ATONIA UTERI
Pembimbing:
dr. Marwan Indamirsah, M.Ked (OG), Sp. OG(K)
Disusun Oleh:
M. Reza Restu Fauzi (140100002)
Abstrak
Tujuan : Untuk membandingkan efektifitas penggunaan dosis 10 IU dan 20 IU
sebagai profilaksis atonia uteri pada saat seksio sesarea.
Metode : Penelitian ini menggunakan uji klinis acak ganda dengan seleksi yang
sesuai dengan blok acak pada pasien-pasien yang memiliki faktor risiko terjadinya
atonia uteri seperti preeklamsia, pasien yang diberikana MgSO4 dan oxytocin
intrapartum sebelumnya serta chorioamnionitis yang dilakukan pengacakan
secara prosfektif bertingkat yang diberikan dua jenis dosis oksitosin yaitu 10 IU
dan 20 IU sebagai profilaksis atonia uteri pada perempuan yang dilakukan seksio
sesarea darurat dengan insisi transversal dan menggunakan anestesi umum.
Hasil : Penelitian ini menemukan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara
penggunaan dosis oksitosin 10 IU dan 20 IU sebagai profilaksis atonia uteri pada
seksio sesarea baik saat tindakan operasi maupun saat berada di ruang pemulihan,
terutama pada kasus-kasus tanpa khorioamnionitis dimana memerlukan oksitosin
tambahan pada kelompok 10 IU, selain efektifitasnya tidak berbeda, akan lebih
murah dari pada rejimen oksitosin 20 IU yang sering digunakan saat ini.
Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian ini, tidak ada perbedaan yang
bermakna dalam kejadian kehilangan darah selama operasi seksio sesarea antara
perlakuan kelompok oksitosin 10 IU dan kelompok oksitosin 20 IU. Penggunaan
uterotonik tambahan selama tindakan seksio sesarea antara perlakuan kelompok
oksitosin 10 IU dan kelompok oksitosin 20 IU tidak memberikan perbedaan yang
signifikan. Efek samping dalam penelitian ini yakni menggigil dan muntah, tidak
ditemukan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok meskipun efek
samping yang muncul pada kelompok oksitosin 20 IU lebih tinggi 23,08%
dibandingkan kelompok oksitosin 10 IU pada 15,19%. Khorioamnionitis
merupakan faktor risiko terjadinya atonia uteri selama tindakan seksio sesarea jika
dikaitkan dengan penggunaan uterotonika tambahan pada kelompok oksitosin 10
IU jika dibandingkan dengan kelompok oksitosin 20 IU.
Kata kunci : atonia uteri, oksitosin, seksio sesarea.
Pendahuluan
Persalinan adalah titik kulminasi dari proses reproduksi manusia oleh
wanita setelah kehamilan selama periode waktu dan periode tertentu. Perdarahan
postpartum adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu.
Di Indonesia, penyebab kematian ibu pada ibu adalah perdarahan (67%), infeksi
(8%), toksaemia gravidarum (7%) dan abortus (10%).1-3 Kasus perdarahan
postpartum sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri. , yaitu sekitar 50 - 60%
yang bisa dicegah. Rumah Sakit Umum Pusat Palembang, melaporkan sejak 1986–
1989 dari 12.476 persalinan dengan 67 kematian ibu adalah kasus perdarahan
36,6% dengan 10% di antaranya disebabkan oleh atonia uteri.
Perdarahan postpartum paling sering didefinisikan sebagai keadaan
kehilangan darah dari 500 mL - 600 mL dalam persalinan pervaginam selama 24
jam pertama setelah kelahiran dan 1000 mL saat persalinan melalui operasi caesar.
Berbagai faktor risiko memiliki signifikansi, dengan sendirinya dan oleh kombinasi
yang menyebabkan perdarahan postpartum, yaitu plasenta previa, solusio plasenta,
kehamilan kembar, berat lahir adalah 4000 g atau lebih, obesitas, jenis anestesi yang
digunakan, induksi persalinan, melahirkan dengan tindakan, infeksi dan hambatan
dalam kemajuan persalinan. Selain laserasi vagina, penyebab perdarahan yang
sering ditemukan adalah miometrium hipotonik.3-6
Keberadaan atonia uteri telah diperkirakan akan meningkatkan
perdarahan postpartum. Atonia uteri adalah kontribusi yang signifikan terhadap
terjadinya kehilangan darah, terutama setelah aksi seksio sesarea.4-5 Oksitosin telah
banyak digunakan untuk mencegah atonia uteri setelah melahirkan.,7-12 Penggunaan
oksitosin, selama aksi operasi caesar untuk mencegah atonia uteri, sebagian besar
didasarkan pada pengalaman dan hanya fokus pada pedoman rejimen persalinan
pervaginam.
Penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan efektivitas dosis
oksitosin 10 IU dan 20 IU sebagai atonia uterus profilaksis di seksio sesarea.
Membandingkan insiden perdarahan yang terjadi, perubahan kadar hemoglobin,
tingkat hematokrit dan fungsi hemodinamik dan menentukan penggunaan
uterotonik tambahan setelah perawatan pada kedua kelompok oksitosin, untuk
mengetahui efek samping yang timbul dan mengidentifikasi faktor risiko atonia
uteri pada aksi operasi caesar terhadap kedua kelompok oksitosin tersebut.
Metode
Penelitian ini dilakukan dengan ibu yang memutuskan untuk melahirkan
dengan seksio sesaria transperitoneal darurat. Subjek penelitian adalah wanita
dengan kehamilan 22 minggu atau lebih yang melahirkan.
Analis data
Variabel yang diteliti adalah oksitosin 10 IU dan 20 IU, usia, paritas, berat
lahir, indikasi operasi caesar, jumlah perdarahan, penggunaan uterotonik tambahan
(oksitosin, metil ergotamin, misoprostol), durasi waktu operasi, efek samping ,
transfusi darah, tekanan darah, denyut nadi, suhu, hemoglobin dan tingkat
hematokrit, penggunaan MgSO4, oxytocin intrapartum, korioamnionitis klinis,
durasi pecahnya membran.
Hasil
Berdasarkan analisa statistik, tidak ada perbedaan usia rata-rata pada
kedua kelompok (ρ> 0,05).
Table 3. The Characteristics of Reproductive, Intrapartum, Indication C-section and Additional Uterotonic, Side Effect and
Risk Factors.
Characteristic Oxytocin 10 U Oxytocin 20 U* P-value
(%) (%) (%)
Reproductive Status
Nullipara 31 (39.7) 27 (34.2) 58 (36.9)
Multipara 43 (55.1) 49 (62.0) 92 (58.6)
Grandemultipara 4 (5.1) 3 (3.8) 7 (4.5)
Intrapartum Characteristics
MgSO₄ Intrapartum Oxytocin 14 (17.7) 11 (14.1) 0.664
Without Oxytocin 60 (75.9) 55 (70,5) 0.589
Induction 2 (2.5) 5 (6,4) 0.276
Acceleration 17 (21.5) 18 (23.1) 0.702
Chorioamnitis 7 (8.9) 8 (10.3) 0.793
Another Median of Rupture Membrane 268.99 ± 455.37 300.90 ± 545.65 0.277
Others 5 (6.3) 4 (5.1) 9 (5.7)
Indication C-section
CPD/FPD 15 (19.0) 12 (15.4) 27 (17.2)
Fetal distress 8 (10.1) 10 (12.8) 18 (11.5)
Transverse lie 4 (5.1) 8 (10.3) 12(7.6)
Neglected labour 32 (40.5) 26 (33.3) 58 (36.9)
Haemorhage antepartum 15 (19.0) 18 (23.1) 33 (21.0)
Others 5 (6.3) 4 (5.1) 9 (5.7)
The Use of Additional Uterotonic
Additional uterotonics 34 (21.70) 29 (18.50) 0.279
Oxytocin 28 (35.44) 22 (28.51) 0.351
Metilergometrin 7 (4.50) 10 (6.40) 0.453
Misoprostol - - -
Side Effects
Chills 8 (5.01) 13 (8.03) 0.250
Vomiting 4 (2.05) 5 (3.02) 0.746
Total 12 (15.19) 18 (23.08)
Risk Factors
Neglected labour 11 (47.80) 12 (52.20) 0.260
MgSO₄ intrapartum 7 (63.60) 4 (36.40) 0.930
Oxytocin intrapartum 19 (45.24) 23 (54.76) 0.278
Chorioamnionitis 8 (88.90) 1 (11.10) 0.001
Diskusi
Berdasarkan analisis statistik, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan
pada rata-rata usia, yaitu 29,42 ± 5,938 tahun pada kedua kelompok perlakuan, pada
oksitosin 10 IU serta oksitosin 20 IU (ρ> 0,05). Munn MB et al melaporkan usia
rata-rata 25 ± 6 tahun untuk dosis rendah oksitosin 10 kelompok IU dan 25 ± 6
tahun untuk dosis tinggi oksitosin 80 U, sementara itu dalam yang membandingkan
prostaglandin F2 - dengan oksitosin 20 IU mendapat rata-rata usia sekitar 29,2 ±
5,9 tahun untuk prostaglandin dan 30,5 ± 3,8 tahun untuk kelompok oksitosin.
