Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN


DENGAN METODE PEER GROUP DISCUSSION TERHADAP
PENINGKATAN PENGETAHUAN SEKS PRANIKAH PADA REMAJA
DI SMA X LAMONGAN

PENELITIAN QUASY EXPERIMENTAL

Oleh:
ACHMAD UBAIDILLAH MUGHNI
131611133128

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................... i
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan..............................................................................................................3
1.4 Manfaat............................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
2.1 Remaja.............................................................................................................5
2.2 Seks Pranikah..................................................................................................7
2.3 Pendidikan Kesehatan.....................................................................................12
2.4 Peer Group Discussion....................................................................................15
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS...................................30
3.1 Kerangka Konsep............................................................................................30
3.2 Hipotesis..........................................................................................................31
BAB 4 METODELOGI PENELITIAN................................................................32
4.1 Desain penelitian ............................................................................................32
4.2 Populasi, sampel. dan teknik sampel ..............................................................32
4.3 Variabel Penelitian dan definisi operasional ...................................................34
4.4 Alat dan bahan penelitian ...............................................................................35
4.5 Instrumen penelitian........................................................................................36
4.6 Lokasi dan waktu penelitian............................................................................37
4.7 Prosedur Pengumpulan Data...........................................................................39
4.8 Pengolahan data ..............................................................................................39
4.9 Kerangka operasional .....................................................................................40
4.10 Masalah etik ..................................................................................................42
4.11 Keterbatasan masalah ...................................................................................42
Daftar Pustaka.......................................................................................................43
Lampiran ...............................................................................................................45

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan salah satu masa yang dilewati dalam setiap
perkembangan individu. Masa perkembangan remaja adalah periode dalam
perkembangan individu yang merupakan masa mencapai kematangan mental,
emosional, sosial, fisik dan pola peralihan dari masa kanak-kanak menuju
dewasa (Hurlock,1991; Malahayati 2010). Masa termasuk pada tahapan
kelima dalam fase perkembangan individu, rentang waktunya adalah 13-21
tahun untuk remaja putri dan 14-21 tahun untuk remaja putra dan salah satu
karakteristik remaja adalah mulai memasuki hubungan teman sebaya (peer
group), menurut Santrock (2007). Salah satu tugas perkembangan masa
remaja yang tersulit adalah berhubungan dengan penyesuaian sosial, hal
tersebut dikarenakan oleh kuatnya pengaruh kelompok sebaya disebabkan
remaja lebih banyak di luar rumah bersama teman-teman sebaya.

Laporan Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI)


dimana remaja 15–24 tahun yang mengaku pernah melakukan hubungan
seksual pranikah mengalami peningkatan yaitu sebesar 6,4% pada tahun 2007
menjadi 8,3% pada tahun 2012. Jika dicermati maraknya tindakan asusila dan
pergaulan bebas di beberapa kelompok pelajar disebabkan oleh berbagai
faktor. Salah satu faktor penyebab utamanya yaitu minimnya pengetahuan
seks. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan seksual memang
sangat mempengaruhi perilaku seks remaja. Karena pengetahuan yang kurang
mengenai seks dapat membuat remaja menjadi semakin penasaran bahkan
cenderung mencoba sendiri.

Pendidikan seks merupakan suatu informasi tentang seksualitas yang


meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah
laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan
kemasyarakatan. Perilaku seks pranikah adalah hubungan seks antara pria dan
wanita meskipun tanpa adanya ikatan selama ada ketertarikan secara fisik
(Nevid dkk. 1995 dalam Dianawati 2003).

Seks pranikah kini telah telah banyak terjadi pada kelompok pelajar
serta merupakan bagian dari budaya yang ada di masyarakat. Kurangnya
pengetahuan tentang resiko hubungan seks pranikah serta permasalahan yang
dihadapi setelah pelaksanaan aborsi mendorong remaja tetap melaksanakan
hubungan seksual pra nikah. Atas dasar fenomena tersebut, segala peraturan
dan tindakan hukum telah dilakukan. Akan tetapi masih saja sulit untuk
diatasi dan belum ditemukan solusi yang terbaik. Melalui peer group atau
kelompok sebaya, remaja dapat memenuhi kebutuhan pribadinya, saling
menghargai, menyediakan informasi, menaikkan harga diri dan memberi
mereka suatu identitas (Santrock,2003). Kuatnya pengaruh kelompok sebaya
(peer group) dikarenakan remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama
dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, oleh karena itu metode
diskusi kelompok (group discussion) dianggap lebih efektif digunakan dalam
proses pembelajaran. Oleh karena itu penelitih tertarik untuk menelitih
pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode peer group discussion
terhadap peningkatan pengetahuan seks pranikah pada remaja.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode metode


peer group discussion terhadap perilaku seks pranikah pada remaja?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Menjelaskan pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode peer


group discussion terhadap perilaku seks pranikah pada remaja di SMA
X Lamongan

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi perilaku seks pranikah di SMA X Lamongan.


2. Menjelaskan pengaruh promosi kesehatan dengan metode peer
group discussion terhadap peningkatan pengetahuan seks pranikah
pada remaja SMA X Lamongan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Penelitian ini dapat menjelaskan pengaruh metode peer group


discussion pada remaja terhadap peningkatan pengetahuan seks pra
nikah.

1.4.2 Praktis

1) Sebagai bahan promosi kesehatan seks pra nikah pada remaja.

2) Sebagai masukan atau informasi dalam upaya penanganan perilaku


seks pranikah pada remaja menggunakan pendidikan kesehatan
dengan metode peer group discussion.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat


penting, yang diawali dengan pematangan fisik (seksual) sehingga mampu
bereproduksi. Masa perkembangan remaja adalah periode dalam
perkembangan individu yang merupakan masa mencapai kematangan mental,
emosional, sosial, fisik dan pola peralihan dari masa kanak-kanak menuju
dewasa (Hurlock,1991; Malahayati 2010). Masa remaja termasuk pada
tahapan kelima dalam fase perkembangan individu, rentang waktunya adalah
13-21 tahun untuk remaja putri dan 14-21 tahun untuk remaja putra dan salah
satu ciri utama pada remaja ditandai dengan adanya perbagai perubahan.
Perubahan – perubahan tersebut antara lain adalah perubahan fisik, perubahan
emosi, perubahan sosial, perubahan moral. (Proverawati, 2010). Perubahan
fisik remaja meliputi kematangan seksual misalnya, mendorong gairah
seksual yang luar biasa yang sering tidak terkendalikan sehingga banyaknya
remaja yang melakukan seks diluar nikah.

2.1.1 Fase perkembangan remaja


Perkembangan seksual remaja terjadi pada masa pubertas ditandai
dengan adanya pertumbuhan dan perkembangan secara fisik dan psikososial.
Perkembangan fisik remaja meliputi perubahan ukuran, bentuk, dan
kematangan fungsinya. Perkembangan psikososial pada masa remaja meliputi
(Soetjiningsih, 2004):
a. Bersikap tidak tergantung pada orang tua
b. Mengembangkan keterampilan bersama teman kelompoknya
c. Mulai mempelajari prinsip-prinsip etika
d. Menunjukan kemampuan intelektualnya
e. Memiliki tanggung jawab pribadi dan sosial
Remaja dibagi dalam beberapa tahapan berdasarkan kematangan fisik,
psikososial, dan seksualnya yaitu (Sekarrini, 2012):
1. Remaja awal
Usia remaja awal berkisar antara 11-13 tahun. Pada masa
ini, remaja perempuan seringkali memiliki perkembangan yang
matang lebih cepat dibanding laki-laki. Beberapa hal yang dilakukan
remaja usia pra yaitu senang melakukan kegiatan dengan teman jenis
kelamin yang sama, mulai menyenangi kesendirian, pemalu,
menyukai eksperimen dengan dirinya sendiri, serta memiliki
kecemasan tersendiri terhadap kondisi tubuhnya yang mengalami
perkembangan (Sekarrini, 2012). Pada usia ini, perubahan fisik remaja
mulai matang dan berkembang. Remaja sudah mulai mencoba
melakukan onani karena telah terangsang secara seksual akibat
pematangan yang dialami. Rangsangan yang dialami remaja pada
masa ini disebabkan oleh faktor internal yaitu meningkatnya kadar
testoteron pada laki-laki dan estrogen pada wanita. Seringkali akibat
yang ditimbulkan dari perilaku tersebut adalah perasaan kecewa dan
berdosa (Soetjiningsih, 2004).
2. Remaja tengah
Usia pada masa remaja tengah berkisar antara 14-16 tahun
(Sekarrini, 2012). Pada masa ini, gairah seksual remaja sudah
mencapai puncak, sehingga memiliki kecenderungan dalam
melakukan sentuhan fisik. Seringkali remaja pada usia ini melakukan
perilaku hubungan seksual serta memiliki sikap tidak bertanggung
jawab terhadap perilaku tersebut (Soetjiningsih, 2004).
3. Remaja akhir
Remaja akhir berkisar antara 17-21 tahun (Sekarrini, 2012).
Perkembangan fisik yang dialami remaja akhir sudah secara penuh
seperti orang dewasa (Soetjiningsih, 2004). Pada masa ini, remaja
sudah mulai berpikir untuk melakukan hubungan yang lebih serius
serta mampu mengembangkan cinta yang disertai kasih sayang.
Adanya penundaan perkawinan pada usia ini akan mendorong remaja
melakukan hubungan seks pranikah (Sekarrini, 2012).

2.2 Seks Pra Nikah

Crooks & Carla dalam skripsi Daryanto mendefinisikan hubungan


seksual pranikah sebagai hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang pria
dan wanita yang terjadi sebelum ada ikatan resmi (pernikahan) atau dalam
istilah asing disebut premarital heterosexual intercourse. Seks pranikah
adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenisnya maupun sesama jenisnya. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa
bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku
berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang
lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku itu
tidak berdampak apa-apa, terutama jika ada akibat fisik atau sosial yang dapat
ditimbulkan (Sarwono, 2002 : 29).

Gambar 2.2 : Alur pikir

Menurut Santrock dalam Sarwono (2011), alasan-alasan mengapa


remaja berhubungan seks antara lain: dipaksa, merasa sudah siap, butuh
dicintai, dan takut diejek teman karena masih gadis atau perjaka. Menurut
Seotjiningsih (2006) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku seks pranikah remaja adalah hubungan orangtua – remaja yang
buruk, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama
(religiusitas), dan terpapar media pornografi. Proses perkembangan pola
tingkah laku remaja secara tidak langsung berhubungan dengan peran
orangtua dalam memberikan dasar pendidikan agama, budi pekerti/sopan
santun, kasih sayang, rasa aman dan membiasakan remaja selalu mematuhi
peraturan yang ada di lingkungannya (Hurlock, 2007).

Perilaku seks pranikah merupakan bagian dari penyimpangan perilaku


karena suatu tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial yang ada
dalam masyarakat.

2.3 Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2011) pendidikan kesehatan adalah suatu


penerapan konsep pendidikan dalam bidang kesehatan. Konsep pendidikan
kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang
kesehatan. Commite on health education and promotion terminology
mendefinisikan pendidikan kesehatan sebagai kombinasi dari beberapa hal
sebagai pengalaman pembelajaran terencana yang didasarkan pada teori-teori
yang membekali individu, kelompok dan masyarakat dengan peluang-peluang
untuk mendapatkan informasi dan keterampilan guna membuat keputusan
yang bermutu (Mc Kenzie, 2006).

