Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak
Berkebutuhan Khusus. Salah satunya adalah anak Autis. Anak autis juga
merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu
keterampilan, maupun secara akademik. Setiap tahun di seluruh dunia, kasus
autisme mengalami peningkatan. Dalam penelitian yang dirangkum Synopsis
of Psychiatry awal 1990-an, kasus autisme masih berkisar pada perbandingan
1 : 2.000. Angka ini meningkat di tahun 2000 dalam catatan Sutism Research
Institute di Amerika Serikat sebanyak 1 dari 150 anak punya kecenderungan
menderita autis. Di Inggris, datanya lebih mengkhawatirkan. Di sana
berdasarkan data International Congress on Autism tahun 2006 tercatat 1 dari
130 anak punya kecenderungan autis.
Di Indonesia sering kali cukup sulit mendapatkan data penderita autis, ini
karena orangtua anak yang dicurigai mengidap autisme seringkali tidak
menyadari gejala-gejala autisme pada anak. Akibatnya, mereka merujuknya ke
pintu lain di RS. Misalnya ke bagian THT karena menduga anaknya
mengalami gangguan pendengaran dan ke Poli Tumbuh Kembang Anak
karena mengira anaknya mengalami masalah dengan perkembangan fisik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Tinjauan Teori Anak Berkebutuhan Khusus?
2. Bagaimanakah konsep medis pada autisme?
3. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada anak dengan kebutuhan khusus
“autisme”?

1
C. tujuan
1. Untuk Mengetahui Tinjauan Teori Anak Berkebutuhan Khusus.
2. Untuk Mengetahui konsep medis pada autism.
3. Untuk Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan kebutuhan
khusus “autisme”.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Teori Anak Berkebutuhan Khusus


1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan
dengan anak-anak secara umum atau rata-rata anak seusianya. Anak
dikatakan berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan
lebih dalam dirinya. Sementara menurut Heward, anak berkebutuhan
khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak
pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental,
emosi atau fisik. Mereka yang digolongkan pada anak yang berkebutuhan
khusus dapat dikelompokkan berdasarkan ganngguan atau kelainan pada
aspek :
a. Fisik/motorik, antara lain cerebral palsi, polio.
b. Kognitif : mentalretardasi, anak unggul ( berbakat )
c. Bahasa dan bicara
d. Pendengaran
e. Penglihatan
f. Sosial emosi
Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat
diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami
gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah
sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan
sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan
Handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-
masing istilah adalah sebagai berikut:
a. Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan
dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan

3
aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam
level individu.
b. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis,
atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level
organ.
c. Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari
impairment atau disability yang membatasi atau menghambat
pemenuhan peran yang normal pada individu.
2. Jenis Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat dikategorikan sebagai berikut
(Mangunsong, 2009).
a. Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam hal
visual atau penglihatan.
b. Tunarungu
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam
pendengaran.
c. Tunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang
signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan
ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa
perkembangan.
d. Tunadaksa
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang
disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang
bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy,
amputasi, polio, dan lumpuh.
e. Anak lamban belajar (slow learner)
Adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah
normal tetapi belum termasuk tunagrahita.
f. Anak berkesulitan belajar

4
Adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih
kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan
penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi
kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan
karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak,
dislexia, dan afasia perkembangan.
g. Anak berbakat
Adalah mereka yang karena memilikikemampuan-kemampuan
yang unggul mampu memberikan prestasi yang tinggi”.
h. Tunalaras
Adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan
emosi dan kontrol sosial.
i. Anak dengan gangguan komunikasi
Anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah anak yang
mengalami kelainan suara, artikulasi (pengucapan), atau kelancaran
bicara, yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi
bahasa, atau fungsi bahasa, sehingga memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
j. Anak dengan ADHD (Attention-Deficit Hyperactivity Disorder)
Adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas
motorik anak-anak hingga menyebabkan aktivitas anak-anak yang
tidak lazim dan cenderung berlebihan.
k. Anak dengan Autistic Spectrum Disorder (Autisme)
Istilah Autisme berasal dari kata Autos yang berarti diri sendiri
Isme yang berarti suatu aliran. Berarti suatu paham yang tertarik hanya
pada dunianya sendiri
3. Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
Penyebab anak berkebutuhan khusus terjadi dalam beberapa periode
kehidupan anak, yaitu :
a. Sebelum kelahiran
1) Gangguan Genetika : Kelainan Kromosom, Transformasi

5
2) Infeksi Kehamilan
3) Usia Ibu Hamil (high risk group)
4) Keracunan Saat Hamil
5) Pengguguran
6) Lahir Prematur
b. Selama proses kelahiran
1) Proses kelahiran lama (Anoxia), prematur, kekurangan oksigen
2) Kelahiran dengan alat bantu : Vacum
3) Kehamilan terlalu lama: > 40 minggu
c. Setelah kelahiran
1) Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus
2) Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi)
3) Kecelakaan
4) Keracunan
5) Bencana alam

B. Konsep Medis Autisme


1. Devinisi
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos ( diri ) sedangkan isme (
paham/aliran ). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki
gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian
autis menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,
mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker
handojo, 2003 )
b. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang
mengalami kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan
anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial,
dan perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak
Austistik”. ( American Psychiatic Association 2000 )

6
c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial,
komunikasi, perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan
perkembangan terlambat atau tidak normal. Autisme mulai tampak
sejak lahir atau saat masi bayi ( biasanya sebulum usia 3 tahun ).
“Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa”
(PPDGJ III)
d. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir
ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat
membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Hal ini
mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari anak yang lain. (Baron-
Cohen, 1993).
Jadi anak autisme merupakan anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur
sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta
perilakunya. Anak autisme dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:
a. Segi pendidikan : anak autis adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan
kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan
pendidikan secara khusus sejak dini.
b. Segi medis : anak autis adalah anak yang mengalami
gangguan/kelainan otak yang menyebabkan gangguan perkembangan
komunikasi, sosial, perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga
anak ini memerlukan penanganan/terapi secara klinis.
c. Segi psikologi : anak autis adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek
komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya
penanganan secara psikologis.
d. Segi sosial anak autis adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi
sosial, sehingga anak ini memerlukan bimbingan ketrampilan sosial
agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.

7
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan
fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial,
sehingga ia mempunyai dunianya sendiri.
2. Etiologi
Penyebab Autisme diantaranya :
a. Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar
dizigot) terutama pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan
kemampuan bicara).
b. Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil).
c. Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
d. Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum,
keadaan tidak menguntungkan antara faktor psikogenik dan
perkembangan syaraf, perubahan struktur serebellum, lesi hipokompus
otak depan.
e. Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan
gangguan sensori serta kejang epilepsi.
f. Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak
Gambaran Autisme pada masa perkembangan anak dipengaruhi oleh
Pada masa bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak,
anak tidak berespon saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak
mata, memberikan kesan jauh atau tidak mengenal. Bayi yang lebih tua
memperlihatkan rasa ingin tahu atau minat pada lingkungan, bermainan
cenderung tanpa imajinasi dan komunikasi pra verbal kemungkinan
terganggu dan tampak berteriak-teriak. Pada masa anak-anak dan remaja,
anak yang autis memperlihatkan respon yang abnormal terhadap suara
anak takut pada suara tertentu, dan tercengggang pada suara lainnya.
Bicara dapat terganggu dan dapat mengalami kebisuan. Mereka yang
mampu berbicara memperlihatkan kelainan ekolialia dan konstruksi
telegramatik. Dengan bertumbuhnya anak pada waktu berbicara cenderung
menonjolkan diri dengan kelainan intonasi dan penentuan waktu.

8
Ditemukan kelainan persepsi visual dan fokus konsentrasi pada bagian
prifer (rincian suatu lukisan secara sebagian bukan menyeluruh). Tertarik
tekstur dan dapat menggunakan secara luas panca indera penciuman,
kecap dan raba ketika mengeksplorais lingkungannya.
Pada usia dini mempunyai pergerakan khusus yang dapt menyita
perhatiannya (berlonjak, memutar, tepuk tangan, menggerakan jari
tangan). Kegiatan ini ritual dan menetap pada keaadan yang
menyenangkan atau stres. Kelainann lain adalh destruktif , marah
berlebihan dan akurangnya istirahat. Pada masa remaja perilaku tidak
sesuai dan tanpa inhibisi, anak austik dapat menyelidiki kontak seksual
pada orang asing.
3. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls
listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna
kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di
bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat
sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan.
Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai
pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak
berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan
pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson,
dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah
zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar
anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan
akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari
lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan
pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak
digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan
sinaps. Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak

9
adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses
tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan
abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan
neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4,
vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang
merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi
pertumbuhan otak. Peningkatan neurokimia otak secara abnormal
menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan
autisme terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian
otak tumbuh dan mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian
otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti
melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil
pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme.
Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia
(jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi
pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson
secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain
derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel
Purkinye. Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau
sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye
merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan
karena ibu mengkomsumsi makanan yang mengandung logam berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang,
kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye.
Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol
berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal
mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-

10
motorik, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada
otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses
persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi
pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis.
Menurut kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel
neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam
fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan
otak besar yang berperan dalam proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi,
seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara
lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri,
infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan.
4. Manifestasi Klinis
a. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal
Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa
menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi
dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat. dimengerti oleh orang
lain. Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks
yang sesuai. Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau
lagu tanpa tahu artinya. Bicara monoton seperti robot.
b. Gangguan dalam bidang interaksi social
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka.
Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa
tidak senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu,
menarik tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut

11
melakukan sesuatu untuknnya. Tidak berbagi kesenangan dengan
orang lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh.
c. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya
menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola
pada mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama.
Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau
guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu
mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang
karet, baterai atau benda lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak
berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya
dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura-pura. Sering
memperhatikan jari- jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau
angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi, sulit
mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain harus
melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang
sama.
d. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang
kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak
dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru
pertama kali ia datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana
kemari dan berlari-lari tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu
(menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering
menyakiti dirinya sendiri seperti memukul kepala di dinding. Dapat
menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam
bengong denagn tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk
akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas
ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat
agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur,
gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya

12
e. Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau
marah tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper
tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang
diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak. Tidak dapt
berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
f. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata),
pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan
sampai berat. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda
apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis
setiap kali dicuci rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi
pakaian tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering
merosot atau melepaskan diri dari pelukan.
g. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional. Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan
nonverbal, karena terdapat gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah
70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5%
mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang
melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun ada yang
mempunyai kemampuan yang menonjol di suatu bidang, misalnya
matematika atau kemampuan memori.
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Umunya terapi yang diberikan ialah terhadap gejala, edukasi dan
penerangan kepada keluarga, serta penanganan perilaku dan edukasi
bagi anak. Manajemen yang efektif dapat mempengaruhi outcome.
Intervensi farmakologi, yang saat ini dievaluasi, mencakup obat
fenfluramine, lithium, haloperidol dan naltrexone. Terhadap gejala
yang menyertai. Terapi anak dengan autisme membutuhkan

13
identifikasi diri. Intervensi edukasi yang intensif, lingkungan yang
terstruktur, atensi individual, staf yang terlatih baik, peran serta orang
tua dapat meningkat prognosis.
Terapi perilaku sangat penting untuk membantu para anak autis
untuk lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat. Bukan saja guru
yang harus menerapkan terapi perilaku pada saat belajar, namun setiap
anggota keluarga di rumah harus bersikap sama dan konsisten dalam
menghadapi anak autis. Terapi peilaku terdiri dari tetapi wicara, terapi
okupasi, dan menghilangkan perilaku yang asosial. Dalam terapi
farmakologi dinyatakan belum ada obat atau terapi khusus yang
menyembuhkan kelainan ini. Medikasi (terapi obat) berguna terhadap
gejala yang menyertai, misalnya haloperidol, risperidone dan obat anti-
psikotik teradap perilaku agresif, ledakan- ledakan perilaku, instabilitas
mood (suasana hati). Obat antidepresi jenis SSRI dapat digunakan
terhadap ansietas, kecemasan, mengurangi stereotip dan perilaku
perseveratif dan mengurangi ansietas dan fluktuasi mood. Perilaku
mencederai diri sendiri dan mengamuk kadang dapat diatasi dengan
obat \naltrexone.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
Mengurangi masalah perilaku.
1) Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat
meningkatkan kemahiran berbicara. menagement perilaku dapat
mengubah perilaku destruktif dan agresif.
2) Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama
bahasa.
3) Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant
conditioning yaitu dukungan positif (hadiah) dan dukungan negatif
(hukuman).
4) Anak bisa mandiri dan bersosialisasi.
Mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis.

14
C. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kebutuhan khusus “autisme”.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa,
keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat
berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak
dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan
dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling,
terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu
mainan tidak mau mainan lainnya. sebagai anak yang senang
kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend apa saja. Bila
mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah
70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar
5% mempunyai IQ diatas 100.
2) Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan ( riwayat
kesehatan dahulu)
a) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
b) Cidera otak
3) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita
penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit
bawaan atau keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat
penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.

15
1) Anak kurang merespon orang lain.
2) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
3) Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
4) Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
5) Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
1) Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
2) Terdapat ekolalia.
3) Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
4) Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
5) Peka terhadap bau.
e. Psikososial
1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
2) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
4) Perilaku menstimulasi diri
5) Pola tidur tidak teratur
6) Permainan stereotip
7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
8) Tantrum yang sering
9) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu
pembicaraan
10) Kemampuan bertutur kata menurun
11) Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
1) Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
2) Refleks mengisap buruk
3) Tidak mampu menangis ketika lapar
2. Diagnose Keperawatan
a. Gangguan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan
keterlambatan dalam berbahasa.

16
b. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk percaya pada orang lain.
c. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan
keterlambatan dalam berbahasa berhubungan dengan ransangan
sensori tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan
ketidakmampuan mengungkapkan perasaan.
Tujuan: Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan
kepada orang lain.
1) Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi
anak.
2) Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai media.
3) Anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas
secara konsisten.
4) Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anaksampai anak
menguasai.
5) Kurangi kecemasan anak saat belajar komunikasi.
6) Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah
diberikan.
7) Pertahankan kontak mata dalam menyampaikan ungkapan non
verbal.
8) Berikan reward pada keberhasilan anak.
9) Bicara secara jelas dan dengan kalimat sederhana.
10) Hindari kebisingan saat berkomunikasi.
b. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk percaya pada orang lain.
Tujuan: Klien mau memulai interaksi dengan pengasuhnya
Intervensi:
1) Batasi jumlah pengasuh pada anak.
2) Tunjukan rasa kehangatan/keramahan dan penerimaan pada anak.

17
3) Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan kepercayaan.
4) Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang lain.
5) Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan dengan orang
lain.
6) Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk menguatkan
sosialisasi.
c. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.
Tujuan : Kecemasan berkurang/tidak berlanjut.
Intervensi :
1) Tanamkan pada orang tua bahwa autis bukan aib/penyakit.
2) Anjurkan orang tua untuk membawa anak ke tempat terapi yang
berkwalitas baik serta melakukan secara konsisten.
3) Berikan motivasi kepada orang tua agar dapat menerima kondisi
anaknya yang spesial.
4) Anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua
dengan anak autis, seperti kegiatan Autis Awareness Festifal.
5) Berikan informasi mengenai penanganan anak autis.
6) Beritahukan kepada orang tua tentang pentingnya menjalankan
terapi secara konsisten dan kontinue.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang
secara klinis ditandai oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang
dalam kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang
dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas,
perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan
(stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap
pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini
penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat
memicu adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai
faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan
otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan
terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat
menyebabkan adanya perubahan perilaku pada penderita. Dalam
kemampuan intelektual anak autis tidak mengalami keterbelakangan,
tetapi pada hubungan sosial dan respon anak terhadap dunia luar, anak
sangat kurang. Anak cenderung asik dengan dunianya sendiri. Dan
cenderung suka mengamati hal – hal kecil yang bagi orang lain tidak
menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik. Terapi
perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan normal
seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar.

19
B. Saran
Setelah kami menyimpulkan apa yang telah dijabarkan, maka
sekiranya ada kesalahan ataupun kekeliruan dari makalah ini, baik dalam
penulisan maupun dalam penyusunan, kritik dan saran pembaca sangat
kami harapkan demi kelangsungan penulisan kami selanjutnya.

20

Anda mungkin juga menyukai