PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili Flaviviridae.
DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau
Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh
Demamberdarahmerupakaninfeksiarboviraltercepat yang
munculdisebarkanolehnyamukAedesaegyptidengankonsekuensikesehatanmasyarakat yang
100.357 kasusdenganjumlahkematian 907 orang (Incidence Rate (IR)± 39,8 per 100.000
sebesar 204,22, Kalimantan Timursebesar135,46, dan Kalimantan Utara sebesar 128,51 per
cenderungmeningkatdansemakinluaspenyebarannyasertaberpotensimenimbulkan kejadian
luar biasa(KLB). ABJ di Provinsi Lampung padatahun 2014 berjumlah 48%, yang
Lampung. CFR tertinggiada diKabupaten Mesuji (25%) dan di ikuti Kota Bandar Lampung
(5,9%) (DinkesProvinsi Lampung, 2015). Menurut Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung
di Kota Bandar Lampung sendiritampak yang sakitkarena DBD (incident rate) tahun 2014
Lampung, 2015).
yang tidakterdeteksi.
Pada penelitian Utami dan Yasa pada tahun 2013 di Rumah Sakit Bhayangkara
Trijata didapatkan pasien DBD derajat I sebanyak 78,1 % dan pasien DBD derajat II
sebanyak 21,9 %, tetapi pada penelitian ini tidak ditemukan pasien DBD derajat III dan IV.
Pada penelitian Sari 2012 di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
didapatkan pasien DBD derajat I sebanyak 24,49 %, derajat II 73,47 %, dan derajat III 2,04
penderita DBD baik secara klinis maupun laboratorium. Parameter laboratorium yang
dijadikan acuan adalah kadar trombosit dan hematokrit. Kadar hematokrit dan trombosit
adalah parameter untuk menilai kondisi penderita DBD sebagai acuan untuk penatalaksanaan
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyatakan dalam persen) eritrosit dalam 100 ml
darah lengkap. Nilai hematokrit akan meningkat (hemokonsentrasi) karena peningkatan kadar
sel darah, misalnya pada kasus DBD. Hal ini disebabkan kebocoran plasma ke ruang
ekstravaskular disertai efusi cairan serosa melalui kapiler yang rusak. Sebaliknya kadar
hematokrit akan menurun (hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau peningkatan
Berdasarkan penelitian Elindra dkk pada tahun 2015 di Bandung, menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang kuat pada kadar hematokrit dengan derajat penyakit DBD.
DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya kebocoran plasma, sehingga perlu
al, 2015). Pada penelitian Syumarta dkk di Padang tahun 2014, menyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan bermakna antara nilai hematokrit dengan derajat klinik DBD (Syumarta et
al., 2014). Pada penelitian Widyanti tahun 2014 di Rumah Sakit Sanglah Denpasar Bali,
Berdasarkan data
dengan Derajat Klinis Penyakit DemamBerdarah Dengue (DBD) pada Pasien Dewasa di
Desember2016.
1.2 RumusanMasalah
Berdasarkanuraianpadalatarbelakangmasalah di
atasmakapenelitimerumuskanmasalahdalampenelitianiniadalahsebagaiberikut: Apakah
1.3 TujuanPenelitian
1.3.1 TujuanUmum
b. Mengetahui nilai rerata kadar hematokrit pada DBD dewasa di RSPBAH Bandar
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 20-23 Maret 2017 dengan
melihat data rekam medik di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada (RSPBAH)
Bandar Lampung pada pasien DBD dewasa (18-45 tahun) periode Januari-Desember 2016,
diperoleh 41 orang pasien demam berdarah dengue yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
tabel distribusi frekuensi sampel penelitian, kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat
yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Diketahui data derajat klinis DBD merupakan data berdistribusi tidak normal sehingga uji
bivariat pada penelitian ini menggunakan uji non parametrik yakniuji korelasi Spearman.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) di
RSPBAHBandar Lampung Periode Januari-Desember 2016
18-25 18 43,9
26-35 12 29,3
36-45 11 26,8
Jumlah 41 100
dengue adalah usia 18-25 tahun sebanyak 18 orang (43,9%), disusul kelompok 26-35
tahun sebanyak 12 orang (29,3%), selanjutnya usia 36-45 tahun sebanyak 11 orang
(26,8%).
Laki-Laki 22 53,7
Perempuan 19 46,3
Jumlah 41 100
adalah laki-laki berjumlah 22 orang (53,7%), dan sebanyak 19 orang (46,3%) adalah
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Derajat Klinis Pasien Demam Berdarah Dengue
(DBD) di RSPBAH Bandar Lampung PeriodeJanuari-Desember 2016
Derajat Frekuensi Persentase %
Be
Klinis
rdasarkan
DBD I 22 53,7
DBD derajat III sebanyak 4orang (9,8%) dan derajat IV serta DD sebanyak 2 orang
(4,9%).
Mi M M Std.
n
nimum aximum ean Deviation
He 4 5
35 59 7,476
matokrit 1 0,05
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui nilai rata-rata dari kadar hematokrit pada
pasien demam berdarah dengue (DBD) di RSPBAH Bandar Lampung adalah 50,05%
statistik yang akan digunakan yaitu statistik parametrik untuk data berdistribusi
nilai Sig = 0,055, karena nilai Sig > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
2. Pengujian normalitas terhadap data derajat klinis pada pasien demam berdarah
nilai Sig = 0,01, karena nilai Sig < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
normal maka digunakan uji korelasi non-parametrik yakni uji korelasi Spearman
mengetahui hubungan antara variabel independen dan dependen, maka dapat dilihat
Tabel 4.6 Hubungan antara Kadar Hematokrit dengan Derajat Klinis Pasien Dewasa
Demam Berdarah Dengue (DBD) di RSPBAH periode Januari-Desember
2016
Kadar Hematokrit
N r p-value
Derajat 0,28
41 0,073
klinis DBD 3
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa nilai dari uji korelasi Spearman
signifikansi 0.073 (p-value>0,05) yang berarti hasilsecara statistik tidak ada hubungan
yang bermakna antara kadar hematokrit dengan derajat klinis penyakit Demam
4.2 Pembahasan
Infeksi dengue merupakan suatu penyakit sistemik yang memiliki spektrum klinik
yang luas. Beberapa faktor resiko untuk terjadinya infeksi dengue diantaranya adalah usia,
jenis kelamin, genetika dan faktor lingkungan (Widoyono, 2011). Dari hasil penelitian
diperoleh usia terbanyak yang menjadi sampel pada penelitian ini rentan usia 18-25 sebanyak
18 orang (43,9%). Usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap
infeksi dengue. Pada awal terjadinya wabah suatu negara, distribusi umur memperlihatkan
jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun. Namun pada
wabah – wabah selanjutnya, jumlah penderita yang digolongkan dalam golongan usia dewasa
muda meningkat (Valentino, 2012). Pada penelitian yang dilakukan oleh Syumarta Y pada
tahun 2013 menyatakan bahwa usia terbanyak yang terinfeksi dengue adalah usia 15-20
tahun (Syumarta, 2014). Perbedaan hasil yang didapatkan ini disebabkan karena perbedaan
kelompok usia sampel yang diambil dan jumlah sampel yang ada.
Jenis kelamin merupakan salah satu karakteristik orang yang dapat mempengaruhi
terjadinya suatu penyakit. Jenis kelamin sangat berkaitan dengan sifat keterpaparan dan
tingkat kerentanan suatu penyakit (Wahyuni & Sabir, 2011). Berdasarkan hasil penelitian ini
diperoleh informasi bahwa jenis kelamin responden dengan distribusi terbanyak adalah laki-
laki sebanyak 22 orang (53,7%) dan distribusi terendah adalah perempuan sebanyak 19 orang
(46,3%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Valentino tahun 2012 yang menyatakan
laki-laki lebih banyak terkena DBD (59,6%) sedangkan perempuan (40,4%). Hal ini
disebakan oleh laki-laki lebih banyak memiliki aktivitas dan juga kebanyakan aktivitas dari
laki-laki berada diluar rumah sehingga lebih rentan terkena gigitan nyamuk Aedes aegypti
(Rohmah, 2017).
Data pada tabel 4.3 mengenai distribusi frekuensi derajat klinis Pasien DBD Dewasa
di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada didapatkan pasien dengan derajat I
sebanyak 22 orang (53,7%), derajat II sebanyak 13 orang (31,7), derajat III sebanyak 4 orang
(9,8%), dan derajat IV sebanyak 2 orang (4,9%). Hal ini sejalan dengan penelitian Wahyudi
tahun 2014 bahwa terdapat lebih banyak pasien dengan derajat I dan derajat II, dan hanya
sedikit pasien dengan derajat III dan derajat IV. Hal ini disebabkan karena pasien sudah
datang ke rumah sakit sebelum jatuh ke keadaan yang lebih parah untuk mendapatkan
pertolongan. Menurut kriteria derajat klinis, derajat III dan IV sudah termasuk dalam kondisi
SSD (Syndrom Shock Dengue). Karena menurut teori demam berdarah dengue juga perlu
dirujuk atau diberikan perhatian khusus jika terjadi keadaan perdarahan masif, trombosit
terus menurun sampai < 50.000/mm3, dengan pemberian cairan tetap terjadi perburukan
kondisi klinis, dan terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim, seperti kejang,
penurunan kesadaran, dan lainnya (WHO, 2011). Penelitian ini tidak sejalan dengan teori.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor tingkat pengetahuan masyarakat yang sudah
baik. Ketika sudah banyak ditemukan kasus penyakit demam berdarah dengue masyarakat
akan lebih waspada dan jika ditemukan gejala segera membawa ke rumah sakit.
pasien DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadiya kebocoran plasma, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala (Agustina, 2009). Dari penelitian ini
menunjukkan angka rata-rata dari kadar hematokrit pada responden sebesar 50,05%.Dengan
uji korelasi spearman didapatkan nilai p= 0,073 yang berarti tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara kadar hematokrit dengan derajat klinis penyakit demam berdarah dengue
(DBD). Hal yang sama juga didapatkan dari penelitian Widyantipada tahun 2014 yang
menyatakan bahwa nilai hematokrit tidak berhubungan dengan derajat klinis DBD dengan
nilai p> 0,05 dan r = 0,173 (Widyanti, 2014). Penelitian lain juga dilakukan oleh Syumarta
ditahun 2014 yang menunjukan hal yang sama dimana di dapatkan nilai r=0,059 yang berarti
kekuatan hubungan yang sangat lemah dengan arah hubungan positif dan nilai p> 0,05 yang
berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara hematokrit dengan derajat klinis DBD
hal ini dikarenakan pada penelitian ini sedikit ditemukan pasien dengan derajat klinis III dan
Menurut penelitian Widyanti pada tahun 2014 peningkatan hematokrit terjadi pada
semua kasus DBD, khususnya pada syok. Namun untuk menilai hemokonsentrasi yaitu
kenaikan ≥ 20%, sulit untuk dipastikan hanya dengan nilai hematokrit tunggal sehingga
diagnosis dari hemokonsentrasi sering bersifat retrospektif, selain itu seringkali sulit untuk
menghitung hemokonsentrasi pada pasien DBD karena umumnya sulit untuk melakukan
Complete Blood Count (CBC) rutin, disamping dari adanya intervensi dokter selama
perjalanan penyakit seperti memberikan cairan intravena dapat mengubah nilai hematokrit
dan demikian hanya dengan hemokonsentrasi (Wahyudi, 2014). Sedangkan pada penelitian
Rasyada banyak pasien DBD yang memiliki kadar hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD. Parameter kebocoran plasma sebagian diagnosis DBD menurut WHO tidak
hanya peningkatan nilai hematokrit saja, namun penurunan nilai hematokrit > 20% setelah
Peningkatan permeabilitas vaskuler yang disebabkan oleh meningkatnya kadar C3a dan C5a
kenaikan kadar hematokrit. Efusi pleura dan asites yang terjadi merupakan salah satu contoh
akibat yang terjadi dari adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah akibat kebocoran
yang terus – menerus dan tidak teratasi dengan baik menyebabkan volume plasma menjadi
berkurang yang dapat menyebabkan syok hipovolemik dan kegagalan sirkulasi yang pada
Jumlahtrombositpadapasieninfeksi dengue
mengalamipenurunanpadahariketigasampaihariketujuhdanmencapai normal
kembalipadaharikedelapanatausembilan.Trombositopeniapadainfeksi dengue
bermakna antara jumlah trombosit dengan derajat klinik infeksi dengue, dimana semakin
rendah jumlah trombosit maka semakin parah derajat kliniknya (Syumarta, 2014).
secaralangsungataupunkarenamekanismetidaklangsungmelaluiproduksisitokin-
terdapat hubungan positif bermakna antara jumlah leukosit dengan derajat klinik infeksi
dengue, dimana semakin tinggi jumlah leukosit berarti semakin parah derajat kliniknya
(Valentino, 2012).
bermaknadengannilaicorrelation coefficient
0,342dimanasemakinmeningkatjumlahlimfositnyasemakinmeningkatpula
padademamberdarahdengue. Didugahalinikarenaresponimunologiklimfosit
1. Kurangnya sampel pada derajat III dan derajat IV sehingga sedikit mempengaruhi
hasil penelitian
2. Tidak dapat menghindari pengaruh cairan yang dikonsumsi pasien secara oral
3. Kurangnya kelengkapan data pada lembar rekam medik
BAB III
5.1 Kesimpulan
1. Distribusi frekuensi derajat klinis Demam Berdarah Dengue (DBD) di Rumah Sakit
2. Nilai rerata kadar hematokrit pada Demam Berdarah Dengue (DBD) pada pasien
3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar hematokrit dengan derajat
klinis penyakit demam berdarah dengue (DBD) pada pasien dewasa di Rumah Sakit
diagnosa infeksi DBD adalah pemeriksaan trombosit, leukosit, limfosit, selain itu juga