Anda di halaman 1dari 7

BAB II

Hdsa

2.1 Tinjauan Umum


Bendung adalah pembatas yang dibangun melintasi sungai yang dibangun
untuk mengubah karakteristik aliran sungai. Dalam banyak kasus, bendung
merupakan sebuah konstruksi yang jauh lebih kecil dari bendungan yang
menyebabkan air menggenang membentuk kolam tetapi mampu melewati bagian
atas bendung (wikipedia.org). Bendung merupakan bangunan air, dimana dalam
perencanaan dan pelaksanaannya melibatkan berbagai disiplin ilmu yang
mendukung, seperti ilmu hidrologi, hidrolika, irigasi, mekanika tanah, dan bahkan
ilmu pengetahuan lain diluar bidang keteknikan seperti halnya lingkungan,
ekonomi, stastistik pertanian dan lain sebagainya. Untuk menunjang proses
perencanaan bendungan maka berbagai teori dan rumus-rumus dari berbagai studi
pustaka sangat diperlukan, terutama ketika pengolahan data maupun desain
rencana bangunan air.

2.2 Analisa Hidrologi


Hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air
di atas, pada permukaan dan di dalam tanah. Definisi tersebut terbatas pada
hidrologi rekayasa. Secara luas hidrologi meliputi pula berbagai bentuk air
termasuk transformasi antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir, di atas
dan di bawah permukaan tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang
merupakan sumber dan penyimpan air yang mengaktifkan kehidupan di planet
bumi ini.
Curah hujan pada suatu daerah merupakan faktor yang menentukan
besarnya debit banjir yang terjadi pada daerah yang menerimanya. Analisis
hidrologi dilakukan untuk mendapatkan karakteristik hidrologi dan meteorologi
daerah aliran sungai. Tujuannya adalah untuk mengetahui karakteristik hujan,
debit air yang ekstrim maupun yang wajar yang akan digunakan sebagai dasar
analisis selanjutnya dalam pelaksanaan detail desain.
2.3 Perhitungan curah hujan rata-rata daerah aliran sungai
Ada tiga metode yang biasa digunakan untek mengetahui besar curah hujan
rata-rata pada suatu DAS, yaitu sebagai berikut:
2.3.1 Metode Rata-rata Aljabar
Cara menghitung rata-rata aritmatis (arhitmetic mean) adalah cara
yang paling sederhana. Metode rata-rata aljabar dengan menjumlahkan
curah hujan dari semua tempat pengukuran selama satu periode tertentu dan
membaginya dengan banyaknya tempat pengukuran. Jika dirumuskan dalam
persamaan adalah sebagai berikut :

Keterangan :
R : curah hujan rata-rata (mm)
n : jumlah stasiun pengukuran curah hujan
R1....Rn : besarnya curah hujan pada masing-masing stasiun curah
hujan (mm)
(sumber : Sri Harto, Analisis Hidrologi, 1993)

2.3.2 Metode Isohyet


Isohyet adalah garis lengkung yang merupakan harga curah hujan
yang sama. Umumnya sebuah garis lengkung menunjukkan angka yang
bulat. Isohyet ini diperoleh dengan cara interpolasi harga-harga curah hujan
yang tercatat pada penakar hujan lokal (Rnt)

Keterangan :
R : curah hujan rata-rata (mm)
Xn : nilai rerata antara dua garis isohyet
(Sumber : Sri Harto, Analisis Hidrologi)
2.3.3 Metode Thiessen
Metode ini dilakukan dengan menganggap bahwa setiap stasiun
hujan dalam suatu daerah mempunyai luasan tertentu dan luas tersebut
merupakan faktor koreksi bagi hujan di daerah yang bersangkutan. Data
yang diperlukan adalah stasiun-stasiun curah hujan yang berpengaruh
terhadap DPS beserta besarnya curah hujan. Caranya adalah dengan
memplot letak stasiun-stasiun curah hujan ke dalam gambar daerah
pengaliran sungai yang bersangkutan. Kemudian dibuat garis penghubung di
antara masing-masing stasiun dan ditarik garis sumbunya. Garis ini menjadi
batas dari luas daerah tiap stasiun.
Cara ini merupakan cara terbaik dan paling banyak digunakan saat
ini walau masih memiliki kekurangan karena tidak memasukkan pengaruh
topografi. Metode ini sesuai digunakan apabila pos hujannya tidak banyak
(minimal 3 buah) dan tidak tersebar merata

