Anda di halaman 1dari 9

1. Apakah yang dimaksud dengan gangguan ansietas/kecemasan?

Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika
merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa
malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi.
Gangguan kecemasan adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran penting tentang
kecemasan yang berlebihan, disertai respons perilaku, emosional, dan fisiologis. Individu yang
mengalami gangguan kecemasan dapat memperlihatkan perilaku yang tidak lazim seperti panik
tanpa alasan, takut yang tidak beralasan terhadap objek atau kondisi kehidupan, melakukan tindakan
berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, mengalami kembali peristiwa yang traumatik, atau rasa
khawatir yang tidak dapat dijelaskan atau berlebihan.
(Menurut Jurnal Medula Unila Volume 5 Nomor 2 Agustus 2016 oleh Okta Diferiansyah
dkk)
Kecemasan mirip dengan rasa takut tapi dengan fokus kurang spesifik, sedangkan ketakutan
biasanya respon terhadap beberapa ancaman langsung, sedangkan kecemasan ditandai oleh
kekhawatiran tentang bahaya tidak terduga yang terletak di masa depan. Kecemasan merupakan
keadaan emosional negatif yang ditandai dengan adanya firasat dan somatik ketegangan, seperti hati
berdetak kencang, berkeringat, kesulitan bernapas.
Syamsu Yusuf (2009: 43) mengemukakan anxiety (cemas) merupakan ketidakberdayaan
neurotik, rasa tidak aman, tidak matang, dan kekurangmampuan dalam menghadapi tuntutan realitas
(lingkungan), kesulitan dan tekanan kehidupan sehari-hari. Dikuatkan oleh Kartini Kartono (1989:
120) bahwa cemas adalah bentuk ketidakberanian ditambah kerisauan terhadap hal-hal yang tidak
jelas. Senada dengan itu, Sarlito Wirawan Sarwono (2012: 251) menjelaskan kecemasan merupakan
takut yang tidak jelas objeknya dan tidak jelas pula alasannya.
Adapun ciri - ciri dari kecemasan :
1. Ciri-ciri fisik dari kecemasan, diantaranya: 1) kegelisahan, kegugupan, 2) tangan atau
anggota tubuh yang bergetar atau gemetar, 3) sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar dahi,
4) kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada, 5) banyak berkeringat, 6) telapak tangan yang
berkeringat, 7) pening atau pingsan, 8) mulut atau kerongkongan terasa kering, 9) sulit berbicara,
10) sulit bernafas, 11) bernafas pendek, 12) jantung yang berdebar keras atau berdetak kencang, 13)
suara yang bergetar, 14) jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin, 15) pusing, 16) merasa
lemas atau mati rasa, 17) sulit menelan, 18) kerongkongan merasa tersekat, 19) leher atau punggung
terasa kaku, 20) sensasi seperti tercekik atau tertahan, 21) tangan yang dingin dan lembab, 22)
terdapat gangguan sakit perut atau mual, 23) panas dingin, 24) sering buang air kecil, 25) wajah
terasa memerah, 26) diare, dan 27) merasa sensitif atau “mudah marah”
2. Ciri-ciri behavioral dari kecemasan, diantaranya: 1) perilaku menghindar, 2) perilaku
melekat dan dependen, dan 3) perilaku terguncang
3. Ciri-ciri kognitif dari kecemasan, diantaranya: 1) khawatir tentang sesuatu, 2) perasaan
terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, 3) keyakinan
bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas, 4) terpaku
pada sensasi ketubuhan, 5) sangat waspada terhadap sensasi ketubuhan, 6) merasa terancam oleh
orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian, 7) ketakutan
akan kehilangan kontrol, 8) ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, 9) berpikir
bahwa dunia mengalami keruntuhan, 10) berpikir bahwa semuanya tidak lagi bisa dikendalikan, 11)
berpikir bahwa semuanya terasa sangat membingungkan tanpa bisa diatasi, 12) khawatir terhadap
hal-hal yang sepele, 13) berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang-ulang, 14)
berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan, 15) pikiran terasa
bercampur aduk atau kebingungan, 16) tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu, 17)
berpikir akan segera mati, meskipun dokter tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis, 18)
khawatir akan ditinggal sendirian, dan 19) sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran
(Menurut Jurnal Konselor Volume 5 No 2 Tahun 2016 oleh Dona Fitri Annisa)

2. Gangguan mental apakah yang dialami oleh Tia? Apa alasannya?


Ada beberapa macam jenis gangguan mental, diantaranya adalah :
Dari sekian banyak jenis gangguan mental, beberapa yang paling sering terjadi adalah:
1. Depresi
Depresi merupakan gangguan suasana hati yang menyebabkan penderitanya terus-menerus merasa
sedih. Berbeda dengan kesedihan biasa yang berlangsung selama beberapa hari, perasaan sedih pada
depresi bisa berlangsung hingga berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
2. Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan mental yang menimbulkan keluhan halusinasi, delusi, serta kekacauan
berpikir dan berperilaku. Skizofrenia membuat penderitanya tidak bisa membedakan antara
kenyataan dengan pikirannya sendiri.
3. Gangguan kecemasan
Gangguan kecemasan merupakan gangguan mental yang membuat penderitanya merasa cemas dan
takut secara berlebihan dan terus menerus dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Penderita gangguan
kecemasan dapat mengalami serangan panik yang berlangsung lama dan sulit dikendalikan.
4. Gangguan bipolar
Gangguan bipolar adalah jenis gangguan mental yang ditandai dengan perubahan suasana hati.
Penderita gangguan bipolar dapat merasa sangat sedih dan putus asa dalam periode tertentu,
kemudian menjadi sangat senang dalam periode yang lain.
5. Gangguan tidur
Gangguan tidur merupakan perubahan pada pola tidur yang sampai mengganggu kesehatan dan
kualitas hidup penderitanya. Beberapa contoh gangguan tidur adalah sulit tidur (insomnia) dan sangat
mudah tertidur (narkolepsi).
dari skenario, dapat dilihat jika Tia terkena gangguan kecemasan dimana Tia merasa cemas
saat berada di ruang dokter gigi, ia melihat sekeliling ruangan dan kakaknya mengatakan bahwa ia
takut bertemu dengan orang baru. Seperti dikatakan dari ciri - ciri gangguan kecemasan adalah
kegelisahan yang berlebih, seperti yang dialami oleh Tia. Ia juga merasa khawatir terhadap hal - hal
sepele dan ia juga mempunyai keyakinan bahwa sesuatu yang akan mengerikan akan terjadi di masa
depan, sesuai dengan skenario dia merasa akan diejek atau dipermalukan di depan umum padahal
belum tentu hal itu akan terjadi.

Secara internasional, penggolongan gangguan jiwa mengacu pada DSM IV. DSM IV ini
dikembangkan oleh para expert dibidang psikistri di Amerika Serikat. DSM IV ini telah dipakai
secara luas terutama oleh para psikiater dalam menentukan diagnosa gangguan jiwa. Di indonesia
para ahli kesehatan jiwa menggunakan PPDGJ 3 sebagai acuan dalam menentukan diagnosa
gangguan jiwa. Secara umum gangguan jiwa dapat dibagi kedalam dua kelompok yaitu gangguan
jiwa ringan dan gangguan jiwa berat.
Yang termasuk kedalam gangguan jiwa ringan antara lain cemas, depresi, psikosomatis dan
kekerasan sedangkan yang termasuk kedalam gangguan jiwa berat seperti skizofrenia, manik
depresif dan psikotik lainnya. Menurut Hawari (2001), tanda dan gejala gangguan jiwa ringan
(cemas) adalah sebagai berikut:
• Perasan khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri dan mudah tersinggung
• Merasa tegang,tidak tenang, gelisah, mudahterkejut
• Takut sendirian,takut pada keramaian,dan banyak orang
• Gangguan pola tidur,mimpi-mimpi yang menegangkan
• Gangguan konsentrasi dan daya ingat
• Keluhan-keluhan somatik seperti rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging
(tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit
kepala.
Menurut saya, Tia mengalami gangguan jiwa ringan yaitu cemas dimana ia merasa cemas saat
berada di ruang dokter gigi karena ia akan merasa cemas jika bertemu dengan orang baru dan ia
juga mengatakan Bahwa ia berpikir jika ia berbuat kesalahan ia akan dipermalukan yang
merupakan ciri kecemasan dimana ia takut akan pikirannya sendiri.

