hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan kelainan

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dimana seseorang tidak dapat memproduksi

cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik, karena

proses autoimmun, dipengaruhi secara genetik dengan gejala yang pada akhirnya menuju

tahap perusakan imunologi sel –sel yang memproduksi insulin.

B. ETIOLOGI

 DM Tipe I :

1. Faktor genetic

Terjadi pada individu yang memiliki HLA (Human Leukosit Antigen) yang merupakan

kumpulan gen yang bertanggung jawab atas transplantasi dan proses imun.

2. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi

sel beta.

3. Faktor imunologi

Terdapat respon autoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah

pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan yang dianggap

seolah-olah sebagai jaringan asing.


DM Tipe II :

1. Faktor genetic : memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

2. Faktor usia : resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.

3. Obesitas : berkaitan dengan resistensi insulin, maka kemungkinan besar terjadi gangguan

toleransi glukosa.

C. PATOFISIOLOGI

Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta di pulau langerhans.

Insulin diproduksi terus menerus sesuai tingkat kadar glukosa dalam darah. Pada penderita

DM produksi insulin terganggu atau tidak diproduksi. Defisiensi insulin mengakibatkan

glukosa tidak dapat masuk sel melalui siklus krebs dan akan mengakibatkan sel

mengakomodasi protein dan lemak dari jaringan adipose untuk dipakai sebagai sumber

energi. Pemecahan ini akan menghasilkan zat sisa berupa urea dan keton sehingga

menimbulkan ketoasidosis.

Pada DM Tipe I (IDDM) adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik

dan gejala yang pada akhirnya menuju pada proses tahap kerusakan imunologik sel-sel yang

memproduksi insulin, yaitu kerusakan pada sel langerhans sehingga terjadi penurunan sekresi

atau defisiensi insulin sehingga metabolisme insulin menjadi terganggu. Bila sekresi insulin

berkurang atau tidak ada, maka konsentrasi glukosa dalam darah akan meningkat

(hiperglikemia), keadaan hiperglikemia menyebabkan tekanan extra sel meningkat, karena

peningkatan tekanan ini sehingga cairan dari ekstrasel ditarik ke dalam darah sehingga terjadi

gangguan reabsorbsi pada ginjal sehingga kemampuan reabsorbsi melebihi batas ambang

ginjal dan akan tampak glukosuria akibat dari ginjal tidak dapat menyaring semua glukosa

yang keluar, ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin. Ekskresi ini akan

disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik) sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam

berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Pasien mengalami penurunan berat badan

akibat defisiensi insulin menyebabkan gangguan metabolisme protein dan lemak. Oleh

karena menurunnya simpanan kalori pasien mengalami banyak makan (polifagia). Dalam

keadaan normal insulin mengendalikan glukogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan)

dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) yang dapat menyebabkan hiperglikemia.

Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang akan mengakibatkan peningkatan

produksi keton dengan tanda dan gejala : nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas

bau aseton, bila tidak ditangani dapat mengakibatkan penurunan kesadaran bahkan kematian.

Pemecahan lemak yang tidak sempurna akan menyebabkan peningkatan asam lemak bebas

dan menimbulkan aterosklerosis yang memvasokonstriksi pembuluh darah yang membuat

tahanan perifer meningkat akhirnya terjadi peningkatan tekanan darah. Aterosklerosis

menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada organ ginjal akan terlihat adanya

proteinuria, hipertensi mencetuskan hilangnya fungsi ginjal dan terjadi insufisiensi ginjal.

Pada organ mata terjadi pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk

mengakibatkan neuropati perifer dengan gejala antara lain : kesemutan, parastesia, baal,

penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan sirkulasi

ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan luka karena kurangnya O2 dan

ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren.

DM Tipe II (NIDDM) terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang

secara normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat

terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa

dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

jaringan.