Keterangan :
R : tinggi curah hujan rata-rata areal
R1,R2,R3..Rn : tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2..n
A1,A2...An : luas daerah pengaruh pos penakar 1,2...n

Gambar 2.1 Contoh Methode Polygon Thiessen


2.4 Analisa Frekuensi
Dari curah hujan rata-rata dari berbagai stasiun yang ada di daerah aliran
sungai, selanjutnya dianalisis secara statistik untuk mendapatkan pola sebaran
data curah hujan yang sesuai dengan pola sebaran data curah hujan rata-rata.
2.4.1 Pengukuran Dispersi
Pada kenyataannya tidak semua varian dari suatu variable hidrologi
terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau dispersi adalah
besarnya derajat dari sebaran varian di sekitar nilai rataratanya. Cara
mengukur besarnya dispersi disebut pengukuran dispersi. Adapun cara
pengukuran dispersi antara lain :
a. Standar Deviasi (S)

(Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisis Data. Jilid


I. Soewarno, hal : 20)
Dimana :
S = standar deviasi
Xi = nilai variasi ke
X = nilai rata-rata variasi
n = jumlah data

b. Koefisien Skewness (CS)


Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang
menunjukkan derajat ketidak simetrisan dari suatu bentuk
distribusi

Keterangan
CS = koefisien skewness
Xi = nilai variasi ke i
X = nilai rata-rata variasi
N = jumlah data
S = standar deviasi

c. Pengukuran Kurtosis
Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan
dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan
dengan distribusi normal.

(Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisis Data.Jilid I. Soewarno,


hal : 30)
Keterangan :
Ck = koefisien kurtosis
Xi = nilai variasi ke i
X = nilai rata-rata variasi
N = jumlah data
S = standar deviasi

2.4.2 Pemilihan Jenis Sebaran


Ada berbagai macam distribusi teoretis yang kesemuanya dapat
dibagi menjadi dua yaitu distribusi diskrit dan distribusi kontinyu. Yang
diskrit adalah binomial dan poisson, sedangkan yang kontinyu adalah
Normal, Log Normal, Gama, Beta, Pearson dan Gumbel
Untuk memilih jenis sebaran, ada beberapa macam distribusi yang
sering dipakai yaitu :
a. Distribusi Normal
Dalam analisis hidrologi distribusi normal sering digunakan
untuk menganalisi frekwensi curah hujan, analisis stastistik
dari distribusi curah hujan tahuan, debit rata-rata tahuan.
Distribusi tipe normal, mempunyai koefisien kemencengan
(Coefficient of skewness) atau CS = 0.

b. Distribusi Log Normal


Distribusi Log Normal, merupakan hasil transformasi dari
distribusi Normal, yaitu dengan mengubah varian X menjadi
nilai logaritmik varian X. Distribusi ini dapat diperoleh juga
dari distribusi Log Pearson Tipe III, apabila nilai koefisien
kemencengan CS = 0 .
Distribusi tipe Log Normal, mempunyai koefisien
kemencengan (Coefficient of skewness) atau CS = 3 CV +
CV3.
Syarat lain distribusi sebaran Log Normal CK = CV 8 + 6 CV
6 + 15 CV4 + 16 CV2 + 3.

c. Distribusi Gumbel I
Distribusi Tipe I Gumbel atau Distribusi Extrim Tipe I
digunakan untuk analisis data maksimum misalnya untuk
analisis frekwensi banjir.
Distribusi Tipe I Gumbel, mempunyai koefisien kemencengan
(Coefficient of skewness) atau CS ≤ 1,139 dan Ck ≤ 5,4002

d. dsa
e. dsa
2.4.3 Metode Gumbel
2.4.4 Metode Distribusi Log Pearson III
2.4.5 Uji Keselaran Distribusi
2.4.6
2.5 Hgf
2.6 Gdgfd
2.7 Jh
2.8

Anda mungkin juga menyukai