Anda di halaman 1dari 28

Paper Diabetes Melitus Tipe 1 (DM Juvenile)

Disusun oleh :

1. Awitan Nur Santi


2. Risa Indriana W
3. Anisaun Nurjanah
4. Jesica Yuniar
5. Sindy Fajrina
6. Asep Ardianto
7. Siska Dwi M

S1 KEPERAWATAN

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP


2017
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE 1 (DM JUVENILE)

A. Pendahuluan
Diabetes melitus secara adalah keadaan hiperglikemia
kronik.Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di
antaranya adalahgangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja
dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge
S. 2005).
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik.
Oleh karena itu, onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini
memberikan peranan penting dalam kehidupan penderita. Setelah
melakukan pendataan pasien di seluruh Indonesia selama 2 tahun, Unit
Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) mendapatkan 674 data penyandang Diabetes
Mellitustipe 1 di Indonesia. Data ini diperoleh melalui kerjasama berbagai
pihak di seluruh Indonesia mulai dari para dokter anak, endokrinolog anak,
spesialis penyakit dalam, perawat edukator Diabetes Mellitus, data Ikatan
Keluarga Penyandang Diabetes MellitusAnak dan Remaja (IKADAR),
penelusuran dari catatan medis pasien, dan juga kerjasama dengan perawat
edukator National University HospitalSingapura untuk memperoleh data
penyandang Diabetes Mellitusanak Indonesia yang menjalani
pengobatannya di Singapura.Data lain dari sebuah penelitian unit kerja
koordinasi endokrinologi anak di seluruhwilayah Indonesia pada awal
Maret tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita Diabetes Mellitususia
anak-anak juga usia remaja dibawah 20 tahun terdata sebanyak 731 anak.
Ilmu Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)
melansir, jumlah anak yang terkena Diabetes Mellituscenderung naik
dalam beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak menderita
Diabetes Mellitus, naik 40% dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh
duaanak diantaranya terkena Diabetes Mellitustipe 2.(Pulungan, 2010)
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup
signifikan di Indonesia ini perlu mendapatkan perhatian seiring dengan
meningkatnya risiko anak terkena Diabetes Mellitus.Deteksi dini pada
Diabetes Mellitusmerupakan hal penting yang harus dilakukan untuk
menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis yang dapat
mengakibatkan kematian.Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak-
anak sering tidak terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya yang
tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala lanjut dan
traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma.
Dengan deteksi dini,pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin
terhadap penyandang Diabetes Mellitussehingga dapat menurunkan risiko
kecacatan dan kematian(Pulungan, 2010)

B. Klasifikasi
International Society of Pediatric and Adolescence Diabetesdan
WHO merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1).
DM tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel β-pankreas.
Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun
idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau terhenti.
Sedangkan DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin. Pada DM tipe
2 produksi insulin dalam jumlah normal atau bahkan meningkat. DM tipe
2 biasanya dikaitkan dengan sindrom resistensi insulin lainnya seperti
obesitas,hiperlipidemia, kantosis nigrikans, hipertensi ataupun
hiperandrogenisme ovarium (Rustama DS, dkk. 2010).
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009).
1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
a. Immune mediated
b. Idiopatik
2. DM tipe-2
3. Diabetes mellitus kehamilan
4. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pankreas
Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasia; Kistik fibrosis;
Haemokhromatosis; Fibrokalkulus pankreatopati; dll.
d. Gangguan endokrin
Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma; Feokromositoma;
Hipertiroidisme; Somatostatinoma; Aldosteronoma; dll.
e. Terinduksi obat dan kimia
Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik; Glukokortikoid; Hormon
tiroid; Diazoxid; Agonis -adrenergik; Tiazid; Dilantin; -
interferon; dll.

C. Kriteria Diagnosis
Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila
dengan gejala (polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah
abnormal satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan
bila tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali pemeriksaan gula
darah abnormal pada waktu yang berbeda (Rustama DS, dkk. 2010;
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:
1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau
3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.

D. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab
diabetes tipe- 1. Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah
faktor genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan
diwariskan melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri;
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke
arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite
antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab
atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

E. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada
DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien
adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah
dan saraf.
Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap
awal, yang sering ditemukan :
1. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah
meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa
sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik
cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
2. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan
kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk
mengimbangi klien lebih banyak minum.
3. Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel
mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien
akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja
makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur
jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari
bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh
terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah
cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di
jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun
banyak makan akan tetap kurus.
5. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa –
sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin.
Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga
menyebabkan pembentukan katarak.
6. Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam
ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan
prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik

F. Perjalanan Penyakit
1. Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena
baru ada proses destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu
memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai
berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas yang
berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun. Pada periode ini
autoantibodi mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan
laboratorium.
2. Periode manifestasi klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini
sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi
insulin sangat kurang, maka kadar gula darah akan tinggi/meningkat.
Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis
osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan
elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula
darah tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar
(polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini
penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-
uptakekedalam sel.
3. Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada
periode ini sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan
diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan
insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg
berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara,
bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi
ada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap.
4. Periode ketergantungan insulin yang menetap
Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada
periode ini penderita akan membutuhkan insulin kembali dari luar
tubuh seumur hidupnya.

G. Patofisiologi
Diabetes tipe-1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis
merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat
yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga
mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh
virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh
agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi
yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang
mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas
dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi
virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan
kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan
gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan
terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun
terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal
dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang
berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini
muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang
mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak
ada sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur
metabolik antaranya penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air
dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen
menjadi glukosa), terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis
merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol
yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan
kortisol). Tanpa insulin, sintesis dan pengambilan protein, trigliserida ,
asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Seharusnya terjadi
lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan
keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak
dapat diangkut ke dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180 mg/dL ginjal
tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari glomelurus sehingga timbul
glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan osmotik diuretik dan
menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya elektrolit lewat
urin, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus
dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar
(cell starvation) pasien merasa lapar dan peningkatan asupan makanan
(polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja
tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya
yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia
tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan
katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam
sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal
merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan
pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah
ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar
glukosa darah (Tandra,2007).

H. Penatalaksanaan
1. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada
penderita DM Tipe 1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan
jenis insulin, dosis insulin, regimen yang digunakan, cara menyuntik
serta penyesuaian dosis yang diperlukan.
a. Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin
kerja cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun
insulin campuran (campuran kerja cepat/pendek dengan kerja
menengah). Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang
digunakan.
b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1
unit/kg beratbadan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini
selanjutnya akan diatur disesuaikan dengan faktor-faktor yang
ada, baik pada penyakitnya maupun penderitanya.
c. Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen
konvensional serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix-
split regimendapat berupa pemberian dua kali suntik/hari atau tiga
kali suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian
regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara
insulin yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun
dosis bolus.
d. Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik
dalam hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik
absorpsinya), lengan atas, lateral paha. Daerah bokong tidak
dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
e. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung
dari beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga,
maupun usia pubertas terkadang kebutuhan meningkat hingga 2
unit/kg berat badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit.

2. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya
untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet
terdiri dari 50-55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak. Pada
anak DM tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena
terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring
pertumbuhannya. Kebutuhan kalori perharisebagaimana kebutuhan
pada anak sehat/normal. Ada beberapa anjuran pengaturan persentase
diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan siang serta 25% makan
malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing 10% total
kebutuhan kalori perhari. Pemberian diet ini juga memperhatikan
regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien harus
mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk menentukan dosis
pemberian insulin.

3. Aktivitas fisik/exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan
berolahraga akanmembantu mempertahankan berat badan ideal,
menurunkan berat badanapabila menjadi obes serta meningkatkan
percaya diri. Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula darah
serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu
diketahui pula bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko
hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan ketoasidosis). Sehingga
pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula darah
yang diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta
monitoring gula darah yang aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta
didapatkan adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila
kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu
menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.
4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk
penderita maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang
penyakitnya, patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada
penderita DM, insulin(regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi
menyuntik serta efek samping penyuntikan), monitor gula darah dan
juga target gula darah ataupun HbA1c yang diinginkan.
5. Monitoring kontrol glikemik
Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang
diberikan sudah baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan
memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk mencegah komplikasi
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan
pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan
memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek samping pemberian insulin,
komplikasi yang terjadi, serta pertumbuhan dan perkembangan perlu
dipantau

Tabel Target kontrol metabolik pada anak dengan DM tipe 1


Target Baik
Baik Sedang Kurang
metabolik sekali
Preprandial <120 <140 <180 >180
mg/dL mg/dL

Postprandial <140 <200 <240 >240

Urin reduksi - - +- >+

HbA1c <7% 7-7.9% 8-9% >10%

Sumber: Rustama DS, dkk. 2010.

I. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Identitas.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,dll.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi
minum dan berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat
kesadaran, perubahan perilaku.
b. Riwayat penyakit sekarang
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
c. Riwayat penyakit dahulu
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin
lingkungan seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus
coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh
sitotoksin perusak dan antibodi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang
menderita diabetes melitus. Riwayat kehamilan
karena stress saat kehamilan dapat mencetuskan timbulnya diabetes
melitus. Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit diabetes
melitus.
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit diabetes melitus.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya. Koping
keluarga dan tingkat kecemasan.
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Usia, Tingkat perkembangan, Toleransi / kemampuan memahami
tindakan, Koping, Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua,
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istrahat
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus
otot menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya
aktivitas. Letargi / disorientasi, koma.

b. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan
pada ekstremitas dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural :
hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
c. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
d. Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi :
mengantuk, lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala,
kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan,
gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo
dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah
meringis dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
f. Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare, Urine
encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria /
anuria jika terjadi hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus
lemah dan menurun : hiperaktif (diare).
h. Integritas Ego
Stress, ansietas
i. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
4. Psikososial
Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan
sesuatu, Belajar bersaing dan koperatif dengan orang lain.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
b. Aseton plasma : positif secara menyolok.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m
osm/l.

Diagnosa
1. Risiko ketidakstabilan glukosa darah
2. Gangguan pesepsi sensori
3. Defisit volume cairan
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
5. Risiko keterlambatan perkembangan
6. Risiko cedera
7. Ansietas
8. Defisit perawatan diri
9. Risiko kerusakan integritas kulit
10. Risiko infeksi
11. Defisiensi pengetahuan

GENETIK, IMUNOLOGI, LINGKUNGAN

DM JUVENIL

Poliuri Hiperglikemia Pengelihatan ka


Poliragi
DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
Risiko ketidakstabilan kadar Kadar gula darah : Manajemen hiperglikemi :
glukosa darah b.d kurang 1. Monior kadar glukosa
pengetahuan tentang Indikator IR ER darah, sesuai indikasi
manajemen penyakit 2. Monitor tanda dan gejala
Glukosa darah hiperglikemi : poliuria,
polidipsi, polifagi,
Hemoglobin kelemahan, latergi, malaise,
Glikosilat pandangan jabur, atau sakit
kepala
Fruktosamin 3. Monitor katonurin, sesuai
indikasi
Urin glukosa 4. Dorong asupan cairan oral
5. Monitor status cairan
Urin keto 6. Monitor akses IV, sesuai
kebutuhan
7. Monitor cairan IV, sesuai

Keterangan : kebutuhan

1. Deviasi berat dari kisaran


normal
2. Deviasi yang cukup besar
dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari
kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran
normal
5. Tidak ada deviasi dari
kisaran normal
Kekurangan volume cairan b.d Keseimbangan cairan : Manajemen cairan :
kehilangan cairan aktif Indikator IR ER 1. Monitor status hidrasi
Keseimbangan 2. Monitor tanda-tanda vital
intake dan pasien
output dalam 3. Monitor perubahan berat
24 jam badan pasien sebelum dan
setelah dialisis
Berat badan 4. Monitor makanan/cairan
stabil yang dikonsumsi
5. Monitor status gizi
Turgor kulit 6. Berikan cairan dengan tepat

Kelembaban
membran
mukosa

Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

Ketidakseimbangan nutrisi : Status nutrisi : Manajemen nutrisi :


kurang dari kebutuhan tubuh 1. Tentukan status gizi pasien
b.d faktor biologis Indikator IR ER dan kemampuan untuk
Asupan Gizi memenuhi kebutuhan gizi
2. Instruksikan pasien
Asupan Makanan mengeni kebutuhan nutrisi
3. Tentukan jumlah kalori dan
Asupan Cairan jenis nutrsi yang
dibutuhkan unuk
Rasio berat badan/ memenuhi persyaratan gizi
tinggi badan 4. Atur diet yang diperlukan
5. Monitor kalori dan asupan
Hidrasi makanan

Keterangan :
1. Sangat menyimpang dari
rentang normal
2. Banyak menyimpang dari
rentang normal
3. Cukup menyimpang dari
rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari
rentang normal
5. Tidak menyimpang dari
rentang normal

Ansietas b.d perubahan besar Tingkat kecemasan : Pengurangan kecemasan :


status kesehatan 1. Pahami situasi krisis yang
Indikator IR ER terjadi dari perspektif klien
Tidak dapar 2. Berada disisi klien untuk
beristirahat meningkatkan rasa aman
dan mengurangi ketakutan
Perasaan gelisah 3. Dorong keluarga untuk
mendampingi klien dengan
Wajah tegang cara yang tepat
4. Dorong akivitas yang tidak
Meremas-remas kompetitif secara tepat
tangan 5. Dengarkan klien
6. Dukung penggunaan
mekanisme koping ysng
Keterangan : sesuai
1. Berat
2. Cukup Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

Risiko infeksi b.d penyakit Kontrol risiko : Kontrol infeksi :


kronis 1. Bersihkan lingkungan
Indikator IR ER dengan baik setelah
Mencari informasi digunakan untuk setiap
tentang risiko pasien
kesehatan 2. Ganti peralatan perrawatan
Mengidentifikasi per pasien sesuai protokol
faktor risiko institusi
3. Isolasi orang yang terkena
Mengenali faktor penyakit menular
risiko individu 4. Batasi jumlah pengunjung
5. Ajarkan cara cuci tangan
Menghindari bagi tenaga ksehatan
paparan ancaman 6. Anjurkan pengunjung
kesehatan untuk mencuci tangan
pada saat memasuki dan
Berpartisipasi meninggalkan ruangan
dalam skrining pasien
masalah kesehatan

Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukan
2. Jarang menunjukan
3. Kadang-kadang
menunjukan
4. Sering menunjukan
5. Secara konsisten
menunjukan

Risiko kerusakan integritas Integritas jaringan : kulit dan Risiko kerusakan :


kulit b.d gangguan sensasi membran mukosa : 1. Monitor ekstremitas bawah
2. Monitor kulit
Indikator IR ER 3. Monitor tanda-tanda vital
Sensasi

Elstisitas

Ketebalan

Integritas kulit
Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

Defisiensi pengetahuan NOC: Pengetahun: Proses NIC:


b.d kurang informasi Penyakit Pengajaran:Proses
Indikator IR ER penyakit
Karakter 1. Kaji tingkat
spesifik pengetahuan
penyakit pasien terkait
Faktor dengan proses
penyebab penyakit yang
Faktor spesifik
risiko 2. Jelaskan
Tanda patofisiologi
dan penyakit dan
gejala bagaimana
koplikasi hubungannya
pebyakit dengan anatomi
Keterangan: dan fisiologi ,
1. Tidak ada pengetahuan sesuai kebutuhan
2. Pengetahuan terbatas 3. Jelaskan tandan
3. Pengetahuan sedang dan gejala yang
4. Pengetahuan banyak umum dari
5. Pengetahuan sangat banyak penyakit, sesuai
kebutuhan
4. Jelaskan
mengenai proses
penyakit
5. Beri informasi
mengenai
perkembangan
pasien
Defisit perawatan diri b.d NOC: Perawatan diri:mandi NIC: Bantuan
kurangnya pengetahuan Indikator IR ER perawatan diri:
tentang perawatan selama Mandi Mandi/Kebersihan
sakit dengan 1. Pertimbangkan
bersiram budaya pasien
Mencuci saat
badan mempromosikan
bagian aktivitas
atas perawatan diri
Mencuci 2. Pertimbangkan
badan usia pasien saat
bagian mempromosikan
bawah aktivitas
Keterangan: perawatan diri
1. Sangat terganggu 3. Monitor
2. Banyak terganggu integritas kulit
3. Cukup terganggu pasien
4. Sedikit terganggu 4. Sediakan
5. Tidak terganggu lingkungan yang
terapeutik untuk
pasien
5. Tentukan jumlah
dantipe terkait
dengan bantuan
yang di perlukan
Risiko cedera b.d NOC: Kejadian jatuh NIC: Pencegahan
disfungsi integrasi sensori Indikator IR ER jatuh
Jatuh 1. Identifikasi
saat kekurangan baik
berdiri kognitif atau fisik
Jatuh dari pasien yang
saat meningkatkan
berjalan potensi jatuh
Jatuh pada lingkungan
dari tertentu
tempat 2. Identifikasi
tidur perilaku dan
Jatuh faktor risiko
saat ke jatuh
kamar 3. Monitor gaya
mandi berjalan,
Keterangan: keseimbangan ,
1. 10 dan lebih dengan tepat
2. 7-9 4. Letakkan benda-
3. 4-6 benda jauh dalam
4. 1-3 jangkauan pasien
5. Tidak ada
Risiko keterlambatan NOC: Perkembangan anak: 5 NIC:Peningkatan
perkembangan b.d tahun perkembangan anak
penyakit kronis Indikator IR ER 1. Bangun
Berjalan, hubungan saling
memanjat, berlari percaya dengan
Menggambarkan anak
pengalaman 2. Lakukan
barumenyanyikan interaksi personal
lagu dengan anak
Terlibat dalam 3. Bangun
permainan kreatif hubungan saling
Keterangan: percaya dengan
1. Tidak pernah orang tua
menunjukkan 4. Ajarkan orangtua
2. Jaran menunjukkan mengenai tingkat
3. Kadang-kadang perkembangan
menunjukkan normal dari anak
4. Sering menunjukkan 5. Demonstrasikan
5. Secara konsisten kepada orangtua
menunjukkan mengenai
kegiatan yang
mendukung
tumbuh kembang
anak

Gangguan persepsi NOC: Sensori function : NIC: Neurologik


sensori-perseptual vision Monitoring
penglihatan b.d Gangguan 1. Monitor tingkat
penerimaan sensori/status Kriteria hasil: neurologis
organ indera ditandai 1. Menunjukan tanda dan 2. Monitor fungsi
dengan menurunnya gejala persepsi dan neurologis klien
ketajaman sensori baik : penglihatan 3. Monitor respon
baik. neurologis
2. Mampu mengungkapkan 4. Monitor reflek-
fungsi persepsi dan reflek
sensori dengan tepat meningeal
5. Monitor fungsi
sensori dan
persepsi :
penglihatan,
penciuman,
pendengaran,
pengecapan,
rasa
6. Monitor tanda
dan gejala
penurunan
neurologis klien
Eye Care
1. Kaji fungsi
penglihatan
klien
2. Jaga kebersihan
mata
3. Monitor
penglihatan
mata
4. Monitor tanda
dan gejala
kelainan
penglihatan
5. Monitor fungsi
lapang pandang,
penglihatan,
visus klien
Monitoring Vital
Sign
1. Monitor TD,
Suhu, Nadi dan
pernafasan klien
2. Catat adanya
fluktuasi TD
3. Monitor vital
sign saat pasien
berbaring,
duduk atau
berdiri
4. Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD,
Nadi, RR
sebelum dan
setelah aktivitas
6. Monitor
kualitas Nadi
7. Monitor
frekuensi dan
irama
pernafasan
8. Monitor suara
paru
9. Monitor pola
pernafasan
abnormal
10. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit
11. Monitor
sianosis perifer
12. Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
brakikardi,
peningkatan
sistolik)

DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.academi
a.edu/15996339/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_ANAK_DENGAN
_DM_JUVENILE&ved=2ahUKEwiZ8iO5prlAhUZU30KHRG4CKUQFjA
AegQIBxAC&usg=AOvVaw2cpFzyrclBXx-
_UzJmORdE&cshid=1571023576715

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.academi
a.edu/10361708/Diabetes_Juvenile&ved=2ahUKEwiZ8iO5prlAhUZU30K
HRG4CKUQFjABegQIBxAG&usg=AOvVaw1wxEfKCnVqegnBB7v4jfD
0&cshid=1571023576715

Anda mungkin juga menyukai