D. MANIFESTASI KLINIS

Berikut adalah beberapa tanda dan gejala diabetes yang khas dan yang perlu harus di

waspadai, antara lain :

 Sering merasa kehausan

 Cepat merasa lapar

 Buang air kecil yang sering, khususnya malam hari

 Luka yang lambat pulih

 Berat badan menurun secara drastis tanpa sebab yang jelas

 Lemas, lesu, dan tidak bertenaga

 Pandangan buram

 Rasa sakit atau mati rasa pada kaki dan tangan

 Mudah terkena infeksi, entah itu di kulit, gusi dan mulut, atau di area genital

 Gatal di area selangkangan atau area genital

 Kulit menghitam, terutama di bagian lipatan ketiak, leher, dan selangkangan

E. FAKTOR RESIKO

Adapun faktor resiko pada diabetes mellitus, yaitu :

a. Riwayat keluarga

Diabetes tipe 2 merupakan penyakit yang bersifat turun-temurun, artinya dapat

diwariskan. Apabila terdapat anggota keluarga yang (pernah) mengidap, memiliki peluang

lebih besar untuk mengembangkan penyakit ini.

b. Usia
Risiko dari diabetes tipe 2 meningkat seiring bertambah umur, khususnya setelah umur

45 tahun. Hal ini mungkin karena orang-orang di usia ini cenderung kurang bergerak,

kehilangan massa otot, dan menambah berat badan seiring bertambahnya umur.

c. Berat badan

Memiliki kelebihan berat badan merupakan faktor risiko utama untuk diabetes, hal ini

terjadi karena semakin tebal jaringan lemak, sel-sel semakin kebal juga terhadap insulin

dan selain itu, jika tubuh menyimpan lemak pada bagian perut, risiko Anda lebih besar

mengalami diabetes tipe 2 dibanding jika tubuh Anda menyimpan lemak di bagian lain,

seperti pinggul dan paha.

d. Gaya hidup

Pola perilaku minim aktivitas fisik atau gerakan fisik, aktivitas fisik membantu

mengontrol berat badan, menggunakan glukosa sebagai energi, dan membuat sel-sel

semakin sensitif terhadap insulin, maka dari itu, semakin Anda pasif, semakin besar risiko

Anda mengalami diabetes tipe 2.

e. Obat-obatan

Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan juga

bisa memengaruhi kadar gula dalam darah, yang pada akhirnya menyebabkan penyakit

diabetes. Jika sudah terkena diabetes atau berisiko tinggi akan mengalaminya.

Penggunaan obat steroid, statin, diuretik, dan beta-blocker merupakan beberapa jenis

obat yang diketahui dapat memengaruhi kadar gula dalam darah.

F. KLASIFIKASI

Berdasarkan tipe, Diabetes Melitus terbagi atas 2 tipe yaitu :

1. DM Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)


 Disebut juga Juvenile Diabetes, berkembang pada masa kanak-kanak dan

sebelum usia 30 tahun

 Memerlukan therapi insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi

insulin atau produksinya sangat sedikit.

2. DM Tipe II : Non Insulin Independent Diabetes Melitus (NIDDM)

 Biasanya terjadi di atas usia 35 tahun ke atas

 Terjadi resistensi terhadap kerja insulin normal karena interaksi insulin

dengan reseptor. Insulin pada sel kurang efektif sehingga glukosa tidak

dapat masuk sel dan berkurangnya produksi insulin relatif.

G. PATHWAY

Sumber :
H. KOMPLIKASI

 DM Tipe I

 DKA (Diabetik Ketoasidosis) : gangguan metabolik yang berat, ditandai dengan

adanya hiperglikemia, hiperosmolaritas dan asidosis metabolik terjadi akibat

lipolisis yang hasil metabolisme akhirnya adalah badan keton.

