Anda di halaman 1dari 32

TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL

“TABLET”

OLEH:

Ni Luh Ayu Mega Ratnasari 1909482010092


I Made Deny Sapta Giri 1909482010097
I Dewa Ayu Anom Yustari Nida 1909482010107
I Made Agus Mahardika 1909482010109

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2019

1
Kata Pengantar

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat
pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Bentuk Sediaan Farmasi yaitu Tablet.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya
mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya. Kritik dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Sampul .............................................................................................. 1
Kata Pengantar ................................................................................................. 2
Daftar Isi........................................................................................................... 3
Daftar Tabel ..................................................................................................... 4
BAB I ISI ......................................................................................................... 5
2.1. Definisi Tablet .................................................................................... 5
2.2. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Tablet ......................................... 5
2.3. Kekurangan Sediaan Tablet ................................................................ 6
2.4. Metode Pembuatan Tablet .................................................................. 7
2.4.1. Preformulasi Tablet .................................................................. 7
2.4.2. Metode Pembuatan Tablet ........................................................ 13
2.4.3. Formulasi Tablet ....................................................................... 15
2.5. Evalusi Mutu Fisik .............................................................................. 22
2.5.1. . Evaluasi Mutu Fisik Granul...................................................... 22
2.5.2. Evaluasi Mutu Fisik Tablet ...................................................... 25
2.6. Jenis Jenis Sediaan Tablet .................................................................. 29
BAB II PENUTUP ........................................................................................... 31
3.1. Kesimpulan ......................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 32

3
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Bahan pengikat yang biasanya digunakan dalam granulasi
basah .................................................................................................. 17
Tabel 2. Bahan pengikat yang biasanya digunakan dalam metode
kempa langsung ................................................................................. 17
Tabel 3. Jenis bahan penghancur ..................................................................... 18
Tabel 4. Bahan lubrikan yang biasa digunakan ............................................... 19
Tabel 5. Bahan glidants yang sering digunakan............................................... 20
Tabel 6. Bahan antiadherent yang sering digunakan ....................................... 20
Tabel 7. Bahan pewarna yang sering digunakan .............................................. 22
Tabel 8. Hubungan sudut istirahat dengan sifat alir ......................................... 23
Tabel 9. Keseragaman bobot tablet .................................................................. 25

4
BAB I
ISI

I. Definisi Tablet
Terdapat beberapa definisi dari sediaan tablet salah satunya menurut Dirjen POM,
(1979), sediaan tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan
yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat
pelicin, zat pembasah atau zat lainnya yang cocok. Selain itu menurut Ansel, (2008),
sediaan tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasaya dibuat
dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda-
beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancurnya, dan dalam
aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya.

II. Keuntungan Sediaan Tablet


Sediaan tablet merupakan sediaan yang paling lumrah digunakan oleh masyarakat,
sediaan ini tentunya memiliki keuntungan dan kerugiannya
Menurut Lachman (2008) sediaan tablet memiliki keuntungan, diantaranya:
a. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan terbaik
dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan
yang paling rendah.
b. Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling rendah.
c. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak.
d. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas
serta dikirim.

5
e. Pemberian tanda pengental produk pada tablet paling mudah dan murah; tidak
memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak
yang bermonogram atau berhiasan timbul
f. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal
ditenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah atau hancurnya
tablet tidak segera terjadi.
g. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti pelepasan
diusus atau produk lepas lambat.
h. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk produksi secara
besar-besaran.
i. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia,
mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik

2.3. Kekurangan Sediaan Tablet


Sediaan tablet memiliki beberapa kekurangan dibandingkan dengan sediaan
farmasi lainnya. Menurut Ansel (2008) sediaan tablet memiliki kekurangan antara lain:
a. Bahan aktif dengan dosis yang besar dan tidak kompresible sulit dibuat tablet.
b. Sulit memformulasikan zat aktif yang sulit dibasahi dan tidak larut serta memiliki
disolusi yang rendah.
c. Onsetnya lebih lama dibandingkan sediaan parenteral, larutan oral dan kapsul.
d. Jumlah zat aktif dalam bentuk cairan yang dapat dijerat ke dalam tablet sangat kecil.
e. Kesulitan menelan pada anak-anak, orang sakit parah dan orang lanjut usia.
f. Pasien yang menjalani radioterapi tidak dapat menelan obat (Sulaiman, 2007)

6
2.4. Metode Pembuatan
2.4.1. Preformulasi
1. Defenisi Preformulasi
Studi preformulasi adalah tahap pertama dalam pembentukan tablet atau aktivitas
formulasi dengan pertimbangan yang hati-hati dari data preformulasi. Preformulasi
penting bagi formulator untuk mendapatkan profil fisika-kimia yang lengkap dari
bahan-bahan aktif yang tersedia, sebelum memulai suatu aktifitas perkembangan
formulasi seluruh informasi ini diketahui sebagai preformulasi (Lieberman, 1990).
Preformulasi dapat dideskripsikan sebagai tahap perkembangan yang mana ahli
farmasi mengkatagorikan sifat fisika kimia dari bahan obat dalam pertanyaan yang
mana dianggap penting dalam formulasi yang stabil, efektif dan bentuk yang aman.
Beberapa parameter seperti ukuran kristal dan bentuk, sifat Ph, solubility, stabilitas,
polymorphisin, efek pembagian, permaebilitas obat dan disolusi dievaluasi. Selama
evaluasi tersebut mungkin saja terjadi Interaksi dengan berbagai bahan – bahan inert
yang dimaksudkan untuk penggunaan dalam bentuk akhir, yang mana diketahui. Data
yang didapat dari evaluasi ini berhubungan dengan data yang didapat dari pendahuluan
farmakologi dan studi biokimia dan memberikan ahli farmasi informasi yang
mengizinkan pemilihan dari dosis yang optimum mengandung bahan – bahan inert
yang paling diminati perkembanganya dalam perkembangan

Tujuan dari studi preformulasi adalah untuk mengumpulkan dan mengembangkan


informasi tentang obat (API) untuk menyusun parameter yang diperlukan dalam
mendesain formulasi.
I.Identifikasi dan kemurnian
Pengujian identifikasi dan kemurnia diperlukan untuk mengidentifikasi
penguraian, pengotor, dan dapat pula meliputi uji organoleptis. Yang dapat
membantu identifikasi atau penentuan kemurnian selain penetapan kadar adalah
antara lain, suhu lebur, rotasi spesifik, pH, Kandungan logam berat, dan lain
sebagainya.

