Anda di halaman 1dari 42

PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

PEDOMAN
ASUHAN KEBIDANAN

UPT PUSKESMAS ABCD


DINAS KESEHATAN KABUPATEN XYZ
TAHUN 2016

LEMBAR PENGESAHAN
Disahkanoleh Revisi Tanggal

KepalaPuskesmas ABCD

FULAN
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala UPT Puskesmas ABCD NoVII-SK-A-
1/FEB/414.14/2016 bahwa pelaksanaan pelayanan klinis dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan pasien dan perlu memperhatikan mutu dan keselamatan pasien maka
pelayanan klinis disusun dalam pengkajian, keputusan dan rencana layanan, serta
rencana rujukan dan pemulangan pasien yang semua rangkaian tersebut harus
memiliki pedoman standar dalam pelaksanaanya. Pedoman asuhan kebidanan ini
disusun sebagai bahan acuan bidan dalam pelaksanaan pemberian layanan agar
bermutu dan paripurna. Definisi dari asuhan kebidanan adalah segala pemeriksaan
dan tindakan yang diberikan pada pasien sejak awal pelayanan sampai selesai.
Pedoman ini disusun berdasarkan temuan kasus yang paling sering terjadi di
Puskesmas ABCD.

B. TUJUAN PEDOMAN
Pedoman ini dibuat sebagai acuan dalam pemberian layanan asuhan kebidanan
di Puskesmas ABCD dan jaringannya yang merupakan kegiatan terpadu dengan
tujuan untuk menunjang tercapainya layanan yang paripurna dan komprehensif dalam
rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Puskesmas ABCD.

C. RUANG LINGKUP
Pelayanan asuhan kebidanan di PuskesmasABCD meliputi tata cara pemberian
asuhan layanan dan dokumentasi yang kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber
daya manusia dan sarana prasarana.

D. BATASAN OPERASIONAL
Pedoman ini dibuat untuk diterapkan di Puskesmas ABCDdan jaringannya
antara lain Sub Unit Pelayanan yang ada di PuskesmasABCD yaituPuskesmas
Pembantu, Polindes dan Posyandu.

E. LANDASAN HUKUM
Pedoman ini dibuat mengacu pada :
1.PeraturanMenteriKesehatanRepublik Indonesia nomor 75tahun 2014,
tentangPuskesmas
2.KeputusanMenteriKesehatanRepublik Indonesia Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003
tentangStandarPelayanan Minimal BidangKesehatan di Kabupaten/Kota
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Pelayanan asuhankebidanan di Puskesmas ABCDminimal dilaksanakan oleh
satu orangbidansebagai penanggung jawab yang dapat dibantu oleh bidan lain
sebagaipelaksana.
Semua tenaga bidan harus memiliki surat tugas untuk melaksanakan
AsuhanKebidanan di fasilitas pelayanan kesehatan Puskesmas ABCD sesuai dengan
keputusan kepala UPT Puskesmas ABCD yang sesuai dengan standar profesi
kebidanan.

B. JADWAL KEGIATAN
Pelayanan asuhan kebidanan dilaksanakan kapan saja dan dimana saja sesuai
dengan kebutuhan pasien namun tetap mematuhi standar operasional pelaksanaan
yang telahditetapkan.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

BAB IV
TATALAKSANA PENYELENGGARAAN

A. KetubanPecahDini (O.42)
Definisi ketuban pecah dinia dalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Penyebab terjadinya ketuban pecah dini ada banyak hal. Diantaranya
adalah:
1. Terjadinya pecah pada selaput dikarenakan kondisi mulut rahim yang lemah.
Kondisi membran yang lemah disebabkan adanya infeksi pada rahim atau vagina.
2. Adanya kelainan pada otot leher rahim. Otot leher rahim tersebut terlalu lemah dan
lunak. Sehingga mengakibatkan terbukanya leher rahim pada saat masa-masa
kehamilan dan desakan janin yang membesar.
3. Faktor psikologis. Adapun faktor psikologis yang menyebabkan pecahnya ketuban
misalnya trauma hubungan seksual. Hubungan intim yang tidak wajar (disertai
kekerasan dan posisi yang tidak lazim) mengakibatkan trauma pada ibu hamil.
Terlebih lagi jika sampai terjadi pendarahan pada vagina.
4. Infeksi selaput ketuban. Adanya infeksi bakteri pada selaput ketuban mengakibatkan
ketuban mudah pecah.
5. Sebelumnya pernah mengalami kelahiran secara premature
6. Kebiasaan merokok ketika hamil dan kurangnya perawatan kandungan saat
kehamilan.
Penanganan KPD adalah sebagai berikut :
1. Rawat inap di Puskesmas/ Rumah Sakit
2. Jika ada perdarahan pervagina disertai nyeri perut, pikirkan adanya abrupsio
plasenta
3. Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotika
sama halnya pada amnionitis
4. Jika tidak ada tanda infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
a. Berikan antibiotika ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 3 x
250 mg peroral selama 7 hari
b. Berikan kortikosteroid untuk pematangan paru
1) Betametason 12 mg IM dalam 2 dosis setiap 12 jam
2) Atau deksametason 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam
3) Kortikosteroid jangan kalau ada infeksi
5. Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu
a. Jika terdapat his dan lendir darah, kemungkinan terjadi persalinan premature
b. Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan > 37 minggu:
1) Jika ketuban sudah pecah > 18 jam, berikan antibiotic profilaksis
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

2) Ampisilin 2 gram IV setiap 6 jam


3) Atau penisilin G 2 juta unid IV setiap 6 jam hingga persalinan terjadi
4) Jika tidak ada infeksi pasca persalinan, hentikan antibiotika
6. Nilai serviks
a. Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
b. Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan infus
oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea.

B. Persalinan dengan Letak Sungsang (O.283)


Kehamilan pada bayi dengan presentasi bokong (sungsang) dimana bayi
letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus uteri,
sedangkan bokong merupakan bagian terbawah di daerah pintu atas panggul atau
simfisis (Manuab,1998).Pada letak kepala, kepala yang merupakan bagian terbesar
lahir terlebih dahulu, sedangkan pesalinan letak sungsang justru kepala yang
merupakan bagian terbesar bayi akan lahir terakhir. Persalinan kepala pada letak
sungsang tidak mempunyai mekanisme “Maulage” karena susunan tulang dasar
kepala yang rapat dan padat, sehingga hanya mempunyai waktu 8 menit, setelah
badan bayi lahir. Keterbatasan waktu persalinan kepala dan tidak mempunyai
mekanisme maulage dapat menimbulkan kematian bayi yang besar (Manuaba,1998).
1. Bentuk-Bentuk Letak Sungsang (Manuaba ,1998).
Berdasarkan komposisi dari bokong dan kaki dapat ditentukan bentuk letak
sungsang sebagai berikut :
a. Letak Bokong Murni, teraba bokong2. Kedua kaki menjungkit ke atas sampai
kepala bayi. Kedua kaki bertindak sebagai spalk
b. Letak Bokong Kaki Sempurna, teraba bokong. Kedua kaki berada di samping
bokong
c. Letak Bokong Tak Sempurna. teraba bokong. Disamping bokong teraba satu
kaki
d. Letak Kaki, bila bagian terendah teraba salah satu dan atau kedua kaki atau
lutut. Dapat dibedakan letak kaki bila kaki terendah; letak bila lutut terendah
Untuk menentukan berbagai letak sungsang dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan dalam, pemeriksaan foto abdomen, dan pemeriksaan
ultrasonografi.
e. Letak Bokong Murni Flexi pada paha, extensi pada lutut, ini merupakan jenis
yang tersering dan meliputi hampir 2/3 presentasi bokong.
f. Letak Bokong Kaki Sempurna Flexi pada paha dan lutut (Frant Greech).
g. Letak Bokong Tak Sempurna / lutut Satu atau dua kaki dengan ekstensi pada
kaki merupakan bagian terendah (Fn Complek Breech).
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

2. Etiologi
Faktor-faktor presentasi bokong meliputi prematuritas, air ketuban yang
berlebihan. Kehamilan ganda, plasenta previa, panggul sempit, fibra,
myoma,hydrocepalus dan janin besar. Banyak yang diketahui sebabnya, ada
pesentasi bokong membakal. Beberapa ibu melahirkan bayinya semua dengan
presentasi bokong menunjukkan bahwa bentuk panggulnya adalah sedemikian
rupa sehingga lebih cocok untuk presentasi bokong daripada presentasi kepala..
Implantasi plasenta di fundus atau di tonus uteri cenderung untuk mempermudah
terjadinya presentasi bokong (Harry oxorn,1996).
3. Penyebab letak sungsang dapat berasal dari
a. Sudut Ibu
1) Keadaan rahim
a) Rahim arkuatus
b) Septum pada rahim
c) Uterus dupleks
d) Mioma bersama kehamilan
2) Keadaan plasenta
a) Plasenta letak rendah
b) Plasenta previa
3) Keadaan jalan lahir
a) Kesempitan panggul
b) Deformitas tulang panggul
c) Terdapat tumor menjalani jalan lahir dan perputaran ke posisi kepala
4) Sudut janin.Pada janin tedapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak
sungsang :
a) Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
b) Hedrosefalus atau anesefalus
c) Kehamilan kembar
d) Hidroamnion atau aligohidromion
e) Prematuritas
Dalam keadaan normal, bokong mencapai tempat yang lebih luas
sehingga terdapat kedudukan letak kepala. Disamping itu kepala janin
merupakan bagian terbesar dan keras serta paling lambat. Melalui
hukum gaya berat, kepala janin akan menuju kearah pintu atas panggul.
Dengan gerakan kaki janin, ketegangan ligamentum fatundum dan
kontraksi braxson hicks, kepala janin berangsur-angsur masuk ke pintu
atas panggul.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

4. Mekanisme persalinan letak sungsang.Mekanisme persalinan letak sungsang


berlangsung sebagai berikut :
a. Persalinan bokong
b. Persalinan bahu
c. Persalinan kepala. (Manuaba, 1998)
Bokong masuk pintu atas panggul dapat melintang atau miring mengikuti
jalan lahir dan melakukan putaran paksi dalam sehingga trochanter depan
berada di bawah simfisis. Dengan trochanter depan sebagai hipomoklion akan
lahir trochanter belakang dan selanjutnya seluruh bokong lahir untuk melakukan
putaran paksi dalam sehingga bahu depan berada dibawah simfisis. Dengan
bahu depan sebagai hipomoklion akan lahir bahu belakang bersama dengan
tangan belakang diikuti kelahiran bahu depan dan tangan depan. Bersamaan
dengan kelahiran bahu, kepala bayi memasuki jalan lahir dapat melintang atau
miring, serta melakukan putaran paksi dalam sehingga suboksiput berada di
bawah simfisis. Suboksiput menjadi hipomuklion, berturut-turut akan lahir dagu,
mulut, hidung, muka dan kepala seluruhnya. Persalinan kepala mempunyai
waktu terbatas sekitar 8 menit, setelah bokong lahir. Melampaui batas 8 menit
dapat menimbulkan kesakitan /kematian bayi (Manuaba, 1998).
5. Diagnosa kedudukan
a. Pemeriksaan abdominal
1) Letaknya adalah memanjang
2) Di atas panggul terasa massa lunak mengalir dan tidak terasa seperti
kepala. Dicurigai bokong. Pada presentasi bokong murni otot-otot paha
teregama di atas tulang-tulang dibawahnya, memberikan gambaran keras
menyerupai kepala dan menyebabkan kesalahan diagnostic.
3) Punggung ada di sebelah kanan dekat dengan garis tengah bagian-bagian
kecil ada di sebelah kiri, jauh dari garis tengah dan di belakang.
d. Kepala berada di fundus uteri. Mungkin kepala cukup diraba bila kepala
ada di bawah tupar/iga-iga. Kepala lebih keras dan lebih bulat dari paha
bokong dan kadang-kadang dapat dipantulkan (Balloffablle) dari pada
bokong uteri teraba terasa massa yang dapat dipantulkan harus dicurigai
presentasi bokong.
4) Tonjolan kepala tidak ada bokong tidak dapat dipantulkan
b. Denyut jantung janin Denyut jantung janin terdengar paling keras pada atau di
atas umbilicus dan pada sisi yang sama pada punggung. Pada RSA (Right
Sacrum Antorior) denyut jantung janin terdengar paling keras di kuadrat kanan
atas perut ibu kadang-kadang denyut jantung janin terdengar di bawah
umbilicus.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

c. Pemeriksaan vaginal
1) Bagian terendah teraba tinggi
2) Tidak teraba kepala yang keras, rata dan teratur dengan garis-garis sutura
dan fantenella. Hasil pemeriksaan negatif ini menunjukkan adanya mal
presentasi.
3) Bagian terendahnya teraba lunak dan ireguler. Anus dan tuber ichiadicum
terletak pada satu garis. Bokong dapat dikelirukan dengan muka.
4) Kadang-kadang pada presentasi bokong murni sacrum tertarik ke bawah
dan teraba oleh jari-jari pemeriksa. Ia dapat dikelirukan dngan kepala oleh
karena tulang yang keras.
5) Sakrum ada di kuadran kanan depan panggul dan diameter gitochanterika
ada pada diameter obligua kanan.4. Pemeriksaan Sinar XSinar X
menunjukkan dengan tepat sikap dan posisi janin, demikian pula kelainan-
kelainan seperti hydrocephalus.
6. Prosedur persalinan sungsang secara spontan :
a. Tahap lambat : mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan fase yang tidak
berbahaya.
b. Tahap cepat : dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini kepala janin
masuk PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit.
c. Tahap lama : lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala keluar dari
ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang tekanannya lebih
rendah sehingga kepala harus dilahirkan perlahan-lahan untuk menghindari
pendarahan intrakranial (adanya tentorium cerebellum).
7. Prosedur Persalinan Bayi Sungsang (Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Neonatal,2002)
a. Langkah klinik
1) Persetujuan tindakan medik
2) Persiapan Pasien :
a) Ibu dalam posisi litotomi pada tempat tidur persalinan
b) Mengosongkan kandung kemih , rektum serta membersihkan daerah
perenium dengan antiseptic
b. Instrumen :
1) Perangkat untuk persalinan
2) Perangkat untuk resusitasi bayi
3) Uterotonika (Ergometrin maleat, Oksitosin)
4) Anastesi lokal (Lidokain 2%)
5) Cunam piper, jika tidak ada sediakan cunam panjang
6) Semprit dan jarum no.23 (sekali pakai)
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

7) Alat-alat infush) Povidon Iodin 10%i) Perangkat episiotomi dan penjahitan


luka episiotomi
c. Persiapan Penolong
1) Pakai baju dan alas kaki ruang tindakan, masker dan kaca mata pelindung
2) Cuci tangan hingga siku dengan di bawah air mengalir
3) Keringkan tangan dengan handuk DTT
4) Pakai sarung tangan DTT / sterile) Memasang duk (kain penutup)
5) Tindakan Pertolongan Partus Sungsang
a) Lakukan periksa dalam untuk menilai besarnya pembukaan, selaput
ketuban dan penurunan bokong serta kemungkinan adanya penyulit.
b) Intruksikan pasien agar mengedan dengan benar selama ada his.
c) Pimpin berulang kali hingga bokong turun ke dasar panggul, lakukan
episiotomi saat bokong membuka vulva dan perineum sudah tipis.
d. Melahirkan bayi :
1) Cara Bracht
a) Segera setelah bokong lahir, bokong dicekam secara bracht (kedua ibu
jari penolong sejajar dengan panjang paha, jari-jari yang lain memegang
daerah panggul).
b) Jangan melakukan intervensi, ikuti saja proses keluarnya janin.
c) Longgarkan tali pusat setelah lahirnya perut dan sebagian dada.
d) Lakukan hiperlordosis janin pada saat anguluc skapula inferior tampak di
bawah simfisis (dengan mengikuti gerak rotasi anterior yaitu punggung
janin didekatkan ke arah perut ibu tanpa tarikan) disesuaikan dengan
lahirnya badan bayi.
e) Gerakkan ke atas hingga lahir dagu, mulut, hidung, dahi dan kepala.
f) Letakkan bayi di perut ibu, bungkus bayi dengan handuk hangat,
bersihkan jalan nafas bayi, tali pusat dipotong.
2) Cara Klasik (Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal,2002). Pengeluaran bahu dan tangan secara klasik dilakukan jika
dengan Bracht baht dan tangan tidak bisa lahir.
Prosedur:
a) Segera setelah bokong lahir, bokong dicekam dan dilahirkan sehingga
bokong dan kaki lahir.
b) Tali pusat dikendorkan.
c) Pegang kaki pada pergelangan kaki dengan satu tangan dan tarik ke atas
d) Dengan tangan kiri dan menariknya ke arah kanan atas ibu untuk
melahirkan bahu kiri bayi yang berada di belakang.
e) Dengan tanggan kanan dan menariknya ke arah kiri atas ibu untuk
melahirkan bahu kanan bayi yang berada di belakang.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

f) Masukkan dua jari tangan kanan atau kiri (sesuai letak bahu belakang)
sejajar dengan lengan bayi, untuk melahirkan lengan belakang bayi.
g) Setelah bahu dan lengan belakang lahir kedua kaki ditarik ke arah bawah
kontra lateral dari langkah sebelumnya untuk melahirkan bahu dan
lengan bayi depan dengan cara yang sama.
3) Cara Muller
Pengeluaran bahu dan tangan secara Muller dilakukan jika dengan cara
Bracht bahu dan tangan tidak bisa lahir.Melahirkan bahu depan terlebih
dahulu dengan menarik kedua kaki dengan cara yang sama seperti klasik,
ke arah belakang kontra lateral dari letak bahu depan.Setelah bahu dan
lengan depan lahir dilanjutkan langkah yang sama untuk melahirkan bahu
dan lengan belakang.
4) Cara Lovset
Dilakukan bila ada lengan bayi yang terjungkit di belakang kepala / nuchal
arm
a) Setelah bokong dan kaki bayi lahir memegang bayi dengan kedua
tangan. Memutar bayi 180o dengan lengan bayi yang terjungkit ke arah
penunjuk jari tangan yang muchal.
b) Memutar kembali 180o ke arah yang berlawanan ke kiri atau ke kanan
beberapa kali hingga kedua bahu dan lengan dilahirkan secara Klasik
atau Muller.
5) Ekstraksi Kaki
Dilakukan bila kala II tidak maju atau tampak gejala kegawatan ibu-bayi.
Keadaan bayi / ibu mengharuskan bayi segera dilahirkan.
a) Tangan kanan masuk secara obstetrik melahirkan bokong, pangkal paha
sampai lutut, kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin
sehingga kaki bawah menjadi fleksi,tangan yang lain mendorong fundus
ke bawah. Setelah kaki fleksi pergelangan kaki dipegang dengan dua jari
dan dituntun keluar dari vagina sampai batas lutut.
b) Kedua tangan penolong memegang betis janin, yaitu kedua ibu jari
diletakkan di belakang betis sejajar sumbu panjang paha dan jari-jari lain
di depan betis, kaki ditarik turun ke bawah sampai pangkal paha lahir.
c) Pegangan dipindah ke pangkal paha sehingga mungkin dengan kedua
ibu jari di belakang paha, sejajar sumbu panjang paha dan jari lain di
depan paha.
d) Pangkal paha ditarik curam ke bawah sampai trokhanter depan lahir
kemudian pangkal paha dengan pegangan yang sama dievaluasi ke atas
hingga trokhanter belakang lahir. Bila kedua trokhanter lahir berarti
bokong telah lahir.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

e) Sebaliknya bila kaki belakang yang dilahirkan lebih dulu, maka yang akan
lahir lebih dahulu ialah trokhanter belakang dan untuk melahirkan
trokhanter depan maka pangkal paha ditarik terus cunam ke bawah.
f) Setelah bokong lahir maka dilanjutkan cara Clasik , atau Muller atau
Lovset.
6) Teknik Ekstraksi Bokong
Dikerjakan bila presentasi bokong murni dan bokong sudah turun di
dasar panggul, bila kala II tidak maju atau tampak keadaan janin lebih dari
ibu yang mengharuskan bayi segera dilahirkan.
a) Jari penunjuk penolong yang searah dengan bagian kecil janin,
dimasukkan kedalam jalan lahir dan diletakkan dilipatan paha bagian
depan. Dengan jari ini lipat paha atau krista iliaka dikait dan ditarik curam
ke bawah. Untuk memperkuat tenaga tarikan ini, maka tangan penolong
yang lain menekam pergelangan tadi dan turut menarik curam ke bawah.
b) Bila dengan tarikan ini trokhanter depan mulai tampak di bawah simfisis,
maka jari telujuk penolong yang lain mengkait lipatan paha ditarik curam
ke bawah sampai bokong lahir.
7) Cara Melahirkan Kepala Bayi
Cara Mauriceu (dilakukan bila bayi dilahirkan secara manual aid bila dengan
Bracht kepala belum lahir).
a) Letakkan badan bayi di atas tangan kiri sehingga badan bayi seolah-olah
memegang kuda (Untuk penolong kidal meletakkan badan bayi di atas
tangan kanan).
b) Satu jari dimasukkan di mulut dan dua jari di maksila.
c) Tangan kanan memegang atau mencekam bahu tengkuk bayi
d) Minta seorang asisten menekan fundus uteri.
e) Bersama dengan adanya his, asisten menekan fundus uteri, penolong
persalinan melakukan tarikan ke bawah sesuai arah sumbu jalan lahir
dibimbing jari yang dimasukkan untuk menekan dagu atau mulut.

C. Preeklamsia (O.04)
1. Definisi Preeklamsia
Preeklamsia adalah sebuah komplikasi pada kehamilan yang ditandai dengan
tekanan darah tinggi (hipertensi) dan tanda-tanda kerusakan organ, misalnya
kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh tingginya kadar protein pada urine
(proteinuria).
Gejala preeklamsia biasanya muncul saat usia kehamilan memasuki minggu
ke-20 atau lebih (paling umum usia kehamilan 24-26 minggu) sampai tak lama
setelah bayi lahir. Preeklamsia yang tidak disadari oleh sang ibu hamil bisa
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

berkembang menjadi eklamsia, kondisi medis serius yang mengancam keselamatan


ibu hamil dan janinnya.
Gejala utama dari preeklampsia adalah tekanan darah yang terus meningkat.
Naiknya tekanan darah bisa terjadi dengan lambat, akibatnya sulit untuk memastikan
kondisi ini. Oleh karena itu, memonitor tekanan darah secara rutin menjadi hal
penting untuk dilakukan selama masa kehamilan. Jika tekanan darah wanita hamil
mencapai 140/90 mm Hg atau lebih, segeralah berkonsultasi dengan dokter
kandungan, terutama bila tekanan darah di level ini ditemukan dalam 2 kali
pemeriksaan rutin yang terpisah. Selain hipertensi, gejala umum lainnya dari
preeklamsia adalah:
a. Sesak napas, karena ada cairan di paru-paru.
b. Sakit kepala parah.
c. Berkurangnya volume urine.
d. Gangguan penglihatan. Pandangan hilang sementara, menjadi kabur, dan sensitif
terhadap cahaya.
e. Mual dan muntah.
f. Rasa nyeri pada perut bagian atas. Biasanya di bawah tulang rusuk sebelah
kanan.
g. Meningkatnya kandungan protein pada urine (proteinuria).
h. Gangguan fungsi hati.
i. Pembengkakan pada telapak kaki, pergelangan kaki, wajah dan tangan.
j. Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah.
2. Faktor Resiko Preeklamsia
Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko wanita mengalami preeklamsia,
yaitu:
a. Kehamilan pertama. Risiko terkena preeklamsia paling tinggi adalah saat
seseorang hamil pertama kalinya.
b. Pernah mengalami preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.
c. Sedang mengidap beberapa penyakit tertentu, seperti sindrom antifosfolipid,
diabetes, lupus, hipertensi, atau penyakit ginjal.
d. Janin lebih dari satu. Preeklamsia biasanya diidap oleh wanita yang sedang
mengandung dua atau lebih janin.
e. Hamil setelah berganti pasangan. Kehamilan pertama dengan pasangan yang
baru meningkatkan risiko preeklamsia lebih tinggi dibanding kehamilan kedua
atau ketiga tanpa berganti pasangan.
f. Hamil setelah jeda 10 tahun dengan kehamilan sebelumnya.
g. Faktor usia. Wanita hamil di atas usia 40 tahun punya risiko preeklamsia lebih
tinggi.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