Berdasarkan kriteria DSM-IV-TR, gangguan anxietas dibagi menjadi beberapa tipe


(Baldwin, et al., 2014), yaitu:
1. Generalized Anxiety Disorders (GAD) GAD merupakan perasaan cemas yang berat, menetap,
disertai dengan gejala somatik yang menyebabkan gangguan fungsi sosial dan fungsi pekerjaan
(Locke, et al., 2015). Kriteria diagnostik untuk GAD membutuhkan setidaknya gejala persisten
hampir setiap hari selama minimal 6 bulan. Kecemasan atau kekhawatiran disertai dengan
setidaknya 3 gejala psikologis atau fisiologis. Gejala psikologi seperti kecemasan yang
berlebihan. kekhawatiran yang sulit dikontrol, gelisah, konsentrasi rendah atau pikiran kosong.
Gejala fisik meliputi kegelisahan, kelelahan, ketegangan otot, gangguan tidur, dan iritabilitas
(DiPiro, et al., 2009).
2. Panic Disorders (PD) Gejala untuk panic disorders biasanya dimulai dengan serangkaian
serangan panik yang tak terduga (Locke, et al., 2015). Kriteria diagnostiknya diikuti oleh
setidaknya kekhawatiran yang berlangsung selama 1 bulan terus-menerus. Selama terjadi
serangan, harus ada setidaknya 4 gejala fisik, ditambah dengan gejala psikologi. Gejala
psikologi seperti depersonalisasi, takut kehilangan kontrol, takut menjadi gila, serta takut mati.
Sedangkan gejala fisik seperti distress abdominal, nyeri dada, menggigil, pusing, hot flushes,
palpitasi, mual, sesak napas, berkeringat, takikardia, dan gemetar (DiPiro, et al., 2009).
3. Social Anxiety Disorders (SAD) Ciri penting dari SAD adalah rasa takut yang intens, irasional,
dan terus- menerus. Ketika berada dalam situasi yang ditakuti biasanya memicu serangan panik.
Ketakutan dan penghindaran terhadap suatu situasi dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Gejala takut seperti takut diteliti orang lain, malu, serta takut dihina. Situasi yang menakutkan
seperti makan atau menulis di depan orang lain, berinteraksi dengan figur otoritas, berbicara di
depan umum, berbicara dengan orang asing, dan penggunaan toilet umum. Gejala fisik meliputi
wajah
4. Post-traumatic Stress Disorders (PTSD)
Dalam PTSD, kejadian trauma dapat menyebabkan rasa takut yang intens, tidak berdaya, atau
horor. Penderita disebut PTSD apabila memiliki setidaknya satu gejala reexperiencing, tiga
gejala avoidance yang persisten, dan dua gejala hiper-arousal. Gejala dari setiap kategori harus
lebih dari 1 bulan dan menyebabkan distress atau gangguan yang signifikan (DiPiro, et al.,
2009). Gejala reexperiencing seperti kenangan berulang yang menyebabkan trauma, mimpi
yang berulang, merasa bahwa peristiwa trauma kembali terulang, reaksi fisiologis terhadap
pengingat trauma. Gejala avoidance seperti menghindari percakapan tentang trauma,
menghindari pemikiran tentang trauma, menghindari aktivitas yang dapat mengingatkan
terhadap suatu kejadian, menghindari orang atau tempat yang membangkitkan ingatan trauma,
ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari trauma, anhedonia. Gejala hyperarousal
yaitu konsentrasi menurun, mudah kaget, insomnia, dan iritabilitas (DiPiro, et al., 2009).
5. Agoraphobia Yaitu ketakutan akan tempat- tempat yang bisa membuatnya merasa malu yang
akan memicu serangan panik. Gangguan ini penderitanya akan menghindari berbagai situasi
yang mungkin menyebabkan panik seperti ketika bertemu orang banyak, angkutan umum, atau
ruang tertutup misalnya lift. Penderita agoraphobia biasanya hanya akan mengurung diri di
rumah karena takut berada di tempat umum dan ruang terbuka (Bandelow, et al., 2017).
6. Specific Phobia Merupakan gangguan fobia yang terbatas pada situasi tertentu, biasanya
meliputi ketakutan terhadap hewan (misalnya kucing, laba-laba atau serangga), atau fenomena
alam (misalnya darah, ketinggian dan kedalaman air). Penderita yang mengalami gangguan ini
akan menghindari objek-objek yang ditakuti (Bandelow, et al., 2017).
(Menurut Jurnal Farmaka Suplemen Volume 16 Nomor 1 tahun 2018 oleh Hilda Vildayanti dkk)

