Faktor resiko penyakit stroke menyerupai faktor resiko penyakit jantung iskemik :
a. Usia
b. Jenis kelamin: pada wanita premonophous lebih rendah, tapi pada wanita post monophous sama
resiko dengan pria
c. Hipertensi
d. DM
e. Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung
f. Koagulopati karena berbagai komponen darah antara lain hiperfibrinogenia
g. Keturunan
h. Hipovolemia dan syook ( Aru W, Sedoyo dkk, 2006)
3. Patofisiologi
a. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke
dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan sub arachnoid
b. Perdarahan Sub Arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang
subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari
setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya
cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme
otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah otak.
4. Gejala klinis
Manifestasi klinis dari stroke perdarahan ditinjau berdasarkan jenisnya sebagai berikut. (1)
a) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di
hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.
1) Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului
oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah,
gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan epistaksis.
2) Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai
kejang fokal / umum.
3) Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi
4) Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan
perdarahan subhialoid.
b) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid
yang timbul secara primer.
b. Breathing.
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau
tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
c. Circulation.
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap
lanjut.
3. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitasdan istirahat.
Data Subyektif:
1) kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
2) Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif:
1) Perubahan tingkat kesadaran.
2) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum.
3) Gangguan penglihatan.
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
1) Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis
bacterial), polisitemia.
Data obyektif:
1) Hipertensi arterial
c. Integritas ego
Data Subyektif:
Data obyektif:
1) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan.
d. Eliminasi
Data Subyektif:
1) Inkontinensia, anuria
2) Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik)
e. Makan/ minum
Data Subyektif:
Data obyektif:
1) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
f. Sensori Neural
Data Subyektif:
2) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
4) Penglihatan berkurang.
5) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi
yang sama).
2) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke, genggaman tangan
tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
4) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata
kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
7) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
g. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Data obyektif:
1) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
h. Respirasi
Data Subyektif:
1) Perokok (factor resiko).
i. Keamanan
Data obyektif:
2) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap
bagian tubuh yang sakit.
3) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
5) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.
j. Interaksi social
Data obyektif:
1) Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
(Doenges E, Marilynn,2000).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral oklusi
otak, vasospasme, dan edema otak ( Brunner dan Suddarth, 2009)
b. kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
c. kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol/ koordinasi otot
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan
kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
f. Resiko gangguan intregitas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama
g. Risiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan
otot dalam mengunyah dan menelan.
h. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan
batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral oklusi otak,
vasospasme, dan edema otak. ( Brunner dan Suddarth, 2009)
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara maksimal
Kriteria hasil:
- Tingkat kesadaran komposmentis
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan Intrakranial
- Tanda vital stabil dalam batas normal (BP: 90/60-140/90 mmHg, HR 60-100x/m)
- Tidak ada tanda deficit neurologis dan perburukan
Intervensi :
1) Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi serebral dan tanda peningkatan TIK
Rasional: mempengaruhi penetapan intervensi kerusakan/kemunduran tanda/gejala
neurologi atau kegagalan memperbaiki setelah fase awalmemerlukan tindakan pembedahan atau
pasien dipindahkan ke ruang ICU.
2) Tinggikan posisi kepala tempat tidur 30 derajat
Rasional: menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan drainase serta meningkatkan sirkulasi/
perfusi serebral. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
3) Monitor status neurologis (tingkat kesadaran, reflek patologis dan fisiologis, pupil) secara
berkala dan bandingkan dengan nilai normal.
Rasional: mengetahui kecenderungan penurunan kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan mengetahui luas serta lokasi dan kerusakan SSP.
(Carpenito,2005)
4) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Adanya penyumbatan pada arteri subklavikula dapat
dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan darah pada kedua lengan. Frekuensi dan irama
jantung. Kemungkinan adanya bradikardi sebagai akibat adanya kerusakan otak.
Ketidakteraturan pernapasan memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral.
5) Pertahankan suhu tubuh tetap normal
Rasional: peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan metabolisme
tubuh sehingga kebutuhan oksigen tubuh meningkat. Hal ini dapat
memperburuk gangguan serebral.
6) Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, penurunan lapang pandang bila
pasien telah sadar.
Rasional: Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah
otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat
perhatian Dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan. Pengkajian persepsi ini penting
dilakukan, karena stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual dan kehilangan sensori.
Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang) sisi yang terkena sama dengan
sisi yang mengalami paralysis.
7) Kolaborasi
a) Berikan oksigen
Rasional: Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
menurunkan hipoksia, dapat menyebabkan vasodilatasi serebral
sehingga kebutuhan serebral akan oksigen terpenuhi
b) Obat Stimulator otak/neuroprotektor
Rasional : meningkatkan nutrisi sel otak sehingga dapat menstimulasi
kerja otak.
c) Obat antihipertensi
Rasional : Captopril merupakan golongan anti hipertensi penghambat
enzim konversi angiotensin (ACE). Penghambat ACE mengurangipembentukan angiotensin II
sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya
ekskresi natrium dan air, serta retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah.
d) Obat laxative (pelunak feses)
Rasional : mencegah proses mengejan selama defekasi yang dapat menimbulkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial. Obat ini memberikan efek langsung pada mukosa usus dan
menstimulasi peristaltik, hal ini akan meningkatkan sekresi air dan elektrolit menurunkan faktor
penyebab, resiko perluasan kerusakan jaringan dan menurunkan TIK . (Stein, 2008:510)
e) Obat anti piretik
Rasional : Contohnya adalah Paracetamol yang merupakan obat antiinflamasi non
steroid, golongan diflunizal. Saat demam tubuh melepaskan zat pirogenendogen atau sitokin
seperti interleukin 1 yang memacu pengeluaranprostaglandin di daerah preoptik hipotalamus.
Paracetamol ini akan dapatmenekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat
sintesis prostaglandin. (Aronson, 2009). Intervensi ini berlandaskan pada teori
keperawatan dimana kesembuhan pasien itu berdasarkan adanya kerjasama yang sinergis antara
keperawatan dan tim kesehatan lain diantaranya adalah perawat, dokter dan tim kesehatan yang
lain.
Adib,M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke. Edisi ke-
2.Yogyakarta : Dianloka Printika.
Artini, Ria.2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persyarafan, Jakarta:
EGC
Doenges, Marilynn E.dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III.Alih Bahasa: I Made Kriasa.EGC.Jakarta
Muttaqin, Arif. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Nanda, Nic-Noc, 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis, Edisi Revisi Jilid 2.
Yogyakarta
Label
Stroke hemoragik
Label: Stroke hemoragik
Komentar
1. Pengertian
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang
menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathway” dari
gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak
dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda disregulasi dan
disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. (Susan, 1998)
Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di
klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi
tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara
2. Klasifikasi
Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/
lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/
lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal.
1. Gangguan iskemik
2. Gangguan metabolik
3. Intoksikasi
4. Infeksi sistemis
5. Hipertermia
6. Epilepsi
b. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
1. Perdarahan subarakhnoid
3. Radang otak
1. Tumor otak
2. Perdarahan otak
3. Infark otak
4. Abses otak
3. Etiologi
misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batang
derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness,
alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks
serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya
kesadaran.
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya penyediaan oksigen.
Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan menyebabkan terjadinya kompensasi dengan
menaikkan ekstraksi oksigen (O2) dari aliran darah. Apabila ADO turun lebih rendah lagi, maka
karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara integritas neuronal, diperlukan penyediaan
Namun, penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu, kesadaran individu dapat terganggu oleh
adanya gangguan asam basa darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri. Koma disebabkan
Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf dan glia.
Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang mengakibatkan
kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun keracunan. Pada koma metabolik
ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem motorik simetris dan tetap utuhnya refleks pupil
Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan stupor dan koma.
Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi setempat pada otak menimbulkan
koma karena terputusnya ARAS. Sedangkan koma pada gangguan metabolik terjadi karena
Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio retikularis di
daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran) disebut koma diensefalik.
Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama, ialah koma akibat lesi
1. Koma supratentorial
1) Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedangkan batang otak tetap
normal.
Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer serebri) beserta
edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan hematom mengakibatkan dorongan dan
pergeseran struktur di sekitarnya, terjadilah herniasi girus singuli, herniasi transtentorial sentral
Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral menyebabkan tekanan
pada pembuluh darah serta jaringan otak, mengakibatkan iskemi dan edema.
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses desak ruang rostrokaudal
dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis; secara berurutan menekan disensefalon,
c. Herniasi unkus
Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii media atau lobus
temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus ke arah garis tengah dan ke
2. Koma infratentorial
yang mendarahinya dengan akibat iskemi, perdarahan dan nekrosis. Misalnya pada stroke,
b. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah tentorium dan menekan
tegmentum mesensefalon.
c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan menekan medulla oblongata.
4. Patofisiologi
a. Gangguan pada ARAS (ascending reticular activating system) yang merupakan susunan
penggalak kewaspadaan
Gangguan ARAS :
c. Sel neuron korteks tak dapat digalakkan. Lesi massa ini dapat menekan batang otak menekan
alkohol.
5. Manifestasi Klinis
d. Muntah proyektil
e. Papil edema
f. Asimetris pupil
h. Demam
i. Gelisah
j. Kejang
6. Komplikasi
1. Edema otak
2. Gagal ginjal
akibat hipokalemi. Asidosis metabolic dapat terjadi karena penumpukan asam laktat atau asam
4. Hipoksia
Sering terjadi karena edema paru atau radang paru akibat peningkatan permeabilitas pembuluh
Sering terjadi sepsis terutama karena bakteri gram negative, peritonitis, infeksi jalan nafas atau
paru.
8. Gangguan sirkulasi
Pada tahap akhir dapat terjadi hipotensi, bradikardi maupun henti jantung.
7. Pemeriksaan Diagnostik
yaitu :
a. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah (BUN),
osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obat-obatan dan
b. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak
e. MRI
f. Angiografi serebral
g. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang disebabkan
hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas dan neoplasma.
h. EEG ( elektroensefalography )
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan parut
i. MG ( Elektromiography )
8. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat, pengobatan
dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi dua komponen utama yaitu
Umum
a. Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila tidak ada
b. Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial, pastikan jalan nafas
lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada
cairan.
c. Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai dengan kebutuhan
(EKG).
e. Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah aspirasi, lakukan bilas
lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb.
Jika dicurigai adanya overdosis opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit
Khusus
Pada herniasi
b. Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20 menit kemudian
c. Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv lanjutkan 4-6 mg
setiap 6 jam.
d. Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti epidural hematom, konsul
1. Pengkajian rimer
a. Airway
5) Gelisah
6) Sianosis
7) Kejang
b. Breathing
2) Sianosis
3) Takipnu
4) Dispnea
5) Hipoksia
c. Circulation
1) Hipotensi / hipertensi
2) Takipnu
3) Hipotermi
4) Pucat
5) Ekstremitas dingin
8) Nyeri
2. Pengkajian Sekunder
1) Penyakit stroke
2) Infeksi otak
3) DM
5) Tumor otak
6) Intoksiaksi insektisida
7) Trauma kepala
8) Epilepsi dll.
b. Pemeriksaan fisik
Data Subyektif:
kelemahan
kesulitan istirahat
Data obyektif:
Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.
gangguan penglihatan
2) Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit jantung : Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis
bacterial.
Polisitemia.
Data obyektif :
Hipertensi arterial
Disritmia
Perubahan EKG
3) Eliminasi
Data Subyektif:
Anuria
Data obyektif
4) Makan/ minum
Data Subyektif:
Nausea
Disfagia
Data obyektif:
5) Sensori neural
Data Subyektif:
Syncope
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
Kelemahan
Kesemutan/kebas
Penglihatan berkurang
Gangguan penciuman
Data obyektif:
Status mental
Penurunan kesadaran
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon
dalam
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata,
Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif, ukuran pupil isokor /
6) Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Data obyektif:
Gelisah
Ketegangan otot
7) Respirasi
Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )
8) Keamanan
Data obyektif:
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai dengan
peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh secret
hipoventilasi
4. Rencana Keperawatan
N Diagosa keperawatan Tujuan/kriteria hasil Intervensi rasional
o
1 Gangguan perfusi jaringan Tujuan : gangguan perfusi jaringan
1. Tentukan faktor yang 1. Mengetahui penyebab
serebral berhubungan berkurang/hilang setelah dilakukan berhubungan dengan keasadaran
dengan hipoksia jaringan, tindakan keperawatan selama 1 keadaan tertentu,
2. Menentukan kembali
ditandai dengan jam. yang dapat3. Penurunan tekanan da
peningkatan TIK, nekrosis Kriteria hasil : menyebabkan menandakan kondisi k
jaringan, pembengkakan - Tidak ada tanda – tanda penurunan perfusi dan 4. Melihat seauh mana t
jaringan otak, depresi SSP peningkatan TIK potensial peningkatan penurunan kesadaran
dan oedema - Tanda – tanda vital dalam batas TIK 5. gelisah menandakan t
normal 2. Kaji respon motorik neurologis
- Tidak adanya penurunan terhadap perintah6. mencegah terjadinya
kesadaran sederhana 7. oksigen dapat memba
3. Pantau tekanan darah klien
4. Evaluasi : pupil,
keadaan pupil, catat
ukuran pupil,
ketajaman pnglihatan
dan penglihatan kabur
5. Perhatikan adanya
gelisah meningkat,
tingkah laku yang
tidak sesuai
6. Tinggikan kepala 15-
45 derajat
7. Kolaborasi :
b. Berikan oksigen
sesuai indikasi
c. Berikan obat sesuai
indikasi
2 Ketidakefektifan bersihan Tujuan : bersihan jalan nafas 1. Kaji dan pantau 1. Terjadinya obstuksi d
jalan napas b.d obstruksi efektif setelah dilakukan tindakan pernapasan, reflek batuk dan sekresi
jalan nafas oleh secret keperawatan selama 1 jam. batuk dan sekresi 2. Meningkatkan pola n
Kriteria hasil: 2. Posisikan tubuh dan 3. Mampu memberishka
- Pasien memperlihatkan kepatenan kepala untuk4. Bunyi jalan nafas me
jalan napas menghindari sumbatan jalan nafas
- Ekspansi dada simetris obstruksi jalan napas 5. Oksigen mampu men
- Bunyi napas bersih saat auskultasi dan memberikan nafas
- Tidak terdapat tanda distress pengeluaran sekresi
pernapasan yang optimal
GDA dan tanda vital dalam batas
3. Penghisapan sekresi
normal 4. Auskultasi dada
untuk mendengarkan
bunyi jalan napas
setiap 4 jam
Kolaborasi :
a. Berikan oksigenasi
sesuai advis
b. Pantau BGA dan Hb
sesuai indikasi
3 Ketidakefektifan pola nafas Tujuan : 1. Kaji frekuensi, irama,1. Dalam batas normal m
berhubungan dengan Pola nafas efektif setelah dilakukan kedalaman nafas efektif
adanya depresan pusat tindakan keperawatan selama 1 jam pernafasan. 2. Bunyi nafas yang abn
pernapasan 2. Auskultasi bunyi dijadikan tanda terjad
Kriteria hasil: nafas. pusat pernafasan
- RR 16-24 x permenit 3. Pantau penurunan 3. Posisi semi fowler da
- Ekspansi dada normal bunyi nafas. jalan nafas lebih baik
- Sesak nafas hilang / berkurang 4. Berikan posisi yang 4. Tehnik nafas daam m
- Tidak suara nafas abnormal nyaman : semi fowler dampak pola nafas ya
5. Berikan instruksi 5. Dapat menentukan tin
untuk latihan nafas
dalam
6. Catat kemajuan yang
ada pada klien tentang
pernafasan
Kolaborasi :
b. Berikan oksigenasi
sesuai advis
c. Berikan obat sesuai
indikasi
1. Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih
Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
2. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
3. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
4. Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2.
Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun
1989)
5. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing. 8th
Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
6. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)
7. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition.
Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning
and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli
diterbitkan tahun 1993)
A. Pengertian
Stroke iskemik atau non hemoragik adalah infark pada otak yang
biasanya timbul setelah beraktifitas fisik atau karena psikologis disebakan
oleh trombus maupun emboli pada pembuluh darah di otak (Fransisca,
2008).
B. Patofisiologi
Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak
aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari
pembuluh darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak. Saat
terbentuknya plak fibrosis (ateroma) di lokasi yang terbatas seperti di
tempat percabangan arteri. Trombosit selanjutnya melekat pada
permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara
perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk trombus
(Sudoyo, 2007).
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan
terbawa hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu
menyebabkan pengurangan aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel
otak akan mengalami kekurangan nurisi dan juga oksigen, sel otak yang
mengalami kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis
lalu asidosis akan mengakibatkan natrium, klorida, dan air masuk ke
dalam sel otak dan kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema
setempat. Kemudian kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal
7
bebas sehingga terjadi perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh
mengalami defisit neurologis lalu mati (Esther, 2010).
C. Pengkajian Teori
Keadaan pasien lemah dan penampilan tidak rapi karena pasien
mengalami gangguan motorik yang mengakibatkan perawatan diri yang
tidak efektif. Kemungkinan adanya gangguan pada pola pengecapan
(fasialis), peraba, pendengaran (koklearis), penglihatan (optikus,
okulomotorius, troklearis), penciuman (olfaktorius). Sehingga perlu
adanya pemeriksaan saraf kranial, uji kekuatan otot untuk mengetahui
secara pasti gangguan yang terjadi pada pasien.
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang ada pada literatur :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan gangguan
aliran arteri atau vena
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan disfungsi
neuromuskular
3. Defisit perawatan diri : mandi/hygiene, berpakaian/berhias diri,
makan/minum, dan eliminasi berhubungan dengan gangguan
neuromuskular
4. Hambatan mobilitas fisik di tempat tidur berhubungan dengan
gangguan neuromuskular
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan
mengunyah dan menelan
8