 DM Tipe II :

 HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)

Terjadi jika asupan cairan kurang dan dehidrasi, memungkinkan resiko

terjadinya koma. Dehidrasi terjadi akibat hiperglikemia, sehingga cairan intrasel

berpindah dan ke ekstrasel. Juga karena diuresis osmotik (konsentrasi glukosa

darah melebihi ambang ginjal) dapat terjadi kehilangan cairan dan elektrolit

dalam jumlah yang besar.

a. Perubahan makrovaskuler

Penderita diabetes dapat mengakibatkan perubahan aterosklerosis pada arteri-arteri

besar. Penderita NIDDM mengalami perubahan makrovaskuler lebih sering

daripada penderita IDDM. Insulin memainkan peranan utama dalam metabolisme

lemak dan lipid. Selain itu, diabetes dianggap memberikan peranan sebagai faktor

dalam timbulnya hipertensi yang dapat mempercepat aterosklerosis. Pengecilan

lumen pembuluh darah besar membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan-

jaringan dan dapat menyebabkan ischemia jaringan, dengan akibatnya timbul berupa

penyakit cerebro vascular, penyakit arteri koroner, stenosis arteri renalis dan

penyakit-penyakit vascular perifer.

b. Perubahan mikrovaskuler
Ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran basal pembuluh kapiler, sering

terjadi pada penderita IDDM dan bertanggung jawab dalam terjadinya neuropati,

retinopati diabetik.

1. Nefropati

Salah satu akibat dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan struktur dan

fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah pyelonefritis, lesi-lesi

glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang ditandai dengan adanya

proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya penyakit.

2. Neuropati

Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem syaraf otonom,

medula spinalis atau sistim saraf pusat. Neuropati sensorik/neuropati perifer.

Lebih sering mengenai ekstremitas bawah dengan gejala parastesia (rasa

tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa terbakar terutama pada malam

hari, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran terhadap postur serta gerakan

tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang berhubungan dengan tubuh)

dan penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya

berjalan yang terhuyung-huyung, penurunan sensibilitas nyeri dan suhu

membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi

pada kaki tanpa diketahui.

3. Retinopati diabetic

Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain

retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang

diakibatkan hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan

pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.


I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang diabetes mellitus berupa pemeriksaan laboratorium, yaitu :

1. Pemeriksaan gula darah

Diabetes mellitus didiagnosa berdasarkan nilai kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dL

atau kadar gula darah puasa di atas 126 mg/dL.

2. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)

Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan mengukur kadar gula darah puasa. Pasien

kemudian diberikan larutan glukosa oral 75 gram dan kembali diukur kadar gula darahnya

2 jam setelah meminum larutan glukosa tersebut. Pada diabetes gestasional, pengukuran

juga dilakukan pada 1 jam pasca meminum larutan glukosa.

3. Hemoglobin A1C (HBA1C)

HbA1C merupakan pengukuran gold standard terhadap kontrol diabetes dalam

keberhasilan tata laksana diabetes.

J. PENATALAKSANAAN

Adapun penatalaksaan pada diabetes mellitus, antara lain :

 Terapi Farmakologi

- Metformin

Metformin merupakan obat anti diabetes oral golongan biguanide yang

digunakan sebagai terapi lini pertama untuk diabetes mellitus tipe 2. Hal ini

disebabkan oleh risiko efek sampingnya yang jauh lebih minim dibandingkan

obat antidiabetes lainnya

- Sulfonylurea

Obat golongan sulfonilurea seperti glibenclamide, glipizide, dan glimepiride dapat

digunakan sebagai terapi diabetes mellitus tipe 2. Generasi kedua obat golongan
sulfonilurea ini dikonsumsi sekali sehari dan dapat dikombinasi dengan obat anti

diabetes oral lainnya atau insulin

- Insulin

 Terapi Nonfarmakologi

- Perubahan gaya hidup

- Diet

K. ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian

a. Biodata : Meliputi identitas pasien dan identitas keluarga.

b. Riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan saat ini : Umumnya klien mengalami nyeri sendi.

- Diagnose medis :

- Tindakan pemberian nutrisi saat ini :

- Tindakan pemberian cairan saat ini :

- Tindakan pemberian obat – obatan saat ini :

- Tindakan kebutuhan radiologi :

b) Riwayat kesehatan keluarga : Apakah ada anggota keluarga yg mengalami

penyakit yang sama seperti di derita oleh klien.

c) Riwayat kesehatan dahulu : Apakah sebelumnya klien pernah mengalami

riwayat penyakit yang sama.

d) Riwayat sosial :

e) Pengkajian kebutuhan dasar :

- Kebutuhan cairan saat ini

- Kebutuhan nutrisi saat ini


- Kebutuhan pola tidur

- Kebutuhan aktivitas

g). Pengkajian pola kesehatan

- Pola pemeliharaan kesehatan :

- Pola pemenuhan nutrisi

- pola pemenuhan aktivitas selama ini :

- Pola tidur dan istirahat selama ini :

II. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum : Lemah

2. Kesadaran : Koma, apatis, samnolen, dan (tergantung dari kesadaran pasien).

3. TTV : Biasanya terjadinya peningkatan dan penurunan dalam pemeriksaan tanda-

tanda vital.

a. Kepala : Simetris, atau asimetris

b. Wajah : Simetris, atau asimetris

c. Mata : Simetris, konjugtiva anemis

d. Mulut : Simetris, ada lesi dan adanya perubahan

e. Leher : Simetris, tidak ada lesi/jaringan parut

f. Paru : Pernafasan normal / abnormal tergantung kondisi pasien

g. Jantung : Irreguler, ketika di palpasi teraba lemah

h. Abdomen : Bentuk cembung,flat, atau simetris

i. Genetalia : Bentuk normal, tidak ada lesi/jaringan parut, terjadi perdarahan

kadang terdapat inkontinensia atau retensio urine

j. Ekstremitas : Asimetris / simetris, kelemahan kekuatan otot


k. Kulit : Terjadi kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan

cairan maka turgor kulit akan terjadi perubahan bentuk.

4. Pemeriksaan diagnostic :

5. Informasi lain

6. Prioritas masalah :

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

b. Resiko ketidakseimbangan volume cairan

c. Nyeri akut

7. Diagnosa keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC : Menejemen Nutrisi
Setelah dilakukan tindakan  Kaji adanya alergi makanan
kurang dari kebutuhan tubuh
asuhan keperawatan 1x 24  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
jam masalah nutrisi kurang menentukan jumlah kalori dan nutrisi
dari kebutuhan tubuh untuk pasien
dapat teratasi dengan  Anjurkan klien untuk meningkatkan
kriteria hasil: intake FE
1. Adanya
 Anjurkan klien untuk meningkatkan
peningkatan berat
protein dan vitamin
badan sesuai
 Yakinkan diet yang dimakan
dengan tujuan
mengandung tinggi serat untuk
2. Berat badan ideal
mencegah konstipasi
sesuai dengan
 Monitor jumlah nutrisi dan
tujuan
kandungan kalori
3. Mampu
 Berikan informasi tentang kebutuhan
mengidentifikasi
nutrisi
kebutuhan nutrisi
4. Menunjukan  Kaji kemampuan pasien untuk
peningkatan fungsi mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
pengecapan dan
menelan
5. Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Resiko ketidakseimbangan NOC NIC : Menejemen Cairan
volume cairan Setelah dilakukan tindakan  Kolaborasi pemberian cairan IV
asuhan keperawatan 1x 24  Monitor status nutrisi
jam diharapkan  Pertahankan catatan intake dan output
kekurangan volume cairan yang akurat
dapat teratasi dengan
 Monitor status dehidrasi
kriteria hasil:
 Monitor vital sign
1. Mempertahankan
 Persiapan untuk transfuse
urine output sesuai
 Dorong masukan oral
dengan usia dan
BB, BJ urine
normal, HT
normal
2. Tekanan darah,
nadi, suhu tubuh
dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-
tanda dehidrasi
elastisitas tugor
kulit baik,
membrane mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Nyeri Akut NOC NIC : Menejemen Nyeri
Setelah dilakukan tindakan  Lakukan pengkajian nyeri secara
asuhan keperawatan 1x 24 komprehensif (lokasi, karakteristi,
jam diharapkan nyeri frekuensi, faktor prepitasi)
hilang dengan kriteria hasil:  Observasi reaksi non verbal dari
1. Mengenal kapan ketidaknyamanan
nyeri terjadi  Control lingkungan yang dapat
2. Melaporkan nyeri mempengaruhi nyeri
yang terkontrol
 Kurangi faktor prepitasi
3. Mengenali apa
 Ajarkan teknik non farmakologi
yang terkait dengan
 Dukung istrahat/ tidur yang adekuat
gejala nyeri
untuk membantu menurunkan nyeri
4. Menggunakan
analgesic yang
direkomendasikan
5. Menggambarkan
faktor penyebab
DAFTAR PUSTAKA

 Arisman, 2011. Diabetes Mellitus : Dalam Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas dan Diabetes

Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC

 Hesti, T. 2012. Stres Pada Penyakit Terhadap Kejadian Komplikasi Hipertensi pada Pasien

Hipertensi.

 Askandar T. (2011). Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes Panduan Lengkap Pola

Makan Untuk Penderita Diabetes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

 Maghfirah, S. (2013). Optimisme dan Stres pada Pasien Diabetes Melitus. Jurnal Florence,

1(2)

 Amelya, Y.2008. Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus yang Rawat Inap di Rumah Sakit

Tembakau Deli Medan Tahun 2002-2006.

 Noer. 1996. Gambaran Klinis Diabetes Melitus, Dalam : Sarwono W, editor. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta : FKUI; 1996.

 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), 2011. Konsensus Pengendalian dan

Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta.

 Permana, Hikmat, 2009. Komplikasi Kronik dan Penyakit Penyerta Pada diabetes.

Anda mungkin juga menyukai

  • Sap Chronic Kidney Desease
    Sap Chronic Kidney Desease
    Dokumen11 halaman
    Sap Chronic Kidney Desease
    Yully Driantysholiva
    Belum ada peringkat
  • Pentingnya Mencuci Tangan
    Pentingnya Mencuci Tangan
    Dokumen9 halaman
    Pentingnya Mencuci Tangan
    Rizky Vhaganza
    Belum ada peringkat
  • LP Epilepsi
    LP Epilepsi
    Dokumen12 halaman
    LP Epilepsi
    Yully Driantysholiva
    Belum ada peringkat
  • Pentingnya Mencuci Tangan
    Pentingnya Mencuci Tangan
    Dokumen9 halaman
    Pentingnya Mencuci Tangan
    Rizky Vhaganza
    Belum ada peringkat
  • LP Menkris
    LP Menkris
    Dokumen9 halaman
    LP Menkris
    Yully Driantysholiva
    Belum ada peringkat
  • LP Hipoglikemia
    LP Hipoglikemia
    Dokumen12 halaman
    LP Hipoglikemia
    Yully Driantysholiva
    Belum ada peringkat
  • LP Cva Ich
    LP Cva Ich
    Dokumen13 halaman
    LP Cva Ich
    Yully Driantysholiva
    Belum ada peringkat
  • LP PLASENTA PREVIA
    LP PLASENTA PREVIA
    Dokumen15 halaman
    LP PLASENTA PREVIA
    Yully Driantysholiva
    Belum ada peringkat
  • LP Fraktur
    LP Fraktur
    Dokumen14 halaman
    LP Fraktur
    Yully Driantysholiva
    Belum ada peringkat
  • LP Fraktur
    LP Fraktur
    Dokumen14 halaman
    LP Fraktur
    Yully Driantysholiva
    Belum ada peringkat
  • LP PLASENTA PREVIA
    LP PLASENTA PREVIA
    Dokumen15 halaman
    LP PLASENTA PREVIA
    Yully Driantysholiva
    Belum ada peringkat
  • LP HEPATOMA
    LP HEPATOMA
    Dokumen19 halaman
    LP HEPATOMA
    Yully Driantysholiva
    Belum ada peringkat
  • LP HEPATOMA
    LP HEPATOMA
    Dokumen19 halaman
    LP HEPATOMA
    Yully Driantysholiva
    Belum ada peringkat
  • LP HEPATOMA
    LP HEPATOMA
    Dokumen19 halaman
    LP HEPATOMA
    Yully Driantysholiva
    Belum ada peringkat
  • LP Ruptur Uteri
    LP Ruptur Uteri
    Dokumen13 halaman
    LP Ruptur Uteri
    Yully Driantysholiva
    Belum ada peringkat