Disusun oleh:
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Pencemaran limbah terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Industri-industri di Indonesia mengalami
perkembangan yang sangat pesat, dikarenakan masuknya era globalisasi. Pembuangan limbah terkadang kurang
menjadi perhatian oleh para pemilik industri, padahal hal tersebut adalah hal yang paling penting untuk mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri. Kasus pencemaran limbah cair yang
marak di Indonesia membuat sulitnya menemukan air bersih. Kualitas air harus terjaga dengan baik agar dapat
digunakan oleh manusia. Limbah industri merupakan 50 % dari beban pencemaran daerah aliran sungai yang pada
akhirnya merupakan pula beban pencemaran bagi perairan pantai (Atmakusumah, dkk. 1996: 193). Penyakit kolera
di beberapa negara berkembang dan negara industri dilaporkan terjadi secara berkala. Selokan pada instalasi
layanan rumah sakit tempat pasien kolera dirawat, tidak selalu dihubungkan dengan instalasi pengolahan limbah
yang efisien, dan terkadang jaringan saluran perkotaan belum terbentuk, walaupun hubungan antara penyebaran
kolera dan metode pembuangan limbah cair tidak aman belum banyak dikaji dan didokumentasikan. Pembuangan
limbah cair yang tidak aman diduga kuat turut berkontribusi dalam penyebaran kolera (Pruss, 1999: 140).
Pencemaran air tidak selalu identik dengan ancaman penyakit maupun ancaman kepunahan bagi semua spesies,
seperti bahan kimia tertentu yang terbuang ke dalam lingkungan air dapat menjadi makanan ganggang air.
Ganggang air tidak mati atau punah, akan tetapi ganggang air menjadi makanan ikan dan ikan menjadi makanan
manusia. Rantai makanan tersebut ada dua hal yang terjadi, yaitu secara positif ganggang membersihkan air dari
kontaminasi bahan kimia beracun, akan tetapi melalui rantai makanan, racun kimia yang terkandung dalam
ganggang akhirnya sampai kepada manusia yang membahayakan kesehatannya (Borrong, 2000. 86).
Uraian diatas menunjukan bahwa pencemaran limbah cair sangat berbahaya bagi makhluk hidup secara langsung
maupun tidak langsung. Pencemaran limbah cair harus dikendalikan karena selain merugikan manusia, juga akan
berpengaruh terhadap organisme yang ada di dalam air, selain dari bahan buangan proses sisa industri, limbah cair
juga berupa feses dan urine manusia. Pembuangan feses dan urine, apabila disalurkan ke air sungai maka air akan
terkontaminasi oleh bakteri sebagai sumber penyakit dan tentunya menimbulkan bau yang tidak sedap. Air yang
terkontaminasi oleh bakteri sangat tidak layak apabila dikonsumsi oleh manusia. Manusia sebagai makhluk yang
mempunyai akal seharusnya sadar akan pentingnya menjaga lingkungan sekitar. Manusia pada dasarnya bersifat
egoistis yaitu mementingkan dirinya sendiri. Salah satu fungsi kebudayaan pada umumnya dan agama pada
khususnya ialah mengurangi sifat egoistis ini dan mendorong orang untuk mau berkelakuan baik untuk
kepentingan umum, karena lingkungan hidup memberi layanan kepada masyarakat umum, berbuat baik untuk
lingkungan hidup merupakan perbuatan untuk kepentingan umum. Perbuatan pro-lingkungan bersifat juga pro-
sosial, tetapi faktanya ialah tidak ada atau sedikit sekali orang yang mau mengorbankan kepentingan dirinya untuk
kepentingan lingkungan hidup, termasuk untuk makhluk hidup bukan manusia ataupun lingkungan sekitar yang
tidak hidup atau benda mati (Soemarwoto, 2001:87).
Teori etika lingkungan dalam hal ini diharapkan mampu menimbulkan pemahaman baru terhadap masalah
lingkungan hidup yang tidak terpisah dari kosmologi tertentu yang dalam kenyataannya tidak menumbuhkan sikap
eksploitatif terhadap alam lingkungan. Pengembangan etika lingkungan hidup perlu untuk mengendalikan adanya
perubahan secara mendasar dari pandangan kosmologis yang menumbuhkan sikap hormat dan bersahabat dengan
alam lingkungan, tetapi masalah krisis lingkungan tidak cukup dihadapi dengan mengembangkan etika lingkungan
hidup, apabila sudah menyangkut kesejahteraan umum masyarakat, pemikiran etis saja tidak akan berdaya tanpa
didukung oleh aturan-aturan hukum yang dapat menjamin pelaksanaan dan melakukan tidakan terhadap
pelanggarnya (Sudriyanto dalam Santosa, 2000: 67- 68).
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana proses pengolahan limbah industri
2. Untuk mengetahui kasus kasus mengenai limbah industri yang ada di Indonesia.
BAB II
ISI
Beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran kualitas air limbah antara lain : (Kusnoputranto, 1985).
4. Gas
Adanya gas N2, O2, dan CO2 pada air buangan berasal dari udara yang larut ke dalam air, sedangkan gas H2S,
NH3, dan CH4 berasal dari proses dekomposisi air buangan. Oksigen di dalam air buangan dapat diketahui
dengan mengukur DO (Dissolved Oxygen). Jumlah oksigen yang ada di dalam sering digunakan untuk
menentukan banyaknya/besarnya pencemaran organik dalam larutan, makin rendah DO suatu larutan makin
tinggi kandungan zat organiknya.
5. Kandungan Bakteriologis
Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan tinja manusia. Sumber bakteri patogen dalam air
berasal dari tinja manusia yang sakit. Untuk menganalisa bakteri patogen yang terdapat dalam air buangan
cukup sulit sehingga parameter mikrobiologis digunakan perkiraan terdekat jumlah golongan coliform (MPN/
Most Probably Number) dalam sepuluh mili buangan serta perkiraan terdekat jumlah golongan coliform tinja
dalam seratus mili air buangan.
6. pH (Derajat Keasaman)
Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang kecil akan menyulitkan,
disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila dibuang ke perairan terbuka.
7. Suhu
Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu udara tapi lebih tinggi daripada suhu air
minum. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan dalam air. Kecepatan reaksi atau pengurangan, proses
pengendapan zat padat serta kenyamanan dalam badan-badan air.
Sistem pengolahan limbah cair dengan memanfaatkan teknologi pengolahan dapat dilakukan dengan cara
fisika, kimia, dan biologis atau gabungan ketiga sistem pengolahan tersebut. Berdasarkan sistem unit
operasinya teknologi pengolahan limbah diklasifikasikan menjadi unit operasi fisik, unit operasi kimia dan unit
operasi biologi. Sedangkan bila dilihat dari tingkatan perlakuan pengolahan maka sistem pengolahan limbah
diklasifikasi menjadi : Pre treatment, Primary treatment system, Secondary treatment system, Tertiary
treatment system. Setiap tingkatan treatment terdiri pula atas sub-sub treatment yang satu dengan yang laain
berbeda.
