Disusun oleh:
Nur Anniesa Indayani Imran, S. Ked
030.14.147
Pembimbing:
dr. Jaenudin, Sp.OG
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu besar
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ujian yang berjudul
“G1P0A0, 19 tahun, hamil 39 minggu 6 hari J1HIU preskep inpartu kala I fase aktif
dengan Eklampsia” pada kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri dan Penyakit Ginekologi di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Kabupaten Tegal.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama
kepada dr. Jaenudin, Sp.OG selaku pembimbing yang telah memberikan waktu dan
bimbingannya sehingga laporan kasus ujian ini dapat terselesaikan.
Penulis berharap laporan kasus ujian ini dapat menambah pengetahuan dan
memahami lebih lanjut mengenai “G1P0A0, 19 tahun, hamil 39 minggu 6 hari J1HIU
preskep inpartu kala I fase aktif dengan eklampsia” serta salah satunya untuk memenuhi
tugas yang diberikan pada kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri dan Penyakit Ginekologi
di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Kabupaten Tegal.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ujian ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan. Demikian
yang penulis dapat sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai
pihak.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
iii
3.1.8 Tatalaksana................................................................................................. 26
3.1.9 Komplikasi ................................................................................................. 30
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
sebelum persalinan, dansekitar 40-50% terjadi saat persalinan dan 48 jam pertama
setelah melahirkan. Ancaman kejang dapat tetap terjadi hingga 6 minggu pasca
persalinan yang sering disebut dengan eclampsia late onset.. (1,2,4)
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke Ruang PONEK RSUD Dr. Soeselo tanggal 21
April 2019 pukul 00:00 kiriman dari Puskesmas Kalibakung dengan
keluhan tekanan darah tinggi dan sakit kepala.
3
b. Keluhan Tambahan
Pasien mengatakan perut sudah mulai kencang-kencang tapi jarang sejak 1
hari SMRS. Keluhan keluar cairan dari jalan lahir, gangguan penglihatan, nyeri
perut kanan atas disangkal.
4
e. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Hipertensi, DM, Asma, TB dan alergi (makanan, cuaca, obat-
obatan), penyakit jantung, hamil kembar, epilepsi dalam keluarga pasien
disangkal.
f. Riwayat Menstruasi
Pasien menarche pada usia 14 tahun, lama menstruasi 7 hari dan teratur.
Jumlah darah selama menstruasi sekitar 40cc dan pasien mengganti pembalut
3x sehari, disminorhea disangkal. Hari pertama haid terakhir pasien jatuh pada
tanggal 15 Juli 2018.
g. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pertama kali pada usia 18 tahun. Dimana ini merupakan
pernikahan pertama, dengan usia perikahan 1 tahun.
h. Riwayat Obstetri
Kehamilan ini merupakan kehamilan pertama bagi pasien.
i. Riwayat Kontrasepsi
Pasien belum pernah menggunakan kontrasepsi.
j. Riwayat ANC
Selama kehamilan pasien memeriksakan kandungannya sebanyak 8
kali di bidan praktek mandiri dan 1 kali di dokter spesialis kandungan.
Pasien mendapatkan imunisasi TT sebanyak 1 kali.
k. Riwayat Kebiasaan
5
Pasien makan 3-4 kali sehari.Pasien juga sering makan buah-buahan,
biskuit, dan makanan ringan. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan,
alkohol, dan jamu, serta tidak merokok.