7
II.Sifat Kristal dan polimorfisme
Kebanyakan obat memiliki lebih dari satu bentuk polimorfisme. Bentuk ini
dipengaruhi oleh tahap kristalisasi. Kadang-kadang API mengendap sedemikian
rupa sehingga molekul tidak erorganisasi menurut pola tertentu sehingga
menghasilkan serbuk amorf.
Ukuran Bentuk dan Luas permukaan partikel
Kerakteristik partikel merupakan faktor penting yang menentukan kinerja
formulasi. Hal ini terlihat jelas pada API nonelektrolit dengan kelarutan buruk atau
asam bebas dengan kelarutan buruk pada pH rendah. API tipe ini akan menunjukan
arbsorfsi yang dibatasi oleh kecepata disolusi, dan jika disolusi tidak cukup cepat,
konsentrasi terapetik dalam darah kemungkinan tidak pernah tercapai. Untuk
meningkatkan disolusi sering dilakukan pengecilan ukuran partikel. Partikel halus akan
memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga melarut lebih cepat.
Ukuran dan bentuk partikel berperan sangat penting dalam keseragaman campuran.
Ukuran dapat pula mempengaruhi stabilitas API yang reaksi kimianya dipengaruhi
oleh luas permukaan yang tersedia untuk oksidasi dan hidrolisis. Factor luas
permukaan penting juga untuk terjadinya antaraksi dengan eksepien dalam sediaan
tablet dan dapat mempengaruhi stabilitas.
Sifat Ruahan Serbuk
Sifat ruahan serbuk sangat penting dalam proses farmasetik. Pengetahuan tentang
bobot jenis sejati dan bobot jenis ruahan API dan eksipien sangat perlu dan berguna
dalam:
I. Memperkirakan ukuran tablet akhir dan ukuran serta tipe peralatan proses
yang diperlukan
II. Mengantisipasi masalah pencampuran serbuk secara fisik dan
keseragaman produk antara dan produk akhir karena perbedaan bobot jenis
sejati yang signifikan dapat berdampak pada pemisahan komponen
campuran
III. Mengantisipasi sifat alir karena sifat alir dipengaruhi sifat alir

8
IV. Mengidentifikasi perbedaan dari bahan baku dari penyedia yang berbeda
yang disebabkan oleh perbedaan bentuk polimorfisme yang dapat pula
menunjukan perbedaan bobot jenis sejati
Perbandingan bobot jenis sejati, bobot jenis semu dan bobot jenis ruahan dapat
memberikan informasi tentang porositas total, porositas inter partikel dan antar
partikel. Stabilitas kimia, aliran, dan keterkempaan serbuk dan granul dipengaruhi
sorbsi kelembaban pada permukaan. Kandungan kelembaban dan higropisitas eksipien
sangat penting pada pemrosesan produk secara menyeluruh dan stabilitas produk jadi.
Sasaran utama dalam melakukan analisis aliran adalah mengidentifikasi serbuk atau
campuran serbuk yang semaksimal mungkin menimbulkan fariasi berat sediaan jadi.
Semakin lancar aliran serbuk semakin efisien dan reprodusibel serbuk mengisi cetakan
pada mesin kempa tablet. Pengisi cetakan mesin tablet yang lebih efesien dan
reprodusibel direfleksikan dengan peningkatan bobot tablet dan mengurangi variasi
berat antartablet yang dihasilkan.
Sistem Klasifikasi Biofarmasetik
Persyaratan uji BE (Bioekuivalensi) yang ditetapkan FDA mendefinisikan low
solubility sebagai kelarutan < 5 mg/ml dalam air dan slow dissolution rate jika disolusi
50% dalam 30 menit. Sistem klasifikasi merupakan landasan logis untuk melakukan
perkiraan risiko masalah ketersediaan hayati (BA). Sebagai contoh: obat kelas I
(propranolol HCL dan metoprolol tartrat) diharapkan tidak memiliki masalah atau
hanya menimbulkan sedikit masalah dalam hal BA. Sebaliknya obat kelas II (
piroksikam) menimbulkan masalah arbsorpsi yang dibatasi oleh kecepatan disolusi.
Obat kelas III (atenolol) cenderung menimbulkan masalah arbsorpsi (permeabilitas)
yang akan membatasi kecepatan arbsorpsi. Obat kelas IV (low solubility low
permeability) menimbulkan masalah BA. Yang luarbiasa. Korelasi in vitro – in vivo
diharapkan hanya ada pada kasus kelas II. Korelasi in vivo – in vitro dapat diharapkan
untuk oat kelas I jika kecepatan disolusi lebih lambat daripada kecepatanpengosongan
lambung. Untuk obat kelas I yang menunjukan pelarutan cepat, harapan akan adanya
korelasi in vivo – in vitro sangat kecil atau bahkan tidak ada karena pengosongan

