1. Definisi
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2011).
2. Etiologi Fraktur
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2. Faktor Instrinsik
Faktor dari dalam yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur
seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan
atau kekerasan tulang.
a. Fraktur komplit adalah patahan pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama
3. Patofisiologi
Apabila tulang hidup normal dan mendapat kekerasan yang cukup
menyebabkan patah, maka sel-sel tulang akan mati. Perdarahan biasanya terjadi
disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut.
Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan hebat
timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mati berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah di tempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk bekuan fibrin
(hematom fraktur) dan berfungsi sebagai jalan untuk melekatnya sel-sel baru.
Aktifitas osteoblas segera terangsang dan membentuk tulang baru imatur yang
disebut kalus. Bekuan fibrin di reabsorbsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan
lahan mengalami remodeling untuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan
kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan
beberapa minggu sampai beberapa bulan. (Corwin 2001)
E. Pathway fraktur
Trauma,petologis/kelelahan
PK.
Hemora gi Discontinuitas tl, Fraktur Krisis situasi
pembuluh darah terbuka/tertutup
Pk. jaringan Reposis/reduk si
Sindrome
komparte
men Risiko
trauma/cedera Terbuka Tertutup
Risiko tambahan
infeksi
Tekanan Fiksasi
Grkan Frag Tl, Keterbatas Fiks.Ektr
sumsum internal:
odem,jar,otot an mobilisasi nal
tulang plat.scrue
lebih
tinggi dari
tek kapiler Tind.Pembedahan Pk Syok, pk. Imolisasi
hemoragik penekanan
jar.
Globulin Kerusakan Risk Spasme
lemak neuro infeksi Kerusakan
otot
muskuler mobilitas Risk.
fisik kerusak
an
Aliran integrit
pemb.drh as kulit
Risk kerusakan
Defisit perawatan
neuromuskuler
diri
Pk.Emboli
Risk Kerusakan
Hipoksi,takipn pertkrn gas
ea
4. Manifestasi Klinis
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:
a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
b. Pemeriksaan Laboratorium
c. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh
aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
d. Stadium Empat-Konsolidasi
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya.
7. Komplikasi
a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif
pada suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-
laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau
ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas
bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
h. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat
i. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau
necrosis iskemia.
j. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif
sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti.
Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Eksisi jaringan mati/ debridement
c. Hecting situasi
d. Antibiotik
Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/ pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
b. Reduksi/ Manipulasi/ Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang)
adalah mengembalikan fragmen tulang pada keadaan sejajarnya dan
rotasfanatomis (Brunner, 2001).
Reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk
menjalani prosedur, harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan
analgetika yang diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan
anestasia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan
lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan. Sementara gips,
bidai dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga
reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar X
harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Sinar X digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi
fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus
pada sinar X. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk
melanjutkan imobilisasi.
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
2) Keluhan Utama
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
a) Aktivitas istirahat
b) Sirkulasi
c) Neurosensori
d) Nyeri / kenyamanan
e) Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
f) Penyuluhan
2. Analisa data
Nyeri akut
2. DS: Kerusakan fragmen tulang Ketidakefektifan
Pasien mengatakan
perfusi jaringan perifer
pusing. Tekanan sumsum tulang lebih
DO: tinggi dari kapiler
Tekanan darah pasien
rendah <100 mmHg Melepaskan ketekolamin
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
3. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa pre op
1) Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang edema,
cedera jaringan lunak pemasangan traksi.
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d suplai darah jaringan
b. Diagnosa post op
1) Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
2) Hambatan mobilisasi fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
4. Rencana Keperawatan
a. Rencana keperawatan pre
Brunner, Suddarth. 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Carpenito, LJ. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2011. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Smeltzer, S.C., 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.