Tanda vital
- Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Nadi : 89 x/menit
- Pernafasan : 30 x/menit
- Suhu : 36.5°
6
2.2.1 STATUS GENERALIS
1. Kulit : warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
2. Kepala : normosefali, bentuk normal, rambut hitam dengan distribusi
merata, tidak terdapat tanda-tanda trauma
3. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
gerakan normal, eksoftalmus (-/-), refleks cahaya langsung dan tidak
langsung(+/+)
4. Telinga : normotia, sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tarik helix (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-) dan kedua liang telinga lapang
5. Hidung : bentuk normal, deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), edema
mukosa (-),mukosa hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
6. Mulut
- Bibir : bentuk normal, simetris, merah muda, basah
- Mulut : oral hygiene baik
- Lidah : normoglosia, simetris, hiperemis (-), deviasi (-), kotor (-)
- Uvula : letak di tengah, tremor (-), hiperemis (-), ukuran normal
- Faring : hiperemis (-), arcus faring simetris
- Tonsil : T1-T1 tenang, tidak hiperemis
7. Leher : pembesaran KGB (-), trakea di tengah, teraba kelenjar tiroid (-
),JVP
5+2cmH2O
8. Thorax
- Inspeksi : bentuk normal, simetris, retraksi sela iga (-), tipe
pernapasan
thorako-abdominal, ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : vocal fremitus dextra = sinistra, terdapat pulsasi ictus cordis
pada ICS V, 1 cm medial midklavikularis sinistra
- Perkusi :paru sonor (+/+),
batas jantung kanan: ICS II-III linea parasternal dextra,batas
jantung kiri: ICS V ± 1 cm lateral linea midclavikularis
sinistra, batas atas jantung, ICS II linea parasternalis
7
sinsitra,p inggang jantung ICS III ± 1 cm lateral linea
parasternal sinistra
- Auskultasi :suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-) ronki (+/+),
S1S2
reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen
- Inspeksi : Dinding perut tegang, bekas luka operasi (-),
Striae gravidarum (+)
- Auskultasi : Bising usus terdengar, 3x/menit, Venous Hum (-),
Atrial Bruit (-)
- Palpasi : Dinding perut supel, distensi (-), Nyeri tekan (-),
Pembesaran hepar dan lien sulit dinilai
- Perkusi : Sulit dinilai karena hamil
10. Ekstremitas
Inspeksi : Tidak terdapat deformitas pada ekstremitas atas maupun
bawah, oedem pada kedua ekstremitas bawah(-)
tidak didapatkan adanya efloresensi yang bermakna
Palpasi : Akral teraba hangat ,Oedem (-) pada keempat ekstremitas,
CRT<2”
Leopold II : Teraba agak rata, keras seperti papan dibagian kanan Ibu kesan
8
punggung,teraba bagian kecil lunak di bagian kiri ibu kesan
ekstremitas
Leopold III : Teraba bagian keras, bulat, melenting di bagian bawah, kesan
kepala
Leopold IV:Konvergen (kepala belum masuk PAP)
- Auskultasi : DJJ 146 x/menit, teratur
- His : 3x10’x40”
9
MCH 23 Pg 26 – 34
MCHC 35 g/dL 32 – 36
Trombosit 288 ribu/uL 150 – 400
Diff count:
Eosinofil 0.90 % 2–4
Basofil 0.60 % 0–1
Netrofil 79.40 % 50 – 70
Limfosit 15.80 % 25 – 40
Monosit 3.80 % 2–8
MPV 9,1 fL 7.2 – 11.1
RDW-SD 41,4 fL 35.1 – 43.9
RDW-CV 12,8 % 11.5 – 14.5
APTT Test 29,9 25.5-42.1
PT Test 10,1 9.3-11.4
Golongan darah A
Rhesus Positif
Urin
Protein Urine +2 +2
10
Nama test Hasil Unit Nilai
rujukan
Hematologi
Leukosit 13,9 ribu/uL 3.6 – 11.0
Eritrosit 3.2 juta/uL 3.8 – 5.2
Hemoglobin 10,7 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 28 % 35 – 47
Trombosit 303 ribu/uL 150 – 400
2.4 RESUME
11
pasien 60 kg dan tinggi badan pasien 160 cm. Pemeriksaan status generalis
dalam batas normal.
2.5 DIAGNOSIS
Diagnosis Masuk
G1P0A0, usia 19 Tahun hamil 39 minggu 5 hari dengan PEB
Diagnosis Awal
G1P0A0, usia 19 Tahun, hamil 39 minggu 5 hari J1HIU preskep belum
inpartu dengan PEB
Diagnosis Akhir
P1A0, usia 19 Tahun, Post partum sectio caesaria atas indikasi eklampsia
tanggal 22 April 2019 jam 09:50 WIB
2.6 PENATALAKSANAAN
Sikap Obstetri
Terminasi kehamilan
Tatalaksana Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
MgSO4 4gr selama 5-10 menit
Nifedipin 10 mg
Tatalaksana Non-Medikamentosa
Tirah baring
Pengawasan KU, TD, N, P, S, DJJ, His, Tanda inpartu
12
2.7 PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
2.8 FOLLOW UP
14
Motivasi miring kiri
Evaluasi kemajuan persalinan
15
Dopamet 3x10 mg
Cek darah rutin post sc
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
16
jam.(4,5,6) Preeklampsia merupakan penyakit sistemik yang tidak hanya ditandai
oleh hipertensi, tetapi juga disertai peningkatan resistensi pembuluh darah,
disfungsi endotel difus, proteinuria, dan koagulopati. Pada 20% wanita
preeklampsia berat didapatkan sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver
Enzyme, Low Platelet Count) yang ditandai dengan hemolisis, peningkatan
enzim hepar, trombositopenia akibat kelainan hepar dan sistem koagulasi.
Angka kejadian sindrom HELLP ini sekitar 1 dari 1000 kehamilan. Sekitar 20%
sindrom HELLP mengalami koagulasi intravaskuler diseminata, yang
memperburuk prognosis baik ibu maupun bayi. Eklampsia merupakan jenis
preeklampsia berat yang di- tandai dengan adanya kejang, terjadi pada 3% dari
seluruh kasus preeklampsia. Kerusakan otak pada eklampsia disebabkan oleh
edema serebri. Perubahan substansia alba yang terjadi menyerupai ensefalopati
hipertensi. Komplikasi serebrovaskuler, seperti stroke dan perdarahan serebri,
merupakan penyebab kematian terbesar pada eklampsia. (5)
3.1.2 Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, bahwa setiap
tahunnya wanita yang bersalin meninggal dunia mencapai lebih dari 500.000
orang, salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah
Preeklampsia (PE), angka kejadiannya berkisar antara 0,51%- 38,4%. Di negara
maju angka kejadian preeklampsia berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%.
Sedangkan angka kematian ibu yang diakibatkan preeklampsia dan eklampsia
di negara berkembang masih tinggi. Angka Kematian Ibu (AKI) menurut target
Millenium Development Goals (MDG’s) tahun 2015 yaitu 102/100.000
kelahiran hidup, untuk itu diperlukan upaya yang maksimal dalam pencapaian
target tersebut. Kejadian kematian Ibu bersalin sebesar 49,5%, hamil 26,0%
nifas 24%. Penyebab terjadinya angka kematian ibu di Indonesia adalah
perdarahan 60-70%, infeksi 10-20%, preeklampsia dan eklampsia 20-30%.
Penyebab angka kematian di Indonesia adalah perdarahan 38,24% (111,2 per
100.000 kelahiran hidup), infeksi 5,88% (17,09 per 100.000 kelahiran hidup),
preeklampsia dan eklampsia 10-20% (30,7 per 100.000). (2)
17
3.1.3 Etiologi Preeklampsi
Preeklampsia dapat bermula pada masa antenatal, intrapartum, atau
postnatal. Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat
menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor-faktor tersebut
antara lain, gizi buruk, kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim. Faktor
risiko terjadinya preeklampsia, umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama
kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita di atas 35 tahun.
Faktor risiko lainnya adalah riwayat preeklampsia sebelumnya, riwayat
preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan, mengandung lebih
dari satu orang bayi, riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus, atau
rematoid arthritis. Menurut Kurniawati, faktor risiko preeklampsia adalah
paritas, usia, kehamilan ganda, riwayat preeklampsia, riwayat preeklampsia
dalam keluarga, riwayat penyakit (hipertensi, ginjal dan diabetes) dan obesitas.
(2,4,5)
18
Faktor resiko preeklampsia meliputi pekerjaan, pemeriksaan antenatal,
pengetahuan, dan riwayat hipertensi. Salah satu upaya unt uk menurunkan
Angka Kematian Perinatal (AKP) akibat preeklampsia adalah dengan
menurunkan angka kejadian preeklampsia. Angka kejadian dapat diturunkan
melalui upaya pencegahan, pengamatan dini, dan terapi. Upaya pencegahan
kematian perinatal dapat diturunkan bila dapat diidentifikasi faktor-faktor yang
mempunyai nilai prediksi Saat ini beberapa faktor resiko telah berhasil
diidentifikasi, sehingga diharapkan dapat mencegah timbulnya preeclampsia. (2)
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka kematian maternal
antara lain faktor umur, faktor paritas, faktor perawatan antenatal, faktor
penolong, sarana dan fasilitas, sistem rujukan, sosial ekonomi, kepercayaan dan
ketidaktahuan. (2)
19
Gambar 3.1 Hipotesis tentang peranan soluble fms-like tyrosine
kinase 1 (sFlt1) pada preeclampsia. (5)
Pada kehamilan preeklampsia, invasi arteri uterina ke dalam plasenta
dangkal, aliran darah berkurang, menyebabkan iskemi plasenta pada awal
trimester kedua. Hal ini mencetuskan pelepasan faktor-faktor plasenta yang
menyebabkan terjadinya kelainan multisistem pada ibu. Pada wanita dengan
penyakit mikrovaskuler, seperti hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit
kolagen, didapatkan peningkatan insiden preeklampsia; mungkin preeklampsia
ini di- dahului gangguan perfusi plasenta. (7)
20
Gambar 3.3 Patofisiologi Preeklampsia. (7)
21
3.1.5 Diagnosis Preeklampsia
22
yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat adalah
salah satu dibawah ini : (8)
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV). (8)
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas
protein urin terhadap luaran Preeclampsia, sehingga kondisi protein urin ( lebih dari
5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan Preeclampsia (Preeclampsia berat).
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi Preeclampsia ringan, dikarenakan
setiap Preeclampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat. (8)
Proteinuria ditegakkan jika didapatkan secara kuantitatif produksi protein urin
lebih dari 300 mg per 24 jam, namun jika hal ini tidak dapat dilakukan, pemeriksaan
dapat digantikan dengan pemeriksaan semikuantitatif menggunakan dipstik urin >
1+. (8)
23
perinatal seperti penyakit membran hialin, necrotizing enterocolitis, kebutuhan
perawatan intensif dan ventilator serta lama perawatan. Berat lahir bayi rata – rata
lebih besar pada manajemen ekspektatif, namun insiden pertumbuhan janin
(8)
terhambat juga lebih banyak. Pemberian kortikosteroid mengurangi kejadian
sindrom gawat napas, perdarahan intraventrikular, infeksi neonatal serta kematian
neonatal. (8)
24
Tabel 3.5 Kriteria teriminasi kehamilan pada Preeclampsia berat. (8)
MEDIKAMENTOSA
1. Pemberian Magnesium Sulfat Untuk Cegah Kejang
Sejak tahun 1920-an, magnesium sulfat sudah digunakan untuk eklampsia
di Eropa dan Amerika Serikat. Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada
preeklampsia adalah untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia,
serta mengurangi morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal. (8)
25
Tabel 3.6 Pemberian Magnesium Sulfat pada Preeklampsia Berat. (8)
26
Tabel 3.7 Pemberian Magnesiium Sulfat pada Preeklampsia Berat. (4)
Dosis Awal Dosis awal 4 gr MgSO4 sesuai prosedur untuk mencegah kejang
atau kejang berulang
Cara pemberian:
Ambil 4 gr larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan
larutkan dengan 10 ml akuades. Berikan larutan tersebut secara
perlahan IV selama 20 menit
Dosis Dosis rumatan 6 gr MgSO4 dalam 6 jam
rumatan Cara pemberian:
Ambil 6 gr MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan
dalam 500 ml larutan Ringer Laktat / Ringer Asetat, lalu berikan
secara IV dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam, dan
diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir (bila
eklampsia)
Syarat Tersedia Ca Glukonas 10 %
pemberian Ada reflek patella
MgSO4 Jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam
Sebelum Refleks patella positif
pemberian Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
MgSO4 Frekuensi pernapasan minimal 16 x/menit
ulangan,
periksa:
Hentikan Frekuensi pernapasan < 16 x/menit, dan atau
MgSO4 Tidak didapatkan refleks tendon patella, dan atau
bila: Terdapat oliguria (produksi urin < 0,5 ml/kgBB/jam
Jika terjadi Berikan Ca Glukonas 1 gr IV (10 ml larutan 10 %) bolusn dalam
depresi 10 menit
napas
Selama ibu dengan preeklamsia dan eklamsia dirujuk, pantau dan nilai adanya
perburukan preeklamsia. Apabila terjadi eklamsia, lakukan penilaian awal dan
27
tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan kembali MgSO4 2 gr IV perlahan (15-20
menit). Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan masih terdapat kejang, dapat
dipertimbangkan pemberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit
28
indeks kardiak yang berguna pada preeklampsia berat. Regimen yang
direkomendasikan adalah 10 mg kapsul oral, diulang tiap 15 – 30 menit, dengan
dosis maksimum 30 mg. Penggunaan berlebihan calcium channel blocker
dilaporkan dapat menyebabkan hipoksia janin dan asidosis. Hal ini disebabkan
akibat hipotensi relatif setelah pemberian calcium channel blocker.
Nikardipin merupakan calcium channel blocker parenteral, yang mulai
bekerja setelah 10 menit pemberian dan menurunkan tekanan darah dengan efektif
dalam 20 menit (lama kerja 4 -6 jam). Efek samping pemberian nikardipin tersering
yang dilaporkan adalah sakit kepala.16 Dibandingkan nifedipin, nikardipin bekerja
lebih selektif pada pembuluh darah di miokardium, dengan efek samping takikardia
yang lebih rendah. Laporan yang ada menunjukkan nikardipin memperbaiki
aktivitas ventrikel kiri dan lebih jarang menyebabkan iskemia jantung16 Dosis awal
nikardipin yang dianjurkan melalui infus yaitu 5 mg/jam, dan dapat dititrasi 2.5
mg/jam tiap 5 menit hingga maksimum 10 mg/jam atau hingga penurunan tekanan
arterial rata –rata sebesar 25% tercapai. Kemudian dosis dapat dikurangi dan
disesuaikan sesuai dengan respon.16 Efek penurunan tekanan darah pada hipertensi
berat dan efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan nikardipin dan labetalol
adalah sama, meskipun penggunaan nikardipin menyebabkan penurunan tekanan
darah sistolik dan diastolik yang lebih besar bermakna.
Beta-blocker
Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada reseptor P1
dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
terutama pada digunakan untuk jangka waktu yang lama selama kehamilan atau
diberikan pada trimester pertama, sehingga penggunaannya dibatasi pada keadaan
pemberian anti hipertensi lainnya tidak efektif.
Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat, adalah
obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita hamil dengan
hipertensi kronis. Digunakan sejak tahun 1960, metildopa mempunyai safety
29
margin yang luas (paling aman). Walaupun metildopa bekerja terutama pada sistem
saraf pusat, namun juga memiliki sedikit efek perifer yang akan menurunkan tonus
simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac output, dan aliran darah
ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping pada ibu antara lain letargi, mulut
kering, mengantuk, depresi, hipertensi postural, anemia hemolitik dan drug-induced
hepatitis.
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali
sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal dicapai 4-6 jam
setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam sebelum diekskresikan lewat
ginjal. Alternatif lain penggunaan metildopa adalah intra vena 250-500 mg tiap 6
jam sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat
melalui plasenta pada jumlah tertentu dan disekresikan di ASI
30
Metildopa 2 x 250 – 500 mg per oral
(dosis maksimum 2000 mg / hari)
3.1.7 Komplikasi
3.2 Eklampsia
3.2.1 Definisi Eklampsia
Eklampsia merupakan peristiwa terjadinya kejang pada kehamilan ≥ 20
minggu disertai atau tanpa penurunan tingkat kesadaran bukan karena epilepsi
maupun gangguan neurologi lainnya. Kejang eklampsia hampir selalu
didahuluioleh preeklampsia. Eklampsia paling sering terjadi pada trimester ketiga
dan menjadi sering saat kehamilan mendekati aterm. Eklampsia dapat terjadi pada
antepartum, intrapartum, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya terjadi
dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
31
3.2.2 Gambaran Klinis Eklampsia
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia
dibagi menjadi ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu atau lebih
tanda dibawah ini :
1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau
lebih 2) Proteinuria 5 gr atau lebih dalam24 jam; 3+ atau 4+ pada pemetiksaan
kualitatif
3) Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4) Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5) Edema paru atau sianosis.
Pada umumnya serangan kejang didahului dengan memburuknya
preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan
penglihatan, mual keras, nyeri di daerah epigastrium, dan hiperrefleksia. Terdapat
beberapa perubahan klinis yang memberikan peringatan gejala sebelum timbulnya
kejang, adalah sakit kepala yang berat dan menetap, perubahan mental sementara,
pandangan kabur, fotofobia, iritabilitas, nyeri epigastrik, mual, muntah. Namun,
hanya sekitar 50% penderita yang mengalami gejala ini. Presentase gejala sebelum
timbulnya kejang eklampsia adaah sakit kepala yang berat dan menetap (50-70%),
gangguan penglihatan (20-30%), nyeri epigastrium (20%), mual muntah (10-15%),
perubahan mental sementara (5- 10%).
Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya
dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat
kemuadian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh,
fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang
akan terbuka dan tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada
kelopak mata, otot-otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami
kontraksi dan relaksasi secara bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini
kadang-kadang begitu hebatnya sehingga dapat mengakibatkan penderita terlempar
dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga. Lidah penderita dapat tergigit oleh karena
kejang otot-otot rahang. Fase ini dapat berlangsung sampai satu menit, kemudian
secara berangsur kontraksi otot menjadi semakin lemah dan jarang dan pada
32
akhirnya penderita tak bergerak. Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan
pernapasan berhenti. Selama beberapa detik penderita seperti meninggal karena
henti napas, namun kemudian penderita bernapas panjang dan dalam, selanjutnya
pernapasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama
ini akan diikuti dengan kejang-kejang berikutnya yang bervariasi dari kejang yang
ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus.
Setelah kejang berhenti, penderita mengalami koma selama beberapa saat.
Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi
jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang.
Namun, pada kasus-kasus yang berat, keadaan koma belangsung lama, bahkan
penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus
yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma
yang lama bahkan kematian. Frekuensi pernapasan biasanya meningkat setelah
kejang eklampsia dan dapat mencapai 50 kali per menit. Hal ini dapat menyebabkan
hiperkarbia dampai asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang
berat ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi,
apabla hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf
pusat. Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan
kadang – kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria.
Setelah persalinan urin output akan meningkat dan ini merupakan tanda awal
perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu
beberapa hari sampai dua minggu setelah persalinan apabila keadaan hipertensi
menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit vaskuler kronis.
3.2.3 Tatalaksana
a. Perawatan Eklampsia
Perawatan eklampsia adalah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital,
yang harus selalu di ingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi
dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah traum
pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, melahirkan
janin pada waktu dan tepat dan cara yang tepat.
b. Pengobatan Medikamentosa
33
- Obat anti kejang
Obat antikejang yang menjadi pilihan utama adalah magnesium sulfat.
Bila dengan obat jenis ini kejang masih sukar diatasi dapat dipakai obat
jenis lain misalnya tiopental. Diazepam dipakai untuk alternatif pilihan,
pemberian diazepam hanya oleh orang yang berpengalaman.
c. Pengobatan Obstetrik
Sikap terhadap kehamilan dengan eklampsia harus segera diakhiri, tanpa
memandang umur kehamilan. Persalinan harus dilakukan dalam 6 jam
sejak gejala eklampsia muncul. Jika terjadi gawat janin atau persalinan
tidak dapat terjadi dalam 6 jam maka dilakukan Sectio Caesar.
3.2.4 Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian perbaikan, maka gejala
perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilan diakhiri. Segera setelah
persalinan berakhir, perubahan patofisiologik akan segera mengalami
perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini
merupakan tanda prognosis yang baik, karena dalam hal ini merupakan
gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah akan kembali ke normal
beberapa jam kemudian. Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan
berikutnya
Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis
eklampsia. Kriteria Eden antara lain:
1. koma yang lama (prolonged coma)
2. nadi diatas 120
3. suhu 39,4° C atau lebih
4. tekanan darah di atas 200 mmHg
5. konvulsi lebih dari 10 kali
6. proteinuria 10 g atau lebih
7. tidak ada edema, edema menghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke
kelas ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis
akan lebih buruk. Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara
34
berkembang disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan masa
antenatal dan natal. Penderita eklampsia sering datang terlambat sehingga
terlambat memperoleh pengobatan yang tepat dan cepat. Biasanya
preeklampsia dan eklampsia murni tidak menyebabkan hipertensi menahun.
BAB IV
ANALISIS KASUS
36
Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala,
gangguan visus
Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda
gangguan sirkulasi uteroplasenta :
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)
Protein Urin secara kuantitatif 300 mg per 24 jam,
atau semikuantitatif menggunakan dipstik urin > 1+
Kejang atau koma
Menurut hasil pemeriksaan yang didapatkan pada
pasien ini, pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum yang sakit kepala dan gangguang penglihatan
serta kejang, dan hasil laboratorium menunjukkan
37
Terapi aktif
Medikamentosa:
MgSO4
Dosis awal 4 gr MgSO4 sesuai prosedur untuk
mencegah kejang atau kejang berulang
Cara pemberian:
Ambil 4 gr larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4
40%) dan larutkan dengan 10 ml akuades. Berikan
larutan tersebut secara perlahan IV selama 20 menit
Antihipertensi
Nifedipin:
4 x 10 – 30 mg per oral (short acting)
1 x 20 – 30 mg per oral (long acting)
Keterangan: dapat menyebabkan hipoperfusi pada
ibu dan janin bila diberikan sublingual
Metildopa:
2 x 250 – 500 mg per oral
(dosis maksimum 2000 mg / hari)
38
BAB V
KESIMPULAN
39
urin +2 dan kejang. Faktor resiko PEB dan Eklampsia pada pasien adalah Primigravida
dan usia muda. Tatalaksana pada pasien ini dilakukan terminasi kehamilan secara
abdominal atas indikasi menghindari kejang berulang, dan medikamentosanya adalah
MgSO4 4 gr sebagai anti kejang dan Nifedipin 3x10 mg sebagai antihipertensi
40
DAFTAR PUSTAKA
41
11. Rudra A, Chatterjee S, Sengupta S, Wankhede R, Nandi B, Maitra G, et al.
Management of obstetric hemmorrhage. Middle East J anesth. 2010; 20(4)
12. Sibai BM. Diagnosis, prevention, and management of eclampsia.Obstet
Gynecol. 2005 Feb. 105(2): p402-10
13. Rambulangi J, Ong T. Preeklampsia dan Eklampsia In: Rangkuman Protap
Obgyn Unhas: 2010 11.
14. Galan, H. et al. Obstetrics Normal and Problem Pregnancies USA: Elsevier:
2007
42