Anda di halaman 1dari 24

FRAKTUR

A. Landasan Teoritis Penyakit

1. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya


disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2010).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis


dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner
& Sudarth, 2011).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang


dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2009).

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2011).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah


terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan oleh jenisnya, luasnya, dan
tipenya yang biasanya disebabkan oleh trauma / tenaga fisik.

2. Etiologi Fraktur

Menurut corwin (2010) penyebab fraktur dapat terjadi karena tulang


mengalami :
1. Trauma langsung/ direct trauma

Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat


ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).

2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma

Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat


terjadi fraktur pada pegelangan tangan.

3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.

4. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat


berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2. Faktor Instrinsik
Faktor dari dalam yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur
seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan
atau kekerasan tulang.

2.2 Klasifikasi Fraktur

Jenis – jenis fraktur (Brunner dan Suddart, 2011)


3. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan
cruris dst).

4. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:

a. Fraktur komplit adalah patahan pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran

b. fraktur inkomplit adalah patahan hanya terjadi sebagian dari tengah


tulang.

5. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :

a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.

b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.

c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama

6. Berdasarkan posisi fragmen :

a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua


fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang


juga disebut lokasi fragmen

5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen


tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan


lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.

3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak


bagian dalam dan pembengkakan.

4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata


dan ancaman sindroma kompartement.

b. Fraktur terbuka ( fraktur komplikata / kompleks ) merupakan


fraktur dengan luka pada kulit, menbran mukosa sampai kepatahan
tulang yang dibagi menjadi 3 grade :

1) Grade I dengan luka bersih ( 1 cm Panjangnya )

2) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang


ekstensif

3) Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami


kerusakan jaringan lunak. Yang ekstensif.

3. Patofisiologi
Apabila tulang hidup normal dan mendapat kekerasan yang cukup
menyebabkan patah, maka sel-sel tulang akan mati. Perdarahan biasanya terjadi
disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut.
Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan hebat
timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mati berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah di tempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk bekuan fibrin
(hematom fraktur) dan berfungsi sebagai jalan untuk melekatnya sel-sel baru.
Aktifitas osteoblas segera terangsang dan membentuk tulang baru imatur yang
disebut kalus. Bekuan fibrin di reabsorbsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan
lahan mengalami remodeling untuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan
kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan
beberapa minggu sampai beberapa bulan. (Corwin 2001)
E. Pathway fraktur

Trauma,petologis/kelelahan

PK.
Hemora gi Discontinuitas tl, Fraktur Krisis situasi
pembuluh darah terbuka/tertutup
Pk. jaringan Reposis/reduk si
Sindrome
komparte
men Risiko
trauma/cedera Terbuka Tertutup
Risiko tambahan
infeksi

Tekanan Fiksasi
Grkan Frag Tl, Keterbatas Fiks.Ektr
sumsum internal:
odem,jar,otot an mobilisasi nal
tulang plat.scrue
lebih
tinggi dari
tek kapiler Tind.Pembedahan Pk Syok, pk. Imolisasi
hemoragik penekanan
jar.
Globulin Kerusakan Risk Spasme
lemak neuro infeksi Kerusakan
otot
muskuler mobilitas Risk.
fisik kerusak
an
Aliran integrit
pemb.drh as kulit
Risk kerusakan
Defisit perawatan
neuromuskuler
diri
Pk.Emboli

Masuk ke Nyeri akut


otak,
paru,ginjal

Risk Kerusakan
Hipoksi,takipn pertkrn gas
ea
4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,


pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang
dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5
sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu
dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

5. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”


menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu
AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar
indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:

a. Bayangan jaringan lunak.


b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi.

c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:

a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.

b. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh


darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.

c. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda


paksa.

d. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara


transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

b. Pemeriksaan Laboratorium

a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan


tulang.

b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan


osteoblastik dalam membentuk tulang.

c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),


Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.

c. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.

b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan


fraktur.

d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.

e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada


tulang.

f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

6. Stadium Penyembuhan Fraktur

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh
aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah


fraktur.Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan
sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung
24 -48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro


kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow
yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus
masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi
dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari erbentuklah tulang baru
yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung
selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.

c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan


osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk
tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast
dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.
Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang
yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada
tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

d. Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang


berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa
diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban
yang normal.

e. Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya.

7. Komplikasi
a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif
pada suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-
laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau
ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas
bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
h. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat
i. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau
necrosis iskemia.
j. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif
sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti.
Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.

8. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


8.1 Penatalaksanaan Umum
1. Atasi syok dan perdarahan, serta dijaga lapangnya jalan nafas.
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri,
mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya
kedudukan fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di
anggota gerak bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan
ke badan penderita, pada lesi bagian anggota gerak bawah maka anggota
gerak yang sakit dibebatkan ke anggota gerak yang sehat. Terhadap lesi di
daerah vertebra, penderita dibaringkan di alas yang keras.(Agus
Purwadianto & Sampurna, 2000)

8.2 Penatalaksanaan Medis

 Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Eksisi jaringan mati/ debridement
c. Hecting situasi
d. Antibiotik
 Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/ pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
b. Reduksi/ Manipulasi/ Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang)
adalah mengembalikan fragmen tulang pada keadaan sejajarnya dan
rotasfanatomis (Brunner, 2001).
Reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk
menjalani prosedur, harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan
analgetika yang diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan
anestasia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan
lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan. Sementara gips,
bidai dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga
reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar X
harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Sinar X digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi
fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus
pada sinar X. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk
melanjutkan imobilisasi.

Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.


Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi internal/ORIF
(Open Reducion Internal Fixation) adalah fiksasi interna dengan pembedahan
terbuka untuk mengistirahatkan fraktur dengan melakukan pembedahan untuk
memasukkan paku, screw, pen kedalam tempat fraktur untuk
menguatkan/mengikat bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
fiksasi eksternal/OREF (Open Reducion eksternal Fixation) adalah
reduksi terbuka dengan fiksasi internal di mana prinsipnya tulang
ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di
bagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu
batang lain. Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk
fraktur kominutif ( hancur atau remuk ) . Pin yang telah terpasang dijaga agar
tetap terjaga posisinya , kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini
memberikan rasa nyaman bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen
tulang.
c. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Immobilisasi fraktur. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam
posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips atau
fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang
berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
d. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler
(mis.pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan
ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan
neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan
berbagai pendekatan (mis. Meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan
nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan
untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas
semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang diperkirakan
stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stess pada
ekstremitas yang diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban
berat badan.

B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses


keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini
terbagi atas:

a. Anamnesa

1) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang


dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

DS ( Data Subjektif ) : Pasien mengeluh rasa nyeri pada bagian yang


mengalami fraktur ( femur , humerus , tibia , fibula , dll ) .

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien


digunakan:

a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang


menjadi faktor presipitasi nyeri.

b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau


digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.

c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan


klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.

DO ( Data Objektif ) : Pasien tampak meringis kesakitan , pasien


tampak memegangi bagian yang mengalami fraktur , pasien tampak
menangis , pasien tampak lemas, dan lain-lain.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari


fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan


memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit
untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang


merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik

6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat

7) Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan


pada struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat
keperawatan yang perlu dikaji adalah:

a) Aktivitas istirahat

Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian terkena


mungkin segera setelah fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder
dari pembengkakan jaringan nyeri.

b) Sirkulasi

Tanda : HT (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri /


ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), Takikardia (respon
stress, hivopolemia)

c) Neurosensori

Gejala : Hilang gerakan atau sensasi , spasme otot, kesemutan

Tanda : Deformitas lokal : agulasi abnormal, pemendekan, rotasi


krepitasi.

d) Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera mungkin terlokalisasi


pada area jaringan / kerusakan tulang dapat berkurang pada
imobilisasi. Tak ada nyeri akibat kerusakan saraf spasme atau kram
otot (setelah imobilisasi)

e) Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)

f) Penyuluhan

Gejala : Lingkungan tidak mendukung (menimbulkan cedera)


pengetahuan terbatas.

2. Analisa data

No Data Etiologi Masalah keperawatan


1. DS: Fraktur Nyeri
pasien mengatakan nyeri
DO: Diskontinuitas tulang
Pasien terlihat meringis
dengan skala nyeri 0 – 10 Pergeseran fragmen tulang

Nyeri akut
2. DS: Kerusakan fragmen tulang Ketidakefektifan
Pasien mengatakan
perfusi jaringan perifer
pusing. Tekanan sumsum tulang lebih
DO: tinggi dari kapiler
Tekanan darah pasien
rendah <100 mmHg Melepaskan ketekolamin

Metabolisme asam lemak

Bergabung dengan trombosit


emboli

Menyumbat pembuluh darah

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

3. DS: Diskontinuitas tulang Kerusakan integritas


Pasien mengatakan
kulit
cemas karna terdapat Perubahan jaringan sekitar
luka pada kulitnya yang Laserasi kulit
tidak normal.
DO:
Terdapat luka di kulit Kerusakan integritas kulit
yang di akibatkan oleh Resiko infeksi
fraktur terbuka.
DS: Fraktur Hambatan mobilisasi
Pasien mengatakan kaku
fisik neuromuscular,
atau sulit menggerakan
tubuhnya. Hambatan mobilisasi fisik nyeri, terapi restriktif
DO:
(imobilisasi)
Pasien tidak dapat
melakukan aktivitas
sehari – hari

3. Diagnosa Keperawatan

a. Diagnosa pre op
1) Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang edema,
cedera jaringan lunak pemasangan traksi.
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d suplai darah jaringan
b. Diagnosa post op
1) Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
2) Hambatan mobilisasi fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)

4. Rencana Keperawatan
a. Rencana keperawatan pre

NO Dx Keperawatan NOC NIC


1. Nyeri akut b.d agen injuri  Pain level - Lakukan pengkajian nyeri
fisik, spasme otot, gerakan  Pain control secara komprehensif
fragmen tulang edema,  Comfort level termasuk lokasi,
cedera jaringan lunak Kriteria hasil : karakteristik, durasi,
pemasangan traksi. - Pasien mampu frekuensi, kualitas dan faktor
mengontrol nyeri presipitasi

- Melaporkan bahwa - Observasi reaksi nonverbal


nyeri berkurang dengan dari ketidaknyamanan
menggunakan - Gunakan komunikasi
manajemen nyeri terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
- Ajarkan tekhnik relaksasi
kepada pasien
- Kolaborasi pemberian
analgetik untuk mengurangi
nyeri
2. Ketidakefektifan perfusi  Circulation status - Monitor adanya daerah
jaringan perifer b.d suplai  Tissue perfucion: tertentu yang hanya peka
darah jaringan cerebral terhadap
Kriteria hasil : panas/dingin/tajam/tumpul
Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang di - Batasi gerakan pada kepala,
tandai dengan : leher dan punggung
 Tekanan systole dan
diastole dalam rentang
yang di harapkan
 Tidak ada ortostatik
hipertensi
Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang di tandai dengan :
 Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukan perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi.
- Menunjukan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh: tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter

b. Rencana keperawatan post


NO Dx Keperawatan NOC NIC
1. Kerusakan integritas kulit  Tissue integrity : - Jaga kebersihan kulit agar tetap
b.d fraktur terbuka, skin and mucous kering dan bersih
pemasangan traksi (pen,  Membranes
kawat, sekrup)  Hemodyalis akses - Anjurkan pasien menggunakan
Kriteria hasil : pakaian yang longgar
- Integritas kulit yang
baik bisa - Monitor aktivitas dan mobilisasi
dipertahankan pasien
(sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, - Ganti balutan, bersihkan area
pigmentasi) tidak sekitar jahitan atau staples ,
ada luka/lesi menggunakan lidi kecil
- Menunjukan
pemahaman dalam
proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya cidera
ulang
2. Hambatan mobilisasi fisik  Joint movement: - Monitoring vital sign
b.d kerusakan rangka active sebelum/sesudah latihan dan
neuromuscular, nyeri,  Mobility Level lihat respon pasien saat latihan
terapi restriktif  Self care: ADL - Kaji kemampuan pasien dalam
(imobilisasi)  Transfer performance mobilisasi
Kriteria hasil: - Dampingi dan bantu pasien saat
- Pasien meningkat mobilisasi dan bantu penuhi
dalam aktivitas fisik kebutuhan
- Mengerti tujuan dari - Berikan alat bantu jika klien
peningkatan memerlukan
mobilisasi
- Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dalam
kemampuaan
berpindah
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta

Carpenito, LJ. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Ircham Machfoedz, 2013. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di


Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

Johnson, M., et all. 2011. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 2011. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Smeltzer, S.C., 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai