Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS UJIAN

G1P0A0, 19 TAHUN, HAMIL 39 MINGGU 6 HARI J1HIU


PRESKEP INPARTU KALA I FASE AKTIF DENGAN
EKLAMPSIA

Disusun oleh:
Nur Anniesa Indayani Imran, S. Ked
030.14.147

Pembimbing:
dr. Jaenudin, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI& PENYAKIT


GINEKOLOGI RSUD DR. SOESELO KABUPATEN TEGAL
PERIODE 18 FEBRUARI – 29 APRIL 2019
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus ujian yang berjudul:
“G1P0A0, 19 tahun, hamil 39 minggu 5 hari J1HIU preskep inpartu kala

I fase aktif dengan Eklampsia”

Yang disusun oleh:


Nur Anniesa Indayani Imran
030.14.147

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:


dr. Jaenudin, Sp.OG

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Penyakit Ginekologi
Periode 18 Februari – 23 April 2019

Slawi, April 2019


Pembimbing

dr. Jaenudin, Sp.OG

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu besar
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ujian yang berjudul
“G1P0A0, 19 tahun, hamil 39 minggu 6 hari J1HIU preskep inpartu kala I fase aktif
dengan Eklampsia” pada kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri dan Penyakit Ginekologi di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Kabupaten Tegal.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama
kepada dr. Jaenudin, Sp.OG selaku pembimbing yang telah memberikan waktu dan
bimbingannya sehingga laporan kasus ujian ini dapat terselesaikan.
Penulis berharap laporan kasus ujian ini dapat menambah pengetahuan dan
memahami lebih lanjut mengenai “G1P0A0, 19 tahun, hamil 39 minggu 6 hari J1HIU
preskep inpartu kala I fase aktif dengan eklampsia” serta salah satunya untuk memenuhi
tugas yang diberikan pada kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri dan Penyakit Ginekologi
di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Kabupaten Tegal.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ujian ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan. Demikian
yang penulis dapat sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai
pihak.

Slawi, Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................................... ii

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................... 3

2.1 Anamnesis ........................................................................................................... 3


2.2 Pemeriksaan Fisik ............................................................................................... 6
2.2.1 Status Generalis ............................................................................................ 7
2.2.2 Status Obstetri .............................................................................................. 8
2.2.3 Status Ginekologi ......................................................................................... 9
2.3 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................... 9
2.4 Resume .............................................................................................................. 11
2.5 Diagnosis ........................................................................................................... 12
2.6 Penatalaksanaan ................................................................................................ 12
2.7 Prognosis ........................................................................................................... 13
2.8 Follow Up ......................................................................................................... 13

BAB III TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 19

3.1 Preeklampsia ..................................................................................................... 19


3.1.1 Definisi ....................................................................................................... 16
3.1.2 Epidemiologi .............................................................................................. 20
3.1.3 Klasifikasi .................................................................................................. 20
3.1.4 Patofisiologi ............................................................................................... 21
3.1.5 Etiologi ....................................................................................................... 22
3.1.6 Faktor risiko ............................................................................................... 23
3.1.7 Penegakan Diagnosis ................................................................................. 25

iii
3.1.8 Tatalaksana................................................................................................. 26
3.1.9 Komplikasi ................................................................................................. 30

BAB IV ANALISIS KASUS ................................................................................ 35

BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 40

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 42

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan permasalahan kesehatan di dunia,
hal ini terjadi karena setiap hari sekitar 830 wanita meninggal akibat komplikasi
kehamilan dan persalinan. Angka Kematian Ibu ini 99% terjadi di negara-negara
berkembang, dan sampai saat ini kematian ibu masih merupakan masalah utama di
bidang kesehatan ibu dan anak, sebab angka kematian ibu dan bayi merupakan tolak
ukur dalam menilai derajat kesehatan suatu bangsa. Indonesia memiliki AKI yang
masih tergolong tinggi diantara negara- negara ASEAN. Penyebab utama kematian
ibu di Indonesia pada umumnya adalah komplikasi kehamilan/persalinan yaitu
perdarahan (42%), eklampsi/preeklampsi (13%), abortus (11%), infeksi (10%),
partus lama/persalinan macet (9%) dan penyebab lain (15%).1
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, bahwa setiap
tahunnya wanita yang bersalin meninggal dunia mencapai lebih dari 500.000 orang,
salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah Preeklampsia
(PE), angka kejadiannya berkisar antara 0,51%- 38,4%. Di negara maju angka
kejadian preeklampsia berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%. Sedangkan angka
kematian ibu yang diakibatkan preeklampsia dan eklampsia di negara berkembang
masih tinggi. Preeklampsia salah satu sindrom yang dijumpai pada ibu hamil di atas
20 minggu terdiri dari hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa edema. (1,2)
Eklampsia adalah kejang yang terjadi pada ibu hamil dengan tanda-tanda
preeklampsia. Preeklampsia sendiri merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari
hipertensi (Tekanan darah ≥140/90 mmHg) bersamaan dengan proteinuriamasif
yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Eklampsia dibagi menjadi
tiga yaitu, eklampsia antepartum, eklampsia intrapartum, dan eklampsia
postpartum. Eklampsia banyak terjadi pada trimester terakhir dan semakin
meningkat saat mendekati persalinan. (1) . Sekitar 60-75% eklampsia dapat terjadi

1
sebelum persalinan, dansekitar 40-50% terjadi saat persalinan dan 48 jam pertama
setelah melahirkan. Ancaman kejang dapat tetap terjadi hingga 6 minggu pasca
persalinan yang sering disebut dengan eclampsia late onset.. (1,2,4)

2
BAB II

LAPORAN KASUS

STATUS UJIAN ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR SOESELO KABUPATEN TEGAL

Nama Mahasiswa : Nur Anniesa Indayani Imran


NIM : 030.14.206
Dokter Pembimbing : dr.Jaenudin,Sp.OG
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N Jenis kelamin :Perempuan
Umur : 19 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pekerjaan : IRT
Alamat : Sigedong
Tanggal masuk RS : 20-04-2019

2.1 ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Ruang PONEK pada


tanggal 21 April 2019 pukul 12:30 WIB.

a. Keluhan Utama
Pasien datang ke Ruang PONEK RSUD Dr. Soeselo tanggal 21
April 2019 pukul 00:00 kiriman dari Puskesmas Kalibakung dengan
keluhan tekanan darah tinggi dan sakit kepala.

3
b. Keluhan Tambahan
Pasien mengatakan perut sudah mulai kencang-kencang tapi jarang sejak 1
hari SMRS. Keluhan keluar cairan dari jalan lahir, gangguan penglihatan, nyeri
perut kanan atas disangkal.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke PONEK RSUD DR Soeselo pada hari Sabtu, 21
April2019, pukul 00:00 WIB kiriman dari Puskesmas Kalibakung dengan
diagnosis rujukan G1P0A0 hamil 39 minggu 6 hari dengan eklampsia. Pasien
datang dengan keluhan tensi tinggi dan sakit kepala. Sakit kepala dirasakan
sejak 1 hari yang lalu gerakan janin aktif. Keluhan keluar cairan dari jalan lahir,
gangguan penglihatan, nyeri perut kanan atas disangkal. Di PONEK RSUD Dr.
Soeselo untuk diperiksa keadaan kandungannya dan dilakukan tindakan. Di
PONEK RSUD Dr. Soeselo berupa pemeriksaan lab darah lengkap, Golongan
darah, rhesus faktor, PT, APTT, pemeriksaan protein urin, SGPT, SGOT,
Ureum, Creatinin dan HBsAg. Pasien dalam pemberian gastrul 1/8 tab.
Pada hari Minggu, 21 April 2019, pukul 08.30 pasien mengeluh sakit kepala
yang memberat dan pandangan buram. Pasien kejang 1x, selama ± 5 menit,
tubuh pasien kaku kemudian kelojotan dan pasien tidak sadarkan diri selama
kejang. Pada anamnesis pasien mengatakan HPHT nya tanggal 15 Juli 2018,
maka berdasarkan HPHT usia kehamilan pasien saat ini adalah 39 minggu 6
hari dan HPL nya tanggal 22 April 2019.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien tidak pernah mengalami hal yang serupa pada kehamilan
sebelumnya
- Pasien memiliki riwayat alergi terhadap kacang. Riwayat DM, asma, TB,
ginjal, liver, trauma, ISK, ginekologi disangkal.

4
e. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Hipertensi, DM, Asma, TB dan alergi (makanan, cuaca, obat-
obatan), penyakit jantung, hamil kembar, epilepsi dalam keluarga pasien
disangkal.

f. Riwayat Menstruasi
Pasien menarche pada usia 14 tahun, lama menstruasi 7 hari dan teratur.
Jumlah darah selama menstruasi sekitar 40cc dan pasien mengganti pembalut
3x sehari, disminorhea disangkal. Hari pertama haid terakhir pasien jatuh pada
tanggal 15 Juli 2018.

g. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pertama kali pada usia 18 tahun. Dimana ini merupakan
pernikahan pertama, dengan usia perikahan 1 tahun.

h. Riwayat Obstetri
Kehamilan ini merupakan kehamilan pertama bagi pasien.

i. Riwayat Kontrasepsi
Pasien belum pernah menggunakan kontrasepsi.

j. Riwayat ANC
Selama kehamilan pasien memeriksakan kandungannya sebanyak 8
kali di bidan praktek mandiri dan 1 kali di dokter spesialis kandungan.
Pasien mendapatkan imunisasi TT sebanyak 1 kali.

k. Riwayat Kebiasaan

5
Pasien makan 3-4 kali sehari.Pasien juga sering makan buah-buahan,
biskuit, dan makanan ringan. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan,
alkohol, dan jamu, serta tidak merokok.

l. Riwayat Sosial Ekonomi


Pendidikan terakhir pasien adalah Sekolah Menengah Atas dan sebagai
Ibu rumah tangga. Pasien tinggal serumah dengan suami dan keluarga.
Pekerjaan suami sehari-hari wiraswasta.

m. Riwayat Dirawat dan Operasi


Pasien tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya.

2.2 PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 21 April 2019 di Ruang PONEK
RSUD Dr. Soeselo pukul 12:30 WIB.

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Sikap : Kooperatif
Kesadaran : Composmentis
Antropometri
BB sebelum hamil: 43kg, BB sebelum melahirkan: 60 kg,TB:160 cm,
IMT: 23,4375 kg/m2 (kesan gizi: normal)

Tanda vital
- Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Nadi : 89 x/menit
- Pernafasan : 30 x/menit
- Suhu : 36.5°

6
2.2.1 STATUS GENERALIS
1. Kulit : warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
2. Kepala : normosefali, bentuk normal, rambut hitam dengan distribusi
merata, tidak terdapat tanda-tanda trauma
3. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
gerakan normal, eksoftalmus (-/-), refleks cahaya langsung dan tidak
langsung(+/+)
4. Telinga : normotia, sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tarik helix (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-) dan kedua liang telinga lapang
5. Hidung : bentuk normal, deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), edema
mukosa (-),mukosa hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
6. Mulut
- Bibir : bentuk normal, simetris, merah muda, basah
- Mulut : oral hygiene baik
- Lidah : normoglosia, simetris, hiperemis (-), deviasi (-), kotor (-)
- Uvula : letak di tengah, tremor (-), hiperemis (-), ukuran normal
- Faring : hiperemis (-), arcus faring simetris
- Tonsil : T1-T1 tenang, tidak hiperemis
7. Leher : pembesaran KGB (-), trakea di tengah, teraba kelenjar tiroid (-
),JVP
5+2cmH2O
8. Thorax
- Inspeksi : bentuk normal, simetris, retraksi sela iga (-), tipe
pernapasan
thorako-abdominal, ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : vocal fremitus dextra = sinistra, terdapat pulsasi ictus cordis
pada ICS V, 1 cm medial midklavikularis sinistra
- Perkusi :paru sonor (+/+),
batas jantung kanan: ICS II-III linea parasternal dextra,batas
jantung kiri: ICS V ± 1 cm lateral linea midclavikularis
sinistra, batas atas jantung, ICS II linea parasternalis

7
sinsitra,p inggang jantung ICS III ± 1 cm lateral linea
parasternal sinistra
- Auskultasi :suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-) ronki (+/+),
S1S2
reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen
- Inspeksi : Dinding perut tegang, bekas luka operasi (-),
Striae gravidarum (+)
- Auskultasi : Bising usus terdengar, 3x/menit, Venous Hum (-),
Atrial Bruit (-)
- Palpasi : Dinding perut supel, distensi (-), Nyeri tekan (-),
Pembesaran hepar dan lien sulit dinilai
- Perkusi : Sulit dinilai karena hamil

10. Ekstremitas
 Inspeksi : Tidak terdapat deformitas pada ekstremitas atas maupun
bawah, oedem pada kedua ekstremitas bawah(-)
tidak didapatkan adanya efloresensi yang bermakna
 Palpasi : Akral teraba hangat ,Oedem (-) pada keempat ekstremitas,
CRT<2”

2.2.2 STATUS OBSTETRI


 Inspeksi : Luka bekas operasi (-)
 TFU : 31 cm
 Taksiran berat janin : dihitung berdasarkan rumus Johnson-Tausak
(29-12)x 155 = 2945 gram
 Palpasi
Leopold I : Bagian fundus teraba1 bagian bulat, lunak, tidak melenting, kesan
Bokong

Leopold II : Teraba agak rata, keras seperti papan dibagian kanan Ibu kesan

8
punggung,teraba bagian kecil lunak di bagian kiri ibu kesan
ekstremitas
Leopold III : Teraba bagian keras, bulat, melenting di bagian bawah, kesan
kepala
Leopold IV:Konvergen (kepala belum masuk PAP)
- Auskultasi : DJJ 146 x/menit, teratur
- His : 3x10’x40”

2.2.3 STATUS GINEKOLOGI


 Inspeksi vulva-uretra-vagina : Perdarahan (-/-) sudah mulai berhenti.
 Vagina Toucher : Tidak dilakukan.
 Pembukaan serviks : 8 cm
 Pendataran serviks : 60%
 Penurunan kepala : III
 Konsistensi serviks : Tebal lunak
 Posisi serviks : Anterior
Bishops score :9

2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Pemeriksaan Laboratorium


20 April 2019, jam 08.00
Nama test Hasil Unit Nilai
rujukan
Hematologi
Leukosit 10,7 ribu/uL 3.6 – 11.0
Eritrosit 4,5 juta/uL 3.8 – 5.2
Hemoglobin 10,5 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 34 % 35 – 47
MCV 79 fL 80 – 100

9
MCH 23 Pg 26 – 34
MCHC 35 g/dL 32 – 36
Trombosit 288 ribu/uL 150 – 400
Diff count:
Eosinofil 0.90 % 2–4
Basofil 0.60 % 0–1
Netrofil 79.40 % 50 – 70
Limfosit 15.80 % 25 – 40
Monosit 3.80 % 2–8
MPV 9,1 fL 7.2 – 11.1
RDW-SD 41,4 fL 35.1 – 43.9
RDW-CV 12,8 % 11.5 – 14.5
APTT Test 29,9 25.5-42.1
PT Test 10,1 9.3-11.4
Golongan darah A
Rhesus Positif