h. Obesitas saat hamil. Wanita Asia dengan indeks massa tubuh 25 atau lebih saat
hamil bisa meningkatkan risiko preeklamsia.
i. Faktor keturunan. Risiko mengidap preeklamsia lebih besar jika ada anggota
keluarga yang pernah terkena preeklamsia.
3. Komplikasi Preeklamsia
Komplikasi preeklamsia dapat dibagi dua, yaitu pada wanita hamil dan pada bayi.
Pada wanita hamil, preeklamsia bisa menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
a. Sindrom HELLP (Haemolysis – Elevated Liver enzymes – Low platelet count). Ini
adalah sindrom rusaknya sel darah merah, meningkatnya enzim liver, rendahnya
jumlah trombosit darah. Sindrom ini bisa mengancam keselamatan wanita hamil
dan janinnya.
b. Eklamsia. Kondisi di mana kejang-kejang atau kontraksi otot-otot yang dialami
oleh wanita hamil. Janin yang dikandung bisa tewas ketika ibu sedang kejang-
kejang. Selain janin, eklamsia juga mengancam keselamatan wanita hamil.
c. Penyakit kardiovaskular. Risiko terkena penyakit yang berhubungan dengan
fungsi jantung dan pembuluh darah akan meningkat jika Anda pernah mengidap
preeklamsia.
d. Kegagalan organ lain. Preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi beberapa organ
seperti edema paru, gagal ginjal, dan gagal liver.
e. Rusaknya sistem penggumpalan darah. Kondisi ini bisa menyebabkan
perdarahan secara berlebihan. Perdarahan ini terjadi karena kurangnya kadar
protein dalam darah.
f. Erupsi Plasenta. Kondisi lepasnya plasenta dari dinding bagian dalam uterus
sebelum kelahiran dapat mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan
plasenta. Kondisi ini akan membahayakan keselamatan wanita hamil dan janin.
g. Stroke Hemoragik. Pecahnya pembuluh darah di otak karena tingginya tekanan
di dalam pembuluh darah. Darah mengisi rongga kepala sehingga sel-sel otak
akan mulai mati karena tidak mendapatkan pasokan oksigen dan nutrisi yang
cukup. Kondisi inilah yang menyebabkan kerusakan otak atau bahkan kematian.
4. Penanganan Preeklamsia
a. Penanganan Umum
Segera rawat penderita dan lakukan pemeriksaan klinis terhadap keadaan
umum, sambil mencari tahu riwayat kesehatan sekarang dan terdahulu pasien
atau keluarganya. Jika pasien tidak bernafas, bebaskan jalan nafas, berikan O2
dengan sungkup dan lakukan intubasi jika perlu. Jika pasien kehilangan
kesadaran/koma, bebaskan jalan nafas, baringkan pada satu sisi, ukur suhu dan
periksa apakah ada kaku kuduk.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

b. Jika pasien kejang (eklamsia)


Baringkan pada satu sisi, tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit untuk
mengurangi kemungkinan aspirasi sekret, muntahan atau darah, bebaskan jalan
nafas. Pasang spatel lidah, untuk menghindari tergigitnya lidah. Fiksasi untuk
menghindari pasien jatuh dari tempat tidur.
c. Peeklampsia berat dan Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklamsia sama, kecuali persalinan
harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Penanganan kejang :
1) Beri obat kejang (antikonvulsan).
2) Perlangkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, pengisap lender, masker
oksigen dan oksigen).
3) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma.
4) Aspirasi mulut dan tenggorokan.
5) Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi tradelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi.
6) Berikan O2 4-6 liter/menit.
d. Penanganan umum
Jika tekanan diastolik>110mmHg, berikan obat anti hipertensi sampai
tekanan diastolik antara 90-100mm/Hg. Pasang infus ringer laktat dengan jarum
besar nomor 16 atau lebih. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi
overload. Kateterisasi urin untuk mengukur volum dan pemeriksaan proteinuria.
Infus cairan dipertahankan 1,5-2 liter/24 jam.

Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat


mengakibatkan kematian ibu dan janin. Observasi tanda vital, reflex dan denyut
jantung janin setiap 1 jam. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru.
Adanya krepitasi merupakan tanda-tanda edema paru. Jika ada edema paru,
hentikan pemberian cairan dan berikan diuretic (misalnya furosemid 40 mg IV).
Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi
setelah 7 menit, kemungkinan terjadi koagulopati.
e. Persalinan
Pada preeklamsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam. Sedangkan
pada eklamsia, persalinan harus terjadi dalam 6 jam sejak eklamsia timbul. Jika
terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada
eklamsia), lakukan operasi Caesar. Jika bedah akan dilakukan, beberapa hal
harus diperhatikan :
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

1) Tidak terdapat koagulopati. Koagulopati berkontraindikasi dengan anestesi


spinal.
2) Anestesi yang aman/terpilih adalah anestesi umum untuk eklamsia dan spinal
untuk PEB. Dilakukan anestesi lokal bila risiko anestesi terlalu tinggi.
3) Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5
IU dalam dextrose 10 tetes/menit atau dengan cara pemberian
prostaglandin/misoprostol.
f. Perawatan Post Partum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam post partum atau kejang yang
terakhir. Teruskan terapi hipertensi, jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg.
Lakukan pemantauan jumlah urin.
Pada kasus preeklampsia berat, di masa setelah kelahiran dapat terjadi
eklampsia. Dilaporkan lebih dari 44% eklamsia dapat terjadi, terutama pada wanita
yang melahirkan pada usia kehamilan aterm. Wanita yang timbul hipertensi atau
gejala preeklamsia setelah kehamilan (sakit kepala, gangguan penglihatan, mual
dan muntah, nyeri epigastrum), sebaiknya dirujuk ke spesialis.
Wanita dengan kelahiran yang disertai preeklampsia berat (atau eklampsia),
sebaiknya dilakukan pemantauan dengan optimal pasca melahirkan. Dilaporkan
dapat terjadi eklampsia setelah minggu ke-4.
Terapi anti-hipertensi sebaiknya tetap dilanjutkan pasca kehamilan. Walau
pada awalnya tekanan darah turun, biasanya akan kembali naik kurang lebih 24
jam setelah kehamilan. Pengurangan terapi anti-hipertensi, sebaiknya dilakukan
secara berjenjang.
Kortikosteroid digunakan pada pasien dengan sindrom HELLP. Hasil
penelitian terbaru memperkirakan, corticosteroid dapat memicu perbaikan
gangguan biokimia dan menatology secara cepat. Tetapi tidak ada bukti yang
menunjukkan kortikosteroid dapat menurunkan morbiditas.
g. Rujukan
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika :
1) Terdapat oliguria (<400ml/24 jam).
2) Terdapat sindrom HELLP.
3) Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang.
h. Antikonvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi
kejang pada preeklamsia dan eklamsia. Alternative lain adalah diazepam dengan
risiko terjadinya depresi neonatal.
Magnesium sulfat untuk preeklamsia dan eklamsia :
1) Dosis awal adalah 4 gram intravena sebagai larutan 40% selama 5 menit.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

2) Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5g IM dengan iml Lignokain (dalam semprit yang
sama)
3) Sebelum pemberian MgSO4 ulangan, lakukan pemeriksaan :
a) Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit
b) Ada reflek patella
c) Urin minimal 30ml/jam dalam 4 jam terakhir
d) Frekuensi pernafasan < 16 kali/menit
4) Cara pemberian MgSO4 IV/drip ialah :
a) Setelah pemberian dosis awal, diberikan 12 gram dalam 500 ml RL
dengan tetes 15/menit (2 gram/jam).
b) Reflex patella tidak ada, bradipnea (16 kali/menit)
c) Urin < 30ml/jam pada hari ke 2
5) Hentikan pemberian MgSO4, jika :
a) Terjadi henti nafas bantu pernafasan dengan ventilator
b) Beri kalsium glukonas 2 gram (20ml dalam larutan 10%) IV. Perlahan-
lahan samapai pernafasan mulai lagi.
i. Diazepam untuk Preeklamsia dan Eklamsia
1) Dosis awal adalah 10mg IV. Diberikan secara perlahan selama 2 menit. Jika
kejang berulang, ulangi pemberian sesuai dosis awal.
2) Dosis pemeliharaan adalah 40 mg dalam 500 ml larutan ringer laktat melalui
infus. Depresi pernafasan ibu baru mungkin terjadi bila dosis 30 mg/jam. Jangan
berikan melebihi 100 mg/jam.
j. Anti Hipertensi
Pemberian antihipertensi sebaiknya dimulai pada wanita dengan tekanan
darah sistolik lebih dari 160 mmHg, atau tekanan darah diastolik lebih dari 110
mmHg. Pemberian labetalol secara oral atau intravena, nifedipine secara oral atau
intravena hydralazine dapat lakukan untuk menatalaksana hipertensi berat.
Ada konsensus bersama, bila tekanan darah lebih dari 170/110 mmHg,
lakukan penanganan terhadap tekanan darah ibu. Obat terpilih yang digunakan
adalah labetalol, nifedipine, atau hydralazine. Labetalol memiliki keuntungan dapat
diberikan awal lewat mulut, pada kasus hipertensi berat dan jika diperlukan, bisa
secara intravena.
Terdapat konsensus, bila tekanan darah dibawah 160/100, tidak dibutuhkan
secara mendesak pemberian terapi antihipertensi. Terdapat perkecualian, bila
ditemukan indikasi untuk penyakit dengan gejala yang yang lebih berat, yakni
potenuria berat atau gangguan hari, atau hasil tes darah. Pada kondisi demikian,
peningkatan tekanan darah dapat diantisipasi, dengan terapi antihipertensi pada
level tekanan darah yang lebih rendah yang telah disesuaikan
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

D. Partus Prematurus Iminen


1. Pengertian Partus Prematurus Iminen
Partus prematurus diatas dapat disimpulkan bahwa partus prematurus iminen
adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana akan timbul persalinan pada
umur kehamilan yang belum aterm (28 sampai 37 minggu) atau berat badan lahir
kurang dari 2500 gram.
2. Etiologi dan Faktor Risiko
Menurut Manuaba (1998), faktor predisposisi partus prematurus adalah sebagai
berikut:
a. Faktor ibu
Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun, jarak
hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti; hipertensi,
jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat.
b. Faktor kehamilan
Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum, komplikasi
hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban pecah dini.
c. Faktor janin
Cacat bawaan, infeksi dalam rahim
3. Diagnosis
a. Kriteria
1) Usia gestasi 22-36
2) HIS 1kali/10menit /selama 30detik
3) Dilatasi serviks 2cm atau perubahan dilatasi pada waktu satu jam
4) Pendataran serviks >50-80%
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah rutin, Kimia darah, golongan ABO,faktor Rhesus
2) Urinalisis atau kultur Urin
3) Bakteriologi Vagina
4) Amniosentesis : Surfaktsn
5) Gas dan PH darah janin
c. USG untuk mengetahui
1) Usia gestasi,Jumblah Janin,besar janin, kativitas Biofisik
2) Cacat Kongenital
3) Letak dan Maturasi Plasenta
4) Volume cairan tuba dan kelainan Uterus
d. CTG guna menilai
1) Kesejahteraan Janin
2) Frekuensi dan kekuatan kontraksi
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

4. Tanda dan Gejala


Partus prematurus iminen ditandai dengan :
a. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
b. Rasa berat dipanggul
c. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
d. Keluarnya cairan pervaginam
e. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari
kewaspadaan tenaga medis. Kontraindikasi Menghentikan Proses Persalinan
Preterm :
a. Faktor Maternal
1) Penyakit hipertensi dalam kehamilan yang berat ( misal eksaserbasi akut
hipertensi kronik eklampsia, preeklampsia berat )
2) Penyakit jantung atau paru (mis. Edema paru , ARDS, penyakit katub jantung,
takiaritmia)
3) Dilatasi servik sudah > 4 cm
4) Perdarahan pervaginam ( milsa. Solusio plasenta, plasenta previa , DIC )
b. Faktor Janin
1) Bayi mati atau anomali kongenital yang lethal
2) Fetal distress
3) Infeksi intra uterine ( korioamnionitis )
4) Gawat janin berkaitan dengan usaha mempertahankan kehamilan
5) TBJ > 2500 gram
6) Eritroblastosis fetalis
7) PJT berat
5. Penilaian klinik
Menurut Saifuddin (2001), kriteria persalinan prematur antara lain kontraksi
yang teratur dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya pengeluaraan lendir
kemerahan atau cairan pervaginam dan diikuti salah satu berikut ini :
a. Pada periksa dalam, pendataran 50-80 persen atau lebih, pembukaan 2 cm atau
lebih.
b. Mengukur panjang serviks dengan vaginal probe USG: panjang servik kurang
dari 2 cm pasti akan terjadi persalinan prematur, tujuan utama adalah bagaimana
mengetahui dan menghalangi terjadinya persalinan prematur, cara edukasi
pasien bahkan dengan monitoring kegiatan di rumah tampaknya tidak memberi
perubahan dalam insidensi kelahiran prematur.
6. Penanganan Umum Partus Prematurus Iminen
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

Prinsip penanganan Persalinan preterm lakukan evakuasi keadaan umum ibu ,


upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.Adapun hal yang perlu
diketahui dalam penanganan umum persalinan preterm adalah :
a. Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk penentuan prognosis
daripada berat janin.
b. Demam atau tidak
c. Kondisi janin (jumlahnya, letak / presentasi, taksiran berat janin, hidup/gawat
janin/mati, kelainan kongenital dan sebagainya dengan USG)
d. Letak plasenta perlu diketahui untuk mengantisipasi irisan sectio cesarea
e. Fasilitas dari petugas yang mampu menangani calon bayi terutama adanya
seorang neonatologis, bila perlu dirujuk (Saifuddin, 2002).
7. Penatalaksanaan Partus Prematurus Iminen
a. Segera lakukan penilaian tentang
1) Usia gestasi ( untuk prognosis)
2) Demam ada/tidak
3) Kondisi janin (jumlah, letak,TB) Hidup/gawat janin/mati,atau kelainan
Kongenital dll
4) Letak plasenta : perlukah SC
5) Kesiapan Untuk Menangani bayi prematur
b. Tentukan kemungkinan penanganan selanjutnya
1) Pertahankan Janin hingga kelahiran aterm
2) Tunda persalinan 2-3 hari untuk memberikan obat pematangan paru janin
3) Biarkan terjadi persalinan
c. Penataklaksanaan belum dalam persalinan
1) Bedrest
2) Deteksi dan management faktor Resiko
3) Tokolitik
Kemungkinan obat-obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting untuk
dipakai memberikan kortikosteroid sebagi induksi maturasi paru bila usia
gestosis kurang dari 34 minggu. Ibu masuk rumah sakit (rawat inap), lakukan
evaluasi terhadap his dan pembukaan dan tindakan sebagai berikut:
d. Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin
e. Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selang 12 jam (atau berikan 4 dosis
deksamethason 5 mg IM selang 6 jam)
f. Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas.
Pemberian obat-obatan tokolitik(salbutamol,MgSo4,Nifedipin, Nitrat) tidak lebih
dari 48 jam.Monitor keadaan janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distres
nafas, kontraksi uterus, pengeluaran cairan ketuban atau darah pervaginam, DJJ,
balance cairan , gula darah) (Saifuddin, 2002).
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

8. Cara persalinan
Lakukan persalinan pervaginam bila janin presentasi kepala atau dilakukan
episiotomi lebar dan lakukan perlindungan forceps terutama pada kehamilan 35
minggu. Lakukan persalinan dengan seksio sesarea bila janin letak sunggsang ,
gawat janin dengan syarat partus pervaginam tidak terpenuhi , janin letak lintang,
placenta previa dan taksiran berat janin 1.500 gram (Mansjoer, 2002).
Pimpinan partus prematurus bertujuan untuk menghindari trauma bagi anak yang
masih lemah :
a. Partus tidak boleh berlangsung terlalu lama tapi sebaliknya jangan pula terlalu
cepat
b. Jangan memecah ketuban sebelum pembukaan lengkap
c. Buatlah episiotomi medialis
d. Kalau persalinan perlu diselesaikan, pilihlah forceps diatas ekstraksi vakum
e. Jangan menggunakan narcose
f. Tali pusat secepat mungkin digunting untuk menghindarkan ikterus neonatorum
yang berat (Sastrawinata , 1984).

E. Abortus (O.04)

Abortus/keguguran adalah suatu ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi


sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, dan sebagai batasan digunakan
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat anak kurang dari 500 gram.
Abortus dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
1. Abortus Komplet, Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan
kurang dari 20 minggu.
2. Abortus Inkomplet, Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada
yang tertinggal.
3. Abortus Insipiens, Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks
yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam
rahim
4. Abortus Iminens, Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam,
sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
5. Missed Abortion, Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya
masih dalam kandungan.
6. Abortus Habitualis, Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu.
Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak


bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin
seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan
pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi
yang menahun.
3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti
radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim,
kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara
umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan menurut jenis
abortus yang dialami, antara lain :
1. Abortus Komplet, tidak memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya
apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya
makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
2. Abortus Inkomplet, bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus
dan dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi/ RS untuk mendapatkan transfusi
darah dan kuretase
3. Abortus Insipiens, biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang
dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
4. Abortus Iminens, istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam
pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah
aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang bila pasien gelisah.
5. Missed Abortion,dilakukan kuretase.

F. Partus Lama
1. Pengertian partus lama atau macet
Partus lama disebut juga “distosia”di defenisikan sebagai persalinan abnormal/sulit.
Persalinan distosia adalah proses persalinan yang menyimpang dari persalinan
eutosia yang di sebabkan oleh ketidak serasian antara tiga komponen penting yaitu
power,passege dan pessenger sehingga menimbulkan kesulitan jalan nya persalinan.
2. Faktor yang dapat menyebabkan persalinan lama
a. Kelainan tenaga ( kelainan his ).his yang tidak normal dalam kekuatan atau sifat
nya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan,tidak dapat di atasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau
kemacetan.
b. Kelainan janin. Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena:
1) Kelainan letak janin:
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

a) Letak sungsang
b) Letak lintang
2) Kelainan bentuk dan posisi janin
a) Kelainan kongenital, seperti Hidrosefalus, Mekrosemia, Anensefalus, Kembar
siam
3) Kelainan defleksi kepala janin
a) Letak kepala janin
b) Letak dahi
c) Latak muka
4) Kelainan putar paksi dalam kepala
a) Deep transverse arrest
b) Oksipito posterior persiten
c) Oksipito anterior persiten
c. Persalinan distosia karena penempatan atau letak ganda 2
1) Kelainan jalan lahir:
a) Kelainan jalan lahir tulang : Panggul sempit, kelainan bentuk panggul
2) Kelainan jalan lahir lunak
a) Kekakuan serviks
b) Kekakuan perineum
3. Tanda dan gejala partus lama
a. Ibu tampak kelelahan dan lemah
b) Kontraksi tidak teratur tetapi kuat.
c) Dilatasi serviks lambat atau tidak terjadi.
d) Tidak terjadi penurunan bagian terbawah janin, walaupun kontraksi adekuat.
e) Molding sutura tumpang tindih dan tidak dapat di perbaiki.
4. Penanganan kegawatdaruratan partus lama
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apa pun,keadaan ibu yang
bersangkutan harus di awasi dengan seksama.tekanan darah di ukur tiap empat
jam,bahkan pemeriksaan ini perlu di lakukan lebih sering apabila ada gejala
preeklampsia.denyut jantung janin di catat setiap setengah jam dalam kala I dan lebih
sering dalam kala II.kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus dapat perhatiaan
sepenuh nya.karena ada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan
tindakan pembedahan dengan narkosis,hendaknya ibu jangan di beri makan biasa
melainkan dalam bentuk cairan.sebaiknya di berikan infus larutan glukosa 5% dan
larutan NaCl isotonik secara intravena berganti-ganti.pemeriksaan dalam perlu di
lakukan ,tetapi harus selalu di sadari bahwa setiap pemeriksaan dalam mengandung
bahaya infeksi.apabila persalinan berlangsung dalam 24 jam tampa kemajuan yang
berarti,perlu di adakan penilaian yang seksama tentang keadaan.selain penilaian
keadaan umum,perlu di tetapkan apakah persalinan benar-benar sudah mulai atau
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

masih dalam tingkat fase labour ,apakah ada inersia uteri atau incoordinate uterine
action, dan apakan tidak ada disproporsi sefalopelvik biar pun ringan.
Dalam menengtukan sikap lebih lanjut perluh di ketahui apakah ketuban sudah
atau belum pecah.apabila ketuban sudah pecah,maka keputusan untuk
menyelesaikan persalinan tidak boleh di tunda terlalu lama berhubung dengan
bahaya infeksi.sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah dapat di ambil
keputusan apakah perlu di lakukan seksio sesarea dalam waktu singkat atau
persalinan dapat di biarkan berlangsung terus.
5. Rujukan
a. Kondisi pasien yang di rujuk, jika ada kelainan atau bila gariswaspada pada
partograf dilewati persiapkan rujukan yang tepat.
b. Rujuk dengan tepat untuk fase laten persalinan yang memanjang (0-4
cm):berlangsung lebih 8 jam.
c. Rujuk dengan tepat untuk fase aktif persalinan yang memanjang, kurang dari
1cm/jam dan garis waspada pada partograf telah dilewati.
d. Cara merujuk
1) Inform concent
2) Berikan cairan iv (RL)
3) Dampingi ibu agar tetap menjaga keadaan ibu tetap baik

G. Retensio Placenta (O.73)


1. Definisi Retensio placenta
Keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
2. Penyebab
a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
1) Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.
2) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
3) Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
4) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
dinding rahim.
b. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri
atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan
penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta
inkarserata).
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi
bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan
indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum
penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
3. Penegakan diagnosis
Plasenta belum lahir selama 1jam setelah bayi lahir
4. Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila
plasenta belum lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai
perdarahan.
Tindakan penanganan retensio plasenta :
a. Memberikan informasi kepada ibu tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Mencuci tangan secara efektif
c. Melaksanakan pemeriksaan umum
d. Mengukur vital sign,suhu,nadi,tensi,pernafasan
e. Melaksanakan pemeriksaan kebidanan : inspeksi, palpasi, periksa dalam
f. Memakai sarung tangan steril
g. Melakukan vulva hygiene
h. Mengamati adanya gejala dan tanda retensio plasenta
i. Bila placenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir,atau terjadi perdarahan
sementara placenta belum lahir,maka berikan oxytocin 10 IU IM.
j. Pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadi kontraksi,kemudian
coba melahirkan plasenta dengan menggunakan peregangan tali pusat terkendali
k. Bila dengan tindakan tersebut placenta belum lahir dan terjadi perdarahan
banyak,maka placenta harus dilahirkan secara manual :
1) Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2) Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan
suci hama.
3) Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam
rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi
plasenta dilepas – disisihkan dengan tepi jari-jari tangan – bila sudah lepas
ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta
dan bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan
jalan lahir (uterus) dan membawa infeksi.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

H. HPP (O.72)
1. Pengertian HPP
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di
traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan banyak
bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat
kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah
nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan
darah yang sangat banyak
2. Penyebab HPP
a. Atonia uteri Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta
setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak
mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab utama dari
perdarahan post partum.
b. Retensio plasenta plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak
lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat
disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
c. Robekan jalan lahir Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir
lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut
berasal dari perlukaan jalan lahir. Perluakaan jalan lahir terdiri dari :
1) Dibagi atas 4 tingkat : tingkat I-IV
2) Hematoma vulva
3) Robekan dinding vagina
4) Robekan serviks
5) Gangguan pembekuan darah
6) Perdarahan post partum lambat : sisa plasenta
3. Diagnosa HPP
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada
perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan
berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum
tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap
persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras
biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan
perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat
perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan
mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah
perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di


vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya
kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan
postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan
umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
4. Pencegahan dan Penanganan HPP
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah
memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan
diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang
menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir,
dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
a. Penanganan umum pada perdarahan post partum :
1) Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
2) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
(termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
3) Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang
persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di
ruang rawat gabung).
4) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
5) Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan
dengan masalah dan komplikasi
6) Atasi syok
7) Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam
pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam
500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
8) Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan
jalan lahir.
9) Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
10) Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
11) Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik
b.Penanganan antonia uteri :
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien.
Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat
hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan
klinisnya.
1) Sikap tradelenburg, memasang venous ine dan memberika oksigen
2) Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :
a) Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
b) Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, / s.c
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