3. Faktor - faktor apa sajakah yang dapat menimbulkan gangguan mental tersebut?
Blacburn & Davidson (dalam Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra, 2012: 51)
menjelaskan faktor-faktor yang menimbulakan kecemasan, seperti pengetahuan yang dimiliki
seseorang mengenai situasi yang sedang dirasakannya, apakah situasi tersebut mengancam atau
tidak memberikan ancaman, serta adanya pengetahuan mengenai kemampuan diri untuk
mengendalikan dirinya (seperti keadaan emosi serta fokus kepermasalahannya). Kemudian Adler
dan Rodman (dalam M. Nur Ghufron & Rini Risnawita, S, 2014: 145- 146) menyatakan terdapat
dua faktor yang dapat menimbulkan kecemasan, yaitu.
1. Pengalaman negatif pada masa lalu
sebab utama dari timbulnya rasa cemas kembali pada masa kanak-kanak, yaitu timbulnya
rasa tidak menyenangkan mengenai peristiwa yang dapat terulang lagi pada masa mendatang,
apabila individu menghadapi situasi yang sama dan juga menimbulkan ketidaknyamanan, seperti
pengalaman pernah gagal dalam mengikuti tes
2. Pikiran yang tidak rasional
pikiran yang tidak rasional terbagi dalam empat bentuk, yaitu :
a.Kegagalan ketastropik, yaitu adanya asumsi dari individu bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi
pada dirinya. Individu mengalami kecemasan serta perasaan ketidakmampuan dan
ketidaksanggupan dalam mengatasi permaslaahannya.
b. Kesempurnaan, individu mengharapkan kepada dirinya untuk berperilaku sempurna dan tidak
memiliki cacat. Individu menjadikan ukuran kesempurnaan sebagai sebuah target dan sumber yang
dapat memberikan inspirasi.
c. Persetujuan
d. Generalisasi yang tidak tepat, yaitu generalisasi yang berlebihan, ini terjadi pada orang yang
memiliki sedikit pengalaman.
(Menurut Jurnal Konselor Volume 5 No 2 Tahun 2016 oleh Dona Fitri Annisa)

4. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien tersebut?


Menghadapi kecemasan yang luar biasa saat akan menghadapi ujian, presentasi, atau ketika
bertemu dangan orang baru, jika menimbulkan distres bagi individu, mengganggu fungsi kehidupan
sehari-hari dan adanya perilaku aman atau menghindar, maka dapat dikategorikan sebagai gangguan
kecemasan, secara lebih spesifik disebut sebagai gangguan kecemasan sosial (social anxiety) atau
biasa disebut dengan fobia sosial (DSM IV, 2000; Nevid, 2005; Rector, Kocovski & Ryder, 2002;
Suryaningrum, 2005)
Orang dengan kecemasan sosial ini berfikir bahwa setiap hal yang mereka lakukan akan
memalukan atau terlihat tolol (Butler, 1999; Antony & Swinson, 2000). Individu dengan kecemasan
sosial, berusaha keras untuk sedapat mungkin tidak menghadapi situasi sosial yang menakutkannya,
atau jika terpaksa mereka harus menghadapi situasi itu tentunya dengan distres yang sangat besar
(Nevid, 2005).
Secara umum, Antony dan Swinson (2000) menyimpulkan bahwa Terapi Kognitif Perilaku
untuk mengatasi kecemasan sosial terdiri dari tiga strategi utama, yakni memasukkan di dalamnya
terapi kognitif, exposure atau menghadapi langsung situasi yang menakutkannya, dan ditambahkan
dengan pelatihan keterampilan sosial. Butler (1999) menyatakan bahwa untuk mengatasi kecemasan
sosial ini dilakukan dengan cara mematahkan “lingkaran setan” atau jika tidak, maka permasalahan
tetap akan berkelanjutan. Ada empat metode utama yang diterapkan oleh Butler (1999), yakni:
1. Mengubah Pola Pikir
2. Melakukan Sesuatu yang Berbeda
3. Mereduksi Self-Conciousness
4. Membangun Kepercayaan Diri.
Berdasarkan beberapa penelitian di muka, dapat disimpulkan bahwa komponen Terapi
Kognitif Perilaku yang digunakan untuk mengatasi kecemasan sosial adalah :
1. Psikoedukasi (Halford, Doolan, & Eadie, 2002; Karp & Dugas, 2003; Westra & Phoenix, 2003).
2. Restrukturisasi Kognitif (Book, & Randall, 2002; Feeney, 2004; Halford, Doolan, & Eadie, 2002;
Rector, Kocovski, & Ryder, 2002; Suryaningrum, 2005).
3. Relaksasi (Book, & Randall, 2002; Feeney, 2004; Halford, Doolan, & Eadie, 2002;
Suryaningrum, 2005; Westra & Phoenix, 2003), Role Play (Karp & Dugas, 2003; Suryaningrum,
2005).
4. Exposure (Book & Randall, 2002; Feeney, 2004; Halford, Doolan, & Eadie, 2002; National
Institute of Mental Health, 2002; Rector, Kocovski, & Ryder, 2002; Suryaningrum, 2005; Westra &
Phoenix, 2003).
5. Tugas rumah dan self monitoring (Feeney, 2004).

Westra dan Phoenix (2003) menggunakan Motivational Enhancement Therapy untuk


mengatasi hal tersebut. Motivationa Enhancement Therapy dilakukan dengan menerapkan tiga
teknik terapi, yakni mengubah tujuan, bermain peran dan menuliskan surat. Teknik Motivational
Enhancement Therapy yang digunakan dalam penelitian ini hanyalah menulis surat, sebab klien
masih dapat merespon Terapi Kognitif Perilaku yang diberikan kepadanya dan hanya sebagai teknik
tembahan untuk lebih memotivasi subjek dalam menyelesaikan seluruh sesi terapi.
Dasar-dasar untuk menilai tingkat efektivitas terapi tersebut digunakan dalam penelitian ini
dengan menanyakannya kepada subjek selama proses terapi, saat evaluasi akhir dan masa follow-
up. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan self report, wawancara, dan kuisioner pasca terapi.
Kepada kedua subjek ditanyakan mengenai hal-hal yang subjek rasakan bermanfaat, sesi terapi atau
teknik terapi yang paling membantunya atau paling menyulitkannya, atau hal-hal lain yang klien
rasakan selama proses terapi, bahkan perubahan negatif jika mungkin ada.
(Menurut Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Volume 3 Nomor 1 Tahun 2015 oleh Adib
Asrori)