Urin
Protein Urine +2 +2

Creatinin 0,69 Mg/dl 0,40-1.00


SGPT 13 U/L 13-33
SGOT 0 U/L 6.0-30.0
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

Hasil Pemeriksaan Laboratorium


22 April 2019, jam 09:23

10
Nama test Hasil Unit Nilai
rujukan
Hematologi
Leukosit 13,9 ribu/uL 3.6 – 11.0
Eritrosit 3.2 juta/uL 3.8 – 5.2
Hemoglobin 10,7 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 28 % 35 – 47
Trombosit 303 ribu/uL 150 – 400

2.4 RESUME

Pasien datang ke PONEK RSUD DR Soeselo pada hari Sabtu, 20 April


2019, pukul 00:00 WIB kiriman dari Puskesmas Kalibakung dengan diagnosis
rujukan G1P0A0 hamil 39 minggu 5 hari dengan PEB. Pasien datang dengan
keluhan tekanan darah tinggi dan sakit kepala. Sakit kepala dirasakan sejak 1
hari yang lalu. Gerak janin masih dapat dirasakan. Saat di rumah sakit, pasien
diberikan gastrul 1/8 tab.
Pada hari Minggu, 21 April 2019, pukul 08.30 pasien mengeluh sakit kepala
yang memberat dan pandangan buram. Pasien kejang 1x, selama ± 5 menit,
tubuh pasien kaku kemudian kelojotan dan pasien tidak sadarkan diri selama
kejang. Pada anamnesis pasien mengatakan HPHT nya tanggal 15 Juli 2018,
maka berdasarkan HPHT usia kehamilan pasien saat ini adalah 39 minggu 6
hari dan HPL nya tanggal 22 April 2019.
Selama kehamilan pasien memeriksakan kandungannya sebanyak 10 kali di
bidan praktek mandiri dan 1 kali di dokter kandungam. Pasien mendapatkan
imunisasi TT sebanyak 1 kali. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien
tampak sakit sedang dengan kesadaran composmentis. Tekanan darah 150/90
mmHg, nadi 90x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 36.5°C, Berat badan

11
pasien 60 kg dan tinggi badan pasien 160 cm. Pemeriksaan status generalis
dalam batas normal.

Pemeriksaan obstetrik didapatkan TFU 31 cm, presentasi kepala,


punggung kanan, bagian terbawa sudah masuk PAP.Taksiran berat janin
2945 gram, DJJ 146 X/mnt teratur, HIS 3x10’x35”. Pada pemeriksaan
laboratorium 16 Maret 2019, protein urin (+2). Pada pemeriksaan imunologi
darah didapatkan HbsAg non reaktif.

2.5 DIAGNOSIS
 Diagnosis Masuk
G1P0A0, usia 19 Tahun hamil 39 minggu 5 hari dengan PEB

 Diagnosis Awal
G1P0A0, usia 19 Tahun, hamil 39 minggu 5 hari J1HIU preskep belum
inpartu dengan PEB
 Diagnosis Akhir
P1A0, usia 19 Tahun, Post partum sectio caesaria atas indikasi eklampsia
tanggal 22 April 2019 jam 09:50 WIB

2.6 PENATALAKSANAAN
Sikap Obstetri
 Terminasi kehamilan
Tatalaksana Medikamentosa
 IVFD RL 20 tpm
 MgSO4 4gr selama 5-10 menit
 Nifedipin 10 mg
Tatalaksana Non-Medikamentosa
 Tirah baring
 Pengawasan KU, TD, N, P, S, DJJ, His, Tanda inpartu

12
2.7 PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

2.8 FOLLOW UP

PONEK, 20 April 2019 (jam 12.00)


S Pasien kiriman dari Puskesmas Kalibakung dengan keluhan tensi tinggi dan
pusing. Gerakan janin (+).
O Kesadaran: Composmentis
TD: 140/90 mmHg P: 19X/menit
N: 90X/menit S: 36,5ºC
TFU: 31 cm DJJ: 140 X/menit
His: (-) VT: 1 cm, 30%, I, Lunak, Medial
A G1P0A0, usia 19 Tahun, hamil 39 minggu 5 hari J1HIU preskep belum
inpartu dengan PEB
P  Pengawasan KU, TTV, DJJ, HIS, Perdarahan
 IVFD RL 20 tpm
 Gastrul 1/8 tab
 Motivasi miring kiri
 Evaluasi kemajuan persalinan

PONEK, 20 April 2019 (jam 16.00)


S Pusing sudah membaik, Gerak janin aktif, kencang-kencang(+), keluar
rembesan cairan dari jalan lahir (-)
O Kesadaran: Composmentis
TD: 140/90 mmHg, P: 20 X/menit
N: 82X/menit, S: 36ºC
TFU: 31 cm DJJ: 150/mnt
His: 2x10’x20”
VT: 2 cm, 30%, I, tebal lunak, Medial, KK(+)
13
A G1P0A0, usia 19 Tahun, hamil 39 minggu 5 hari J1HIU preskep inpartu kala
I fase laten dengan PEB
P  IVFD RL 20 tpm
 Pengawasan KU, TTV, DJJ, HIS, Perdarahan
 Motivasi miring kiri
 Evaluasi Gastrul pemberian I
 Evaluasi kemajuan persalinan

PONEK, 16 Maret 2019 (jam 20.00)


S Pusing (-), Gerak janin aktif, kencang-kencang(+), keluar rembesan cairan
dari jalan lahir (-)
O Kesadaran: Composmentis, sakit sedang
TD: 140/90 mmHg P: 20 X/menit
N: 84X/menit S: 36,7ºC
TFU: 31 cm DJJ: 148 X/menit, reguler
His: 3x10’x30” VT: 2 cm, 30%, I, tebal lunak, Medial, KK (+)
A G1P0A0, usia 19 Tahun, hamil 39 minggu 5 hari J1HIU preskep inpartu kala
I fase laten dengan PEB
P  IVFD RL 20 tpm
 Pengawasan KU, TTV, DJJ, HIS, Perdarahan
 Motivasi miring kiri
 Evaluasi kemajuan persalinan

PONEK, 21 April 2019 (jam 07.00)


S Pusing (-), Gerak janin aktif, kencang-kencang(+), keluar rembesan cairan
dari jalan lahir (-)
O Kesadaran: Composmentis
TD: 140/80 mmHg, P: 20 X/menit
N: 100X/menit, S: 36,6ºC
TFU: 31 cm DJJ: 158 X/menit
His: 4x10’x40”
VT : 7 cm, 60%, II, tebal lunak, anterior, KK (+)
A G1P0A0, usia 19 Tahun, hamil 39 minggu 6 hari J1HIU preskep inpartu kala
I fase aktif dengan PEB
P  IVFD RL 20 tpm
 Pengawasan KU, TTV, DJJ, HIS, Perdarahan

14
 Motivasi miring kiri
 Evaluasi kemajuan persalinan

PONEK, 21 April 2019 (jam 08.30)