Kedua studi menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki perbedaan yang signifikan
dalam rata-rata usia; hasil ini sama dengan hasil penelitian ini.12-13
Jumlah paritas dalam penelitian ini bervariasi dari responden yang tidak
pernah melahirkan (nullipara), multipara: 1 - 5 kali dan grand multipara: 6 kali atau
lebih. Sejumlah paritas dihitung berdasarkan riwayat persalinan yang pernah
dialami pada usia kehamilan di atas 22 minggu.2 Dalam penelitian ini rata-rata
paritas pada kedua kelompok perlakuan adalah 1,45 ± 1,795 kali dengan kisaran 0
hingga 9 dengan status reproduksi responden sebagian besar adalah multipara
sekitar 92 kasus (58,6%) dengan 43 kasus (55,1%) pada kelompok oksitosin 10 IU
dan 49 kasus (62%) pada kelompok oksitosin 20 IU. Penelitian ini tidak
menemukan perbedaan yang signifikan pada rata-rata paritas pada setiap kelompok,
yaitu sekitar 1,37 ± 1,85 kali pada kelompok oksitosin 10 IU dan 1,53 ± 1,75 kali
pada kelompok oksitosin 20 IU (ρ> 0,05). Hasilnya tidak berbeda jauh
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh Dansereau et al, yang
membandingkan carbetocin (1,2 ± 0,8) dengan Oxytocin (1,2 ± 0,9) pada aksi bedah
sesar.10
Rata-rata usia kehamilan adalah 39,62 ± 0,948 minggu, pada kelompok
oksitosin 10 IU adalah sekitar 39,14 ± 1,95 minggu, dan dalam oksitosin 20 IU
sekitar 38,96 ± 1,57 minggu. Usia kehamilan termuda adalah 28 minggu, dan yang
tertua adalah 43 minggu. Dari hasil, rata-rata usia kehamilan antara kedua
kelompok perlakuan tidak menemukan perbedaan yang signifikan (ρ> 0,05). Usia
kehamilan adalah 37 ± 4,3 minggu pada oksitosin dengan kelompok dosis rendah
dan 37 ± 4,9 minggu pada kelompok dosis tinggi, sedangkan mendapat hasil yang
tidak banyak berbeda dalam penelitian ini, yaitu 38,4 ± 0,9 minggu pada kelompok
oksitosin 20 IU dan kelompok pembanding adalah 38,5 ± 0,8 minggu.12
Rata-rata berat lahir bayi sebagai dangkal dari ibu yang melakukan
tindakan bedah sesar pada kedua kelompok adalah 3145,86 ± 605,926 g. Dalam
penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dari rata-rata bayi
berat lahir dangkal dalam tindakan operasi caesar yang dilakukan, baik pada
kelompok oksitosin 10 IU adalah sekitar 3199,36 ± 586,48 g atau dalam kelompok
oksitosin 20 IU adalah 3093,04 ± 623,56 g (ρ> 0,05). Bayi berat lahir rata-rata
adalah 3284 ± 367 g untuk kelompok oksitosin 20 IU dan sekitar 3139 ± 461 g
untuk kelompok PGF2α.
Rerata durasi operasi caesar adalah sekitar 57,7834 ± 6,1460 menit,
pengobatan dengan dosis oksitosin 10 kelompok IU 57,51228 ± 5,5777 menit dan
kelompok oksidasi 20 IU 58,0506 ± 6,6850 menit, dengan rentang waktu operasi
caesar antara 45 hingga 75 menit. Dari analisis statistik tidak ditemukan perbedaan
yang signifikan antara kedua kelompok perlakuan dalam durasi tindakan (ρ> 0,05).
Durasi ini kurang dengan rata-rata durasi tindakan
untuk setiap kelompok perlakuan adalah serupa, yaitu 52 ± 16 menit pada dosis
rendah dan 54 ± 18 menit pada dosis tinggi (ρ = 0,53) dan mendapat rata-rata sekitar
45,1 menit dalam 20 kelompok IU dan 47,5 menit dalam kelompok pembanding.12-
13
Kesimpulan
Mengacu pada hasil penelitian ini, yang tidak ditemukan perbedaan yang
signifikan antara penggunaan oksitosin 10 IU dan 20 IU sebagai profilaksis atonia
uteri pada tindakan operasi caesar baik pada saat operasi caesar maupun di ruang
pemulihan , terutama dalam kasus tanpa korioamnionitis, maka penggunaan
rejimen oksitosin 10 IU dapat dipertimbangkan, selain efektivitasnya tidak berbeda,
biaya yang akan dibayar setengah lebih murah bila dibandingkan dengan rejimen
20 IU yang telah sering digunakan . Hasil penelitian ini pada akhirnya diharapkan
menjadi rekomendasi tentang penggunaan oksitosin sebagai profilaksis atonia uteri
selama operasi caesar dalam praktik kebidanan setiap hari.
Penggunaan preparat uterotonik harus tetap digunakan untuk mencegah
atonia uteri dan mengurangi perdarahan selama operasi caesar. Regimen oksitosin
10 IU dapat dianggap sebagai lini pertama sebagai profilaksis atonia uteri selama
operasi caesar, terutama pada mereka yang tidak memiliki korioamnionitis.
Daftar Pustaka
1. Arias F. Practical guide to high-risk pregnancy and delivery. 2nd ed. St. Louis:
Mosby Year Book Ins 1993; 433-41.
2. Saifuddin AB, Andrianz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. Buku acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Ed Pertama. Jakarta:
JNPKR-POGI-Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 1995;3-9:100-
21.
3. Chalik TMA. Hemoragi utama obstetri dan ginekologi. Jakarta: Widya
Medika 1987;160-88.
4. Bukowski R, Hankins GDV. Managing postpartum hemorrhage. Contemp
Obstet Gynecol 2001; 92-101.
5. Singla AK, Berkowitz RL, Saphier CJ. Obstetric hemorrhage in Jehovah’s
Witnesses. Contemp Obstet Gynecol 2002;4:32-43.
6. Leveno KJ, Cuningham FG, Gant NF, et al. Williams manual of obstetrics. 21st
ed. New York: McGraw-Hill 2003;377-9.
7. Prendiville WJ, Harding JE, Elbourne DR, Stirrat GM. The Bristol third stage
trial: active versus physiological management of third stage of labour. Br Med
J 1988; 297:1295-1300.
8. Adashek JA, Peaceman AM, Zeno JAL, Minogue JP, Socol ML. Factors
contributing to the increased cesarean birth rate in older parturient women. Am
J Obstet Gynecol 1993; 169:936-40.
9. Pangemanan WT dkk. Kecenderungan seksio sesar di RSUP Palembang (1987-
1989). Makalah KOGI VIII. Palembang: Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi
FK Unsri/RSUP 1990.
10. Dansereau J, Joshi AK, Helewa ME, Doran TA, Lange IR, Luther ER et all.
Double-blind comparison of carbetocin versus oxytocin in prevention of uterine
atony after cesarean section. Am J Obstet Gynecol 1999; 180:670-6.
11. Winkler CL, Gray SE, Hauth JC, Owen JO, Tucker JM. Mid-second-trimester
labor induction: concentrated oxytocin compared with prostaglandin E2 vaginal
suppositories. Obstet Gynecol 1991; 77:297-300.
12. Chou MM, MacKenzie IZ. A prospective, double-blind, randomized
comparison of prophylactic intramyometrial 15-methyl prostaglandin F2α, 125
microns, and intravenous oxytocin, 20 IU nits, for the control of blood loss at
elective cesarean section. Am J Obstet Gynecol 1994; 171:1356-60.
13. Munn MB, Owen J, Vincent R, Wakefield M, Chestnut DH, Hauth JC.
Comparison of two oxytocin regimens to prevent uterine atony at cesarean
delivery: a randomized controlled trial. Obstet Gynecol 2001; 98:386-90.