Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili Flaviviridae.

DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau

Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh

kelompok umur (Kemenkes RI, 2015).

Demamberdarahmerupakaninfeksiarboviraltercepat yang

munculdisebarkanolehnyamukAedesaegyptidengankonsekuensikesehatanmasyarakat yang

utamabagijutaan orang di seluruhdunia. Dari 2,5 miliar orang di duniaberisikoterkenademam

dengue, dandemamberdarah dengue, dandapatlebihparahsyokdemamberdarah dengue,

darijumlah yang berisikoterkena DBD ini, setengahdarijumlahnyasekitar 1,3 miliar (52%)

terdapat di Asia Tenggara. Diperkirakan 500.000 orang dengan DBD

membutuhkanpelayananRumahSakitsetiaptahunnya. Dari jumlahtersebutsekitar 2,5%

meninggaldunia. Di Asia Tenggara kasus DBD terberatterdapat di Thailand, Indonesia, dan

Myanmar (WHO, 2011).

Di Indonesia padatahun 2014 jumlahpenderita DBD yang dilaporkansebanyak

100.357 kasusdenganjumlahkematian 907 orang (Incidence Rate (IR)± 39,8 per 100.000

pendudukdanCase Fatality Rate (CFR) ± 0,9%). Target Rencana Strategi

(Renstra)KementerianKesehatanuntukangkakesakitan DBD tahun 2014 sebesar< 51 per

100.000 penduduk, dengandemikian Indonesia telahmencapai target Renstra 2014.

Meskipundemikian di Indonesia masihterdapatprovinsi-provinsidenganjumlahangkakesakitan


yang masihtinggi. Provinsidenganangkakesakitan DBD tertinggitahun 2014 yaitu Bali

sebesar 204,22, Kalimantan Timursebesar135,46, dan Kalimantan Utara sebesar 128,51 per

100.000 Penduduk. Di Bandar Lampung sendiriangkakesakitan DBD sejumlah 16,52 per

100.000 penduduk. Indikator lain yang digunakanuntukupayapengendalianpenyakit DBD

yaituangkabebasjentik (ABJ). Sampaitahun 2014 ABJ secaranasionalbelummencapai target

program yang sebesar> 95%. ABJ di Indonesia padatahun 2014

mengalamipenurunansecarasignifikanmenjadi 24,06% (Kemenkes RI, 2015).

Di Provinsi Lampung kasus DBD

cenderungmeningkatdansemakinluaspenyebarannyasertaberpotensimenimbulkan kejadian

luar biasa(KLB). ABJ di Provinsi Lampung padatahun 2014 berjumlah 48%, yang

berartimasihberadadibawah target program nasional. Distribusidari angkakesakitan (IR) DBD

di Kabupaten/Kota terlihatbahwaangkakesakitantertinggiada di Kota Metro dan Kota Bandar

Lampung. CFR tertinggiada diKabupaten Mesuji (25%) dan di ikuti Kota Bandar Lampung

(5,9%) (DinkesProvinsi Lampung, 2015). Menurut Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung

di Kota Bandar Lampung sendiritampak yang sakitkarena DBD (incident rate) tahun 2014

tercatat 35,5 per 100.000 penduduk. Penyakit BDB

tersebuttelahmenyebarluaskeseluruhwilayahPuskesmas yang berada di Kota Bandar

Lampung. Kasustertinggi DBD didapatkanpadaPuskesmasRajabasa (Dinkes Bandar

Lampung, 2015).

Pembagianderajatklinisinfeksi virus dengue ditentukanberdasarkankriteria WHOtahun

2011, yaituDemam Dengue adalahdemamdisertai minimal dengan 2 gejala, yaitusakitkepala,

nyeri retro-orbital, nyeriotot, nyerisendi/tulang, ruam,

manifestasiperdarahandantidakadatandaperembesan plasma, Derajat I

dengangejala,demamdanmanifestasiperdarahan (ujibendungpositif) dantandaperembesan

plasma, Derajat II dengangejala,sepertiderajat I ditambahperdarahspontan, Derajat III


dengangejala, sepertiderajat I dan II ditambahkegagalansirkulasi (nadilemah, hipotensi,

gelisah, diuresis menurun), Derajat IV dengangejala, syokhebatdengantekanandarahdannadi

yang tidakterdeteksi.