S Pandangan buram (+), pusing (+), kejang


O Kesadaran: Composmentis
TD: 150/90 mmHg, P: 20 X/menit
N: 80X/menit, S: 36,6ºC
TFU: 29 cm DJJ: 146 X/menit
His: 1x10’x10’’ VT: 8 cm, 70%, III, tebal lunak, anterior, KK (-)
A G1P0A0, usia 19 Tahun, hamil 39 minggu 6 hari J1HIU preskep inpartu kala
I fase aktif dengan eklampsia
P  IVFD RL 20 tpm
 Pengawasan KU, TTV, DJJ, HIS, Perdarahan
 MgSO4 20% 4 gr bolus
 MgSO4 1 gr/jam
 Konsul Anestesi untuk persiapan SC
 O2 nasal kanu
 Puasa

HCU PONEK, 21 April 2019 (jam 10.30)


S -
O Kesadaran: Composmentis, tampak sakit sedang
TD: 120/80 mmHg, P: 24 X/menit
N: 95X/menit, S: 36,6ºC
A P1A0, usia 19 Tahun Post partum SC a/i eklampsia

P  Pengawasan KU, TTV


 Pro Sc + IUD
Jam 09:50 lahir bayi laki-laki dengan berat badan 3400 gram,
panjang badan 45 cm, lingkar kepala 33cm, lingkar dada 30cm.
APGAR skor 9/10/10, plasenta lahir lengkap.
 IVFD RL 20 tpm + 5 IU Oxytocin drip
 Pengawasan KU, TTV
 MgSO4 2gr / jam
 Nifedipin 3x10 mg

15
 Dopamet 3x10 mg
 Cek darah rutin post sc

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Preeklampsia Berat

3.1.1 Definisi Preeklampsia


Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai dengan proteinuria pada ibu
dengan usia kehamilan di atas 20 minggu, dengan catatan bahwa tidak semua
ibu dengan preeklampsia memperlihatkan edema. Jika gejala yang muncul
adalah gejala preeklampsia dan ditambah dengan gejala lain, seperti koma
dan/atau kejang, maka hal tersebut diklasifikasikan sebagai eklampsia.
Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan
proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with
proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik
preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai
gangguan multi sistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari
preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan,
untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.(1,2)
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥160
mmHg dan tekanan darah diastolic ≥110 disertai protein uria lebih 5 g/24

16
jam.(4,5,6) Preeklampsia merupakan penyakit sistemik yang tidak hanya ditandai
oleh hipertensi, tetapi juga disertai peningkatan resistensi pembuluh darah,
disfungsi endotel difus, proteinuria, dan koagulopati. Pada 20% wanita
preeklampsia berat didapatkan sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver
Enzyme, Low Platelet Count) yang ditandai dengan hemolisis, peningkatan
enzim hepar, trombositopenia akibat kelainan hepar dan sistem koagulasi.
Angka kejadian sindrom HELLP ini sekitar 1 dari 1000 kehamilan. Sekitar 20%
sindrom HELLP mengalami koagulasi intravaskuler diseminata, yang
memperburuk prognosis baik ibu maupun bayi. Eklampsia merupakan jenis
preeklampsia berat yang di- tandai dengan adanya kejang, terjadi pada 3% dari
seluruh kasus preeklampsia. Kerusakan otak pada eklampsia disebabkan oleh
edema serebri. Perubahan substansia alba yang terjadi menyerupai ensefalopati
hipertensi. Komplikasi serebrovaskuler, seperti stroke dan perdarahan serebri,
merupakan penyebab kematian terbesar pada eklampsia. (5)

3.1.2 Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, bahwa setiap
tahunnya wanita yang bersalin meninggal dunia mencapai lebih dari 500.000
orang, salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah
Preeklampsia (PE), angka kejadiannya berkisar antara 0,51%- 38,4%. Di negara
maju angka kejadian preeklampsia berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%.
Sedangkan angka kematian ibu yang diakibatkan preeklampsia dan eklampsia
di negara berkembang masih tinggi. Angka Kematian Ibu (AKI) menurut target
Millenium Development Goals (MDG’s) tahun 2015 yaitu 102/100.000
kelahiran hidup, untuk itu diperlukan upaya yang maksimal dalam pencapaian
target tersebut. Kejadian kematian Ibu bersalin sebesar 49,5%, hamil 26,0%
nifas 24%. Penyebab terjadinya angka kematian ibu di Indonesia adalah
perdarahan 60-70%, infeksi 10-20%, preeklampsia dan eklampsia 20-30%.
Penyebab angka kematian di Indonesia adalah perdarahan 38,24% (111,2 per
100.000 kelahiran hidup), infeksi 5,88% (17,09 per 100.000 kelahiran hidup),
preeklampsia dan eklampsia 10-20% (30,7 per 100.000). (2)

17
3.1.3 Etiologi Preeklampsi
Preeklampsia dapat bermula pada masa antenatal, intrapartum, atau
postnatal. Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat
menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor-faktor tersebut
antara lain, gizi buruk, kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim. Faktor
risiko terjadinya preeklampsia, umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama
kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita di atas 35 tahun.
Faktor risiko lainnya adalah riwayat preeklampsia sebelumnya, riwayat
preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan, mengandung lebih
dari satu orang bayi, riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus, atau
rematoid arthritis. Menurut Kurniawati, faktor risiko preeklampsia adalah
paritas, usia, kehamilan ganda, riwayat preeklampsia, riwayat preeklampsia
dalam keluarga, riwayat penyakit (hipertensi, ginjal dan diabetes) dan obesitas.
(2,4,5)

Etiologi preeklampsia tidak diketahui secara pasti. Diketahui ada beberapa


faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pre- eklampsia. (3,4)

Tabel 3.1 Faktor Risiko Preeklampsia. (5)

18
Faktor resiko preeklampsia meliputi pekerjaan, pemeriksaan antenatal,
pengetahuan, dan riwayat hipertensi. Salah satu upaya unt uk menurunkan
Angka Kematian Perinatal (AKP) akibat preeklampsia adalah dengan
menurunkan angka kejadian preeklampsia. Angka kejadian dapat diturunkan
melalui upaya pencegahan, pengamatan dini, dan terapi. Upaya pencegahan
kematian perinatal dapat diturunkan bila dapat diidentifikasi faktor-faktor yang
mempunyai nilai prediksi Saat ini beberapa faktor resiko telah berhasil
diidentifikasi, sehingga diharapkan dapat mencegah timbulnya preeclampsia. (2)
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka kematian maternal
antara lain faktor umur, faktor paritas, faktor perawatan antenatal, faktor
penolong, sarana dan fasilitas, sistem rujukan, sosial ekonomi, kepercayaan dan
ketidaktahuan. (2)

3.1.4 Patofisiologi Preeklampsia


Patofisiologi preeklampsia dibagi menjadi dua tahap, yaitu perubahan
perfusi plasenta dan sindrom maternal. Tahap pertama terjadi selama 20 minggu
pertama kehamilan. Pada fase ini terjadi perkembangan abnormal remodelling
dinding arteri spiralis. Abnormalitas dimulai pada saat perkembangan plasenta,
diikuti produksi substansi yang jika mencapai sirkulasi maternal menyebabkan
terjadinya sindrom maternal. Tahap ini merupakan tahap kedua atau disebut
juga fase sistemik. Fase ini merupakan fase klinis preeklampsia, dengan elemen
pokok respons in amasi sistemik maternal dan disfungsi endotel. (7)

19
Gambar 3.1 Hipotesis tentang peranan soluble fms-like tyrosine
kinase 1 (sFlt1) pada preeclampsia. (5)
Pada kehamilan preeklampsia, invasi arteri uterina ke dalam plasenta
dangkal, aliran darah berkurang, menyebabkan iskemi plasenta pada awal
trimester kedua. Hal ini mencetuskan pelepasan faktor-faktor plasenta yang
menyebabkan terjadinya kelainan multisistem pada ibu. Pada wanita dengan
penyakit mikrovaskuler, seperti hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit
kolagen, didapatkan peningkatan insiden preeklampsia; mungkin preeklampsia
ini di- dahului gangguan perfusi plasenta. (7)

20
Gambar 3.3 Patofisiologi Preeklampsia. (7)

Tekanan darah pada preeklampsia sifatnya labil. Peningkatan tekanan darah


disebab- kan adanya peningkatan resistensi vaskuler. Selain itu, didapatkan
perubahan irama sirkadian normal, yaitu tekanan darah sering kali lebih tinggi
pada malam hari disebab- kan peningkatan aktivitas vasokonstriktor simpatis,
yang akan kembali normal setelah persalinan. Hal ini mendukung penggunaan
metildopa sebagai antihipertensi. Tirah baring sering dapat memperbaiki
hipertensi pada kehamilan, mungkin karena perbaikan per- fusi uteroplasenta.
(7)

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko penting terjadinya


preeklampsia. Dislipidemia dan diabetes melitus gestasional meningkatkan
risiko preeklampsia dua kali lipat, mungkin berhubungan dengan disfungsi
endotel. (7)
Pada preeklampsia, fraksi ltrasi renal me- nurun sekitar 25%, padahal
selama kehamilan normal, fungsi renal biasanya meningkat 35-50%. Klirens
asam urat serum menurun, biasanya sebelum manifestasi klinis. Kadar asam
urat >5,5 mg/dL akibat penurunan klirens renal dan filtrasi glomerulus
merupakan penanda penting preeklampsia. (7)

21
3.1.5 Diagnosis Preeklampsia

Menurut American College of Obstetrics and Gynecology, diagnosis dibuat


jika tekanan darah >140/90 mmHg pada dua kali pengukuran disertai proteinuria
>300 mg/ hari. Edema, yang merupakan gambaran klasik preeklampsia, tidak lagi
digunakan sebagai dasar diagnosis karena sensitivitas maupun spesi sitasnya
rendah. Pada 20% kasus tidak ditemukan proteinuria ataupun hipertensi.
Pemeriksaan laboratorium, seperti tes fungsi hepar, pemeriksaan protein urin, dan
kreatinin serum dapat membantu mengetahui derajat kerusakan target organ, tetapi
tidak ada yang spesifik untuk diagnosis preeklampsia. (7)
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan
sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20
minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja,
kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan
gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak
didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis preeklampsia, yaitu:
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada preeklampsia,


dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi pemberatan
preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi

22
yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat adalah
salah satu dibawah ini : (8)
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV). (8)
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas
protein urin terhadap luaran Preeclampsia, sehingga kondisi protein urin ( lebih dari
5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan Preeclampsia (Preeclampsia berat).
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi Preeclampsia ringan, dikarenakan
setiap Preeclampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat. (8)
Proteinuria ditegakkan jika didapatkan secara kuantitatif produksi protein urin
lebih dari 300 mg per 24 jam, namun jika hal ini tidak dapat dilakukan, pemeriksaan
dapat digantikan dengan pemeriksaan semikuantitatif menggunakan dipstik urin >
1+. (8)

3.1.6 Tatalaksana Preeklampsia

Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan kejadian morbiditas maternal


seperti gagal ginjal, sindrom HELLP, angka seksio sesar, atau solusio plasenta.
Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan, serta mengurangi morbiditas

23
perinatal seperti penyakit membran hialin, necrotizing enterocolitis, kebutuhan
perawatan intensif dan ventilator serta lama perawatan. Berat lahir bayi rata – rata
lebih besar pada manajemen ekspektatif, namun insiden pertumbuhan janin
(8)
terhambat juga lebih banyak. Pemberian kortikosteroid mengurangi kejadian
sindrom gawat napas, perdarahan intraventrikular, infeksi neonatal serta kematian
neonatal. (8)

Tabel 3.4 Perawatan Ekspektatif Pada Preeklampsia Berat. (6)

24
Tabel 3.5 Kriteria teriminasi kehamilan pada Preeclampsia berat. (8)

MEDIKAMENTOSA
1. Pemberian Magnesium Sulfat Untuk Cegah Kejang
Sejak tahun 1920-an, magnesium sulfat sudah digunakan untuk eklampsia
di Eropa dan Amerika Serikat. Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada
preeklampsia adalah untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia,
serta mengurangi morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal. (8)

25
Tabel 3.6 Pemberian Magnesium Sulfat pada Preeklampsia Berat. (8)

Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah


satu mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari
otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain sebagai
antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi dan tokolitik.
Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat reseptor N-metil-D-aspartat
(NMDA) di otak, yang apabila teraktivasi akibat asfiksia, dapat menyebabkan
masuknya kalsium ke dalam neuron, yang mengakibatkan kerusakan sel dan dapat
terjadi kejang. (8)

26
Tabel 3.7 Pemberian Magnesiium Sulfat pada Preeklampsia Berat. (4)
Dosis Awal Dosis awal 4 gr MgSO4 sesuai prosedur untuk mencegah kejang
atau kejang berulang
Cara pemberian:
Ambil 4 gr larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan
larutkan dengan 10 ml akuades. Berikan larutan tersebut secara
perlahan IV selama 20 menit
Dosis Dosis rumatan 6 gr MgSO4 dalam 6 jam
rumatan Cara pemberian:
Ambil 6 gr MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan
dalam 500 ml larutan Ringer Laktat / Ringer Asetat, lalu berikan
secara IV dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam, dan
diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir (bila
eklampsia)
Syarat Tersedia Ca Glukonas 10 %
pemberian Ada reflek patella
MgSO4 Jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam
Sebelum Refleks patella positif
pemberian Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
MgSO4 Frekuensi pernapasan minimal 16 x/menit
ulangan,
periksa:
Hentikan Frekuensi pernapasan < 16 x/menit, dan atau
MgSO4 Tidak didapatkan refleks tendon patella, dan atau
bila: Terdapat oliguria (produksi urin < 0,5 ml/kgBB/jam
Jika terjadi Berikan Ca Glukonas 1 gr IV (10 ml larutan 10 %) bolusn dalam
depresi 10 menit
napas
Selama ibu dengan preeklamsia dan eklamsia dirujuk, pantau dan nilai adanya
perburukan preeklamsia. Apabila terjadi eklamsia, lakukan penilaian awal dan

27
tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan kembali MgSO4 2 gr IV perlahan (15-20
menit). Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan masih terdapat kejang, dapat
dipertimbangkan pemberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit

2. Pemberian Antihipertensi pada Preeklampsia Berat

Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi ringan -


sedang (tekanan darah 140 – 169 mmHg/90 – 109 mmHg), masih kontroversial.
European Society of Cardiology (ESC) guidelines 2010 merekomendasikan
pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥
90 mmHg pada wanita dengan hipertensi gestasional (dengan atau tanpa
proteinuria), hipertensi kronik superimposed, hipertensi gestasional, hipertensi
dengan gejala atau kerusakan organ subklinis pada usia kehamilan berapa pun. Pada
keadaan lain, pemberian antihipertensi direkomendasikan bila tekanan darah ≥
150/95 mmHg. (4,8)

Calcium Channel Blocker


Calcium channel blocker bekerja pada otot polos arteriolar dan
menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam sel.
Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberian calcium channel blocker dapat
mengurangi afterload, sedangkan efeknya pada sirkulasi vena hanya minimal.
Pemberian calcium channel blocker dapat memberikan efek samping maternal,
diantaranya takikardia, palpitasi, sakit kepala, flushing, dan edema tungkai akibat
efek lokal mikrovaskular serta retensi cairan. Nifedipin merupakan salah satu
calcium channel blocker yang sudah digunakan sejak dekade terakhir untuk
mencegah persalinan preterm (tokolisis) dan sebagai antihipertensi. Berdasarkan
RCT, penggunaan nifedipin oral menurunkan tekanan darah lebih cepat
dibandingkan labetalol intravena, kurang lebih 1 jam setelah awal pemberian.
Nifedipin selain berperan sebagai vasodilator arteriolar ginjal yang selektif dan
bersifat natriuretik, dan meningkatkan produksi urin. Dibandingkan dengan
labetalol yang tidak berpengaruh pada indeks kardiak, nifedipin meningkatkan

28
indeks kardiak yang berguna pada preeklampsia berat. Regimen yang
direkomendasikan adalah 10 mg kapsul oral, diulang tiap 15 – 30 menit, dengan
dosis maksimum 30 mg. Penggunaan berlebihan calcium channel blocker
dilaporkan dapat menyebabkan hipoksia janin dan asidosis. Hal ini disebabkan
akibat hipotensi relatif setelah pemberian calcium channel blocker.
Nikardipin merupakan calcium channel blocker parenteral, yang mulai
bekerja setelah 10 menit pemberian dan menurunkan tekanan darah dengan efektif
dalam 20 menit (lama kerja 4 -6 jam). Efek samping pemberian nikardipin tersering
yang dilaporkan adalah sakit kepala.16 Dibandingkan nifedipin, nikardipin bekerja
lebih selektif pada pembuluh darah di miokardium, dengan efek samping takikardia
yang lebih rendah. Laporan yang ada menunjukkan nikardipin memperbaiki
aktivitas ventrikel kiri dan lebih jarang menyebabkan iskemia jantung16 Dosis awal
nikardipin yang dianjurkan melalui infus yaitu 5 mg/jam, dan dapat dititrasi 2.5
mg/jam tiap 5 menit hingga maksimum 10 mg/jam atau hingga penurunan tekanan
arterial rata –rata sebesar 25% tercapai. Kemudian dosis dapat dikurangi dan
disesuaikan sesuai dengan respon.16 Efek penurunan tekanan darah pada hipertensi
berat dan efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan nikardipin dan labetalol
adalah sama, meskipun penggunaan nikardipin menyebabkan penurunan tekanan
darah sistolik dan diastolik yang lebih besar bermakna.

Beta-blocker
Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada reseptor P1
dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
terutama pada digunakan untuk jangka waktu yang lama selama kehamilan atau
diberikan pada trimester pertama, sehingga penggunaannya dibatasi pada keadaan
pemberian anti hipertensi lainnya tidak efektif.

Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat, adalah
obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita hamil dengan
hipertensi kronis. Digunakan sejak tahun 1960, metildopa mempunyai safety

29
margin yang luas (paling aman). Walaupun metildopa bekerja terutama pada sistem
saraf pusat, namun juga memiliki sedikit efek perifer yang akan menurunkan tonus
simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac output, dan aliran darah
ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping pada ibu antara lain letargi, mulut
kering, mengantuk, depresi, hipertensi postural, anemia hemolitik dan drug-induced
hepatitis.
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali
sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal dicapai 4-6 jam
setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam sebelum diekskresikan lewat
ginjal. Alternatif lain penggunaan metildopa adalah intra vena 250-500 mg tiap 6
jam sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat
melalui plasenta pada jumlah tertentu dan disekresikan di ASI

Rekomendasi pemberian Antihipertensi menurut PNPK:


- Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
- Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan diastolik
< 110 mmHg.
- Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short acting,
hidralazine danlabetalol parenteral.
- Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin,
metildopa, labetalol

Tabel 3.8 Rekomendasi Pemberian Antihipertensi pada Preeklampsia Berat. (4,8)


Nifedipin - 4 x 10 – 30 mg per oral (short acting)
- 1 x 20 – 30 mg per oral (long acting)
Keterangan: dapat menyebabkan hipoperfusi pada ibu dan janin
bila diberikan sublingual
Nikardipin 5 mg / jam, dapat dititrasi 2,5 mg / jam tiap 5 menit hingga
maksimum 10 mg / jam

30
Metildopa 2 x 250 – 500 mg per oral
(dosis maksimum 2000 mg / hari)

3.1.7 Komplikasi

Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada neonatus


berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta baik akut
maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat
kelahiran maupun sesudah kelahiran. Komplikasi yang sering terjadi pada
preklampsia berat adalah :
1. Solusio plasenta.
2. Hipofibrinogenemia.
3. Nekrosis Hati
4. Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet.
5. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa
pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan
struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal
ginjal.
6. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.
7. DIC.7

3.2 Eklampsia
3.2.1 Definisi Eklampsia
Eklampsia merupakan peristiwa terjadinya kejang pada kehamilan ≥ 20
minggu disertai atau tanpa penurunan tingkat kesadaran bukan karena epilepsi
maupun gangguan neurologi lainnya. Kejang eklampsia hampir selalu
didahuluioleh preeklampsia. Eklampsia paling sering terjadi pada trimester ketiga
dan menjadi sering saat kehamilan mendekati aterm. Eklampsia dapat terjadi pada
antepartum, intrapartum, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya terjadi
dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.

31
3.2.2 Gambaran Klinis Eklampsia
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia
dibagi menjadi ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu atau lebih
tanda dibawah ini :
1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau
lebih 2) Proteinuria 5 gr atau lebih dalam24 jam; 3+ atau 4+ pada pemetiksaan
kualitatif
3) Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4) Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5) Edema paru atau sianosis.
Pada umumnya serangan kejang didahului dengan memburuknya
preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan
penglihatan, mual keras, nyeri di daerah epigastrium, dan hiperrefleksia. Terdapat
beberapa perubahan klinis yang memberikan peringatan gejala sebelum timbulnya
kejang, adalah sakit kepala yang berat dan menetap, perubahan mental sementara,
pandangan kabur, fotofobia, iritabilitas, nyeri epigastrik, mual, muntah. Namun,
hanya sekitar 50% penderita yang mengalami gejala ini. Presentase gejala sebelum
timbulnya kejang eklampsia adaah sakit kepala yang berat dan menetap (50-70%),
gangguan penglihatan (20-30%), nyeri epigastrium (20%), mual muntah (10-15%),
perubahan mental sementara (5- 10%).
Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya
dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat
kemuadian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh,
fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang
akan terbuka dan tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada
kelopak mata, otot-otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami
kontraksi dan relaksasi secara bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini
kadang-kadang begitu hebatnya sehingga dapat mengakibatkan penderita terlempar
dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga. Lidah penderita dapat tergigit oleh karena
kejang otot-otot rahang. Fase ini dapat berlangsung sampai satu menit, kemudian
secara berangsur kontraksi otot menjadi semakin lemah dan jarang dan pada

32
akhirnya penderita tak bergerak. Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan
pernapasan berhenti. Selama beberapa detik penderita seperti meninggal karena
henti napas, namun kemudian penderita bernapas panjang dan dalam, selanjutnya
pernapasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama
ini akan diikuti dengan kejang-kejang berikutnya yang bervariasi dari kejang yang
ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus.
Setelah kejang berhenti, penderita mengalami koma selama beberapa saat.
Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi
jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang.
Namun, pada kasus-kasus yang berat, keadaan koma belangsung lama, bahkan
penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus
yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma
yang lama bahkan kematian. Frekuensi pernapasan biasanya meningkat setelah
kejang eklampsia dan dapat mencapai 50 kali per menit. Hal ini dapat menyebabkan
hiperkarbia dampai asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang
berat ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi,
apabla hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf
pusat. Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan
kadang – kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria.
Setelah persalinan urin output akan meningkat dan ini merupakan tanda awal
perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu
beberapa hari sampai dua minggu setelah persalinan apabila keadaan hipertensi
menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit vaskuler kronis.
3.2.3 Tatalaksana
a. Perawatan Eklampsia
Perawatan eklampsia adalah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital,
yang harus selalu di ingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi
dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah traum
pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, melahirkan
janin pada waktu dan tepat dan cara yang tepat.
b. Pengobatan Medikamentosa

33
- Obat anti kejang
Obat antikejang yang menjadi pilihan utama adalah magnesium sulfat.
Bila dengan obat jenis ini kejang masih sukar diatasi dapat dipakai obat
jenis lain misalnya tiopental. Diazepam dipakai untuk alternatif pilihan,
pemberian diazepam hanya oleh orang yang berpengalaman.
c. Pengobatan Obstetrik
Sikap terhadap kehamilan dengan eklampsia harus segera diakhiri, tanpa
memandang umur kehamilan. Persalinan harus dilakukan dalam 6 jam
sejak gejala eklampsia muncul. Jika terjadi gawat janin atau persalinan
tidak dapat terjadi dalam 6 jam maka dilakukan Sectio Caesar.
3.2.4 Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian perbaikan, maka gejala
perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilan diakhiri. Segera setelah
persalinan berakhir, perubahan patofisiologik akan segera mengalami
perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini
merupakan tanda prognosis yang baik, karena dalam hal ini merupakan
gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah akan kembali ke normal
beberapa jam kemudian. Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan
berikutnya
Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis
eklampsia. Kriteria Eden antara lain:
1. koma yang lama (prolonged coma)
2. nadi diatas 120
3. suhu 39,4° C atau lebih
4. tekanan darah di atas 200 mmHg
5. konvulsi lebih dari 10 kali
6. proteinuria 10 g atau lebih
7. tidak ada edema, edema menghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke
kelas ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis
akan lebih buruk. Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara

34
berkembang disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan masa
antenatal dan natal. Penderita eklampsia sering datang terlambat sehingga
terlambat memperoleh pengobatan yang tepat dan cepat. Biasanya
preeklampsia dan eklampsia murni tidak menyebabkan hipertensi menahun.

BAB IV

ANALISIS KASUS

Kasus Teori dan pembahasan


- Pasien kiriman dari Puskesmas Ciri yang menonjol dari PEB dan Eklampsia yaitu:
Bumijawa dengan diagnosis rujukan  Gangguan liver : adanya nyeri di daerah epigastrik /
G1P0A0 hamil 39 minggu 5 hari regio kanan atas abdomen
dengan PEB.  Edema Paru : Sesak nafas
- Pasien datang dengan keluhan tensi  Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala,
tinggi dan sakit kepala sejak 1 hari gangguan visus
SMRS.  Kejang atau koma
- Saat di rumah sakit, pasien mengeluh
pusing bertambah dan pandangan Berdasarkan dari hasil anamnesis pasien didapatkan
buram. Kemudian pasien kejang. gejala utama dari PEB yaitu gejala neurologis berupa
- Kejang 1x, selama ± 5 menit, tubuh sakit kepala dan gangguan visus, sedangkan gejala dari
pasien kaku dan tidak sadarkan diri eklampsia adalah kejang hal ini sesuai dengan teori.
Pemeriksaan Fisik :
 Composmentis ‑ Pada umumnya serangan kejang didahului dengan
 TD: 140/100 mmHg memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala-
 N: 90 x/menit gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan
 S: 36,5° C penglihatan, mual keras, nyeri di daerah epigastrium,
 P: 20 x/menit dan hiperrefleksia. Terdapat beberapa perubahan
klinis yang memberikan peringatan gejala sebelum
35
 TB: 160 cm BB: 60 kg timbulnya kejang, adalah sakit kepala yang berat dan
IMT : 23,3 kg/m2 menetap, perubahan mental sementara, pandangan
kabur, fotofobia, iritabilitas, nyeri epigastrik, mual,
Status Generalis muntah. Namun, hanya sekitar 50% penderita yang
 Dalam batas normal mengalami gejala ini
Pemeriksaan Obstetri
 TFU:31 cm, DJJ: 146 x/menit,  Etiologi dan Faktor resiko terjadinya PEB
 His: - dan Eklampsia:
 TBJ : 2945 gram  Usia ibu -> usia remaja dan kehamilan pada
 Palpasi wanita di atas 35 tahun
- Leopold I : Bagian fundus  Primigravida
teraba1 bagian bulat, lunak,  Riwayat preeklampsia sebelumnya
tidak melenting, kesan Bokong  Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara
- Leopold II : Teraba agak perempuan
rata, keras seperti papan  Kegemukan
dibagian kanan Ibu kesan  Kehamilan Ganda
punggung,teraba bagian kecil  Riwayat DM, Hipertensi dan Penyakit
lunak di bagian kiri ibu kesan Ginjal
ekstremitas
- Leopold III : Teraba bagian Berdasarkan pada kasus pasien memiliki faktor resiko
keras, bulat, melenting di yang dapat menyebabkan PEB dan Eklampsia yaitu,
bagian bawah, kesan kepala usia remaja dan primigravida.
- Leopold IV:Konvergen (kepala  Pasien merupakan seorang wanita muda yang masih
belum masuk PAP) berusia 19 tahun yang datang dengan eklampsia
Status Ginekologi antepartum. Eklampsia antepartum sering kali terjadi
 Inspeksi vulva-uretra-vagina : pada wanita muda yang baru pertama kali hamil.
Tidak dilakukan saat Berhan dan Endeshaw telah mendemonstrasikan
pemeriksaan. analisis yang menunjukkan bahwa eklampsia
 VT : Tertutup, 0%, hodge I, prepartum atau disebut eklampsia antepartum lebih
Tebal Kaku, Posterior sering terkena pada wanita nulipara dan wanita
Pemeriksaan lab : muda. Sedangkan pada wanita dewasa dan multipara
 Golongan darah A, rhesus +, lebih sering terjadi eklampsia postpartum
hemoglobin (11,5), ertitrosit
(4,5), trombosit (288), Pemeriksaan fisik PEB
hematokrit (34)
 Protein urin +2  Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan
 Creatinin Mg/dl diastolik 110 mmHg atau lebih
 SGPT 13 U/L  Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
 SGOT 0 U/L  Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau
 HBsAg (0,0) didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada
kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
 Gangguan liver : peningkatan konsentrasi
transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri di
daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
 Edema Paru

36
 Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala,
gangguan visus
 Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda
gangguan sirkulasi uteroplasenta :
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)
 Protein Urin secara kuantitatif 300 mg per 24 jam,
atau semikuantitatif menggunakan dipstik urin > 1+
 Kejang atau koma
Menurut hasil pemeriksaan yang didapatkan pada
pasien ini, pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum yang sakit kepala dan gangguang penglihatan
serta kejang, dan hasil laboratorium menunjukkan