c) Memberikan derivat prostaglandin


d) Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rektal
e) Kompresi bimanual eksternal dan atau internal
f) Kompresi aorta abdominalis
3) Bila semua tindakan itu gagal , maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan
operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan
uterus) atau melakukan histerektomi.
c. Penanganan episiotomi, robekan perineum dan robekan vulva :
Ketiga jenis perlukaan harus dijahit
1) Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai
catgut yang dijahitkan secara jelujur dengan cara jahitan angka delapan (
figure of eight)
2) Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat 1 atau tingkat
II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir
yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan
sebelah kiri dan kana masing2 djepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian
di gunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka
robekan.
3) Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit,
kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan
catguk kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang
terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit
dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan
dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II
4) Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan
perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa
dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan
apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan
perbaikan dirumah sakit kabupaten/ kota
d. Penanganan hematoma :
1) Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya hematoma.
Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, sukup dilakukan
kompresi
2) Pada hematoma yang besar lebih2 disertai dengan anemia dan presyok, perlu
segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

sepanjang bagian hematoma yng paling terengggang. Seluruh bekuan


dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan,
perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahti sumber perdarahan
tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat
dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan
ujung kasa tersebut diluar
e. Penanganan robekan dinding vagina :
1) Robekan dinding vagian harus dijahit
2) Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk kerumah sakit
f. Penanganan robekan serviks :
Bibir depan dan bibir elakang serviks dapat dijepit dengan klem fenster.
Kemudian serviks ditarik sedikti untuk menentukan letak robekan dan ujung
robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung
robekan untuk mengehentikan perdarahan
g. Penanganan retensio plasenta :
1) Bila plasenta dalam ½ jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan gejala-
gejala perlepasan, maka dilakukan pelepasan maka dilakukan manual
plasenta
2) Tehnik pelepasan plasenta secara manual : alat kelamin luar pasien di
desinfeksi begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan
memakai sarung tangan, labia disingkap, tangan kana masuk secara obsteris
ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam kini
menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya direnggangkan oleh asisten.
3) Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir
plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pnggir yang sudah terlepas
4) Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah
antara bagian plasena yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan
gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah plasenta terlepas
seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar
5) Plasenta akreta
Terapi : plasenta akreta parsialis masih dapat dilepaskan secara manual
tetapi plasenta akreta komplit tidak boleh dilepaskan secara manual karena
usaha ini dapat menimbulkan perforasi dinding rahim. Terapi terbaik dalam
hal ini adalah histerektomi
h. Pencegahan gangguan pembekuan darah :
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan utnuk menata strategi pelayanan ibu
hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas
kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

saat proses persalinan, semua kahamilan mempunyai resiko untuk terjadinya


patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasaca persalinan.
Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki kaeadaan umum dan mengatasi
setiap penyakit kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan
persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal
2) Mengenal faktor predisposisi perdarahan pasca persalinan seperti mutiparitas,
anak besar, hamil kembar hidramnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan
pasca persalinan sbelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya yang
resikonya akan muncul saat persalinan
3) Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pecegahan partus lama
4) Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
5) Kehamilan resiko rendah agar emlahirkan di tenga kesehatan yang terlatih
dan menghindari persalinan dukun
6) Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama mengahdapi perdarahan
pasca persalinan dan mengadakan rujukan sebagaiman mestinya
i. Penanganan sisa plasenta
1) Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakuakn dengan kuretase. Dalam
kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan
secara manual
2) Kuretase harus dilakukan dirumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim
realatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus
3) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilajutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau peroral
4) Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan
perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi
ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
5) Lakukan ekplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh isntrument, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan AMV atau dilatasi atau kuretase
6) Bila kadar Hb 8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hr selama 10 hari.

I. Asfiksia (P.21)
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal,


2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan
yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya
dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia
pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi
untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal
itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya
tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau
(sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu,
penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan
persalinan.
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
1. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
2. Warna kulit kebiruan
3. Kejang
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

4. Penurunan kesadaran
Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan
tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan
lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus
diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan
mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun
sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin
disertai asfiksia.(Wiknjosastro, 1999)
Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi,
menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan
resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian
tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting,
yaitu :
a. Penafasan
b. Denyut jantung
c. Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau
membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan
menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera
ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan
positif (VTP).
Persiapan Alat Resusitasi
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi


dalam keadaan siap pakai, yaitu :
1. 2 helai kain / handuk.
2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk
kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala
bayi.
3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
5. Kotak alat resusitasi.
6. Jam atau pencatat waktu.(Wiknjosastro, 2007).
Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai
ABC resusitasi, yaitu :
1.Memastikan saluran terbuka
a. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
b. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
c. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran
pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
a. Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b. Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau
mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
a. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara Kompresi dada.
b. Pengobatan
Detail Cara Resusitasi
Langkah-Langkah Resusitasi
1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan
selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih
kemudian lanjutkan ke hidung.
5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-
usap punggung bayi.
6. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6
detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah /
sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x /
menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

a. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.


b. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O 2 100 % melalui ambubag
atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi
mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV
40 – 60 x / menit.
c. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan
10.
1) 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
2) 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
3) 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai
kompresi jantung.
4) < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
5) Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara
kompresi jantung :
1) Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi
tubuh bayi.
2) Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan
belakang tubuh bayi.
3) Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.
4) Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai
denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
5) Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin
1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
6) Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.
7) Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis
diatas tiap 3 – 5 menit.
8) Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon
terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2
MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007)
Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif,
kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat
terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia
dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.
2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan
minumum antara lain :
a. Alat pemanas siap pakai – Oksigen
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

b. Alat pengisap
c. Alat sungkup dan balon resusitasi
d. Alat intubasi
e. Obat-obatan
Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :
1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus
rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus
dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai
suatu tim yang terkoordinasi.
4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya
ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap
pakai.

J. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)


1. Definisi BBLR
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa
memandang masa kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1
jam setelah lahir.
Bayi Kecil Masa kehamilan (KMK) adalah bayi yang tidak tumbuh dengan baik
di dalam kandungan selama kehamilan. Ada 3 kelompok bayi yang termasuk bayi
KMK, KMK lebih bulan, KMK cukup bulan, KMK kurang bulan.
2. Tujuan
Memberikan tata laksana yang baik dan benar pada bayi dengan BBLR
3. Teknik tindakan:
a. Deteksi pada ANC dilihat dari kenaikan berat badan ibu yang <7,5 kg, status gizi
ibu rendah, dan faktor risiko komplikasi penyakit pada kehamilan.
b. BBLR dinilai dengan menggunakan dua parameter:
1) Bernapas spontan atau menangis
2) Air ketuban (keruh atau tidak) 3. Tata laksana BBLR dibedakan menjadi tata
laksana saat lahir dan setelah lahir.
4. Tata laksana saat lahir:
a. Asuhan BBLR tanpa asfiksia sebagai berikut:
1) Bersihkan lendir secukupnya kalau perlu
2) Keringkan dengan kain yang kering dan hangat
3) Segera berikan pada ibu untuk kontak kulit ibu dengan kulit bayi
4) Segera memberi ASI dini dengan membelai
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