1. Pre Treatment
Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar, mengurangi ukuran padatan,
memisahkan minyak atau lemak dan proses menyetarakan fluktuasi aliran limbah pada bak penampung. Unit
yang terdapat dalam pengolahan pendahuluan adalah :
a. Saringan (bar screen)
b. Pencacah (communitor)
c. Bak penangkap pasir (grit chamber)
d. Penangkap lemak dan minyak (skimmer and grease trap)
e. Bak penyetaraan (equlization basin)
2. Primary Treatment
Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengurangi kandungan padatan tersuspensi melalui proses
pengendapan (sedimentation). Pada proses pengendapan partikel padat dibiarkan mengendap ke dasar tangki.
Bahan kimia biasanya ditambahkan untuk menetralisasi dan meningkatkan kemampuan pengurangan padatan
tersuspensi. Dalam unit ini pengurangan BOD dapat mencapai 35% sedangkan suspended solid berkurang
sampai 60%. Pengurangan BOD dan padatan pada tahap awal ini selanjutnya akan membantu mengurangi
beban pengolahan tahap kedua.
3. Secondary Treatment
Pengolahan kedua ini mencakup proses biologis untuk mengurangi bahan-bahan organik melalui
mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada proses ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain
jumlah air limbah, tingkat kekotoran, jenis kotoran yang ada dan sebagainya reaktor pengolahan lumpur aktif
(activated sludge) dan saringan penjernihan biasanya dipergunakan dalam tahap ini. Pada proses penggunaan
lumpur aktif, maka air limbah yang telah lama ditambahkan pada tangki aerasi dengan tujuan untuk
memperbanyak jumlah bakteri secara cepat agar proses biologis dalam menguraikan bahan organik berjalan
lebih cepat. Lumpur aktif tersebut dikenal sebagai MLSS (Mizeed Liquiour Suspended Solid), dalam proses
biologis ada dua hal yang penting yaitu:
a. Proses Penambahan Oksigen
Pengambilan zat pencemar yang terkandung di dalam air limbah merupakan tujuan pengolahan air limbah.
Penambahan oksigen adalah salah satu usaha dari pengambilan zat pencemar tersebut sehingga konsentrasi zat
pencemar akan berkurang atau bahkan dihilangkan sama sekali. Zat yang diambil dapat berupa gas, cairan ion,
koloid, atau bahan tercampur.
b.Pertumbuhan bakteri dalam bak reaktor
Bakteri diperlukan untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalam air limbah. Oleh karena itu,
diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk menguraikan bahan-bahan organik tersebut. Bakteri yang
digunakan ini memerlukan bahan makanan, yaitu lumpur. Untuk penambahan bahan makanan agar persediaan
makan lebih banyak maka digunakan lumpur. Lumpur yang digunakan untuk penambahan makanan ini disebut
lumpur aktif (activated sludge). Pemberian lumpur aktif ini dilakukan sebelum memasuki bak aerasi dengan
mengambil lumpur dari bak pengendapan kedua atau dari bak pengendapan akhir (final sedimentation tank).
4. Tertiary Treatment
Pengolahan ini adalah lanjutan dari pengolahan terdahulu, pengolahan jenis ini baru akan dipergunakan apabila
pada pengolahan pertama dan kedua masih banyak terdapat zat tertentu yang masih berbahaya bagi masyarakat
umum. Pengolahan ketiga ini merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan kandungan zat terbanyak
dalam air limbah, biasanya dilaksanakan pada pabrik yang menghasilkan air limbah yang khusus pula.
Beberapa jenis pengolahan yang sering dipergunakan antara lain :
a. Saringan pasir
Penyaringan adalah pengurangan lumpur tercampur dan partikel koloid dari air limbah dengan melewatkan
pada media yang porous. Saringan pasir ini ada 2 jenis yaitu saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat.
b. Saringan multimedia
Penyaring dengan multimedia ini dengan menggunakan saringan yang berbeda granulanya, misalnya : 0,5
meter antrasit dengan diameter 1 milimeter pada bagian atas 0,3 meter pasir silika dengan diameter 0,5 m. Satu
set penyaring menghasilkan 2,7 - 5,4 liter/meter kubik perdetik.
c. Micro Staining
Saringan micro staining terdiri dari bahan drum yang diputar, sedangkan drum itu dibungkus ayakan bahan
stainless steel. Pada penggunaannya drum diputar dengan 2/3 bagian dari drum terendam di dalam air limbah
sehingga air yang cukup jernih dapat masuk ke dalam drum sedangkan lumpur tertahan pada ayakan
pembungkusnya dan melekat sehingga ikut terangkat ke atas pada waktu berputar.
c. Vaccum Filter
Saringan ini terdiri dari drum horizontal yang dilapisi dengan filter medium atau spiral, kemudian diputar
dalam campuran lumpur dan limbah dengan ¼ bagian dari drum terendam larutan.
d. Penyerapan
Penyerapan secara umum adalah proses pengumpulan benda-benda terlarut yang terdapat dalam antara dua
permukaan.
e. Pengurangan besi dan mangan
Keberadaan ferric dan manganic larutan dapat berbentuk dengan adanya pabrik tenun, kertas dan proindustri.
Fe dan Mn dapat dihilangkan dari dalam air dengan melakukan oksidasi menjadi Fe (OH)3 dan MnO2 yang
tidak larut dalam air, kemudian diikuti dengan pengendapan dan penyaringan. Oksidator utama adalah
molekul-molekul oksigen dari udara, klosin atau KmnO4 .
f. Osmosis bolak-balik
Osmosis bolak-balik adalah satu diantara sekian banyak teknik pengurangan bahan mineral yang diterapkan
untuk memproduksi air yang siap dipergunakan lagi.
g. Pembunuhan bakteri (desinfektan)
Pembunuhan bakteri bertujuan untuk mengurangi atau membunuh mikroorganisme patogen yang ada dalam air
limbah.
h. Pengolahan lanjut (ultimate disposal)
Dari setiap tahap pengolahan air limbah maka hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu dilakukan pengolahan
secara khusus agar lumpur tersebut dapat digunakan kembali untuk keperluan kehidupan misalnya untuk
menimbun lubang.
Lumpur pemboran menurut definisi API (American Petroleum Institute, 2003) adalah fluida sirkulasi yang
digunakan dalam pemboran dan memiliki peranan yang penting dalam keberhasilan proses pemboran itu
sendiri.
Lumpur pengeboran adalah fluida yang digunakan dalam proses pengeboran yang diedarkan atau dipompakan
dari permukaan melalui pipa bor menuju mata bor dan akan kembali ke permukaan melalui Annulus (celah
antara pipa bor dengan lubamg sumur) sambil membawa cutting pemboran (Growcock, 2005).
Limbah lumpur adalah sisa-sisa pemakaian lumpur bor yang telah dipergunakan pada proses pengeboran
minyak dan tidak dipergunakan lagi (PerMen ESDM RI, 2006).
Jenis lumpur bor:
Lumpur bor secara umum terbuat dari bongkahan bentonit yang dicampur dengan air untuk viskositas yang
diinginkan. Bahan aditif lain yang juga ditambahkan adalah barium sulfat (barit), kalsium karbonat (kapur)
atau hematite yang berfungsi sebagai pemberat, caustic soda (NaOH) dan potassium hydroxide sebagai
pengatur pH serta bahan tambahan lainnya, seperti pengatur air tapisan (fluid loss control), penstabil lapisan
lempung (shale stabilizer). Sedangkan bongkahan bentonit sendiri berfungsi sebagai pengental lumpur
(viscofisier) dengan komposisi terbesar dari adonan lumpur ini adalah air.
Sifat-sifat fisik lumpur pengeboran adalah:
1. Berat Jenis
Berat jenis lumpur pengeboran sangat besar pengaruhnya dalam mengontrol tekanan formasi, sebab dengan
naiknya berat jenis lumpur maka tekanan lumpur akan naik pula.
Dengan perhitungan sebagai berikut :
Dimana : D = Berat jenis lumpur
W = Berat lumpur
V = Volume lumpur
2. Tekanan Hidrostatik
Tekanan hidrostatik lumpur didefinisikan sebagai fungsi tekanan per satuan luas yang secara matematis
dinyatakan sebagai berikut :
3. Viskositas
Salah satu sifat lumpur yang menentukan daya tahan terhadap pergerakan, dimana tahanan ini terjadi
disebabkan oleh pergesekan antar partikel-partikel dari lubang bor. Viskositas menyatakan kekentalan dari
lumpur bor, dimana viskositas memegang peranan dalam pengangkatan serbuk bor ke permukaan. Makin
kental lumpur, maka pengangkatan cutting kurang sempurna, dan akan mengakibatkan cutting tertinggal
didalam lubang bor serta mengakibatkan tejepitnya rangkaian pipa pemboran. Akan tetapi bila lumpur
pemboran mempunyai harga viskositas yang terlalu tinggi maka dapat mengakibatkan permasalahan pemboran
seperti loss circulation.
4. Gel Strength
Waktu lumpur bersirkulasi besaran yang berperan adalah viskositas, sedangkan ketika sirkulasi berhenti yang
memegang peranan adalah gel strength. Lumpur akan menjadi gel saat tidak ada sirkulasi. Hal ini disebabkan
oleh gaya tarik menarik antara partikel-partikel padatan lumpur. Saat lumpur berhenti bersirkulasi, lumpur
harus mempunyai gel strength yang dapat menahan cutting dan material pemberat lumpur agar jangan turun,
sehingga padatan tidak menumpuk dan mengendap di annulus, dan mencegah pipa terjepit. Akan tetapi jika gel
strength terlalu tinggi akan menyebabkan beratnya kerja pompa lumpur untuk memulai sirkulasi kembali.
Walaupun pompa mempunyai daya yang kuat, pompa tidak boleh mempompakan lumpur dengan daya yang
besar karena formasi akan pecah.
5. Yield Point
Bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik-menarik antar partikel. Jadi Yield Point merupakan angka
yang menunjukkan shearing stress yang diperlukan untuk mensirkulasikan lumpur kembali. Dengan kata lain
lumpur tidak akan dapat sirkulasi sebelum diberikan shearing stress sebesar yield point. Yield Point sangat
penting diketahui untuk perhitungan hidrolika lumpur, dimana yield point mempengaruhi hilangnya tekanan
waktu lumpur disirkulasikan.
Tujuan utama pengolahan limbah lumpur bor adalah menurunkan kadar zat-zat kimia yang terkandung dalam
lumpur bor sampai pada tingkat yang diizinkan dilepas ke lingkungan setelah dibandingkan dengan angka baku
mutu menurut PerMen LH No. 04 Tahun 2007. Lumpur sisa pemboran merupakan limbah yang memerlukan
proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dilepas ke lingkungan setelah semua parameter pemeriksaan di
bawah baku mutu baik yang ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan teori pengolahan limbah cair, ada lima
langkah pengolahan untuk mengolah limbah lumpur bor ini, yaitu :
1. Pre Treatment
Pada tahap ini lumpur dari lokasi pemboran akan ditampung pada sebuah kolam yang disebut Pit. Pelakuan
pertama di Pit ini adalah penyaringan menggunakan screen bar terhadap padatan-padatan kasar, seperti plastik,
kayu, dedaunan yang ikut terbawa bersama lumpur ketika disedot dengan vaccum truck. Selain itu pada tahap
Pre treatment dilakukan juga pemisahan minyak dari cairan menggunakan pelampung minyak yang dinamakan
floating boom. Minyak yang memiliki berat jenis lebih ringan daripada air akan mengapung ke atas dan akan
melekat pada pelampung minyak.
2. Primary Treatment
Tahap selanjutnya adalah tahap pengolahan pertama. Perlakuan pada tahap ini adalah pemisahan antara
padatan dan cairan dengan menginjeksikan bahan kimia. Tahap ini disebut juga Chemical Treatment. Zat kimia
yang diinjeksi memiliki fungsi untuk mempercepat proses pengendapan di tangki sedimentasi. Zat kimia yang
diinjeksi pertama kali adalah Aluminium sulfat (Al2SO4) berfungsi sebagai flokulan yang membentuk flok-
flok sehingga terpisah padatan dengan cairan. Selanjutnya injeksi coastic soda (NaOH) yang berfungsi
menetralkan pH setelah pemberian Al2SO4. Berikutnya injeksi koagulan berupa polimer untuk membentuk
flok-flok yang lebih besar sehingga mempercepat proses pengandapan secara gravitasi. Setelah penginjeksian
ketiga zat kimia ini limbah akan diendapkan untuk memisahkan padatan dan cairannya.
3. Secondary Treatment
Pada tahap ini dilakukan filtrasi menggunakan saringan pasir dan saringan karbon. Fungsi dari keduanya
berbeda, saringan pasir berfungsi menyaring padatan yang masih terdapat dalam cairan sedangkan saringan
karbon berfungsi sebagai penangkap atau penyerap zat-zat organik yang terlarut dalam cairan.
4. Tertiery Treatment
Pada tahap ini cairan akan ditampung pada sebuah Pit untuk di aerasi dengan aerator. Fungsi aerasi ini adalah
menyuplai O2 untuk pengolahan secara biologi oleh bakteri aerobik untuk penurunan kadar COD dalam
limbah. Kemudian limbah akan dialirkan ke dalam multimedia filter yang terdiri dari pasir silika, zeolit dan
kerikil. Berikutnya limbah akan disaring dengan ultra filtrasi dan reverse osmosis.
5. Ultimate Treatment
Pada tahap ini merupakan pengolahan lanjutan dari serangkaian pengolahan limbah lumpur. Pengolahan
lanjutan terhadap limbah lumpur bor adalah pengolahan padatan yang telah dipisahkan dari cairan,
dikumpulkan pada sebuah tanki khusus yang disebut solid tank. Padatan ini akan dipress terlebih sehingga
benar-benar kering dan dimanfaatkan menjadi bahan baku batako yang dicampur dengan bahan lain, pasir dan
semen.
2.5. Studi Kasus Industri Tahu Tandang Semarang, Sederhana Kendal dan Gagak Sipat Boyolali
Tahu merupakan makanan tradisional sebagian besar masyarakat di Indonesia, yang digemari hampir seluruh
lapisan masyarakat. Selain mengandung gizi yang baik, pembuatan tahu juga relatif murah dan sederhana.
Rasanya enak serta harganya terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Saat ini, usaha tahu di Indonesia rata-
rata masih dilakukan dengan teknologi yang sederhana, sehingga tingkat efisiensi penggunaan sumber daya
(air dan bahan baku) dirasakan masih rendah dan tingkat produksi limbahnya juga relatif tinggi.
Kegiatan industri tahu di Indonesia didominasi oleh usaha-usaha skala kecil dengan modal yang terbatas. Dari
segi lokasi, usaha ini juga sangat tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sumber daya manusia yang terlibat
pada umumnya bertaraf pendidikan yang relatif rendah, serta belum banyak yang melakukan pengolahan
limbah. Hal tersebut diatas sesuai dengan definisi industri kecil menurut rumusan yang ada dalam Surat
Keputusan Menteri Perindustrian No. 150/M/SK-7/1995 yang mempunyai lingkup sebagai berikut :
1. Produk yang dihasilkan adalah produk-produk yang tergolong dalam kebutuhan
rumah tangga untuk konsumsi masyarakat.
2. Pemilik saham/modal adalah masyarakat setempat.
3. Skala usaha adalah skala kecil dengan investasi dibawah Rp. 50.000.000,- tidak termasuk nilai tanah dan
bangunan.
Kriteria dan ciri industri kecil rumah tangga (IKRT) dapat dibedakan antara lain :
1. Tenaga kerja : a). tenaga kerja/pengrajin terbatas pada lingkungan rumah tangga, sehingga jumlahnya sangat
terbatas dibawah 10 orang; b). Pimpinan melaksanakan segala urusan kegiatan usaha.
2. Produk : a). jenis produk spesifik, tergantung pada keterampilan tradisional, dengan alat produksi yang
sederhana.
3. Permodalan : a). tidak dipisahkan antara modal dan kekayaan pribadi/keluarga dan sangat terbatas; b). belum
dapat memanfaatkan langsung skema perkreditan modern.
4. Lokasi : a). tidak terpisahkan dengan rumah tangga pengusaha/pemilik atau tempat usaha dalam bangunan
rumah tangga; b). IKRT berkembang di suatu desa, dapat membentuk sentra industri kecil dengan ciri-ciri
produksi yang dihasilkan sama.
5. Definisi/batasan : a). IKRT termasuk usaha produksi industri kecil yang diselenggarakan sebagai self
employment dan modal sendiri (menciptakan modal sendiri atau dibantu oleh anggota keluarga).
Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah baik limbah padat maupun cair. Limbah padat
dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan, limbah ini kebanyakan oleh pengrajin dijual dan diolah
menjadi tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung ampas tahu yang akan
dijadikan bahan dasar pembuatan roti kering dan cake. Sedangkan limbah cairnya dihasilkan dari proses
pencucian, perebusan, pengepresan dan pencetakan tahu, oleh karena itu limbah cair yang dihasilkan sangat
tinggi. Limbah cair tahu dengan karakteristik mengandung bahan organik tinggi dan kadar BOD, COD yang
cukup tinggi pula, jika langsung dibuang ke badan air, jelas sekali akan menurunkan daya dukung lingkungan.
Sehingga industri tahu memerlukan suatu pengolahan limbah yang bertujuan untuk mengurangi resiko beban
pencemaran yang ada. Teknologi pengolahan limbah tahu dapat dilakukan dengan proses biologis sistem
anaerob, aerob dan kombinasi anaerob-aerob. Teknologi pengolahan limbah tahu yang ada saat ini pada
umumnya berupa pengolahan limbah dengan sistem anaerob, hal ini disebabkan karena biaya operasionalnya
lebih murah. Dengan proses biologis anaerob, efisiensi pengolahan hanya sekitar 70%-80%, sehingga airnya
masih mengandung kadar pencemar organik cukup tinggi, serta bau yang masih ditimbulkan sehingga hal ini
menyebabkan masalah tersendiri (Herlambang, 2002).
Untuk mengatasi hal tersebut, maka diterapkan sistem pengolahan limbah dengan sistem kombinasi anaerob-
aerob, dengan sistem ini diharapkan dapat menurunkan konsentrasi kadar COD air limbah tahu. Sehingga jika
dibuang tidak menyebabkan bau dan tidak mencemari lingkungan sekitarnya. Mengingat industri tahu
merupakan industri dengan skala kecil, maka membutuhkan intalasi pengolahan limbah yang alat-alatnya
sederhana, biaya operasionalnya murah, memiliki nilai ekonomis dan ramah lingkungan. Saat ini cara yang
sedang dikembangkan adalah pemanfaatan biogas dari hasil pengolahan limbah cair tahu dengan sistem
anaerob. Setiap bahan organik bila tertampung dalam bak penampungan akan mengalami perombakan secara
alami (fermentasi). Proses ini dapat lebih cepat bila bak penampungan dibuat kedap udara atau berupa tabung
hampa udara. Selain menghasilkan cairan yang tidak berbau lagi, biogas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan
sebagai pengganti bahan bakar untuk kompor masak dan lampu penerangan. Ini sangat bernilai ekonomis
terutama bagi masyarakat yang hidup di wilayah pedesaan. Pengolahan limbah yang sudah ada tersebut,
tentunya harus dikelola dengan baik dan dipelihara secara rutin. Ini juga memerlukan perhatian dari berbagai
pihak terkait terutama pemerintah dan pemilik industri tahu. Hal ini penting agar proses pengolahan limbah
tetap berjalan dengan baik dan memberikan hasil yang optimal. Dari berbagai teknologi pengolahan limbah
yang sudah ada, maka akan dilakukan kajian untuk mengetahui teknologi pengolahan limbah tahu yang efektif
dan efisien beserta kelebihan dan kekurangannya dan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan.
Setelah direndam dan dikuliti kemudian dicuci. Pencucian sedapat mungkin dilakukan dengan alir yang
mengalir. Tujuan pencucian ini adalah untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun tercampur dalam
kedelai. Setelah kedelai direndam dan dicuci bersih, selanjutnya dilakukan penggilingan. Proses penggilingan
dilakukan dengan mesin, karena penggunaan mesin akan memperhalus hasil gilingan kedelai. Pada saat
penggilingan diberi air mengalir agar bubur kedelai terdorong keluar. Hasil dari proses penggilingan berupa
bubur kedelai. Bubur kedelai yang sudah terdorong keluar kemudian ditampung dalam ember. Pada proses
pencucian dan perendaman kedelai ini menggunakan banyak sekali air sehingga limbah cair yang dihasilkan
akan banyak pula. Tetapi sifat limbah ini belum mempunyai kadar pencemaran yang tinggi.
Proses selanjutnya adalah perebusan bubur kedelai dengan tujuan untuk menginaktifkan zat antinutrisi kedelai
yaitu tripsin inhibitor dan sekaligus meningkatkan nilai cerna, mempermudah ekstraksi atau penggilingan dan
penggumpalan protein serta menambah keawatan produk. Bubur kedelai yang telah terbentuk kemudian diberi
air, selanjutnya dididihkan dalam tungku pemasakan. Setelah mendidih sampai ± 5 (lima) menit kemudian
dilakukan penyaringan. Dalam keadaan panas cairan bahan baku tahu (bubur kedelai yang sudah direbus)
kemudian disaring dengan kain blaco atau kain mori kasar sambil dibilas dengan air hangat, sehingga susu
kedelai dapat terekstrak keluar semua. Proses ini menghasilkan limbah padat yang disebut dengan ampas tahu.