Pada penelitian Utami dan Yasa pada tahun 2013 di Rumah Sakit Bhayangkara

Trijata didapatkan pasien DBD derajat I sebanyak 78,1 % dan pasien DBD derajat II

sebanyak 21,9 %, tetapi pada penelitian ini tidak ditemukan pasien DBD derajat III dan IV.

Pada penelitian Sari 2012 di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

didapatkan pasien DBD derajat I sebanyak 24,49 %, derajat II 73,47 %, dan derajat III 2,04

%. Pada penelitian ini tidak didapatkan pasien DBD derajat IV.

World Health Organization (WHO) telah memberikan kriteria untuk mendiagnosa

penderita DBD baik secara klinis maupun laboratorium. Parameter laboratorium yang

dijadikan acuan adalah kadar trombosit dan hematokrit. Kadar hematokrit dan trombosit

adalah parameter untuk menilai kondisi penderita DBD sebagai acuan untuk penatalaksanaan

pasien (Jaya, 2008).

Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyatakan dalam persen) eritrosit dalam 100 ml

darah lengkap. Nilai hematokrit akan meningkat (hemokonsentrasi) karena peningkatan kadar

sel darah, misalnya pada kasus DBD. Hal ini disebabkan kebocoran plasma ke ruang

ekstravaskular disertai efusi cairan serosa melalui kapiler yang rusak. Sebaliknya kadar

hematokrit akan menurun (hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau peningkatan

kadar plasma darah (Rasyadaet al., 2014).

Berdasarkan penelitian Elindra dkk pada tahun 2015 di Bandung, menyatakan bahwa

terdapat hubungan yang kuat pada kadar hematokrit dengan derajat penyakit DBD.

Peningkatan kadar hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai pada pasien

DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya kebocoran plasma, sehingga perlu

dilakukan pemeriksaan hematokrit berkala. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit


≥ 20% mencerminkan peningkatan permeabelitas kapiler dan perembesan plasma (Elindraet

al, 2015). Pada penelitian Syumarta dkk di Padang tahun 2014, menyatakan bahwa tidak

terdapat hubungan bermakna antara nilai hematokrit dengan derajat klinik DBD (Syumarta et

al., 2014). Pada penelitian Widyanti tahun 2014 di Rumah Sakit Sanglah Denpasar Bali,

menyatakan bahwa hematokrit tidakmemiliki hubungan yang bermakna dengan derajat

keparahan DBD (Widyanti, 2016).

Berdasarkan data

tersebutpenelititertarikuntukmengadakanpenelitiantentangHubungan Kadar Hematokrit

dengan Derajat Klinis Penyakit DemamBerdarah Dengue (DBD) pada Pasien Dewasa di

RumahSakitPertaminaBintang Amin Husada (RSPBAH) Bandar Lampung PeriodeJanuari –

Desember2016.

1.2 RumusanMasalah

Berdasarkanuraianpadalatarbelakangmasalah di

atasmakapenelitimerumuskanmasalahdalampenelitianiniadalahsebagaiberikut: Apakah

Terdapat Hubungan Kadar Hematokrit dengan Derajat Klinis Penyakit DemamBerdarah

Dengue (DBD) Pada Pasien Dewasa di RumahSakitPertaminaBintang Amin Husada

(RSPBAH) Bandar Lampung PeriodeJanuari – Desember2016.

1.3 TujuanPenelitian

1.3.1 TujuanUmum

MengetahuiHubungan Kadar Hematokrit dengan Derajat Klinis Penyakit

DemamBerdarah Dengue (DBD) pada Pasien Dewasa di RumahSakitPertaminaBintang

Amin Husada (RSPBAH) Bandar Lampung PeriodeJanuari – Desember2016.


1.3.2 TujuanKhusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi derajat klinis pasienDBD dewasa

diRSPBAHBandar Lampung Periode Januari – Desember 2016.

b. Mengetahui nilai rerata kadar hematokrit pada DBD dewasa di RSPBAH Bandar

Lampung Periode Januari – Desember 2016.

c. Mengetahuihubungan kadar hematokrit dengan derajat klinis DBD pada pasien

dewasa diRSPBAH Bandar Lampung PeriodeJanuari – Desember2016.


BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 20-23 Maret 2017 dengan

melihat data rekam medik di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada (RSPBAH)

Bandar Lampung pada pasien DBD dewasa (18-45 tahun) periode Januari-Desember 2016,

diperoleh 41 orang pasien demam berdarah dengue yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi.

Data penelitian diolah dengan menggunakan analisis univariat untuk menjabarkan

tabel distribusi frekuensi sampel penelitian, kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat

yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Diketahui data derajat klinis DBD merupakan data berdistribusi tidak normal sehingga uji

bivariat pada penelitian ini menggunakan uji non parametrik yakniuji korelasi Spearman.

4.1.1 Analisis Univariat

a. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) di
RSPBAHBandar Lampung Periode Januari-Desember 2016

Usia (tahun) Frekuensi Persentase %

18-25 18 43,9

26-35 12 29,3

36-45 11 26,8

Jumlah 41 100

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui kelompok terbanyak yang terinfeksi virus

dengue adalah usia 18-25 tahun sebanyak 18 orang (43,9%), disusul kelompok 26-35
tahun sebanyak 12 orang (29,3%), selanjutnya usia 36-45 tahun sebanyak 11 orang

(26,8%).

b. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.2Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Demam Berdarah Dengue


(DBD) di RSPBAH Bandar Lampung Periode Januari-Desember 2016

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase %

Laki-Laki 22 53,7

Perempuan 19 46,3

Jumlah 41 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui pasien demam berdarahdengue terbanyak

adalah laki-laki berjumlah 22 orang (53,7%), dan sebanyak 19 orang (46,3%) adalah

pasien berjenis kelamin perempuan.

c. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Derajat Klinis

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Derajat Klinis Pasien Demam Berdarah Dengue
(DBD) di RSPBAH Bandar Lampung PeriodeJanuari-Desember 2016
Derajat Frekuensi Persentase %
Be
Klinis
rdasarkan
DBD I 22 53,7

tabel 4.3 DBD II 13 31,7

diketahui DBD III 4 9,8

bahwa DBD IV 2 4,9

DBD Jumlah 41 100

derajat I sebanyak 22 orang (53,7%), derajat II sebanyak 13 orang (31,7%). Untuk

DBD derajat III sebanyak 4orang (9,8%) dan derajat IV serta DD sebanyak 2 orang

(4,9%).

d. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Kadar Hematokrit


Tabel 4.4 Nilai RerataKadar Hematokrit Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) di
RSPBAH Bandar Lampung Periode Januari-Desember 2016

Mi M M Std.
n
nimum aximum ean Deviation
He 4 5
35 59 7,476
matokrit 1 0,05

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui nilai rata-rata dari kadar hematokrit pada

pasien demam berdarah dengue (DBD) di RSPBAH Bandar Lampung adalah 50,05%

dengan standar deviasi 7,476%.

4.1.2 Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan untuk menentukan pilihan terhadap jenis

statistik yang akan digunakan yaitu statistik parametrik untuk data berdistribusi

normal, atau non-parametrik untuk data berdistribusi tidak normal.

Tabel 4.5 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Hasil Uji Ka Derajat


dar_Ht _klinis
Normalita N 41 41
Normal Parametersa Mean 50.
s .66
05
Std. Deviation 7.4
.855
76
Most Extreme Absolute .21
.316
Differences 0
Positive .11
.316
9
Be
Negative -
-.221
rdasarkan .210
Kolmogorov-Smirnov Z 1.3
tabel 4.5 2.024
41

diatas, Asymp. Sig. (2-tailed) .05


.001
5
dapatdiura

ikan hasil pengujian normalitas dari masing-masing variabel:


1. Pengujian normalitas terhadap data kadar hematokrit pada pasien demam berdarah

dengue(DBD), diperoleh nilai statistik pada Kolmogorov-Smirnov = 1,341 dengan

nilai Sig = 0,055, karena nilai Sig > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data

tersebut berdistribusi normal.

2. Pengujian normalitas terhadap data derajat klinis pada pasien demam berdarah

dengue(DBD), diperoleh nilai statistik pada Kolmogorov-Smirnov = 2,024 dengan

nilai Sig = 0,01, karena nilai Sig < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data

tersebut tidak berdistribusi normal.

4.1.3 Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi data derajat klinis tidak

normal maka digunakan uji korelasi non-parametrik yakni uji korelasi Spearman

dengan bantuan program komputer statistik. Uji Spearmandigunakan untuk

mengetahui hubungan antara variabel independen dan dependen, maka dapat dilihat

pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hubungan antara Kadar Hematokrit dengan Derajat Klinis Pasien Dewasa
Demam Berdarah Dengue (DBD) di RSPBAH periode Januari-Desember
2016
Kadar Hematokrit
N r p-value
Derajat 0,28
41 0,073
klinis DBD 3

Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa nilai dari uji korelasi Spearman

dengan tingkat kesalahan 5% menggunakan SPSS 22 didapatkan nilai sebesar

0,283menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi lemahdan tingkat

signifikansi 0.073 (p-value>0,05) yang berarti hasilsecara statistik tidak ada hubungan

yang bermakna antara kadar hematokrit dengan derajat klinis penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD).

4.2 Pembahasan
Infeksi dengue merupakan suatu penyakit sistemik yang memiliki spektrum klinik

yang luas. Beberapa faktor resiko untuk terjadinya infeksi dengue diantaranya adalah usia,

jenis kelamin, genetika dan faktor lingkungan (Widoyono, 2011). Dari hasil penelitian

diperoleh usia terbanyak yang menjadi sampel pada penelitian ini rentan usia 18-25 sebanyak

18 orang (43,9%). Usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap

infeksi dengue. Pada awal terjadinya wabah suatu negara, distribusi umur memperlihatkan

jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun. Namun pada

wabah – wabah selanjutnya, jumlah penderita yang digolongkan dalam golongan usia dewasa

muda meningkat (Valentino, 2012). Pada penelitian yang dilakukan oleh Syumarta Y pada

tahun 2013 menyatakan bahwa usia terbanyak yang terinfeksi dengue adalah usia 15-20

tahun (Syumarta, 2014). Perbedaan hasil yang didapatkan ini disebabkan karena perbedaan

kelompok usia sampel yang diambil dan jumlah sampel yang ada.

Jenis kelamin merupakan salah satu karakteristik orang yang dapat mempengaruhi

terjadinya suatu penyakit. Jenis kelamin sangat berkaitan dengan sifat keterpaparan dan

tingkat kerentanan suatu penyakit (Wahyuni & Sabir, 2011). Berdasarkan hasil penelitian ini

diperoleh informasi bahwa jenis kelamin responden dengan distribusi terbanyak adalah laki-

laki sebanyak 22 orang (53,7%) dan distribusi terendah adalah perempuan sebanyak 19 orang

(46,3%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Valentino tahun 2012 yang menyatakan

laki-laki lebih banyak terkena DBD (59,6%) sedangkan perempuan (40,4%). Hal ini

disebakan oleh laki-laki lebih banyak memiliki aktivitas dan juga kebanyakan aktivitas dari

laki-laki berada diluar rumah sehingga lebih rentan terkena gigitan nyamuk Aedes aegypti

(Rohmah, 2017).