9
lambung menjadi tahap batas kecepatan. Kecil kemungkinan adanya korelasi in vitro –
in vivo untuk obat yang termasuk kelas III dan IV.
Studi Kompaktibilitas API-eksipien
Mengetahui adanya interaksi API-eksipien merupakan hal yang mendasar dalam
formulasi awal sediaan. Hal ini juga sangat penting selama proses peningkatan sekala
produksi dimana terdapat kemungkinan munculnya masalah yang terkait dengan
inkompaktibilitas yang mempengaruhi proses manufaktur atau stabilitas. Interaksi
API-eksipien sering berkaitan langsung dengan keberadaan kelengasan dalam salah
satu atau lebih komponen formulasi, atau terhadap kelembaban dimana formulasi
diekspose selama proses atau selama penyimpanan. Studi ini dilakukan sebagai studi
mengenai kondisi temperature dan kelembaban yang dipercepat. Penting diperhatikan
bahwa beberapa interaksi bersifat fisika dan bukan kimia daan percepatan penuaan
tidak dapat dilakukan untuk membuat perkiraan. Studi kompaktibilitas perlu dilakukan
untuk karakterisasi bahan baku maupun formula produk ahir.
Desain Formulasi
Semua informasi preformulasi harus dikompilasi secara tertulis atau direkam
dalam file computer (API dan eksipien). Berdasarkan informasi preformulasi dapat
dibuat desain formulasi dan strategi proses yang akan dilaksanakan. Panduan awal
dapat dimulai dengan merancang dosis obat dalam sediaan yang akan dikembangkan.
Sediaan dengan dosis API yang relative rendah, sering dapat dipreparasi melalui
teknologi kempa langsung campuran API dengan eksipien. Jadi, tidak dibutuhkan
granulasi basah atau kering. Dosis lebih besar dari obat yang tidak begitumudah
dikempa dapat digranulasi sebelum dikempa menjadi tablet. Tahap proses yang
diperlukan dan pilihan eksipien sering ditentukan oleh sifat-sifat API.
I.Eksipien
Desain formulasi dan seleksi eksipien merupakan factor kritikal dalam sediaan
tablet. Produk tablet dapat merupakan sediaan relative sederhana sampai
komposisi/sistem yang lebih komplek, yang mungkin mengnadung/memerlukan
pengisi, pengikat, agen penghancur, pelican, pelincir, dan agen penyalut. Sediaan

10
dengan pelepasan dimodifikasi akan lebih kompleks lagi. Pilihan eksipien yang
sesuai dan konsentrasi yang tepat merupakan factor kritis dalam proses manufaktur
tablet disamping kinerja sebagai sistem penghantara obet.
II.Manufakturabilitas
Fungsi eksipien adalah untuk menjadikan keterkempaan, lubrikasi, sifat alir,
efisiensi kehancuran, pembasahan dan sebagainya sesuai dengan harapan.
Pemilihan eksipien yang tidak tepat dapat menimbulkan karakteristik buruk yang
mungkin sangat penting pada proses pengemasan, penyimpanan, dan penerimaan
pasien. Masalah eksipien ini kemungkinan berasal dari berbagai sumber atau lot,
terutama pada formulasi yang dibuat secara kempa langsung.sebagai contoh:
microcristalin selulosa (MCC). Beberapa MCC dengan derajat yang berbeda
tersedia dipasaran secara komersil. Perbedaannya terletak pada cara manufaktur,
ukuran partikel, kadar kelegasan, sifat aliran, dan sifat fisika lainnya. Oleh sebab
itu, sudah dapat diduga kinerja dalam formulasi berbeda pula. MCC berukuran
partikel lebih besar, umumnya menunjukan sifat alir yang lebih baik pada saat
dikempaderajat kelengasan rendah digunakan untuk material peka kelengasan,
sedangkan BJ besar akan meningkatkan sifat alir.
III.Biofarmsetika
Formulasi tablet yang meliputi polimorfisme, ukuran partikel, dan kelarutan
API, fungsi dan jumlah eksipien dalam formulasi, teknologi, dan proses
manufaktur akan dapat mempengaruhi ketersediaan hayati dan bioekuivalensi
tablet yang akan diproduksi. Perhatian kusus pada sifat API yang baru ditemukan,
yang umumnya berdosis /takaran rendah, peka terhadap temperature dan
kelembaban, bersifat optis aktif, kelarutan relative kecil, berbentuk micronize, dan
inkompaktibel dengan anyak eksipien merupakan masalah manufaktur terkini.
API dengan kelarutan air rendah, jangan sekali-kali diformulasikan hanya dengan
pengisi tidak larut seperti garam kalium (kalsium sulfat, kalsium posfat) hanya
dengan pengisi tidak larut seperti garam kalium (kalsium sulfat, kalsium posfat)
yang hanya akan melarut pada pH yang sangat rendah. Perbedaan dalam kecepatan

11
melarut diantara bentuk terhidrat dan monohidrat garam kalsium disamping antara
bentuk dibasic dan tribasic juga sangat penting. Jadi, penting sekali mengantisipasi
kemungkinan masalah yang timbul pada penggunaan pengisi ini karena secara
umum dapat memperlambat pelepasan API D dari sediaan. Dalam eberapa hal
garam kalsium dapat membentuk komplek dengan API seperti tetrasiklin.
Tipe dan jumlah bahan penghancur yang digunkan dalam formulasi tablet juga
penting artinya. Perbedaan sumber pati, di samping variasi perbandingan amilopektin
amilosa, akan menimbulkan variasi dalam waktu hancur. Fakta yang menunjukan
bahwa amilum dalam “fasa dalam granul” tidak seefektif dengan amilum yang
ditambah pada “fasa luar “ akan menghasilkan tablet dengan kehancuran yang baik
tetapi disolusi buruk. Jadi perlu diperhatikan pula komposisi amilum yang erada pada
fasa dalam dan fasa luar granul. Penambahan penghancur super seperti crospovidon,
croscarmelosi, dan natrium strarch glykolat, meningkatkan disolusi, baik pada
formulasi kempa langsung ataupun granulasi basah. Secara kimiawi, baik
croscarmelosi maupun na starch glykolat, dapat membentuk komplek dengan sejumlah
obat kationik dalam air, tetapi tidak dalam cairan fisiologis.
Tipe dan jumlah pengikat dalam formulasi granul mempengaruhi kecepatan
disolusi. Kebanyakan pengikat berbentuk polimer hidrofilikyang kelarutan dan
kecepatan melarutnya bergantung pada bobot molekul. Perlu pula diperhatikan bahwa
pada umumnya polimer merupakan zat campuran dari berbagai komposisi dan bobot
molekulnya, yang sama adalah berat molekul rata dari cempuran itu. Oleh sebab itu,
dalam kontrol kualitas perlu dilakukan, misalnya pengujian viskositas, sebagai bagian
dari persyaratan pengujian dan pelolosan bahan polimer. Keuntungan dari proses
granulasi adalah menghasilkan pembasahan permukaan API yang akan meningkatkan
disolusi obat begitu granul hancur. Agen pembasah, natrium lauril sulfat dan lain-lain
dapat secara signifikan meningkatkan disolusi dari obat dengan kelarutan buruk dalam
air untuk diformulasikan menjadi tablet kempa langsung.
Salah satu yang banyak menimbulkan masalah dalam formulasi tablet adalah
pelincir (lubrikan), terutama magnesium stearate, yang tidak hanya bersifat hidrofobik,

12
tetapi juga berbentuk Kristal laminar. Jika dicampur dengan komponen bahan lain
dalam formulasi, maka bahan cenderung bersifat hidrofobik melalui cara deleminasi
sehingga menyalut permukan. Masalah magnesium stearate sangat bergantung pada
proses. Sebagai contoh, perbedaan waktu pencampuran yang hanya 2 menit saja dapat
secara signifikan mengganggu pola disolusi dari sediaan tablet akhir. Karena formulasi
kempa langsung mempunyai luas permukaan spesifik yang lebuh besar, jumlah
magnesium stearate yang sama dan dicampur dalam waktu yang sama menyebabkan
matriks tablet kempa langsung lebih bersifat hidrofobik dari matriks tablet granulasi.
Derajat geseran yang dihasilkan oleh bermacam campuran selama proses dapat
mempengaruhi distribusi magnesium stearate secara signifikan. Magnesium stearate
yang berasal dari asal hewani, berupa campuran stearat dan palmitat, menunjukan
morfologi sebagai pelincir jika dipreparasi secara pretisipasi. Penggunaan sebagai
lubrikan dari magnesium stearat yang berasal dari sumber nabati tidak seefektif
magnesium stearat yang berasal dari sumber hewani.

2.4.2 Metode pembuatan


Ada berbagai metode pembuatan sediaan tablet, masing-masing, metode ini
memiliki kekurangan dan kelebihannya. Pemilihan metode pembuatan tablet
bergantung pada sifat zat aktif dari tablet yang ingin dibuat. Adapun macam-macam
metode pembuatan tablet yaitu:
a. Metode Kempa Langsung
Metode kempa langsung adalah metode pencetakan bahan obat atau campuran
bahan obat dengan bahan pembantu berbentuk serbuk tanpa proses pengolahan awal.
Oleh karena tabletasi dinilai sangat memuaskan, dimana kebutuhannya akan kerja
rendah sehingga lebih ekonomis daripada pencetakan granulat, maka metode ini
menjadi semakin menarik. Keuntungan utama dari metode kempa langsung adalah
bahwa bahan obat yang peka lembab dan panas, yang stabilitasnya terganggu akibat
operasi granulasi, dapat dibuat menjadi tablet (R. Voigt, 1995; 168).
Tahap pembuatan tablet dengan metode ini dilakukan sebagai berikut:

13
1) Penghalusan bahan aktif dan bahan tabahan
2) Pencampuran semua bahan
3) Pengempaan tablet

b. Metode Granulasi Kering


Pada metode granulasi kering, granul dibentuk oleh pelembapan atau penambahan
bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat tetapi dengan cara memadatkan massa
yang jumlahnya besar dari campuran serbuk, dan setelah itu memecahkannya dan
menjadikan pecahan-pecahan ke dalam granul yang lebih kecil. Dengan metode ini,
baik bahan aktif maupun pengisi harus memiliki sifat kohesif supaya massa yang
jumlahnya besar dapat dibentuk. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak
dapat diolah dengan metode granulasi basah, karena kepekaannya terhadap uap air atau
karena untuk meringankannya diperlukan temperatur yang dinaikkan (Ansel, 2008;
269).
Pembuatan granul dengan cara kering dimana zat berkhasiat, zat pengisi, zat
penghancur, bila perlu zat pengikat dan zat pelicin dicampur dan dibuat dengan cara
kempa cetak menjadi tablet yang besar (slugging), setelah itu tablet yang terjadi
dipecah menjadi granul lalu diayak, akhirnya dikempa cetak menjadi tablet yang
dikehendaki dengan mesin tablet (Anief, 2006; 211-212)
c. Metode Granulasi Basah
Metode granulasi basah merupakan metode yang terluas digunakan orang dalam
memproduksi tablet kompresi. Metode ini merupakan metode pembuatan yang paling
banyak digunakan dalam memproduksi tablet kompresi
Metode ini dilakukan dengan mencampurkan zat aktif, zat pengisi dan zat
penghancur hingga homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, dan bila perlu
ditambah zat pewarna. Selanjutnya, campuran diayak menjadi granula, lalu
dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50ºC (tidak lebih dari 60ºC). Setelah
kering, granula diayak lagi untuk memperoleh ukuran yang diperlukan, kemudian

14
ditambahkan bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet (Hendra,
2012; 71).

Gambar 1. Mesin pencetak tablet


2.4.2. Formulasi
Dalam pembuatan sediaan tablet dibutuhkan berbagai macam bahan tambahan
yang digunakan untuk membentuk sediaan tablet ini. bahan bahan tersebuat
diantaranya dapat berperan sebagai bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur,
desintegran dan lubrikan dan bahan lainnya seperti pewarna
a. Bahan Pengisi
Bahan pengisi (diluents) berfungsi untuk memperbesar volume massa agar mudah
dicetak atau dibuat. Bahan pengisi juga berfungsi untuk memperbaiki daya kohesi
sehingga membuat laju alir menjadi baik dan dapat dikempa langsung. Biasanya
digunakan laktosa, pati atau amilum, starch 1500, sukrosa, manitol, sorbitol, selulosa
mikrokristal, kalsium fosfat dihidrat dan emdex serta celutab (A. Syamsuni, 2006; 172)
Bahan pengisi yang dapat digunakan untuk kempa langsung disebut dengan filler-
binders. Filler-binders adalah bahan pengisi yang sekaligus memiliki kemampuan
meningkatkan daya alir dan kompaktibilitas massa tablet. Filler-binders digunakan
dalam kempa langsung. Persyaratan suatu material dapat berfungsi sebagai filler-
binders adalah mempunyai fluiditas dan kompaktibilitas yang baik. Material yang
mempunyai sifat demikian biasanya mempunyai ukuran partikel yang relatif besar

15
(bukan fines) dengan bentuk yang sferis. Bahan pengisi yang dapat berfungsi sebagai
filler-binders biasanya hasil modifikasi, termasuk co-processed diluents. Co-processed
diluents merupakan material hasil modifikasi dan kombinasi 2 atau lebih material
dengan proses yang sesuai. Material co-processed diluents lebih baik untuk kempa
langsung dibandingkan hasil modifikasi 1 macam diluents saja
b. Bahan Pengikat
Bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan selama granulasi
basah untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi bagi tablet yang
dicetak langsung. Bahan pengikat ini pula berfungsi menambah daya kohesi pada
bahan pengisi. (Lachman, 2008; 701)
Penambahan bahan pengikat dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya ialah:
1) Penambahan bahan pengikat dalam bentuk kering
Bahan pengikat yang termasuk kedalam kelompok ini mempunyai sifat aliran
yang baik, juga dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, penghancur bahkan
adakalanya juga sebagai lubrikan. Umumnya bahan pengikat ini berbentuk granul,
biasanya digunakan pada tablet cetak langsung, contohnya laktosa spray dried dan
avicel.
2) Penambahan bahan pengikat dalam bentuk cair (air)
Bahan pengikat yang digunakan dalam bentuk demikian pada umumnya dikenal
sebagai bentuk sirup atau mucilago. Bahan pengikat ini biasanya merupakan
bahan yang mudah mengembang bila didispersikan ke dalam air dimana
konsentrasi penggunaannya disesuaikan dengan daya kohesi yang diinginkan
untuk bahan pengikat tersebut larut dalam air.
3) Penambahan bahan pengikat dalam bentuk cair (pelarut organik)
Penambahan bahan pengikat ini dapat dalam bentuk larutan atau dalam bentuk
kering kedalam campuran komponen tablet yang kemudian diaktifkan dengan
penambahan pelarut. Contohnya Polyvinyl Pyrolidan (PVP).
Pada granulasi basah, bahan pengikat biasanya ditambahkan dalam bentuk
larutan (dibuat solution, musilago atau suspensi), namun dapat juga ditambahkan

16
dalam bentuk kering, setelah dicampur dengan massa yang akan digranul baru
ditambahkan pelarut
Tabel 1. Bahan pengikat yang biasanya digunakan dalam granulasi basah
Nama Konsentrasi (%) Pelarut
selulosa 10-50 air
polimer 1-5 air
CMC-Na 2-7 alcohol
HPC 2-5 alcohol, air
HPMC 1-3 air
MC 2-5 air
HEC 10-25 air
EC 2-20 air
PVP 5-10 air
Gelatin 5-10 air
Gom Alam air

Tabel 2. Bahan pengikat yang biasanya digunakan dalam metode kempa langsung
Nama
Avicel (PH 101)
SMCC (50)
UNI-PURE (DW)
UNI-PURE (LD)
DC-Lactose
DI Tab

17
c. Bahan Penghancur
Adanya bahan penghancur (pengambang, disintegrator) didalam formulasi tablet
bertujuan agar tablet dapat pecah dengan segera bila terjadi kontak dengan cairan
lambung atau air, menjadi partikel-partikel halus sehingga terjadi pelepasan bahan
aktif. Biasanya digunakan bahan penghancur yaitu amilum manihot kering, gelatin,
agar-agar, natrium alginate dan gom (Anief, 2006; 211).
Bahan penghancur dapat ditambahkan langsung (pada kempa langsung) atau dapat
ditambahkan secara intragranular, ekstragranular serta kombinasi intra-ekstra pada
granulasi. Aksi bahan penghancur dalam menghancurkan tablet, ada beberapa
mekanisme, yaitu: aksi kapiler,swelling/pengembangan, heat of wetting, particle
repulsive forces, deformation, release of gases,enzymatic action.
Tabel 3. Jenis bahan penghancur
Nama Konsentrasi (%)
amilum 5-20
amilum 1500 5-15
avicel (mikrokristalin selulosa) 5-10
solka floc 5-15
asam alginate 5-10
explotab 2-8
gom guar 2-8
policlar AT 0,5-5
CMC 5-10

d. Bahan Pelicin
Zat pelicin yaitu zat yang meningkatkan aliran bahan memasuki cetakan tablet dan
dapat teradsorpsi pada permukaan partikel dan membentuk suatu lapisan tipis yang
dapat mencegah timbulnya daya kohesi antargranul (Ansel, 2008; 247).
Bahan pelican memiliki tiga fungsi, yaitu:

18
1. Lubrikan
Lubrikan adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi friksi antara
permukaan dinding/tepi tablet dengan dinding die selama kompresi dan
ejeksi. Lubrikan ditambahkan pada pencampuran akhir/final mixing,
sebelum proses pengempaan. Lubrikan dapat diklasifikasikan berdasarkan
kelarutannya dalam air yaitu larut dalam air dan tidak larut dalam air.
Pertimbangan pemilihan lubrikan tergantung pada cara pemakaian, tipe
tablet, sifat disintegrasi dan disolusi yang dinginkan, sifat fisika-kimia
serbuk/granul dan biaya
Tabel 4. Bahan lubrikan yang biasa digunakan
Nama Konsentrasi (%)
water insoluble lubricat
stearate (magnesium stearate, 0,25-1
kalsium stearate,sodium stearate)
talc 1-2
sterotex 0,25-1
waxe 1-5
stearowet 1-5
liquid farapin -5
water soluble lubricat
boric acid 1
magnesium lauryl sulfat 1-5
sodium benzoate 5

2. Glidants
Glidants ditambahkan dalam formulasi untuk menaikkan/meningkatkan
fluiditas massa yang akan dikempa, sehingga massa tersebut dapat mengisi
die dalam jumlah yang seragam. Amilum adalah glidan yang paling populer

19
karena disamping dapat berfunsi sebagai glidan juga sebagai disintegran
dengan konsentrasi sampai 10%. Talk lebih baik sebagai glidan
dibandingkan amilum, tetapi dapat menurunkan disintegrasi dan disolusi
tablet
Tabel 5. Bahan glidants yang sering digunakan
Nama Konsentrasi (%)
logam stearate <1
asam stearate 1-5
talk 1-5
natrium benzoate 1-10
natrium klorida 2-5
sulfat 2-5
PEG 4000 dan 6000

3. Antiadherents
Antiadherents adalah bahan yang dapat mencegah melekatnya (sticking)
permukaan tablet padapunch atas dan punch bawah. Talk, magnesium
stearat dan amilum jagung merupakan material yang memiliki sifat
antiadherent yang sangat baik
Tabel 6. Bahan antiadherent yang sering digunakan
Nama Konsentrasi (%)
talk 1-5
magnesium stearate <1
amilum jagung 3-10
colloidal silica 0,1-0,5
DL-Leucine 3-10
natrium lauril sulfat <1

20
e. Bahan Penambah Aroma
Bahan Pengaroma (flavour) berfungsi menutupi rasa dan bau zat khasiat yang tidak
enak (misalnya tablet isap penisilin), biasanya digunakan untuk tablet yang
penggunaannya lama dimulut. Misalnya macam-macam minyak atsiri (A. Syamsuni,
2006; 173)

Flavors digunakan untuk memberi rasa atau meningkatkan rasa pada tablet-tablet
yang dikehendaki larut atau hancur dimulut sehingga lebih dapat diterima oleh
konsumen. Flavors dapat ditambahkan dalam bentuk padat (spray dried flavors) atau
dalam bentuk minyak atau larutan (water soluble) flavors. Dalam bentuk padat lebih
mudah penanganannya dan secara umum lebih stabil dari pad bentuk minyak. Minyak
biasanya ditambahkan pada tahap lubrikasi sebab minyak sensitif terhadap moisture
dan bertendensi menguap ketika dipanaskan pada pengeringan. Jadi yang paling
mungkin adalah diadsorbsikan ke dalam eksipien dan ditambahkan pada proses
lubrikasi. Maksimum penambahan minyak yang ditambahkan pada granul tanpa
mempengaruhi karakter tablet atau proses penabletan adalah 0,5-0,75.

f. Bahan Pemanis
Penggunaan pemanis dibatasi terutama pada tablet yang dikunyah untuk
mengurangi penggunaan gula dalam tablet. Bahan pemanis yang umum digunakan
adalah manitol, laktosa dan sukrosa.

g. Bahan Pewarna
Penggunaan zat warna dalam tablet telah memberikan tiga keuntungan yaitu
menutupi warna obat yang kurang baik, identifikasi hasil produksi dan membuat suatu
produk menjadi lebih menarik. Ada dua macam warna yang sudah dipergunakan dalam
pembuatan tablet yaitu zat warna FD dan C (Lachman, 2008; 704).
Bahan pewarna ada yang larut dalam air dan ada tidak larut. Pewarna ditambahkan
dalam bentuk larutan atau suspensi dalam granulasi basah, tergantung apakah pewarna

21
tersebut larut atau tidak. Penggunaan pewarna yang larut kemungkinan dapat
terjadi migrasi zat warna selama proses pengeringan yang dapat mengakibatkan tidak
meratanya warna. Penggunaan pewarna yang tidak larut dapat mengurangi resiko
interaksi yang kemungkinan terjadi dengan zat aktif dan bahan tambahan yang lain.
Terhadap tablet yang telah diberi pewarna, sangat penting untuk dilakukan pengukuran
keseragaman warna pengkilapan, serta perubahan warna karena pengaruh cahaya pada
permukaan tablet. Pengukuran dapat dilakukan dengan Reflectance
Spectrophotometry,Tristimulus Colourimetric Measurements dan Microreflectance
Photometer
Tabel 7. Bahan pewarna yang sering digunakan
Nama
red 3
red 40
yellow 5
yellow 6
blue 1
blue 2
green 3

V. Evaluasi Mutu Fisik


2.5.1.Evaluasi mutu fisik granul
a. Ukuran dan bentuk partikel
Ukuran partikel granul dapat mempengaruhi berat rata-rata tablet, variasi berat
tablet, waktu hancur, kerenyahan granul, daya mengalir granul serta kinetika
kecepatan pengeringan dari granulasi basah (Lachman, 2008; 681)
b. Sifat alir granul

22
Sifat-sifat mengalir suatu bahan dihasilkan dari banyak gaya. Partikel-partikel padat
akan saling tarik menarik, dan gaya yang bekerja antara partikel bila mereka
berhubungan terutama gaya permukaan. Pengukuran sifat alir dilakukan bersamaan
dengan pengukuran sudut istirahat, pengukuran dilakukan dengan menggunakan sebiah
corong, kemusian granul yang berada didalam corong diiarkan mengalir dengan cara
membuka keran corong, kemudia di ukur waktu granul dari mulai keran dibuka sampai
granul habis dalam corong, diukur pula tinggi tumpukan granul dan lebarnya. Untuk
menghitung besaran sudut istirahat dapat menggunakan rumus:

tan α = 2h/D
Keterangan:
α = sudut diam
h = tinggi tumpukan serbuk
D = lebar tumpukan serbuk

Tabel 8. Hubungan Sudut Istirahat dengan Sifat Alir


α Sifat alir
25-30 sangat mudah mengalis
30-40 mudah mengalir
40-45 mengalir
>45 kurang mengalir

23
Gambar 2. Alat uji sifat alir
c. Bobot jenis nyata, bobot jenis mampat dan porositas
Pengukuran Bj nyata dan Bj mampat berdasarkan perbandingan bobot granul
terhadap volume sebelum dan setelah dimampatkan. Bobot jenis nyata merupakan
bobot sampel dibagi dengan volume sampel, termasuk didalamnya ruang antar partikel
dan ruang intra partikel. Bobot mampat juga merupakan ukuran yang digunakan untuk
menyatakan segumpalan partikel atau granul (Lachman, 2008; 683)
Porositas tablet dihasilkan dari perbandingan bobot jenis nyata hasil cetakan terhadap
bobot jenis sejati massa tablet dalam bentuk kompak (R.Voight,
1995; 201)
d. Bobot jenis sejati
Bobot jenis sejati adalah berat jenis sejati adalah perbandingan massa dengan
volume bodi padat tanpa pori dan ruang rongga dan merupakan suatu karakteristik
bahan penting, yang digunakan untuk pengujian identitas dan kemurnian. Penentuan
bobot jenis sejati berlangsung dengan piknometer. Untuk serbuk yang memiliki pori
dan ruang rongga, maka bobot jenis tidak lagi terdefenisi jelas, lebih banyak harus
dibedakan antara bobot jenis benar dengan bobot jenis nyata (R.Voight, 1995: 159)

2.5.2.Uji mutu fisik tablet


a. Bobot rata-rata

24
Sejumlah 20 tablet yang telah dibersihkan dari debu ditimbang satu per satu, hitung
bobot rata-ratanya maka menurut Farmakope Indonesia III menyatakan bahwa tidak
lebih dari dua tablet mempunyai penyimpangan yang lebih besar dari kolom A dan
tidak boleh ada satu tabletpun yang mempunyai penyimpangan lebih besar dari kolom
B yang tertera pada tabel berikut:

Tabel 9. Keseragaman Bobot Tablet

Bobot Tablet Penyimpangan


A B
<25 mg 15% 30%
26-150 mg 10% 20%
151-300 mg 7,5% 15%
>300 mg 5% 10%

b. Keseragaman ukuran
Ketebalan berhubungan dengan kekerasan tablet. Selama percetakan, perubahan
ketebalan merupakan indikasi adanya masalah pada aliran massa cetak atau pada
pengisian granul ke dalam die. Alat yang digunakan pada uji keseragaman ukuran
adalah jangka sorong. Farmakope Indonesia menyatakan bahwa kecuali dinyatakan
lain, garis tengah tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 kali tebal tablet.
Perbandingan ini ada kaitannya dengan penampilan yang menarik sebagai hasil
perkiraan bobot per tablet sesuai dengan jumlah bahan obat yang dikandungnya (Dirjen
POM, 1979; 7)

c. Kekerasan tablet
Kekerasan tablet mencerminkan kekuatan tablet secara keseluruhan, diukur dengan
cara memberi tekanan terhadap diameter tablet. Alat untuk mengukur kekerasan yaitu
Hardness tester. Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan
tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, benturan dan keretakan
selama pengemasan, penyimpanan, transportasi dan sampai ke tangan pengguna.

25
Peningkatan jumlah bahan pengikat akan meningkatkan kekerasan tablet meskipun
tekanan kompresinya sama (Lannie, 2013; 116-118).

Gambar 3. Alat uji kekerasan tablet

d. Kerapuhan
Tes kerapuhan merupakan tes untuk menentukan kemampuan dan daya tahan tablet
terhadap gesekan dan goncangan selama prosesing, packing, transportasi sampai
kepada konsumen. Tes kerapuhan dinyatakan sebagai massa seluruh partikel, yang
dilepaskan dari tablet akibat adanya beban penguji mekanis. (R. Voigt, 1995; 223). Alat
yang digunakan pada uji kerapuhan adalah friablator tester. Kerapuhan di atas 1%
menunjukkan tablet yang rapuh dan dianggap kurang baik (Lachman, 1994: 654)

26
Gambar 4. Alat uji kerapuhan tablet

e. Waktu hancur
Waktu hancur tablet adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet dalam
medium yang sesuai sehingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas kasa alat
pengujian. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur adalah sifat fisika kimia
granul dan kekerasan tablet, kecuali dinyatakan lain, waktu hancur tablet tidak bersalut
tidak boleh lebih dari 15 menit (Dirjen POM, 1979; 7). Uji ini dimaksudkan untuk
menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam masing-masing
monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet atau kapsul digunakan sebagai
tablet isap atau dikunyah atau dirancang untuk pelepasan kandungan obat secara
bertahap dalam jangka waktu tertentu (Depkes RI, 1995: 1086)

Gambar 5. Alat uji waktu hancur tablet

f. Disolusi
Disolusi adalah suatu proses dimana bahan padat melarut ditentukan oleh laju difusi
satu lapisan yang sangat tipis dari larutan jenuh yang terbentuk, disekeliling bahan
padat. Disolusi merupakan salah satu pendekatan untuk meramalkan ketersediaan
biologis obat dalam tubuh. Cara pengukuran uji disolusi adalah sebagai berikut (Ansel,
2008; 259)

27
1) Tablet diletakkan dalam keranjang kawat yang dapat berputar dengan kecepatan
50, 100, 150 kali per menit.
2) Keranjang dimasukkan kedalam wadah yang berisi medium pada suhu 37°C
3) Putar keranjang dengan kecepatan 50 kali per menit
4) Dalam selang waktu tertentu cairan medium diambil dengan pipet melalui
sampling part, kemudian kedalam wadah ditambahkan larutan medium baru
sebagai penggantian yang telah diambil.
5) Cairan medium yang diambil dalam selang waktu tertentu ditentukan secara
kuantitatif jumlah bahan obat yang larut pada waktu-waktu tertentu

Gambar 6. Alat uji disolusi tablet

2.6 Jenis-Jenis Sedian Tablet


Terdapat beberapa macam jenis sediaan tablet, diantaranya:
a. Tablet kompresi
Tablet kompresii merupakan tablet yang dibuat denga sekali tekanan, biasanya
tablet ini mengandung beberapa bahan selain bahan aktif sepeti, bahan pengisi,
pengikat, penghancur, pelican dan bahan tambahan lain seperti pewarna, perasa
dan penambah aroma.

28
b. Tablet kompresi ganda
Tablet kompresi ganda merupakan tablet yang dikompresi berlapis lebih dari
satukali tekan, hasilnya tablet yang dibuat memiliki dua lapisan, lapisan dalam
merupakan inti dan lapisan luar disebut lapisan kulit tablet. Biasanya tiap bahan
campuran obat mengandung unsur obat yang berbeda dan dipisahkan satu dengan
yang lain karena tidak tersatukan, untuk menyediakan obat dengan pengelepasan
yang bertingkat.
c. Tablet salut gula
Tablet salut gul merupakan sediaan tablet yang dilapisi oleh lapisan gula. Lapisan
gula ini berguna untuk melindungi obat dari udara dan kelembapan serta untuk
memberi rasa atau menghilangkan rasa obat yang kurang enak. Manfaat yang lain
ialah selaput ini dapat menghasilkan rupa tablet yang menarik. Kekurangan dari
tablet ini ialah pembuatannya memerlukan waktu dan keahlian yang lebih selain
itu tablet salut gula juga memberi ukuran yang lebih besar dan berat dari tablet
biasanya.
d. Tablet salut selaput
Tablet salut selaput merupakan tablet salut yang dilapisi oleh lapisan polimer yang
larut ataupun tidak larut dalam air. Kelebihannya dari salut gula adalah ia lebih
tahan lama dan memerlukan bahan yang lebuh sedikit.
e. Tablet selaput enterik
Tablet salut enteric adalah tablet yang dilapisi oleh lapisan yang tidak larut di
dalam lambung melainkan di dalam usus. Teknin ini digunakan dalam halo zat
aktif yang digunakan dapat dirusak oleh asam lambung, mengiritasi mukosa
lambung atau untuk sengaja membuat obat agar lewat di lambung tanpa diserap
sehingga penyerapan dalam usus lebih banyak.
f. Tablet sublingual atau bukal
Tablet ini merupakan tablet yang disisipkan di pipi dan di bawah lidah biasanya
berbentuk datar, tablet ini dirancang larut di kantung pipi atau di bawah lidah

29
untuk diabsopsi melalui mukosa oral. Tablet tipe ini digunakan untuk obat yang
dirusak oleh asam lambung atau penyerapannya sedikit di saluran cerna.
g. Tablet kunyah
Tablet kunyah merupakan tab;let yang lembut ketika dikunyah bahkan dapat
melarut bila didiamkan di dalam mulut. Penggunaan tablet-tablet ini biasanya
digunakan dalam sediaan multivitamin, antasida dan antibiotik.
h. Tablet efervecen
Tablet ini merupakan suatu sediaan yang dibuat dengan kompresi granul yang
mengandung garam effervecen atau bahan lain yang mampu melepas gas ketika
tercampus air.
i. Tablet triturate
Tablet ini bentuknya kecil dan biasanya silinder, dibuat dengan cetakan (MTT)
atau dibuat dengan kompresi (CTT), dan biasanya mengandung sejumlah kecil
obat keras. Tablet triturate harus cepat dan mudah larut seluruhnya dalam air.
Sehingga jika tablet ini dibuat dengan cara kompresi harus menggunakan tekanan
yang kecil. Tablet ini biasanya digunakan untuk mengolah campuran obat untuk
membuat bentuk sediaan cairatau padat lainnya.
j. Tablet hipodermik
Tablet ini merupakan tablet yang digunakan dengan memasukkannya di bawah
kulit, merupakan tablet triturate, dimagsudkan untuk digunakan oleh dokter dalam
membuat larutan parentral secara dadakan. Tablet ini harus dijaga agar tetap steril,
saat ini penggunaanya sudah mulai berkurang karena ada beberpa obat dalam
disposable syiringe.

30
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung
satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Metode pembuatan tablet
meliputi metode kempa langsung, metode granulasi kering, dan metode granulasi
basah. Untuk pengujian mutu fisik tablet meliputi uji bobot rata-rata, uji
keseragaman ukuran, uji kekerasan tablet, uji kerapuhan, waktu hancur, dan uji
disolusi.

31
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2006.
Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI-Press. 2008.
Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
1979.
Lachman, Leon, dkk. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI-Press. 2008.
Lannie, Hadisoewignyo, Achmad Fudholi. Sediaan Solida. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar. 2013.
Sulaiman, T.N.S. Teknologi Formulasi Sediaan Tablet. Yogyakarta : Laboratorium
Teknologi Farmasi UGM. 2007.
Syamsuni, Andi. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit EGC. 2006.
Voight, R. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Jakarta : Gadjah Mada
University Press. 1995.
Widodo, Hendra. Ilmu Meracik Obat Untuk Apoteker. Yogyakarta : D-Medika. 2012.

32

Anda mungkin juga menyukai