Ampas padat ini mempunyai sifat yang cepat basi dan busuk bila tidak cepat diolah sehingga perlu
ditempatkan secara terpisah atau agak jauh dari proses pembuatan tahu agar tahu tidak terkontaminasi dengan
barang yang kotor. Filtrat cair hasil penyaringan yang diperoleh kemudian ditampung dalam bak. Kemudian
filtrat yang masih dalam keadaan hangat secara pelan-pelan diaduk sambil diberi asam (catu). Pemberian asam
ini dihentikan apabila sudah terlihat penggumpalan. Selanjutnya dilakukan penyaringan kembali. Proses
penggumpalan juga menghasilkan limbah cair yang banyak dan sifat limbahnya sudah mempunyai kadar
pencemaran yang tinggi karena sudah mengandung asam. Untuk menggumpalkan tahu bisa digunakan bahan-
bahan seperti batu tahu (sioko) atau CaSO4 yaitu batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk halus menjadi
tepung, asam cuka 90%, biang atau kecutan dan sari jeruk. Biang atau kecutan yaitu sisa cairan setelah tahap
pengendapan protein atau sisa cairan dari pemisahan gumpalan tahu yang telah dibiarkan selama satu malam.
Tetapi biasanya para pengrajin tahu memakai kecutan dari limbah itu sendiri yang sudah didiamkan selama
satu malam. Disamping memanfaatkan limbah, secara ekonomi juga dapat menghemat karena tidak perlu
membeli.
Tahap selanjutnya yaitu pencetakan dan pengepresan. Proses ini dilakukan dengan cara cairan bening diatas
gumpalan tahu dibuang sebagian dan sisanya untuk air asam. Gumpalan tahu kemudian diambil dan
dituangkan ke dalam cetakan yang sudah tersedia dan dialasi dengan kain dan diisi sampai penuh. Cetakan
yang digunakan biasanya berupa cetakan dari kayu berbentuk segi empat yang dilubangi kecil-kecil supaya air
dapat keluar. Selanjutnya kain ditutupkan ke seluruh gumpalan tahu dan dipres. Semakin berat benda yang
digunakan untuk mengepres semakin keras tahu yang dihasilkan. Alat pemberat/pres biasanya mempunyai
berat ± 3,5 kg dan lama pengepresan biasanya ± 1 menit, sampai airnya keluar. Setelah dirasa cukup dingin,
kemudian tahu dipotong-potong sesuai dengan keinginan konsumen dipasar. Tahu yang sudah dipotong-potong
tersebut kemudian dipasarkan.
Dalam pembuatan tahu biasanya pengrajin menambahkan bahan tambahan atau bahan pembantu antara lain
yaitu batu tahu (batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk halus menjadi tepung), asam cuka 90%,
biang/kecutan, yaitu sisa cairan setelah tahap pengendapan protein atau sisa cairan dari pemisahan gumpalan
tahu yang telah dibiarkan selama satu malam, kunyit yang digunakan untuk memberikan warna kuning pada
tahu, garam yang digunakan untuk memberikan rasa sedikit asin ke dalam tahu.
Pada umumnya limbah cair pabrik tahu ini langsung dibuang ke sungai melalui saluran-saluran. Bila air sungai
cukup deras dan lancar serta pengenceran cukup (daya dukung lingkungan masih baik) maka air buangan
tersebut tidak menimbulkan masalah. Tetapi bila daya dukung lingkungan sudah terlampaui, maka air buangan
yang banyak mengandung bahan-bahan organik akan mengalami proses peruraian oleh jasad renik dapat
mencemari lingkungan. Parameter air limbah tahu yang biasanya diukur antara lain temperatur, pH, padatan-
padatan tersuspensi (TSS) dan kebutuhan oksigen (BOD dan COD). Temperatur biasanya diukur dengan
menggunakan termometer air raksa dengan skala Celsius. Nilai pH air digunakan untuk mengekpresikan
kondisi keasaman (konsentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14; kisaran nilai pH 1- 7
termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral (Siregar, 2005).
Padatan-padatan Tersuspensi/TSS (Total Suspended Solid) digunakan untuk menentukan kepekatan air limbah,
efisiensi proses dan beban unit proses. Pengukuran yang bervariasi terhadap konsentrasi residu diperlukan
untuk menjamin kemantapan proses kontrol (Siregar, 2005). Kebutuhan oksigen dalam air limbah ditunjukkan
melalui BOD dan COD. BOD (Biological Oxygen Demand) adalah oksigen yang diperlukan oleh
mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa-senyawa kimia. Nilai BOD bermanfaat untuk mengetahui
apakah air limbah tersebut mengalami biodegradasi atau tidak, yakni dengan membuat perbandingan antara
nilai BOD dan COD. Oksidasi berjalan sangat lambat dan secara teoritis memerlukan waktu tak terbatas.
Dalam waktu 5 hari (BOD5), oksidasi organik karbon akan mencapai 60%-70% dan dalam waktu 20 hari akan
mencapai 95%. COD adalah kebutuhan oksigen dalam proses oksidasi secara kimia. Nilai COD akan selalu
lebih besar daripada BOD karena kebanyakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara kimia daripada secara
biologi. Pengukuran COD membutuhkan waktu yang jauh lebih cepat, yakni dapat dilakukan selama 3 jam,
sedangkan pengukuran BOD paling tidak memerlukan waktu 5 hari. Jika korelasi antara BOD dan COD sudah
diketahui, kondisi air limbah dapat diketahui (Siregar, 2005).
Parameter air limbah tahu yang sesuai dengan Perda Propinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004 tentang Baku
Mutu Air Limbah Industri dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut :
Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair tahu pada umumnya lebih
tinggi dari air bakunya, yaitu 400C-460C. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi
kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan. Bahan-
bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-
senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Diantara
senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemak adalah yang jumlahnya paling besar. Protein mencapai 40-60%,
karbohidrat 25-50% dan lemak 10%. Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang
digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah.
Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (Ntotal) sebesar 226,06-434,78 mg/l, sehingga
masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut
(Herlambang, 2002).
Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah tahu adalah gas nitrogen (N2). Oksigen (O2), hidrogen sulfida
(H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi
bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan (Herlambang, 2002). Limbah padat industri tahu
berupa kulit kedelai dan ampas tahu. Ampas tahu masih mengandung kadar protein cukup tinggi sehingga
masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan ikan. Akan tetapi kandungan air ampas tahu yang
masih tinggi merupakan penghambat digunakannya ampas tahu sebagai makanan ternak. Salah satu sifat dari
ampas tahu ini adalah mempunyai sifat yang cepat tengik (basi dan tidak tahan lama) dan menimbulkan bau
busuk kalau tidak cepat dikelola. Pengeringan merupakan salah satu jalan untuk mengatasinya. Pengeringan
juga mengakibatkan berkurangnya asam lemak bebas dan ketengikan ampas tahu serta dapat memperpanjang
umur simpan.
Dampak Limbah Industri Tahu
Herlambang (2002) menuliskan dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran bahan organik limbah industri
tahu adalah gangguan terhadap kehidupan biotik. Turunnya kualitas air perairan akibat meningkatnya
kandungan bahan organik. Aktivitas organisme dapat memecah molekul organik yang kompleks menjadi
molekul organik yang sederhana. Bahan anorganik seperti ion fosfat dan nitrat dapat dipakai sebagai makanan
oleh tumbuhan yang melakukan fotosintesis. Selama proses metabolisme oksigen banyak dikonsumsi,
sehingga apabila bahan organik dalam air sedikit, oksigen yang hilang dari air akan segera diganti oleh oksigen
hasil proses fotosintesis dan oleh reaerasi dari udara. Sebaliknya jika konsentrasi beban organik terlalu tinggi,
maka akan tercipta kondisi anaerobik yang menghasilkan produk dekomposisi berupa amonia, karbondioksida,
asam asetat, hirogen sulfida, dan metana. Senyawa-senyawa tersebut sangat toksik bagi sebagian besar hewan
air, dan akan menimbulkan gangguan terhadap keindahan (gangguan estetika) yang berupa rasa tidak nyaman
dan menimbulkan bau. Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan
mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena
menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya yang
merugikan baik pada produk tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan, air limbah akan berubah
warnanya menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini mengakibatkan sakit pernapasan.
Apabila air limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan sumur maka air sumur itu tidak dapat
dimanfaatkan lagi. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih
digunakan akan menimbulkan gangguan kesehatan yang berupa penyakit gatal, diare, kolera, radang usus dan
penyakit lainnya, khususnya yang berkaitan dengan air yang kotor dan sanitasi lingkungan yang tidak baik.
Pendapatan dan keuntungan yang diperoleh dari penjualan ampas tahu cukup besar. Industri tahu setiap harinya
menghasilkan tahu yang tidak sama jumlahnya karena tergantung dari pesanan. Jika dalam satu hari terhitung
60 kali masak, maka akan dihasilkan ± 30 sak ampas tahu. Sehingga hasil penjualan ampas tahu per hari dapat
mencapai Rp7.000,- x 30 sak = Rp210.000,- per hari. Jika pesanan tahu lebih banyak,maka ampas tahu yang
dihasilkan juga semakin banyak dan jika semua ampas tahu terjual maka keuntungan yang diperoleh akan
semakin banyak juga. Hasil dari penjualan ampas tahu tersebut biasanya digunakan untuk membeli kebutuhan-
kebutuhan karyawan, seperti kebutuhan makan dan minum karyawan selama bekerja. Ampas tahu masih
mengandung beberapa zat yang masih bermanfaat bagi tubuh. Sampai saat ini sedang diupayakan berbagai
cara pemanfaatan ampas tahu menjadi produk yang bermanfaat. Salah satu pengrajin tahu di Industri Tahu
Tandang Semarang mengolah ampas tahu menjadi tempe gembus. Proses pembuatannya mudah (tidak
membutuhkan keterampilan yang khusus) dan membutuhkan modal yang tidak besar. Modal awal yang
digunakan untuk pembuatan tempe gembus ini adalah Rp.35.000/hari dan keuntungan yang didapat mencapai
Rp.50.000/hari. Bahan baku pembuatan tempe gembus adalah ampas tahu, tahap pertama ampas tahu direndam
dalam air selama 12 jam. Setelah itu ampas tahu dipres dengan mesin pres sehingga airnya keluar. Tahap
selanjutnya adalah fermentasi, ampas tahu yang sudah bersih, kemudian ditaburi dengan ragi tempe dan
diaduk-aduk sampai rata. Setelah itu ampas tahu dimasukkan ke dalam plastik kemudian diletakkan di rak-rak
agar terhindar dari serangga dan cahaya matahari langsung selama 4-5 hari hingga kapang yang terbentuk
cukup tebal dan menutupiseluruh tempe gembus.
Limbah padat industri tahu tidak hanya berupa ampas tahu saja, tetapi juga kulit ari kedelai sisa proses
perendaman. Kulit ari kedelai ini dapat dimanfaatkan untuk campuran pakan ternak. Pembuatannya cukup
mudah, yaitu kulit ari yang sudah dibersihkan dari berbagai kotoran dicampur dengan air dan bahan campuran
lain seperti bakatul, tepung ikan, hijauan, dll. Kemudian diaduk rata dan siap diberikan ke ternak. Ampas tahu
selain dibuat tempe gembus juga dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Produk sampingan produksi tahu ini
apabila telah mengalami fermentasi dapat meningkatkan kualitas pakan dan memacu pertumbuhan ayam
pedaging. Delapan puluh persen bahan pakan yang digunakan untuk menyusun ransum ayam pedaging adalah
berasal dari impor, kondisi ini mengakibatkan pakan untuk ayam pedaging menjadi lebih mahal. Hal ini telah
mendorong ahli nutrisi dan formulasi pakan untuk menemukan bahan pakan yang tersedia dalam jumlah
banyak, murah dan mudah didapat. Salah satunya yang telah banyak digunakan adalah ampas tahu. Ampas
tahu ini telah digunakan sebagai pakan babi, sapi dan ayam pedaging. Namun karena kandungan air dan serat
kasarnya yang tinggi, maka penggunaannya menjadi terbatas dan belum memberikan hasil yang baik. Guna
mengatasi tingginya kadar air dan serat kasar pada ampas tahu maka dilakukan fermentasi. Proses fermentasi
dengan menggunakan ragi yang mengandung kapang Rhizopus Oligosporus dan Rhizopus Oryzae. Proses
fermentasi akan menyederhanakan partikel bahan pakan, sehingga akan meningkatkan nilai gizinya. Bahan
pakan yang telah mengalami fermentasi akan lebih baik kualitasnya dari bahan bakunya. Fermentasi ampas
tahu dengan ragi akan mengubah protein menjadi asam-asam amino, dan secara tidak langsung akan
menurunkan kadar serat kasar ampas tahu.
Berdasar hasil riset yang dilakukan oleh (Suprijatna, dkk, 2000) untuk mengkaji ampas tahu fermentasi sebagai
bahan pakan serta pengaruhnya sebagai bahan penyusun ransum ayam pedaging disimpulkan bahwa
penggunaan ampas tahu fermentasi tersebut dapat meningkatkan kualitas pakan dan memacu pertumbuhan
ayam pedaging. Hal ini diperlihatkan dengan adanya peningkatan konsumsi pakan, pertambahan berat badan,
berat badan akhir dan berat karkas, seiring dengan meningkatnya level ampas tahu dalam pakan. Selain
produk-produk tersebut diatas, ampas tahu juga dapat dibuat tepung yang disebut dengan tepung serat ampas
tahu. Bentuk tepung seperti ini mempunyai sifat tahan lama, dan dapat menjadi bahan baku pengganti tepung
terigu atau tepung beras untuk berbagai makanan. Penambahan bahan lain disesuaikan dengan kebutuhan yang
sesuai dengan produk apa yang akan dibuat. Pemanfaataan tepung serat ampas tahu, sejauh ini adalah dapat
mengganti 2 hingga 3 bagian dari tepung terigu yang diresepkan untuk membuat kue kering. Selain kue
kering, tepung ini dapat pula digunakan untuk membuat lauk pauk seperti dijadikan kerupuk ampas tahu,
perkedel, resoles dan kroket.