Data pada tabel 4.3 mengenai distribusi frekuensi derajat klinis Pasien DBD Dewasa

di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada didapatkan pasien dengan derajat I

sebanyak 22 orang (53,7%), derajat II sebanyak 13 orang (31,7), derajat III sebanyak 4 orang
(9,8%), dan derajat IV sebanyak 2 orang (4,9%). Hal ini sejalan dengan penelitian Wahyudi

tahun 2014 bahwa terdapat lebih banyak pasien dengan derajat I dan derajat II, dan hanya

sedikit pasien dengan derajat III dan derajat IV. Hal ini disebabkan karena pasien sudah

datang ke rumah sakit sebelum jatuh ke keadaan yang lebih parah untuk mendapatkan

pertolongan. Menurut kriteria derajat klinis, derajat III dan IV sudah termasuk dalam kondisi

SSD (Syndrom Shock Dengue). Karena menurut teori demam berdarah dengue juga perlu

dirujuk atau diberikan perhatian khusus jika terjadi keadaan perdarahan masif, trombosit

terus menurun sampai < 50.000/mm3, dengan pemberian cairan tetap terjadi perburukan

kondisi klinis, dan terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim, seperti kejang,

penurunan kesadaran, dan lainnya (WHO, 2011). Penelitian ini tidak sejalan dengan teori.

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor tingkat pengetahuan masyarakat yang sudah

baik. Ketika sudah banyak ditemukan kasus penyakit demam berdarah dengue masyarakat

akan lebih waspada dan jika ditemukan gejala segera membawa ke rumah sakit.

Peningkatan kadar hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai pada

pasien DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadiya kebocoran plasma, sehingga

perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala (Agustina, 2009). Dari penelitian ini

menunjukkan angka rata-rata dari kadar hematokrit pada responden sebesar 50,05%.Dengan

uji korelasi spearman didapatkan nilai p= 0,073 yang berarti tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara kadar hematokrit dengan derajat klinis penyakit demam berdarah dengue

(DBD). Hal yang sama juga didapatkan dari penelitian Widyantipada tahun 2014 yang

menyatakan bahwa nilai hematokrit tidak berhubungan dengan derajat klinis DBD dengan

nilai p> 0,05 dan r = 0,173 (Widyanti, 2014). Penelitian lain juga dilakukan oleh Syumarta

ditahun 2014 yang menunjukan hal yang sama dimana di dapatkan nilai r=0,059 yang berarti

kekuatan hubungan yang sangat lemah dengan arah hubungan positif dan nilai p> 0,05 yang

berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara hematokrit dengan derajat klinis DBD
hal ini dikarenakan pada penelitian ini sedikit ditemukan pasien dengan derajat klinis III dan

IV sehingga mempengaruhi hasil penelitian (Syumarta, 2014).

Menurut penelitian Widyanti pada tahun 2014 peningkatan hematokrit terjadi pada

semua kasus DBD, khususnya pada syok. Namun untuk menilai hemokonsentrasi yaitu

kenaikan ≥ 20%, sulit untuk dipastikan hanya dengan nilai hematokrit tunggal sehingga

diagnosis dari hemokonsentrasi sering bersifat retrospektif, selain itu seringkali sulit untuk

menghitung hemokonsentrasi pada pasien DBD karena umumnya sulit untuk melakukan

Complete Blood Count (CBC) rutin, disamping dari adanya intervensi dokter selama

perjalanan penyakit seperti memberikan cairan intravena dapat mengubah nilai hematokrit

dan demikian hanya dengan hemokonsentrasi (Wahyudi, 2014). Sedangkan pada penelitian

Rasyada banyak pasien DBD yang memiliki kadar hematokrit normal bahkan rendah dan

didiagnosis DBD. Parameter kebocoran plasma sebagian diagnosis DBD menurut WHO tidak

hanya peningkatan nilai hematokrit saja, namun penurunan nilai hematokrit > 20% setelah

mendapatkan terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis (Rasyada, 2014).

Peningkatan kadar hematokrit biasanya didahului dengan penurunan nilai trombosit.