2.4 Peer Group Discussion

Peer Group Discussion adalah metode diskusi kelompok yang


beranggotakan remaja dengan tingkat umur, kebutuhan, dan tujuan yang sama
untuk memperkuat kelompok tersebut (Putri, 2010). Group discussion atau
diskusi kelompok adalah salah satu metode pendidikan dimana semua orang
dapat bebas berpartisispasi dalam sebuah diskusi (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Aristiana (2010) ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari


metode Peer Group Discussion, beberapa kelebihan diantaranya adalah :

1. Memungkinkan saling menemukan pendapat

2. Merupakan pendekatan yang demokrasi


3. Mendorong rasa persatuan

4. Memperluas pandangan atau pengetahuan

5. Menghayati kepemimpinan bersama

6. Membantu mengembangkan kepemimpinan

7. Memperoleh pandangan dari berbagai macam orang

kekurangan apabila diterapkan pada remaja adalah :

1. Tidak dapat di terapkan pada kelompok yang besar

2. Peserta memperoleh informasi yang terbatas

3. Diskusi dapat berlarut-larut

4. Membutuhkan pemimpin diskusi yang terampil agar tidak menyimpang


dari topik pembicaraan

5. Kemungkinan diskusi didominasi oleh remaja yang pandai bicara

2.4.1 Prinsip peer group discussion

Prinsip dalam Peer Group Discussion meliputi (Nurmalasari,


2013):

1. Anggota kelompok terdiri dari 6-7 orang, saling mengenal,


dengan usia relatif sama, memiliki kebutuhan dan tujuan yang
sama, serta dibentuk secara sengaja maupun sudah ada
sebelumnya.
2. Terdapat satu orang ketua yang dipilih berdasarkan kesepakatan
bersama.
3. Ketua kelompok yang telah dipilih sebelumnya bertugas
mengatur jalannya diskusi, memberikan pancingan pertanyaan
agar semua anggota memiliki kesempatan yang sama dalam
menyampaikan pendapatnya.
4. Semua anggota kelompok duduk berhadap-hadapan, begitu juga
dengan ketua kelompok agar semua anggota merasa memiliki
taraf yang sama agar dapat memiliki kebebasan dalam
menyampaikan pendapatnya masing-masing.
5. Ketua kelompok akan menyampaikan kesimpulan terkait jawaban
kasus yang telah dibahas bersama.
6. Peran fasilitator sebagai pengatur jalannya diskusi agar sesuai
dengan tujuan yang telah disepakati.
2.4.2 Teknik peer group discussion
Teknik pelaksanaan peer group discussion meliputi (Nurmalasari,
2013):

1. Pembentukan kelompok
a. Kelompok remaja terdiri dari 6-7 siswa
b. Memilih pemimpin kelompok dalam memimpin jalannya
diskusi
c. Setiap kelompok membahas topik yang sama
d. Setiap kelompok merumuskan hal-hal yang akan
didiskusikan
e. Setiap kelompok membahas bahan diskusi masing-masing
f. Fasilitator mengambil kesimpulan dari semua hasil diskusi
2. Diskusi kelompok dilaksanakan 2-3 kali sesuai topik yang dibahas
3. Peserta berperan sesuai diri sendiri dalam mengungkapkan
pendapatnya secara sejajar
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL dan HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Predisposing
Factors :
Sikap

Pengetahuan
Peer Group
Presepsi Discussion

Kebiasaan

Enabling
Factors :
Pendidikan
Perilaku Pengetahuan
UKS
Lingkungan
Fasilitas
kesehatan
Reinforcing
Factors :
Pendidikan
Kebijakan Kesehatan
sekolah
Peran petugas
kesehatan
Lingkungan
social
Keluarga
Gambar 3.1 : kerangka konseptual berdasarkan teori Laurance Green
(1980)

Berdasarkan teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2012)


menyatakan bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
Predisposing factor yang terdiri dari pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi
dan nilai. Enabling factor yang terdiri dari ketersediaan sumber atau fasilitas
dan pendidikan kesehatan, dan Reinforcing factor yang terdiri dari peran
keluarga, sikap dan perilaku petugas kesehatan, lingkungan sosial serta
kebijakan dari sekolah. Ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi perilaku
(pengetahuan, sikap dan tindakan) remaja terhadap perilaku hidup yang sehat
namun saat ini remaja merokok akibat faktor perilaku menyimpang yang
mengakitbatkan kenakalan remaja dan lingkungan sekitarnya yang sangat
berperan, yakni teman sebaya (peer group) karena sebagian besar waktu
remaja dihabiskan bersama kelompok teman sebaya (peer group) (Hurlock,
2007).

Dalam penelitian ini, peer group adalah kelompok kecil yang


anggotanya 6-7 orang, sudah saling mengenal, mempunyai umur yang relatif
sama, mempunyai kebutuhan dan tujuan yang sama, dan dibentuk secara
sengaja untuk mengikuti pendidikan kesehatan dengan metode peer group
discussion. Metode ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang
perilaku merokok, mereka diberikan pendidikan kesehatan dengan metode
peer group discussion. Metode ini merupakan pengembangan dari group
discussion dengan peserta peer group remaja (Putri, 2009).

Dalam peer group yang dimilikinya, remaja akan merasa lebih nyaman
dalam menerima pendidikan kesehatan dan secara tidak langsung akan lebih
leluasa dan terbuka untuk mengeluarkan pendapat. Adanya proses diskusi
yang dapat membuat dan memberikan tambahan pengalaman serta
pengetahuan remaja
3.2 Hipotesis Penelitian

H1: Ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode metode peer group
discussion terhadap perilaku seks pranikah siswa di SMA X Lamongan

H1: Ada pengaruh peer group discussion terhadap pengetahuan siswa tentang
perilaku seks pranikah di SMA X Lamongan

BAB 4

METODELOGI PENELITIHAN

4.1 Desain Penelitihan


Desain penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam
mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data
dan digunakan untuk mengidentifikasi struktur dimana penelitian
dilaksanakan (Nursalam, 2014). Desain penelitian yang digunakan peneliti
adalah Quasy-Experiment dengan dua kelompok pre-post test control desing..
Rancangan penelitian ini membahas kelompok kontrol disamping kelompok
penyelenggara (Nursalam, 2013). Kelompok perawatan akan diberikan
intervensi dengan diskusi kelompok sebaya sedangkan kelompok kontrol
tidak diberikan intervensi tersebut. Pada penelitian ini, kedua kelompok akan
diberikan pre test di awal dan setelah kelompok diberikan intervensi kedua
kelompok akan dilakukan post test (Salim, 2014)

4.2 Populasi, Sampel dan Teknik Sampel


4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian merupakan suatu subjek berupa
(manusia dan klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
(Nursalam, 2013). Populasi target yang digunakan peneliti adalah
pada remaja SMA X Lamongan Kelas VIII dengan jumlah
populasi 141 siswa yang terbagi dalam 4 kelas (kelas 8a, 8b, 8c,
dan 8d). Berdasarkan multistage random method diperoleh 2
kelas sebagai populasi terjangkau yaitu kelas 8a dan kelas 8d.
4.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi terjangkau yang


dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling
(Nursalam, 2013). Sampel yang digunakan peneliti dari populasi
terjangkau berdasarkan purposive sampling adalah kelas 11a dan
11d SMA X Lamongan dengan jumlah responden 50 siswa yang
terbagi dalam 27 kelompok perlakuan (kelas 11d) dan 23
kelompok kontrol (kelas 11a).

Besar sampel dalam penelitian ditentukan dalam kriteria


inklusi dan kriteria eksklusi (Salim, 2014).

Kriteria inklusi meliputi:

a. Remaja SMA X Lamongan dengan usia 17-18 tahun


b. Sehat jasmani dan rohani
c. Bersedia menjadi responden

Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan


subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari penilaian (Nursalam,
2008).
Rumus besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan Arikunto, (2010) adalah :

n = 10-15% x Jumlah Populasi (N) Keterangan:

N= Jumlah populasi

n= Jumlah sampel
4.2.3 Sampling
Merupakan proses menyeleksi dari populasi dan dapat
mewakili populasi yang ada. Sampling terdiri atas dua teknik
yaitu probability sampling dan nonprobability sampling
(Nursalam, 2013). Pada penelitian ini teknik sampling yang
digunakan adalah nonprobability sampling tipe purposive
sampling.
4.3 Identifikasi Masalah

4.3.1 Variabel independen

Variable independen merupakan variabel yang mempengaruhi variabel


lain (Nursalam, 2013). Metode peer group discussion merupakan variabel
independen penelitian ini.

4.3.2 Variabel dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang nilainya dipengaruhi


oleh variabel lain (Nursalam, 2103). Peningkatan pengetahuan dan
sikap remaja SMA X Lamongan merupakan variabel dependen
penelitian ini.
4.4 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan variabel yang didefinisikan secara
operasional berdasarkan karakteristik yang diamati dalam melakukan
pengukuran secara cermat terhadap suatu fenomena atau objek menggunakan
parameter yang jelas atau memberikan pengertian diperlukan untuk mengukur
variabel terhadap suatu variabel dan aktifitas yang tersebut (Nurmalasari,
2013).

Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor


Operasional
Independen Remaja Mendiskusikan Kuesioner Ordinal
Peer Group melakukan topik terkait
Discussion diskusi,bertukar Perilaku seks
pikiran dan bebas
informasi 1. Konsep
positif dengan perilaku seks
teman bebas
sebayanya 2. Faktor yang
yang dilakukan mempengaruhi
selama 2 perilaku seks
minggu dengan bebas
masing- masing 3. Akibat dari
pertemuan perilaku seks
selama 60 bebas
menit. 4. Upaya
pencegahan
Topik diskusi perilaku seks
yang akan dibahas bebas
meliputi:
Pertemuan
pertama:
a. Remaja
dan
Perilaku seks
bebas
b. Faktor
yang
mempengaru
hi remaja
melakukan
perilaku
seks bebas
Pertemuan
kedua:
a. Akibat
yang
ditimbulkan
dari
perilaku seks
bebas dan
pola
perilaku seks
bebas
b. Upaya
pencegahan
perilaku
seks bebas
Dependen: Hasil dari tahu Jawaban Kuisioner Ordinal Jawaban
Pengetahuan terhadap mengena bena
informasi yang i: r
diterima remaja 1. Pengert Skor
tentang ian seks :1
Pencegahan bebas Jaw
perilaku seks 2. Faktor aban
bebas yang sala
mempengaruh i h
remaja Skor
melakukan seks :0
bebas Tota
3. Akibat l
Perilaku Seks skor
bebas 76-
4. Pencega 100
han seks %:
bebas penget
ahuan
baik
56-75%
penget
ahuan
cukup
≤55%:
pengetahuan
baik

Sikap Penilaian pribadi Sikap Kuisioner Ordinal Untuk


remaja dalam remaja pernyataan
kesiapan mengenai: positif
melakukan a. Sikap SS: 4
perilaku positif positif atau S
yang negatif :
berhubungan remaja
positif yang terhadap 3
berhubungan perilaku T
dengan S
seks bebas
pencegahan :
b. Sikap
perilaku seks 2
remaja dalam
bebas STS: 1
upaya
pencegahan Untuk
perilaku seks pernyataan
bebas negatif
SS : 1
S:2
TS : 3
STS : 4
Negati
f
T<
mean
data
Positif
T≥
mean
data
(Azwa
r, 2003
dalam
Suryad
inata
2010)

4.5 Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan kepada subjek


yang diteliti serta proses pengumpulan dari karakteristik subjek yang
diperlukan dalam penelitian (Nursalam, 2013).

4.5.1 Instrumen

Instrumen penelitian merupakan alat ukur dalam penelitian yang


dikategorikan kedalam lima bagian yaitu: biofisiologis, observasi,
wawancara, kuisioner, dan skala (Nursalam 2013). Untuk mengukur
efektifitas dari metode peer group discussion terhadap remaja yang
merupakan variabel dependen pengetahuan dan sikap pada penelitian
ini, peneliti menggunakan kuisioner yang berpedoman pada peneltian
Hidayah (2013). Namun, untuk mengukur metode peer group
discussion peneliti menggunakan instrumen SAP yang berpedoman
pada Sudjana (2005) dan Malawi Institution of Education (2004).

4.5.2 Uji validitas dan reliabilitas

1. Validitas

Validitas merupakan suatu keandalan dan kesahihan alat ukur dalam


penelitian. Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya
suatu kuisioner penelitian. Kuisioner penelitian dikatakan valid jika
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Dua hal penting yang
harus dipertimbangkan peneliti dalam menentukan validitas suatu
instrumen yaitu: relevan isi, dan relevan cara pengukuran dan
sasaran subjek (Nursalam, 2013). Suatu item instrumen dianggap
valid jika lebih besar dari 0,3 atau dengan membandingkan dengan r
tabel. Jika r hitung > r tabel maka item kuisioner tersebut dianggap
valid.

2. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan keandalan atau kesamaan hasil pengukuran


atau pengamatan suatu fakta yang diamati berkali-kali dalam waktu
yang berlainan (Nursalam, 2013). Pernyataan reliabel atau handal
jika jawaban terhadap suatu pertanyaan adalah konsisten yang
dilakukan dengan metode cronbach alpha berdasarkan skala 0-1
(Sunyoto, 2010).

4.5.3 Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di SMA X Lamongan

4.5.4 Prosedur pengumpulan data

Dalam melakukan langkah-langkah pengumpulan data,


bergantung pada suatu rancangan penelitian serta teknik instrumen yang
digunakan peneliti (Burn dan Grove (1999) dalam Nursalam, 2013).
Terdapat lima tugas peneliti dalam pengumpulan data yaitu: memilih
subjek, mengumpulkan data secara konsisten, pertahankan
pengendalian dalam penelitian, menjaga integritas atau validitas dan
menyelesaikan masalah (Nursalam, 2013). Untuk memperoleh data
penelitian, terlebih dahulu peneliti mendapatkan surat pengantar dari
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga untuk diberikan ke SMA
X Lamongan sebagai surat izin untuk melakukan penelitian di sekolah
tersebut. Langkah awal yang dilakukan peneliti adalah menyeleksi
responden yang sudah ditentukan berdasarkan besar sampel yang
dibutuhkan kemudian meminta persetujuan responden untuk dilakukan
penelitian berupa informed consent. Kemudian responden dibagi dalam
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.

4.6 Keterbatasan Penelitihan


Keterbatasan merupakan suatu kelemahan atau hambatan dalam
penelitian (Salim, 2014). Beberapa hambatan yang dialami peneliti selama
penelitian meliputi:
1. Beberapa responden yang kurang kooperatif selama pengisian kuisioner
sehingga terdapat beberapa responden yang mengalami penurunan
pengetahuan dan sikap.
2. Waktu yang digunakan dalam penelitian adalah pada jam terakhir
sebelum pulang sehingga sebagian responden kurang fokus selama
pengisian kuisioner.
2. Kuisioner penelitian sudah dilakukan uji validitas, namun sebagian
kuisioner masih ada yang belum valid namun sudah direvisi tetapi belum
dilakukan uji validitas kembali. Hal ini disebabkan karena beberapa item
kuisioner tersebut masih dibutuhkan sebagai parameter atau alat ukur
dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Aini, L. N. (2017). Hubungan pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja di
RW V kelurahan Sidokare kecamatan Sidoarjo. Jurnal Keperawatan dan
Kebidanan, 6(1).
Daryanto, Tiffany. Hubungan antara Religius dengan Perilaku Seks Pranikah
pada Mahasiswa Indekost di Malang. (Skripsi, Malang: Universitas Negeri
Malang, 2009)
Dianawati ,anjen.(2003).Pendidikan dan Seks untuk Remaja.Jakarta :Kawan.
Pustaka.
Lestari, I. A. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seks
pranikah pada mahasiswa Unnes. Unnes Journal of Public Health, 3(4).
Pratama, E., Hayati, S., & Supriatin, E. (2014). Hubungan Pengetahuan Remaja
Tentang Pendidikan Seks dengan Perilaku Seks Pranikah pada Remaja di
SMA Z Kota Bandung. Jurnal Keperawatan BSI, 2(2).
Rahyani, K. Y., Utarini, A., Wilopo, S. A., & Hakimi, M. (2012). Perilaku seks
pranikah remaja. Kesmas: National Public Health Journal, 7(4), 180-185.
Sari, E. K., Ulfiana, E., & Rachmawati, P. D. (2019). Pengaruh pendidikan
kesehatan gosok gigi dengan metode permainan simulasi ular tangga
terhadap perubahan pengetahuan, sikap, dan aplikasi tindakan gosok gigi
anak usia sekolah di SD wilayah Paron Ngawi. Indonesian Journal of
Community Health Nursing, 1(1).
Suriani, H. (2015). Pengaruh Peer Group Terhadap Peningkatan Pengetahuan
Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal Ilmu Keperawatan, 3(1).
Nama : Achmad Ubaidillah Mughni

NIM : 131611133128

Mata Kuliah : Metodologi Keperawatan

Bidang Keilmuan : Keperawatan Komunitas

Kasus : Seks Pranikah

Masalah Penelitian :

Dukungan
Keluarga Transkultural
Nursing
Pergaulan
Budaya
Bebas

SEKS
PRANIKAH

Pengetahuan Lingkungan

Edukasi Dukungan
Keluarga
Keaslian Penelitian :

Jenis
No. Judul Karya Ilmiah & Penulis Variabel Hasil
Penelitian
1. Effects of Peer Educaton on peer training and Quasi- peer education was no
Attitudes toward organ attitudes toward experiment effetive in changing
Donation in Nursing Students organ donation al in a their attitudes
(Y.S. ording, B.A Soylemez, single
2018) group
2. HUBUNGAN POLA ASUH pola asuh orang tua analitik semakin tinggi tingkat
ORANG TUA DENGAN dan kenakalan Cross pola asuh orang tua
KENAKALAN REMAJA remaja. sectional. maka semakin positif
DI RW V KELURAHAN perikaku remaja
SIDOKARE KECAMATAN
SIDOARJO
(Luthfiah Nur Aini, 2017)
3. HUBUNGAN Pengetahuan dan kuantitatif perilaku seseorang
PENGETAHUAN REMAJA perilaku dengan disebabkan oleh
TENTANG model disposisi internal
PENDIDIKAN SEKS korelasi misalnya motif, sikap,
DENGAN PERILAKU SEKS juga
PRANIKAH PADA REMAJA pengetahuan. Karena
DI SMA Z KOTA BANDUNG perilaku yang baik itu
didasari oleh
(Egy Pratama&Sri Hayati&Eva pengetahuan yang baik
Supriatin, 2014) pula.
4. Pengaruh Peer Group Terhadap peer group dan quasi (peer group) sangat
Peningkatan kesehatan eksperimen berpengaruh terhadap
Pengetahuan Kesehatan reproduksi peningkatan
Reproduksi Remaja pengetahuan kesehatan
(Suriani&Hermansyah, 2015) reproduksi remaja
5. Perilaku Seks Pranikah Remaja inisiasi perilaku studi cross Inisiasi perilaku seks
(Komang Yuni Rahyani, Adi hubungan seks sec-tional pranikah mempengaruh
Utarini, Siswanto Agus Wilopo, pranikah remaja perilaku seks pranikah
Mohammad Hakimi, 2012) dan kuesioner pada remaja
berisi pertanyaan
tentang riwayat
komunikasi tentang
seks
6. FAKTOR-FAKTOR YANG ada 3 variabel yang Explanator tidak ada hubungan
BERHUBUNGAN DENGAN berhubungan y Research antara lingkungan
PERILAKU SEKS dengan perilaku tempat tinggal dengan
PRANIKAH PADA seks pranikah perilaku seks pranikah
MAHASISWA UNNES mahasiswa, yaitu ada hubungan antara
(Ika Ayu Lestari, Arulita Ika status tempat paparan pornografi
Fibriana, Galuh Nita tinggal, paparan dengan perilaku seks
Prameswari. 2014) pornografi, dan pranikah, tidak ada
peran teman sebaya hubungan antara peran
orang tua dengan
perilaku seks pranikah
ada hubungan antara
peran teman sebaya
dengan perilaku seks
pranikah

Anda mungkin juga menyukai