Selanjutnya pernah dibuat donat yang digoreng. Proses pembuatan tepung ampas tahu ini relatif lebih mudah.
Setelah didapat ampas tahu yang segar, segera dilakukan pemerasan untuk mengurangi kadar air bahan. Untuk
ampas tahu yang dihasilkan pada pagi hari yaitu antara pukul 06.00-09.00, setelah dilakukan pemerasan lalu
kemudian dikeringkan. Pengeringan paling murah adalah dengan memanfaatkan sinar matahari. Ampas tahu
tersebut kemudian dijemur tipis-tipis dengan ketebalan antara 1-2 cm pada hamparan logam atau tampah yang
dihampar di tempat yang bersih, beberapa saat kemudian dilakukan pembalikan atau perataan. Penjemuran
yang dilakukan pada hari pertama diupayakan secepatnya, misal pada pukul 10.00 atau 11.00 telah dihampar
dan dijemur hingga pukul 16.00. Pada hari kedua sejak pukul 08.00 dijemur kembali hingga pukul 16.00. Bila
cuaca sangat terik, dalam 2-3 hari telah didapatkan serbuk serat ampas tahu. Selanjutnya dilakukan
penggerusan untuk melembutkan bagian-bagian yang masih besar dan keras. Tahap terakhir kemudian
dilakukan pengayakan. Alternatif lain selain pengeringan alami (menggunakan sinar matahari) dapat pula
dilakukan dengan menggunakan alat pengering atau oven. Suhu yang digunakan sekitar 70oC dan di oven
selama 4-5 jam, dengan cara ini akan didapatkan serbuk ampas tahu yang cukup kering lalu langkah
selanjutnya dilakukan pengayakan. Selain digunakan ampas tahu yang segar, tepung serat ampas tahu dapat
pula dihasilkan dari ampas tahu yang tidak segar. Disebut tidak segar karena ampas tahu tersebut telah
melewati waktu antara 8-14 jam, misalnya ampas tahu yang berasal dari proses produksi tahu sebelumnya.
Untuk jenis ampas ini, tahap pertama yang dilakukan adalah pencucian terlebih dahulu dengan volume air
sama besar dengan volume ampas. Selanjutnya ampas diperas dengan menyisakan kandungan air antara kurang
lebih 20- 30%. Ampas yang telah diperas kemudian diratakan agar tidak menggumpal. Kemudian bahan ampas
tersebut dikukus kurang lebih 10-15 menit. Setelah dikukus kemudian diangin-anginkan dan kembali diratakan
lalu siap untuk dikeringkan lagi. Setelah kering, tepung ini harus segera dikemas dalam pewadahan yang
benar-benar kedap udara. Tepung ini mempunyai sifat yang tidak terlalu tahan pada lingkungan yang terlalu
lembab.
2.6. Studi kasus Pengolahan Limbah Cair Dan Padat Di Pt. Maya Food Industries
1. Bak Penampungan
Langkah awal dalam mengolah air limbah di PT. Maya Food Industries adalah dengan menampung limbah cair
pada suatu bak penampungan khusus. Penampungan ini memiliki tujuan untuk menampung semua limbah cair
hasil produksi dan sanitasi kecuali air toilet atau kebersihan diri. Selain itu, bak penampungan juga berperan
sebagai tempat untuk mengendapkan padatan yang terbawa oleh arus air. Sisa padatan akan mengendap pada
bagian dasar bak akibat tekanan alir air dan gaya gravitasi. Pengambilan endapan padatan tersebut dilakukan
sehari setelah berlangsungnya proses pengolahan limbah cair dengan cara manual yaitu terdapat pekerja yang
mengambilnya dengan menggunakan jaring. Sisa padatan tersebut kemudian dijemur dibawah sinar matahari
dan kemudian dijual kepada masyarakat lokal. Pada bak penampungan ini, terdapat pompa yang berfungsi
untuk memindahkan air ke proses selanjutnya. Semakin sedikit volume air maka pompa berjalan lancar
sedangkan bila volume air banyak maka pompa bekerja dengan lambat.
3. Bak Pre-Treatment
Bak Pre-Treatment digunakan sebagai tempat untuk memisahkan minyak yang ada dalam limbah cair dengan
didasarkan pada berat jenisnya. Minyak yang berkumpul pada bagian permukaan air akan diambil dengan
menggunakan kotak box yang kemudian diletakkan di atas bak tersebut. Pada saat tidak ada proses produksi,
minyak tersebut dimasukkan kembali kedalam proses pengolahan air.
4. Bak Equalisasi
Bak equalisasi memiliki volume ruang yaitu 431 m3. Bak ini digunakan untuk menghomogenkan konsentrat
atau komposisi air limbah. Proses dilakukan dengan menggunakan bantuan pompa untuk mengaduk air limbah
sehingga terjadi proses pencampuran.
5. Bak Anaerob
Pengolahan limbah cair yang utama terdapat pada bak anaerob dengan kapasitas sebesar 735 m3 dan
kedalaman minimal 3 meter. Bak anaerob ini digunakan untuk menguraikan bahan – bahan organik NH3, NO2,
bau dan menekan populasi bakteri patogen dengan bantuan bakteri anaerob. Bakteri anaerob dan aerob yang
digunakan telah ada sejak dulu dan tidak diketahui tepatnya namun pertumbuhannya selalu diperiksa. PT.
Maya Food Industries melakukan pengecekan pada bak anaerob secara visual terhadap warna, lumpur dan
gelembung serta pengecekan terhadap pH. Standar pH pada bak anaerob yaitu 6,5 – 7,5. Berdasarkan
penampakan air, jika warnanya bening kecoklatan maka kinerja bakteri baik sedangkan jika warna menjadi
putih atau kuning maka kinerja bakteri kurang baik. Berdasarkan bau, jika berbau amis mengindikasikan
bahwa hasil penguraian buruk dan biasanya didampingi dengan warna air yang berubah menjadi putih atau
kuning sehingga perlu diberi penanganan yaitu dengan diberikannya pupuk urea sebanyak 5 kg yang dicairkan
terlebih dahulu dengan 20 liter air lalu dimasukkan setelah proses selesai atau pada sore hari. Penanganan ini
dilakukan agar kinerja bakteri mengalami peningkatan. Jika didapatkan lumpur mengambang dan hanyut maka
bakteri dalam kondisi buruk sedangkan bila gelembung banyak maka bakteri dalam kondisi baik. Penanganan
pada kondisi bakteri yang buruk yaitu diberikan nutrisi berupa gula sebanyak 2 kg dan tapioka sebanyak 3 kg.
Bakteri akan kembali menjadi normal dan sehat dalam jangka waktu 6 jam hingga 3 hari.
6. Bak Aerob
Bak aerob merupakan tempat yang digunakan untuk menghilangkan bau, memperbaiki warna air, menurunkan
kadar COD dan BOD dalam limbah air dengan menggunakan bantuan bakteri aerob. PT. Maya Food Industries
menyediakan blower udara untuk memberikan oksigen dalam bak agar bakteri aerob dapat hidup dan
menjalankan aerasi agar bakteri aerob tidak mengendap. Proses dalam bak aerob ini menggunakan sistem
aerasi. Pengecekan bakteri aerob yang dilakukan oleh PT. Maya Food Industries yaitu berdasarkan jumlah
bakteri per liter, warna air dan pH. Pengecekan berdasarkan jumlah bakteri dilakukan dengan terlebih dahulu
mengambil sampel air pada bak 1, 4 dan 7 sebanyak 1 liter, kemudian didiamkan selama 30 menit untuk
mengendapkan bakteri lalu dilihat banyaknya bakteri yang mengendap. Standar jumlah bakteri yaitu 300-700
ml/L, jika jumlah bakteri di bawah standar tersebut, maka diberikan gula sebanyak masing-masing 3 kg untuk
pagi dan sore hingga jumlah bakteri memenuhi standar kembali. Berdasarkan warna air, jika air berwarna
bening kecoklatan yaitu bakteri dalam kondisi baik sedangkan jika air berwarna kuning maka bakteri dalam
kondisi buruk dan kadar ammonia cukup tinggi sehingga diperlukan penanganan menggunakan tapioka.
Berdasarkan tingkat keasaman, pH standar bak aerob yaitu 6-9, jika pH di bawah standar maka dapat diartikan
bahwa kinerja bakteri menurun sehingga perlu diberikan penanganan yaitu dengan memberikan kapur
sebanyak 10kg per hari hingga pH mencapai standar awal.
7. Bak Settling
Bak settling digunakan sebagai tempat untuk menampung bakteri aerob yang terbawa oleh arus. Kemudian
bakteri tersebut akan dikembalikan ke bak aerob. Pengurasan bak settling dilakukan setiap 2 atau 3 minggu.
8. Wet Land
Wet Land merupakan area pengolahan limbah air yang dipenuhi oleh tumbuhan dengan luas area sebesar 234
m3. Proses pengolahan yang terjadi di Wet Land yaitu akar – akar tanaman dalam Wet Land akan menyerap
nutrisi yang tersisa dalam limbah air. Peremajaan tanaman tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali, sedangkan
pengurasan dilakukan setiap 1 bulan sekali.
9. Outlet
Outlet IPAL digunakan untuk mengeluarkan air limbah yang telah diolah agar aman untuk dikembalikan ke
lingkungan. Air yang dihasilkan setelah pengolahan akan berwarna bening kecoklatan dan tidak berbau.
Limbah yang telah diolah tersebut kemudian dikeluarkan ke sungai yang berada pada bagian belakang pabrik.
Selain itu, pada bagian outlet, air akan diambil oleh BBTPPI untuk diuji baku mutu air limbah hasil
pengolahan PT. Maya Food Industries.
Sumber limbah padat di PT. Maya Food Industries merupakan sisa hasil produksi yaitu kepala, ekor dan organ
dalam ikan. Jumlah limbah padat dalam satu hari produksi sekitar 8 ton. Pengolahan limbah padat tersebut
menghasilkan dua macam produk yaitu tepung ikan dan minyak ikan. Pengolahan limbah padat menjadi
tepung ikan menggunakan suatu mesin yang dibuat dan dibeli di Taiwan.
Proses pengolahan limbah padat dilakukan dengan terlebih dahulu menampung limbah padat pada bak yang
telah disediakan dan akan mulai diolah pada saat siang hari. Kemudian, limbah padat dipindahkan
menggunakan conveyor ke mesin perebusan. Perebusan dilakukan selama 10-15 menit menggunakan uap yang
bersuhu 90oC. Lalu proses dilanjutkan ke pengepresan selama 20 menit dimana limbah padat di-press untuk
mengeluarkan air dan lemak yang kemudian ditampung dalam bak untuk diolah menjadi minyak ikan. Setelah
melalui pengepresan, limbah padat dikeringkan dalam pengering selama 30 menit pada suhu 90 – 120oC.
Limbah yang telah kering disebut sebagai tepung ikan kasar yang kemudian dimasukan ke dalam karung
dengan masing-masing berisi 50 kg tepung. Tepung ikan kasar yang diperoleh dalam satu hari yaitu 1,5 ton
tepung atau 30 karung tepung sehingga diketahui pula bahwa rendemen tepung ikan kasar yaitu 18,7%. Tepung
ikan kasar tersebut dijual kepada perusahaan yang berada di Surabaya sebagai bahan pakan ternak dan
pengambilannya setiap 2 bulan sekali. Pada PT. Maya Food Industries terdapat penghalus tepung ikan yang
penggunaannya disesuaikan dengan permintaan perusahaan. Penghalus tepung ikan tersebut memiliki
penyaringan yang berukuran 2 mm dan 1.5 mm.
Pengolahan limbah padat menjadi minyak ikan yaitu diawali dengan menampung hasil pengepresan limbah
padat ke dalam bak penampung khusus pengolahan minyak ikan. Kemudian minyak ikan yang masih
bercampur dengan air tersebut didiamkan selama 1 malam agar minyak ikan terpisah dari air yang didasarkan
pada berat jenisnya. Lalu air akan dikeluarkan melalui keran yang berada pada bagian bawah bak
penampungan dan mengalir ke IPAL sedangkan minyak yang tersisa pada bak penampungan dipindahkan ke
kuali dengan menggunakan pompa. Kemudian minyak dalam kuali dipanaskan dengan menggunakan uap
bersuhu 90oC untuk menghilangkan sisa air yang ada. Jumlah minyak yang dihasilkan dalam sehari produksi
yaitu 8 liter. Minyak ikan tersebut dijual kepada perusahaan yang berada di Surabaya sebagai bahan pakan
ternak.
2.7. Studi kasus Pengolahan Limbah Cair Pada Ipal Pt. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan
Secara umum mekanisme pengolahan limbah cair di PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan terbagi dalam
beberapa tahap yaitu pengolahan fisik, pengolahan secara biologis, dan pengolahan secara kimiawi.
3. Parameter Utama
Parameter utama yang diperhatikan adalah BOD, TSS dan COD. Cod adalah suatu parameter pengontrol yang
penting karena hasil analisis ini mahal tapi akurat. Sekarang, ada peningkatan perhatian terhadap potensi
dioksin dalam buangan pabrik pulp dan kertas yang dikelantang. Analisis dioksin mahal dan sukar, dan dewasa
ini belum terdapat di Indonesia. Parameter yang digunakan sebagai indicator untuk mengendalikan dioksin
pada buangan pabrik pulp dan kertas di Eropa dan Amerika Utara adalah AOX (Halida Organik yang diserap).
Tata cara analisisnya tidak mahal dan mudah tetapi memerlukan peralatan khusus.
Daftar pustaka
Dirgantoro, Alphansus Yospy Guntur. 2017. Perbaikan Kualitas Limbah Cair Industri Kecap dan Saos PT Lombok
Gandaria dengan Variasi Bakteri Indigenus. S1 thesis, UAJY.
Kaswinarni, Fibria. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu. Semarang; Universitas
Diponegoro.
Kurniawan, Yovi. 2016. Sistem Pengolahan Limbah Cair pada IPAL PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan.
Pasuruan; Universitas Yudharta Pasuruan
Direktorat Jendral Industri kecil menengah. 2007. Pengelolaan Limbah Industri Pangan. Jakarta; Departemen
Perindustrian