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengurangi kecemasan. Salah satunya adalah dengan
terapi relaksasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ali dan Hasan (2010) menunjukkan bahwa
klien yang menjalani terapi relaksasi mengalami penurunan drastis pada tingkat kecemasan dan
depresi, karena terjadi pengurangan ketegangan otot, nyeri, gangguan tidur, pekerjaan dan fungsi
sosial. Selain itu terapi musik juga dapat mengurangi kecemasan.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan adalah:
1) Relaksasi
Menurut Goldfried dan Davidson relaksasi adalah salah satu teknik dalam terapi perilaku yang
dikembangkan oleh Jacobson dan Wolpe untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan.
Ditambahkan Walker teknik ini dapat digunakan oleh pasien tanpa bantuan terapis dan mereka
dapat menggunakannya untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan yang dialami sehari-hari
dirumah (dalam Ramadhani dan Aulia, 2011).
2) Pengendalian pernafasan
Pengendalian pernafasan merupakan suatu teknik untuk mengendalikan nafas yang sifatnya cepat
dan memfokuskan diri pada pernafasan. Orang yang sedang mengalami kecemasan cenderung
bernafas dengan cepat dan dangkal karena adanya perasaan panik atau khawatir. Padahal hal ini
dapat meningkatkan rasa cemas. Menurut Wayne (2003) pernafasan yang lebih lambat dan dalam
hampir selalu memiliki efek menenangkan. Hal ini merupakan salah satu cara yang paling cepat
untuk menghentikan serangan panik.
3) Cognitif Behavior Therapy
Cognitif Behavior Therapy adalah suatu pendekatan belajar teradap terapi yang menggabungkan
teknik kognitif dan behavioral. Terapi ini berusaha untuk mengintegrasikan teknik-teknik terapiutik
yang berfokus untuk membantu individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada
perilaku yang nyata, tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan, dan sikap yang mendasarinya (Nevid
& Neal, 2005).
Terapi Warna
Terapi adalah sebuah label iklusif untuk semua cara dan bentuk perawatan penyakit atau
gangguan (Reber & Reber, 2010). Sedangkan warna didefinisikan secara obyektif atau fisik sebagai
sifat cahaya yang dipancarkan, atau secara subjektif atau psikologis sebagai bagian dari pengalaman
indera penglihatan (dalam Atma, 2011). Menurut Jane (2012) terapi warna adalah teknik mengobati
penyakit melalui penerapan warna, agar tubuh tetap sehat dan memperbaiki ketidakseimbangan di
dalam tubuh sebelum hal itu menimbulkan masalah fisik maupun mental.
Beberapa metode terapi warna yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
1) Pernapasan warna; yaitu teknik bernafas dengan membayangkan sewaktu
menghirup dan menghembuskan nafas dengan warna-warna tertentu.
2) Meditasi; membayangkan atau berimajinasi untuk memusatkan perhatian pada objek tertentu
yang bersifat citraan/visual, yang mengandung warna-warna, sehingga dapat
memberikan efek relaksasi pada tubuh.
3) Air solarisasi; yaitu dengan menggunakan botol maupun gelas atau air dengan
warna-warna tertentu, kemudian air tersebut diminum.
4) Aurasoma; teknik ini menggunakan botol-botol kecilyang berisi lapisan warna dari
minyak esensial dan ekstrak tumbuhan.
5) Warna kain sutra; yaitu teknik terapi warna yang menggunakan kain sutra yang dipakaikan ke
tubuh pasien untuk digunakan dalam waktu tertentu.
Metode terapi warna yang digunakan adalah pernafasan warna dan meditasi warna.
Pernafasan yang dalam dan terfokus membantu mengubah udara yang kita tarik saat bernafas
menjadi energi positif (Kumar, 2009). Menurut Mary (2009) meditasi yaitu melatih pikiran untuk
merenungkan sesuatu, sehingga bermanfaat untuk menenangkan pikiran dan menemukan
kedamaian jiwa.
(Menurut Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Volume 1 Nomor 2 Tahun 2013 oleh Novita
Harini)
Beberapa metode terapi untuk mengurangi kecemasan:
a) Terapi spiritual, yaitu metode terapi dengan menggunakan do’a keagamaan sesuai dengan
keyakinan, misalnya untuk yang beragama Islam dengan berdzikir, berdoa dan sholat hajat.
b) Terapi informasi, yaitu suatu metode terapi yang diberikan sebelum terapi obat dengan
memberikan informasi mengenai penyakit dan cara pencegahan.
c) Terapi alam, yaitu suatu metode terapi melalui tubuh dan panca inderanya dengan menggunakan
potensi alam untuk melangsungkan dan mempertahankan hidupnya misal; udara segar, air bersih
dan sinar matahari.
d) Terapi musik, yaitu suatu metode terapi dengan menggunakan rangsangan suara/musik untuk
indera pendengaran. Musik dapat menenangkan detak jantung yang keras, juga pikiran. Jika tekanan
sudah memuncak, cobalah untuk menyisihkan waktu mendengarkan musik dengan tempo yang
ringan, atau dengarkan lagu yang bisa membuat rileks.
e) Terapi komunikasi, yaitu suatu metode terapi dengan menggunakan pendekatan. Komunikasi
dengan baik, sehingga terbina hubungan saling percaya.
f) Terapi relaksasi adalah terapi perilaku yang dapat digunakan untuk menurunkan tingkat
kecemasan yang dialami individu. 12

5. Apa yang dapat dilakukan oleh dokter gigi pada Tia?


Kecemasan merupakan respon normal yang sering terjadi dan dialami semua orang ketika
menghadapi sesuatu yang dianggap mengancam dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Hal
ini diperparah apabila orang tersebut pernah mengalami trauma sebelumnya dan dapat berpengaruh
terhadap perawatan di masa yang akan datang. Untuk itu perlu dilakukan pendekatan dan
komunikasi yang baik oleh dokter gigi ke pasien untuk mengurangi kecemasan mereka agar tidak
menimbulkan masalah dalam proses perawatan pasien tersebut. Setiap orang yang mengalami
kecemasan memiliki cara untuk menunjukkan kecemasannya, sehingga tidak memungkinkan untuk
menentukan seberapa besar kecemasan yang dialami orang tersebut.
(Menurut Jurnal ilmiah Farmasi Unsrat Volume 5 Nomor 1 Tahun 2016 oleh Nurrany Brany
dkk)
Pengobatan untuk keadaan kecemasan mancakup empat pendekatan utama. Pendekatan-
pendekatan ini mencakup:
1. Psikoterapi.
Istilah ini digunakan untuk banyak sekali metode pengobatan gangguan kejiwaan dan emosi, lebih
banyak dengan teknik-teknik psikologi daripada melalui obat-obatan atau oengobatan fisik.
2. Terapi relaksasi.
Relaksasi adalah teknik yang dapat digunakan semua orang untuk menciptakan mekanisme batin
dalam diri seseorang dengan membentuk pribadi yang baik, menghilangkan berbagai bentuk pikiran
yang kacau akibat ketidak berdayaan seseorang dalam mengendalikan ego yang dimilikinya,
mempermudah seseorang mengontrol diri, menyelamatkan jiwa dan memberikan kesehatan bagi
tubuh.
3. Meditasi
Meditasi adalah suatu cara untuk melatih diri seseorang untuk memiliki keadaan cita atau sikap
yang lebih bermanfaat. Ini dilakukan dengan berulang kali membangkitkan suatu keadaan batin
tertentu untuk membuat diri kita terbiasa dengan dan menjadikannya kebiasaan. Tentu, terdapat
banyak keadaan cita dan sikap yang bermanfaat. Salah satu contohnya ialah keadaan cita yang lebih
santai, tidak tegang dan tidak risau; contoh lain ialah keadaan cita yang lebih terpusat, atau keadaan
cita yang lebih tenang, tanpa celotehan dan kerisauan batin yang terus-menerus.
4. Obat-obatan
Pemberian obat penenang yang ringan yang obat-obatan anti-depresi untuk mengurangi gejala
kecemasan. Obat penenang ialah obat yang menenangkan orang yang sedang tegang sarafnya atau
merasa cemas tanpa berpengaruh pada kesadaran. 11
Jadi cara yang dapat dilakukan oleh dokter gigi kepada Tia adalah dengan menggunakan
pendekatan dan komunikasi yang baik oleh dokter gigi dan juga dapat menggunakan terapi relaksasi
agar saat perawatan Tia dapat lebih relax menghadapi dokter gigi nya.

Anda mungkin juga menyukai