Tatalaksana :  Perjalanan klinis preeklampsia berat sering ditandai


Sikap Obstetri dengan penurunan kondisi ibu dan janin yang
 Terminasi kehamilan progesif jika persalinan tidak disegerakan. Dalam
Tatalaksana Medikamentosa kepentingan ibu hamil dan janinnya, persalinan
 IVFD RL 20 tpm direkomendasikan ketika usia kehamilan 34 minggu
 MgSO4 4gr selama 5-10 menit atau lebih. Selain itu, persalinan segera merupakan
pilihan yang paling aman bagi ibu dan janinnya
 Nifedipin 3x10 mg ketika terdapat bukti adanya edema paru, gagal
ginjal, abruptio plasenta, trombositopenia berat,
Tatalaksana Non-Medikamentosa gejala serebral persisten, status kesejahteraan janin
 Tirah baring tidak terjamin atau kematian janin tanpa memandang
 Pengawasan KU, TD, N, P, S, usia kehamilan pada ibu hamil dengan preeklampsia
DJJ, His, Tanda inpartu berat yang usia kehamilannya kurang dari 34
minggu.
 Penatalaksanaan pada plasenta previa dapat dibagi dalam
2 golongan, yaitu:
 Ekspektatif
- Manajemen ekspektatif adalah semua usaha
menunda persalinan untuk pemberian kortikosteroid
antenatal bertujuan untuk memperbaiki luaran
perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal
serta memperpanjang kehamilan tanpa
membahayakan ibu. Perawatan ekspektatif meliputu
perawatan dalam rumah sakit dengan kortikosteroid
untuk pematangan paru janin, MgSO4, obat
antihipertensi serta pemantauan ketat ibu dan janin
untuk mengidentifikasi indikasi persalinan.

37
Terapi aktif

Terminasi kehamilan dilakukan jika Usia kehamilan >


37 mgg atau usia >34 minggu dengan persalinan ketuban
pecah, perburukan kondisi ibu dan janin, pertumbuhan
janin terhambat dan solusio plasenta.

Medikamentosa:
 MgSO4
Dosis awal 4 gr MgSO4 sesuai prosedur untuk
mencegah kejang atau kejang berulang
Cara pemberian:
Ambil 4 gr larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4
40%) dan larutkan dengan 10 ml akuades. Berikan
larutan tersebut secara perlahan IV selama 20 menit
 Antihipertensi
Nifedipin:
4 x 10 – 30 mg per oral (short acting)
1 x 20 – 30 mg per oral (long acting)
Keterangan: dapat menyebabkan hipoperfusi pada
ibu dan janin bila diberikan sublingual
Metildopa:
2 x 250 – 500 mg per oral
(dosis maksimum 2000 mg / hari)

-Sikap terhadap kehamilan dengan eklampsia harus segera


diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan
harus dilakukan dalam 6 jam sejak gejala eklampsia muncul.
Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi
dalam 6 jam maka dilakukan Sectio Caesar.

38
BAB V

KESIMPULAN

Penyebab utama kematian maternal Penyebab utama kematian ibu di Indonesia


pada umumnya adalah komplikasi kehamilan/persalinan yaitu perdarahan (42%),
eklampsi/preeklampsi (13%), abortus (11%), infeksi (10%), partus lama/persalinan
macet (9%) dan penyebab lain (15%). Di negara maju angka kejadian preeklampsia
berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%. Sedangkan angka kematian ibu yang
diakibatkan preeklampsia dan eklampsia di negara berkembang masih tinggi.
Preeklampsia salah satu sindrom yang dijumpai pada ibu hamil di atas 20 minggu
terdiri dari hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa edema. (1,2)
Diagnosis preeklampsia dibuat jika tekanan darah >140/90 mmHg pada dua
kali pengukuran disertai proteinuria >300 mg/ hari. Edema, yang merupakan gambaran
klasik preeklampsia, tidak lagi digunakan sebagai dasar diagnosis karena sensitivitas
maupun spesi sitasnya rendah. Pada 20% kasus tidak ditemukan proteinuria ataupun
hipertensi. Pemeriksaan laboratorium, seperti tes fungsi hepar, pemeriksaan protein
urin, dan kreatinin serum dapat membantu mengetahui derajat kerusakan target organ,
tetapi tidak ada yang spesifik untuk diagnosis preeklampsia.
Eklampsia merupakan peristiwa terjadinya kejang pada kehamilan ≥ 20 minggu
disertai atau tanpa penurunan tingkat kesadaran bukan karena epilepsi maupun
gangguan neurologi lainnya. Kejang eklampsia hampir selalu didahuluioleh
preeklampsia. Eklampsia paling sering terjadi pada trimester ketiga dan menjadi sering
saat kehamilan mendekati aterm. Eklampsia dapat terjadi pada antepartum,
intrapartum, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya terjadi dalam waktu 24
jam pertama setelah persalinanPada pasien ini
Ny. N ditetapkan diagnosis G1P0A0 39 tahun, hamil 39 minggu 5 hari J1HIU
Preskep belum inpartu dengan PEB, karena berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan penunjang didapatkan gejala dan tanda khas dari PEB, yaitu sakit kepala, protein

39
urin +2 dan kejang. Faktor resiko PEB dan Eklampsia pada pasien adalah Primigravida
dan usia muda. Tatalaksana pada pasien ini dilakukan terminasi kehamilan secara
abdominal atas indikasi menghindari kejang berulang, dan medikamentosanya adalah
MgSO4 4 gr sebagai anti kejang dan Nifedipin 3x10 mg sebagai antihipertensi

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Trianingsih I, Mardiyah D, Duarsa ABS. Faktor yang berpengaruh pada


timbulnya kejadian plasenta previa. Jurnal Kedokteran Yarsi. 2015;23(2):103-
113
2. Kartika SD, Brahmadhi A. Hubungan antara multiparitas terhadap terjadinya
perdarahan antepartum di RSIA Aprillia Cilacap. Jurnal Saintek.
2016;13(2):12-21
3. Weldimira V. Wanita usia 36 Tahun, Hamil 35 minggu dengan plasenta previa
dan janin letak lintang. Jurnal Unila. 2015;4(2)
4. Londok THM, Lengkong RA, Suparman E. Karakteristik perdarahan
antepartum dan perdarahan post partum. Jurnal e-Biomedik.2013;1(1):614-620
5. Yeni CM, Hutagalung MB, Eljatin DS, Bsar AA. Plasenta previa totalis pada
primigravida:sebuah tinjaun kasus. Jurnal Kedokteran syiah kuala. 2017;17(1)
6. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2016:495-503
7. Vedy HI, Ramadhian R. Multigravida hamil 40 minggu dengan HAP (
Hemorrhage antepartum) e.c plasenta previa totalis. Jurnal Medula
Unila.2017;7(2)
8. F.G Cunningham, KJ. Leveno,SL. Bloom. Obstetri Williams. Edisi 23. Jakarta:
EGC;2009.808-811
9. Oppenheimer L, Armson A, Farine D, Keenan-Lindsay L, Morin V, Pressey T,
et al. Diagnosis and management of placenta previa. J Obstet Gynaecol Can
2007; 29(3):261-6.
10. Hanafiah TM. Plasenta previa. Jurnal USU [internet]. 2004 [diakses tanggal
17 Maret i 2019]. Tersedia dari: http://www.library.usu.ac.id/download
/fk/obstetri-tmhanafiah2.pdf

41
11. Rudra A, Chatterjee S, Sengupta S, Wankhede R, Nandi B, Maitra G, et al.
Management of obstetric hemmorrhage. Middle East J anesth. 2010; 20(4)
12. Sibai BM. Diagnosis, prevention, and management of eclampsia.Obstet
Gynecol. 2005 Feb. 105(2): p402-10
13. Rambulangi J, Ong T. Preeklampsia dan Eklampsia In: Rangkuman Protap
Obgyn Unhas: 2010 11.
14. Galan, H. et al. Obstetrics Normal and Problem Pregnancies USA: Elsevier:
2007

42

Anda mungkin juga menyukai