Peningkatan permeabilitas vaskuler yang disebabkan oleh meningkatnya kadar C3a dan C5a

menyebabkan kehilangan plasma dari kompartemen vaskular yang akhirnya menyebabkan

kenaikan kadar hematokrit. Efusi pleura dan asites yang terjadi merupakan salah satu contoh

akibat yang terjadi dari adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah akibat kebocoran

yang terus – menerus dan tidak teratasi dengan baik menyebabkan volume plasma menjadi

berkurang yang dapat menyebabkan syok hipovolemik dan kegagalan sirkulasi yang pada

akhirnya dapat mengakibatkan kematian (Suhendro, 2014).

Trombositopenimemilikiperan yang pentingdalampatogenesisinfeksi dengue.

Jumlahtrombositpadapasieninfeksi dengue

mengalamipenurunanpadahariketigasampaihariketujuhdanmencapai normal
kembalipadaharikedelapanatausembilan.Trombositopeniapadainfeksi dengue

terjadimelaluimekanismesupresisumsungtulang, destruksidanpemendekan masa

hiduptrombosit.Pada penelitian Syumarta pada tahun 2014 didapakan hubungan yang

bermakna antara jumlah trombosit dengan derajat klinik infeksi dengue, dimana semakin

rendah jumlah trombosit maka semakin parah derajat kliniknya (Syumarta, 2014).

Padainfeksi dengue jumlahleukositbiasanya normal

ataumenurundengandominasiselneutrofil. Terjadinyaleukopenipadainfeksi dengue

disebabkankarenaadanyapenekanansumsumtulangakibatdari proses infeksi virus

secaralangsungataupunkarenamekanismetidaklangsungmelaluiproduksisitokin-

sitokinproinflamasi yang menekansumsumtulang. Dari hasilpenelitianValentino (2012)

terdapat hubungan positif bermakna antara jumlah leukosit dengan derajat klinik infeksi

dengue, dimana semakin tinggi jumlah leukosit berarti semakin parah derajat kliniknya

(Valentino, 2012).

Hubunganderajatklinis DHF denganjumlahlimfositpadapasien DHF

padahasilpenelitianChastity dan Suryanto (2010)menunjukkanadanyahubungan yang

bermaknadengannilaicorrelation coefficient

0,342dimanasemakinmeningkatjumlahlimfositnyasemakinmeningkatpula

derajatklinisnya.Semakinparahinfeksi dengue,makinbanyaklimfositpironinofilik atau limfosit

dengan ukuran lebih besar daripada normal. Terjadiaktivasilimfosit T

padademamberdarahdengue. Didugahalinikarenaresponimunologiklimfosit

yanglebihbanyakpadainfeksi dengueyang makinparah (Chastity dan Suryanto, 2010).

4.3 Keterbatasan Penelitian

1. Kurangnya sampel pada derajat III dan derajat IV sehingga sedikit mempengaruhi

hasil penelitian

2. Tidak dapat menghindari pengaruh cairan yang dikonsumsi pasien secara oral
3. Kurangnya kelengkapan data pada lembar rekam medik

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Distribusi frekuensi derajat klinis Demam Berdarah Dengue (DBD) di Rumah Sakit

Pertamina Bintang Amin Husada (RSPBAH) Periode Januari-Desember 2016

diperoleh paling banyak derajat I yaitu 53,7%.

2. Nilai rerata kadar hematokrit pada Demam Berdarah Dengue (DBD) pada pasien

dewasa yaitu 50,05%

3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar hematokrit dengan derajat

klinis penyakit demam berdarah dengue (DBD) pada pasien dewasa di Rumah Sakit

Pertamina Bintang Amin Husada (RSPBAH) Bandar Lampung dengan tingkat

signifikansi p = 0,073 (p-value> 0,05).


5.2 Saran

5.2.1 Bagi Institusi Kesehatan

Pemeriksaan darah selain kadar hematokrit penting dilakukan untuk menegakkan

diagnosa infeksi DBD adalah pemeriksaan trombosit, leukosit, limfosit, selain itu juga

harus disejajarkan dengan manifestasi kliniskarena dapat membantu untuk menentukan

derajat klinis infeksi DBD

Anda mungkin juga menyukai