5) Memandikan bayi dilakukan setelah 24 jam, atau lebih dari 24 jam jika bayi
hipotermi < 36,5 C, suhu lingkungan dingin, ada penyulit yang lain.
6) Profilaksis suntikan Vitamin K1 1 mg dosis tunggal, IM pada paha kiri
anterolateral
7) Salep mata antibiotik
8) Perawatan tali pusat: kering, bersih, tidak dibubuhi apapun dan terbuka
9) Bila berat lahir ≥ 2000 gram dan tanpa masalah atau penyulit, dapat diberikan
Vaksinasi Hepatitis B pertama pada paha kanan
b. Asuhan BBLR yang tidak bernapas spontan dimasukkan ke dalam kategori lahir
dengan asfiksia dan harus segera dilakukan langkah awal resusitasi dan tahapan
resusitasi berikutnya bila diperlukan.
1) Resusitasi
Pemberian resusitasi diputuskan berdasarkan penilaian keadaan Bayi Baru
Lahir, yaitu bila:
• Air Ketuban bercampur mekonium ( letak kepala/gawat janin)
• Bayi tidak menangis, atau tidak bernapas spontan, atau bernapas megap-
megap
Catatan: Untuk memulai tindakan resusitasi BBLR asfiksia tidak perlu
menunggu hasil penilaian skor APGAR
Langkah awal resusitasi:
a)Jaga bayi dalam keadaan hangat
b)Atur posisi kepala bayi sedikit tengadah (posisi menghidu)
c)Isap lendir di mulut, kemudian hidung
d)Keringkan sambil dilakukan rangsang taktil
e)Reposisi kepala
f)Nilai keadaan bayi dengan melihat parameter: usaha napas. Bila setelah
dilakukan penilaian, bayi tidak menangis atau tidak bernapas spontan dan
teratur
g)Lakukan Ventilasi sesuai dengan tatalaksana manajemen Asfiksia Bayi Baru
Lahir
h)Bila setelah ventilasi selama 2 menit, tidak berhasil, siapkan rujukan
i)Bila bayi tidak bisa dirujuk dan tidak bisa bernapas hentikan ventilasi setelah
10 menit denyut jantung tidak ada/tidak terdengar, kemudian siapkan
konseling dukungan emosional dan pencatatan bayi meninggal
2) Tata laksana setelah lahir
a) Riwayat
Tanyakan tanggal perkiraan kelahiran atau umur kehamilan
b) Periksa
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

• Timbang berat bayi (dalam keadaan telanjang) setelah lahir (0-24 jam) dan
bernapas baik. Timbangan dilapisi kain hangat dan ditera.
 Lakukan pemeriksaan fisik
c) Masalah/Kebutuhan
Tentukan bayi adalah:
• BBLR yang boleh dirawat oleh bidan, adalah BBLR dengan berat ≥ 2000
gram, tanpa masalah / komplikasi
• BBLR < 2000 gram atau > 2000 gram tetapi bermasalah harus dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
3) Rencana Perawatan
Untuk semua bayi dengan berat 2000 – 2499 gram:
a) Jaga bayi tetap hangat:
Jaga bayi selalu “kontak kulit dengan kulit” dengan ibunya (Perawatan
Metode Kanguru kontinu (PMK))
b) Pertahankan posisi ibu dan bayi dengan selembar kain yang hangat dan
dilapisi dengan baju berkancing depan di atasnya.
c) Tutupi kepala bayi dengan kain atau topi.
d) Mandikan bayi setelah berusia 24 jam dan suhu tubuh stabil.
e) Mendorong ibu meneteki (atau memerah kolostrum dan memberikan
dengan cangkir atau sendok) sesegera mungkin dan selanjutnya setiap 2-3
jam.
f) Periksa tanda vital (pernapasan, suhu, warna kulit) setiap 30-60 menit
selama 6 jam
g) Ajari ibu dan keluarga menjaga bayi tetap hangat dengan selalu melakukan
“kontak kulit dengan kulit”
h) Jika suhu ketiak turun dibawah 36,50C; anjurkan ibu untuk melakukan
perawatan metode Kanguru kontinu.
i) Tutupi bayi-ibu dengan selimut atau kain yang lebih HANGAT dan tempatkan
keduanya di ruangan yang hangat.
j) Sarankan ibu dan keluarga selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum
memegang BBLR.
Jika masalah bertambah:
Jika BBLR badan tetap dingin/panas, membiru, atau memiliki gangguan
pernapasan, stimulasi dan rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
Jika bayi boleh minum tapi tidak dapat menghisap dengan baik, perah
dan beri ASI dengan menggunakan cangkir /sendok dan segera rujuk ke
fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
Pemantauan
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

a) Pemantauan dilakukan dengan bantuan bidan untuk mengunjungi bayi


minimal dua kali dalam minggu pertama dan selanjutnya sekali dalam setiap
minggu sampai berat bayi 2500 gram dengan mempergunakan format
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM).
b) BBLR dapat turun beratnya hingga 10 -15% dalam 10 hari pertama
kemudian sudah harus naik, paling kurang 20 gram sehari atau 120 gram
dalam 6 hari.
Analisis tindakan/ Perhatian :
BBLR umumnya dapat mengalami masalah sebagai berikut:
1. Asfiksia
2. Gangguan napas
3. Hipotermi
4. Hipoglikemi
5. Masalah pemberian ASI
6. Infeksi
7. Ikterus (kadar bilirubin yang tinggi)
8. Masalah perdarahan
Perhatian dan tatalaksana yang baik pada saat lahir, yaitu harus mendapat
”Pelayanan Neonatal Esensial”, yang terdiri atas:
1. Persalinan yang bersih dan aman
2. Stabilisasi suhu
3. Inisiasi pernapasan spontan
4. Pemberian ASI dini (Inisiasi Menyusui Dini/IMD) dan Eksklusif
5. Pencegahan Infeksi dan pemberian Imunisasi
Anjuran pada anak BBLR, untuk mencegah kebutaan dan ketulian perlu
dilakukan pemeriksaan mata dan telinga sedini mungkin.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

BAB V
LOGISTIK

Kebutuhan alat – alat untuk pemberian asuhan kebidanan di Puskesmas ABCD


diperoleh dari penanggung jawab sarana prasarana yang sebelumnya sudah mengajukan
pengadaan ke Dinas Kesehatan, sedangkan kebutuhan obat – obatan untuk pemberian
asuhan kebidanan di Puskesmas ABCD diperoleh dari penanggung jawab obat setelah
sebelumnya memasukkan permintaan ke GFK dan sebagian melakukan pengadaan
sendiri oleh Puskesmas ABCD.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien (pasien safety) secara sederhana di defenisikan sebagai suatu


upaya untuk mencegah bahaya yang terjadi pada pasien. Konsep keselamatan pasien
harus dijalankan secara menyeluruh dan terpadu.
Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien :
1.Memastikan identitas pasien untuk menghindari kesalahan tindakan atau pengobatan
terhadap pasien
2. Memberikan asuhan sesuai dengan kasus pasien
3. Menjaga privasi pasien
4. Melengkapi catatan tenaga klinis sesuai dengan pedoman yang telahditentukan
5. Membuat system identifikasi dan pelaporan kejadian tidak diharapkan.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Setiap kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan dapat menimbulkan


bahaya bagi petugas termasuk petugas yang memberikan asuhan kebidanan.Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam upaya kesehatan dan keselamatan kerja yaitu ruangan
kerja dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan proses kerja, pencahayaan yang
cukup,suhu, kelembaban ruangan dan kebersihan ruangan dari binatang seperti kecoa dan
tikus serta hal-hal yang berkaitan dengan factor ergonomic dan psikososial, serta
penggunaan APD saat memberikan asuhan kebidanan.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian Mutu Asuhan Kebidanan merupakan kegiatan untuk mencegah


terjadinya masalah atau mencegah terjadinya kesalahan dalam penanganan pasien
kebidanan yang bertujuan untuk keselamatan pasien. (patient safety).
Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan :
1. Unsur masukan (input) yaitu sumber daya manusia, sarana dan prasarana, Standar
Prosedur Operasional.
2. Unsur Proses,yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi dan kerjasama.
3. Unsur Lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manajemen, budaya respon dan tingkat
pendidikan masyarakat.
Pengendalian mutu asuhan kebidanan terintegrasi dengan program pengendalian
mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas ABCD yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu penyelenggaraan asuhan kebidananmeliputi :
1. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk
peningkatan mutu sesuai standar.
2. Pelaksanaan,yaitu :
a. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja
b. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian
3. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi yaitu :
a. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar
b. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
PEDOMAN ASUHAN KEBIDANAN PUSKESMAS ABCD 2016

BAB IX
PENUTUP

Pedoman ini dibuat sebagai acuan dalam pemberian layanan asuhan kebidanan di
Puskesmas ABCD dan jaringannya yang merupakan kegiatan terpadu dengan tujuan
untuk menunjang tercapainya layanan yang paripurna dan komprehensif dalam rangka
upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Puskesmas ABCD. Untuk keberhasilan
penanganan pasien kebidanan di Puskesmas ABCD ini diperlukan komitmen dan
kerjasama semua pemangku kepentingan terkait. Hal tersebut akan menjadikan Asuhan
kebidanan di Puskesmas ABCD semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh
pasien dan masyakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra Puskesmas ABCD dan
kepuasan pasien atau masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai