Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MANAJAMEN KEPERAWATAN

PRE DAN POST KONFRENCE

Kelompok 1

Khairunnisa (1611311006)

Ade Ariani Fauzi (1611311018)

Yoga Gustiva (1611311019)

Masri Rahayu Putri(1611312018)

Hertati (1611313007)

Risada Septriella (1611313011)

Yolanda Sukarma(1611313012)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, Makalah kelompok telah selesai disusun. Penulisan Makalah
ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas kelom pok 1 dalam bidang studi Manajemen
Keperawatan

Dalam penulisan makalah ini, berbagai hambatan telah penulis alami. Oleh
karena itu, terselesai kan nya makalah ini tentu saja bukan karena kemampuan penulis
semata.Namun karena adanya dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang terkait.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mengucapkan terima kasih.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari pengetahuan dan


pengalaman kami masih sangat terbatas.Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan maaf jika ada kesalahan dalam makalah ini.

Akhir kata penulis ucapkan semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
meridhoi tujuan dari makalah ini.Amin.

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pelayanan keperawatan profesional merupakan agenda terpenting dalam


Pelayanan kesehatan di rumah sakit. Profesionalisme perawat dalam bekerja dapat
dilihat dari pendokumentasian asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien yang
dirawatnya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab dan tanggung gugat
perawat terhadap klien yang dirawatnya, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak
dokumen asuhan keperawatan yang isinya belum sesuai standar baik dari segi
kuantitas maupun kualitas. Dokumentasi yang efektif memberikan gambaran catatan
dan bukti perawatan klien dan respon klien terhadap perawatan. Dokumentasi juga
menggambarkan kualitas perawatan klien dan menunjukkan secara detail bila terjadi
kesalahan, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja perawat dengan melihat
apakah standar asuhan keperawatan sudah dipenuhi (Henderson, 2009). Perawat
tidak hanya dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan, tetapi dituntut pula untuk
dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan secara benar, sebagaimana tertera
dalam Keputusan menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010,
pasal 12 ayat 1(1), tentang izin dan 2 penyelenggaraan praktik perawat yang
menyatakan bahwa perawat berkewajiban untuk melakukan catatan keperawatan.
Pendokumentasian asuhan keperawatan yang tepat waktu, akurat dan lengkap tidak
hanya penting untuk melindungi perawat dari adanya gugatan perkara, tetapi penting
untuk membantu klien mendapat asuhan yang lebih baik.

Peningkatan kualitas dokumentasi keperawatan dapat membantu dalam proses


penyerahan informasi dari satu tenaga kesehatan profesional ke tenaga kesehatan
lainnya, serta dapat memberikan perawatan berkelanjutan yang optimal dan
mengidentifikasi perubahan kondisi klien secara tepat waktu. Rangkaian asuhan
keperawatan mustahil akan terlaksana dengan baik dan berkesinambungan tanpa
adanya dokumentasi yang lengkap atau karena tanpa adanya komunikasi tertulis yang
jelas antar perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya. Dengan dokumentasi
yang lengkap dapat pula diketahui dengan jelas rangkaian proses asuhan keperawatan
yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi
keperawatan secara detail dilakukan terhadap seorang klien, serta pelayanan bermutu
yang diharapkan klien akan terpenuhi.

Secara langsung keadaan ini akan berpengaruh terhadap kelangsungan bisnis


rumah sakit, dan apabila kondisi ini tidak terpenuhi maka akan mengancam posisi
rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan.Mengingat hal tersebut,
dokumentasi harus dapat dipertanggungjawabkan dan membuktikan pekerjaan atau
tindakan yang telah dilakukan dan juga dapat diartikan sebagai bukti profesinalisme
perawat dalam bekerja. Oleh karena itu ada kaidah-kaidah hukum/aturan yang harus
ditaati oleh perawat dalam melakukan pendokumentasian perawatan (Setyarini, 2010).
Kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien dan
mendokumentasikan kegiatan tersebut akan dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya adalah faktor latar belakang pendidikan, motivasi dan juga pengaruh
system manajemen yang ada.

Sistem manajemen yang baik akan membentuk pola komunikasi yang baik
antara atasan dan bawahan serta antara anggota tim. Keterlaksanaan fungsi-fungsi
manajerial merepresentasikan sistem manajemen yang diberlakukan. Di antara fungsi-
fungsi manajemen yang mempengaruhi kelancaran pemantauan/pengawasan kinerja
adalah supervisi. Supervisi dalam konteks keperawatan merupakan suatu proses
kegiatan pemberian dukungan sumber-sumber yang dibutuhkan perawat dalam rangka
menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan ( Kuntoro,
2010).Kegiatan pemberian dukungan para manajer dapat berpengaruh terhadap
peningkatan mutu pelayanan keperawatan bahkan pelayanan kesehatan di rumah sakit
pada umumnya. Salah satu kegiatan dalam lingkup fungsi supervisi yaitu fungsi
pengarahan. Pengarahan merupakan fungsi manajerial untuk mengarahkan staf dalam
melaksanakan tugas yang telah ditetapkan.

Implementasi dari fungsi pengarahan dalam MPKP meliputi kegiatan serah


terima, pre conference, post conference, iklim motivasi, supervisi dan delegasi
(Keliat, 2006). Ketua tim sebagai manajer asuhan keperawatan harus dapat melakukan
pengarahan kepada anggota tim dengan baik. Salah satu sarana yang dapat
dimanfaatkan oleh ketua tim dalam memberikan pengarahan adalah pada saat
pelaksanakan pre dan post conference tim keperawatan. Pre conference adalah
komunikasi ketua tim dan perawat pelaksana setelah selesai operan untuk rencana
kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab tim.
Jika yang dinas pada tim tersebut hanya satu orang maka pre conference ditiadakan.
Isi pre conference adalah rencana tiap perawat (rencana harian), dan tambahan
rencana dari ketua tim dan atau penanggung jawab tim (Modul MPKP, 2006).

Post conference merupakan kegiatan diskusi yang dilakukan oleh ketua tim
dan perawat pelaksana mengenai kegiatan selama shift sebelum dilakukan operan ke
shift berikutnya. Kegiatan post conference sangat diperlukan dalam pemberian asuhan
keperawatan karena ketua tim dan anggotanya harus mampu mendiskusikan
pengalaman klinik yang baru dilakukan, menganalisis, mengklarifikasi keterkaitan
antara masalah dengan situasi yang ada, mengidentifkasi masalah, menyampaikan dan
membangun system pendukungn antar perawat, dalam bentuk diskusi formal dan
professional. Proses diskusi pada post conference dapat menghasilkan strategi yang
efektif dan mengasah kemampuan berpikir kritis untuk merencanakan kegiatan pada
pelayanan keperawatan selanjutnya agar dapat berkesinambungan ( Sugiharto, Keliat,
Sri. 2012 ).

1.2.Rumusan Masalah

1.Apa pre dan post conference?

2.Bagaimana tujuan dan prinsip-prinsip pelaksana pre dan post conference?

3.Bagaimana hambatan dalam melaksanakan pre dan post conference?

4.Apa saja peran dan fungsi karu, katim dan perawat pelaksana dalam pre
conference?

5.Apa saja teknik pelaksanaan pre dan post conference?

1.3.Tujuan

1.Untuk mengetahui pre dan post conference

2. Untuk mengetahui tujuan dan prinsip-prinsip pelaksana pre dan post


conference

3. Untuk mengetahui hambatan dalam melaksanakan pre dan post conference


4. Untuk mengetahui peran dan fungsi karu, katim dan perawat pelaksana
dalam pre conference

5. Untuk mengetahui teknik pelaksanaan pre dan post conference

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Pre dan Post Conference

a. Definisi Pre dan Post Conference

Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari.

Konferensi dilakukan sebelum atau setelah melakukan operan dinas, sore atau

malam sesuai dengan jadwal dinas perawatan pelaksanaan. konference sebaiknya

dilakukan di tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar.

Merupakan kegiatan berdiskusi kelompok untuk membahas hal-hal yang

telah dilakukan pada praktik klinik atau lapangan, tingkat pencapaian tujuan

praktik klinik hari tersebut, kendala yang dihadapi dan cara mengatasinya, serta

kejadian lain yang tidak direncanakan, termasuk kejadian kegawatan klien yang

harus dihadapi peserta didik.

Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah

selesai operan untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh

ketua tim atau penanggung jawab tim. Jika yang dinas pada tim tersebut hanya

satu orang, maka pre conference ditiadakan. Isi pre conference adalah rencana

tiap perawat (rencana harian), dan tambahan rencana dari katim dan PJ

tim(Modul MPKP, 2006)

Waktu : setelah operan


Tempat : Meja masing – masing tim

Penanggung jawab : Ketua tim atau Pj tim

Kegiatan :

1) Ketua tim atau Pj tim membuka acara

2) Ketua tim atau pj tim menanjakan rencana harian masing – masing

perawat pelaksana

3) Ketua tim atau Pj tim memberikan masukan dan tindakan lanjut terkait

dengan asuhan yang diberikan saat itu.

4) Ketua tim atau Pj tim memberikan reinforcement.

5) Ketua tim atau Pj tim menutup acara

a. Post Conference

Post conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana

tentang hasil kegiatan sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift

berikut. Isi post conference adalah hasil askep tiap perawatan dan hal penting

untuk operan (tindak lanjut). Post conference dipimpin oleh katim atau Pj tim

(Modul MPKP, 2006)

Waktu :Sebelum operan ke dinas berikutnya.

Tempat : Meja masing – masing tim.

Penanggung jawab : ketua tim atau Pj tim

Kegiatan :

1) Ketua tim atau Pj tim membuka acara.

2) Ketua tim atau Pj tim menanyakan kendala dalam asuhan yang telah

diberikan.

3) Ketua tim atau Pj tim yang menanyakan tindakan lanjut asuhan klien

yang harus dioperkan kepada perawat shift berikutnya.


4) Ketua tim atau Pj menutup acara.

2. Tujuan dan Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Pre dan Post Conference

a. Tujuan Pre dan Post Conference

Secara umum tujuan konferensi adalah untuk menganalisa masalah-

masalah secara kritis dan menjabarkan alternatif penyelesaian masalah,

mendapatkan gambaran berbagai situasi lapangan yang dapat menjadi masukan

untuk menyusun rencana antisipasi sehingga dapat meningkatkan kesiapan diri

dalam pemberian asuhan keperawatan dan merupakan cara yang efektif untuk

menghasilkan perubahan non kognitif (McKeachie, 1962). Juga membantu

koordinasi dalam rencana pemberian asuhan keperawatan sehingga tidak terjadi

pengulangan asuhan, kebingungan dan frustasi bagi pemberi asuhan (T.M.Marelli,

et.al, 1997).

a. Tujuan pre conference adalah:

1) Membantu untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien, merencanakan

asuhan dan merencanakan evaluasi hasil

2) Mempersiapkan hal-hal yang akan ditemui di lapangan

3) Memberikan kesempatan untuk berdiskusi tentang keadaan pasien

b. Tujuan post conference adalah:

Untuk memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaian masalah dan

membandingkan masalah yang dijumpai.


b. Syarat Pre dan Post Conference

a. Pre conference dilaksanakan sebelum pemberian asuhan keperawatan dan post

conference dilakukan sesudah pemberian asuhan keperawatan

b. Waktu efektif yang diperlukan 10 atau 15 menit

c. Topik yang dibicarakan harus dibatasi, umumnya tentang keadaan pasien,

perencanaan tindakan rencana dan data-data yang perlu ditambahkan

d. Yang terlibat dalam conference adalah kepala ruangan, ketua tim dan anggota

tim

c. Pedoman pelaksanaan conference

a. Sebelum dimulai, tujuan conference harus dijelaskan

b. Diskusi harus mencerminkan proses dan dinamika kelompok

c. Pemimpin mempunyai peran untuk menjaga fokus diskusi tanpa mendominasi

dan memberi umpan balik

d. Pemimpin harus merencanakan topik yang penting secara periodic

e. Ciptakan suasana diskusi yang mendukung peran serta, keinginan mengambil

tanggung jawab dan menerima pendekatan serta pendapat yang berbeda

f. Ruang diskusi diatur sehingga dapat tatap muka pada saat diskusi

g. Pada saat menyimpulkan conference, ringkasan diberikan oleh pemimpin dan

kesesuaiannya dengan situasi lapangan

Nursalam, 2011. Manajemen Keperawatan. Salemba Medika.

3.Hambatan Dalam Pre dan Post Conference

Gangguan atau hambatan itu secara umum dapat dikelompokkan menjadi hambatan
internal dan hambatan eksternal , yaitu:

a.Hambatan internal, adalah hambatan yang berasal dari dalam diri individu
yang terkait kondisi fisik dan psikologis. Contohnya, jika seorang mengalami
gangguan pendengaran maka ia akan mengalami hambatan komunikasi.
Demikian pula seseorang yang sedang tertekan (depresi) tidak akan dapat
melakukan komunikasi dengan baik.
b.Hambatan eksternal, adalah hambatan yang berasal dari luar individu yang
terkait dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya. Contohnya,
suara gaduh dari lingkungan sekitar dapat menyebabkan komunikasi tidak
berjalan lancar. Contoh lainnya, perbedaan latar belakang sosial budaya dapat
menyebabkan salah pengertian.
Menurut Prof. Onong Uchjana Effendy, MA dalam bukunya Ilmu, Teori, dan
Filasafat Komunikasi. Ada 4 jenis hambatan komunikasi, yaitu:
a.Gangguan
Ada 2 jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi yang menurut sifatnya dapat
diklasifikasikan sebagai gangguan mekanik dan semantic.
 Gangguan mekanik : Gangguan yang disebabkan oleh saluran komunikasi atau
kegaduhan yang bersifat fisik.
 Gangguan semantic : Gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi
yang pengertiannya menjadi rusak. Gangguan semantic tersaring ke dalam pesan
melalui penggunaan bahasa. Lebih banyak kekacauan mengenai pengertian suatu
istilah atau konsep yang terdapat pada komunikator, akan lebih banyak gangguan
semantic dalam pesannya. Gangguan ini terjadi dalam salah pengertian.
b.Kepentingan
Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati
suatu pesan.
c.Motivasi terpendam
Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan
keinginan, kebutuhan, dan kekurangannya. Semakin sesuai komunikasi dengan
motivasi seseorang semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima
dengan baik oleh pihak yang bersangkutan. Sebaliknya, komunikan akan
mengabaikan suatu komunikasi yang tak sesuai dengan motivasinya.
d.Prasangka
Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan
komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah
bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi.

4.. Peran dan Fungsi Karu, katim dan perawat pelaksana dalam pre konfrence

a. Karu mempimpin pre konfrence


b. Karu / katim menjelaskan tujuan pre konfrence
c. Karu / katim memberikan pengarahan kepada anggota tim tentang rencana
kegiatan/asuhan keperawatan
d. melakukan pembagian tugas kepada tim
e. ketua tim menjelaskan pasien kelolaan (kondisi dan tingkat ketergantungan)
serta membagi tugas kepada anggota tim
f. perawat pelaksana mempresentasikan kasus pasien yang menjadi prioritas
misalnya kasus sulit/kompleks)
g. perawat pelaksana diberikan kesempatan untuk mendiskusikan / bertanya /
menanggapi / memberikan masukan
h. karu / katim mencatat hasil diskusi / masukan perawat pelaksana
i. karu memberikan kesimpulan dari diskusi / masukan anggota tim
j. karu memberikan penekanan pada hal-hal yang perlu diperhatikan atau
membacaka SOP – SOP untuk pelaksanaan tindakan.
k. Partisipasi dalam confrence perawat

Kuntoro,Agus.2010.Buku ajar manajemen keperawatan.yogyakarta:Nuha Medika

5.Teknik Pelaksanaan Pre dan Post Konfrence

A. Pre Konfrence
1. Prosedur
Persiapan
a. Pre conference dilaksanakan sebelum pemberian asuhan keperawatan
b. Waktu efektif yang diperlukan 10 atau 15 menit
c. Topic yang dibicarakan harus dibatasi, umumnya tentang keadaan pasien,
perencanaan tindakan rencana dan data-data yang perlu ditambahkan
d. Yang terlibat dalam conference adalah kepala ruangan, ketua tim dan anggota
tim

Pelaksanaan

a. Kepala tim atau penanggung jawab tim membuka acara


b. Kepala tim atau penanggung jawab tim menanyakan rencana harian masing-
masing perawat pelaksana
c. Kepala tim atau penanggung jawab tim memberikan masukan dan tindakan
lanjut terkait dengan asuhan yang diberikan saat itu
d. Kepala tim atau penanggung jawab tim memberikan reinforcement
e. Kepala tim atau penanggung jawab tim menutup acara

2. Panduan perawat dalam pelaksanaan

Menurut Ratna Sitorus, 2006 , panduan perawat dalam pelaksanaan, antara lain:

a. Konferensi dilakukan setiap hari segera setelah dilakukan pergantian dinas pagi
atau sore sesuai dengan jadwal perawatan pelaksana
b. Konferensi dihadiri oleh perawat pelaksana dan Ketua tim dalam timnya
masing-masing
c. Penyampaian perkembangan dan masalah klien berdasarkan hasil evaluasi
kemarin dan kondisi klien yang dilaporkan oleh dinas malam.
d. Hal-hal yang disampaikan oleh perawat pelaksana meliputi:
 Keluhan utama klien
 TTV dan kesadaran
 Hasil pemeriksaan laboratorium atau diagnostik terbaru
 Masalah keperawatan
 Rencana keperawatan hari ini
 Perubahan keadaan terapi medis
 Rencana medis

e. Ketua tim mendiskusikan dan mengarahkan perawat pelaksana tentang


masalah yang terkait dengan perawatan klien yang meliputi:

 Klien yang terkait dengan pelayanan, seperti: keterlambatan, kesalahan


pemberian makanan, kebisikan pengunjung lainnya, kehadiran dokter yang
dikonsulkan.
 Ketepatan pemberian infuse
 Ketepatan pemantauan asupan dan pengeluaran cairan
 Ketepatan pemberian obat/injeksi
 Ketepatan pelaksanaan tindakan lain
 Ketepatan dokumentasi
 Mengiatkan kembali standar prosedur yang ditetapkan
 Mengingatkan kembali tentang kedisiplinan, ketelitian, kejujuran, dan
kemajuan masing-masing perawatan asosiet
 Membantu perawatan pelaksana menyelesaikan masalah yang tidak dapat
diselesaikan

B. Post Konfrence
1. Prosedur
Persiapan
a. Post conference dilakukan sesudah pemberian asuhan keperawatan
b. Waktu efektif yang diperlukan 10 atau 15 menit
c. Topic yang dibicarakan harus dibatasi, umumnya tentang keadaan pasien,
perencanaan tindakan rencana dan data-data yang perlu ditambahkan
d. Yang terlibat dalam conference adalah kepala ruangan, ketua tim dan anggota
tim

Pelaksanaan

1. Kepala tim atau penanggung jawab tim membuka acara


2. Kepala tim atau penanggung jawab tim menanyakan kendala dalam asuhan yang
telah diberikan
3. Kepala tim atau penanggung jawab tim menyakan tindakan lanjut asuhan klien
yang harus dioperkan kepada perawat shift berikut nya
4. Kepala tim atau penanggung jawab tim menutup acara

2. Panduan perawat dalam pelaksanaan


Menurut Ratna Sitorus, 2006, panduan perawat dalam pelaksanaan, antara lain:
a. Konferensi dilakukan setiap hari segera setelah dilakukan pergantian dinas pagi
atau sore sesuai dengan jadwal perawatan pelaksana
b. Konferensi dihadiri oleh perawat pelaksana dan ketu tim dalam timnya masing-
masing
c. Hal-hal yang disampaikan oleh perawat pelaksana meliputi:

 Keluhan utama klien


 TTV dan kesadaran
 Hasil pemeriksaan laboratorium atau diagnostik terbaru
 Masalah keperawatan
 Rencana keperawatan hari ini
 Perubahan keadaan terapi medis
 Rencana medis

d. Ketua tim mendiskusikan dan mengarahkan perawat pelaksana tentang


masalah yang terkait dengan perawatan klien yang meliputi:

 Klien yang terkait dengan pelayanan, seperti: keterlambatan, kesalahan


pemberian makanan, kebisikan pengunjung lainnya, kehadiran dokter yang
dikonsulkan.
 Ketepatan pemberian infuse
 Ketepatan pemantauan asupan dan pengeluaran cairan
 Ketepatan pemberian obat/injeksi
 Ketepatan pelaksanaan tindakan lain
 Ketepatan dokumentasi
 Mengiatkan kembali standar prosedur yang ditetapkan
 Mengingatkan kembali tentang kedisiplinan, ketelitian, kejujuran, dan
kemajuan masing-masing perawatan asosiet
 Membantu perawatan asosiet menyelesaikan masalah yang tidak dapat
diselesaikan

Sumber Referensi

Sitorus Ratna, Yulia. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit. Jakarta :
EGC
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari.


Konferensi dilakukan sebelum atau setelah melakukan operan dinas, sore atau
malam sesuai dengan jadwal dinas perawatan pelaksanaan. konference sebaiknya
dilakukan di tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar.

Daftar Pustaka

Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta: Nuha


Medika

Nursalam, 2011. Manajemen Keperawatan. Salemba Medika

Sitorus Ratna, Yulia. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai