Anda di halaman 1dari 43

REFERAT

Diagnosis dan Tatalaksana Stroke

Disusun oleh:
Andreas Anindito Hermawan
112017158

Pembimbing
dr. Dini Andriani, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


PERIODE 7 OKTOBER – 9 NOVEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RS BAYANGKARA TK.I R.SAID SUKANTO
BAB I

Pendahuluan

Pada zaman modern ini gaya hidup perilaku hidup berisih dan sehat masih sulit
diterapkan oleh banyak orang. Hal ini menyebabkan meningkatnya angka kejadian penyakit
seperti stroke. Stroke sendiri merupakan penyakit yang menjadi bagian dari kegawatdaruratan
neurologi yang bersifat akut dan menjadi penyebab kecacatan dan kematian tertinggi di
beberapa negara di dunia.1 (Neurologi FKUI hal 452, pendahuluan baris ke 1)
Menurut WHO tahun 2016, sebanyak 70% Stroke dan 87% kecacatan dan kematian
akibat stroke terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Selama empat dekade
terakhir, insidensi stroke di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah meningkat
lebih dari dua kali lipat. Namun selama beberapa dekade ini, angka kejadian stroke telah
menurun menjadi 42% di negara-negara yang memiliki pendapatan tinggi. Rata-rata, stroke
terjadi 15 tahun sebelumnya dan dan menyebabkan lebih banyak kematian pada - orang yang
tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah, jika dibandingkan dengan mereka yang
berada di negara berpenghasilan tinggi.2(Artikel WHO, File Dapus 2)
Di Indonesia, stroke sendiri merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi.
Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2007 stroke di Indonesia mencapai 15,4%. Data ini
berbeda dengan data yang ada di Indonesia Stroke Registry pada tahun 2012 sampai dengan
tahun 2013 mendapatkan data dimana sebanyak 20,3% kematian terjadi pada 48 jam pertama
pascastroke. Kecacatan yang dihasilkan stroke dapat berupa defisit neurologi yang berdampat
pada gangguan emosional dan sosial, tidak hanya bagi penderita stroke saja melainkan
berpengaruh terhadap emosional keluarganya. Kondisi ini diperberat dengan tingginya
serangan stroke berulang, jika faktor risiko dari stroke tidak diatasi dengan baik.1(Neurologi
FKUI hal 452, pendahuluan baris ke 2) Oleh karena itu penting untuk mengetahui stroke lebih
lanjut untuk melakukan pencegahan terjadinya stroke maupun berulangnya stroke.
BAB II
STROKE

2.1. Definisi Stroke

Stroke merupakan kumpulan gejala akibat gangguan fungsi otak akut baik fokal maupun
global yang mendadak, disebabkan oleh berkurang atau hilangnya aliran darah pada parenkim
otak, retina, atau medulla spinalis yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya
pembuluh darah arteri maupun vena yang dibuktikan dengan pemeriksaan pencitraan otak dan
atau pemeriksaan patologi.1(Neurologi FKUI hal 458, Gejala dan tanda klinis) Menurut WHO
Stroke adalah defisit neurologis fokal sekunder yang terjadi secara mendadak, akibat peristiwa
vaskular yang berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke akut mengacu pada periode 24 jam
pertama dari kejadian stroke. Stroke diklasifikasikan sebagai iskemik (disebabkan oleh
trombosis atau emboli) atau hemoragik (terutama disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
atau aneurisma).3 (Artikel WHO, File Dapus no.3. hal 5 paragraf 1)

2.2. Anatomi Susunan Saraf Pusat


Susunan saraf pusat terdiri dari otak sampai medulla spinalis. Masing-masing dilindungi
oleh tulang tengkorak dan kolumna vertebralis. Otak manusia memiliki berat kurang lebih 1400
gram dan tersusun oleh sekitar 100 miliar neuron. Masing-masing neuron memiliki 1.000-
10.000 koneksi sinaps dengan sel saraf lainnya. Jaringan otak dilindungi oleh beberapa
pelindung yaitu rambut, kulit kepala, tengkorak, selaput otak (meningens), dan cairan otak.
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yaitu: Skin (kulit), Connective tissue (Jaringan
Subkutis), Aponeuris galea, Loose areolar tissue (Jaringan ikat longgar), dan
Pericranium.4(buku Bedah Saraf Satyanegara Edisi 5, hal. 26-27)

Gambar 1. SCALP4
Tulang tengkorak terdiri dari tabula eksterna, diploe, dan tabula interna. Selaput otak
terdiri dari tiga lapisan yaitu: Duramater, Arachnoid, dan Piamater. Duramater disebut juga
pachymeninges, sedangkan arachnoid dan piamater disebut juga leptomeninges. Duramater
merupakan selaput otak terluar yang merupakan gabungan dari dua lapisan selaput, yaitu
lamina eksterna dan lamina interna. Lamina interna memisahkan diri dengan lamina eksterna
dan pada daerah sinus duramatris, dan membentuk lipatan sebagai sebuah septa yang lebar,
membuat sekat, membagi rongga cranium menjadi beberapa kompartemen. Sekat-sekat
tersebut yaitu: Falks Serebri (terletak midsagital diantara kedua hemisfer serebri), Tentorium
Serebri (sekat yang membagi rongga cranium menjadi supratentorial dan infratentorial), Falks
Serebeli (memisahkan kedua hemisfer serebeli), Diafragma Sela (merupakan atap hipofisis dan
ditembus oleh infundibulum), Kavum Trigeminal Meckeli (yang mengandung ganglion gaseri
atau trigeminal).4(buku Bedah Saraf Satyanegara Edisi 5, hal. 27-28)

Gambar 2. Sekat-sekat duramater4


Arachnoid merupakan lapisan diantara duramater dan piamater. Dibawah lapisan ini
adalah rongga subarachnoid yang mengandung trabekula dan dialiri oleh cairan otak. Lapisan
arachnoid tidak memiliki pembuluh darah tetapi rongga subarachnoid terdapat banyak
pembuluh darah yang memperdarahi otak, dan saraf kranial yang keluar dari batang otak.
Arachnoid dan piamater dihubungkan melalui rongga ini oleh benang-benang tipis jaringan
ikat. Ruang subarachnoid merupakan ruang yang sempit pada permukaan hemisfer serebri
tetapi meluas pada beberapa tempat pada dasar tengkorak yang disebut sebagai sisterna.4(buku
Bedah Saraf Satyanegara Edisi 5, hal. 28-29)
Gambar 3. Lapisan duramater jaringan otak4

Piamater merupakan lapisan otak yang paling dalam yang berhubungan langsung dengan
permukaan jaringan otak serta mengikuti konvulsinya. Piamater terdiri dari lapisan tipis sel-sel
mesodermal yang menyerupai endothelium. Piamater melekat pada sistem saraf pusat
dibawahnya melalui membrane ectodermal yang terdiri dari astrosit marginal (membrane pial-
glial). Otak terdiri dari 4 bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil),
diensefalon dan batang otak. Serebrum merupakan bagian otak terbesar (85%), yang terdiri
dari sepasang hemisfer. Diensefalon tersusun atas thalamus, hypothalamus, epithalamus, dan
subthalamus. Batang otak terdiri dari otak tengah (mid brain/mesensefalon), pons dan medulla
oblongata. Serebelum merupakan pusat koordinasi untuk gerakan otot dan terletak dibelakang
batang otak.4 (buku Bedah Saraf Satyanegara Edisi 5, hal. 29-30)

2.3. Perdarahan Sistem Saraf Pusat

perdarahan sistem saraf pusat berasal dari arteri karotis interna dan arteri vertebralis.
Arteri karotis interna pada kedua sisi menghantarkan tekanan darah ke otak melalui
percabangan utamanya, arteri serebri media dan arteri serebri anterior. Arteri serebri anterior
kiri dan kanan menyatu dan menjadi arteri komunikans anterior. Arteri serebri anterior
mensuplai sebagian besar lobus frontalis dan lobus parietal superior medial. Arteri serebri
media memasok sebagian besar permukaan lateral hemisfer, dan bagian inferior dari lobus
temporal dan lobus oksipital. arteri serebri anterior, arteri komunikans anterior dan arteri
serebri media membentuk setengah anterior, yang lebih dikenal sebagai sirkulasi serebral
anterior. Arteri basillaris, dibentuk oleh arteri vertebralis kiri dan kanan, yang akan bercabang
menjadi arteri serebral posterior kiri (PCA) kiri dan kanan, dan membentuk sirkulasi posterior.
PCA sebagian besar memasok darah ke lobus oksipital dan bagian inferior dari lobus temporal.5
(foto Dapus no.5)
Gambar 4. Siklus Wilisi5

2.4. Klasifikasi Stroke

Stroke dapat dibagi menjadi beberapa macam menurut kelainan patologis maupun menurut
waktu terjadinya. Stroke menurut kelainan patologis dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Stroke hemoragik
 Perdarahan intra serebral
 Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
2. Stroke non-hemoragik
 Infark embolik
 Infark Hemodinamik
 Infark Lakunar
Stroke berdasarkan waktu terjadinya dapat dibagi menjadi empat macam yaitu:6(Neuro UGM
hal. 86)
 Transient Ischemic Attack (TIA): Gejala neurologik timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam
 Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND): Gejala neurologik yang timbul akan
menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
 Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke: Gejala neurologik makin lama makin
berat.
 Completed stroke / serangan stroke iskemik irreversible: Gejala klinis sudah menetap.

2.4.1 Stroke Iskemik

Lesi iskemik parenkim otak disebabkan oleh gangguan suplai darah otak yang persisten,
biasanya baik oleh blokade pembuluh darah yang memberikan suplai (arterial) atau yang lebih
jarang oleh hambatan aliran vena yang menyebabkan stasis darah diotak, dengan gangguan
sekunder penghantaran oksigen dan nutrient.7(DUUS edisi 5 hal. 357)
Sistem saraf pusat memiliki kebutuhan energi yang sangat tinggi yang hanya dapat
dipenuhi oleh suplai substrat metabolic yang terus menerus dan tidak terputus. Pada keadaan
normal, energy tersebut semata-mata berasal dari metabolisme aerob glukosa otak tidak
memiliki persediaan energi untuk digunakan. selama terjadi gangguan penghantaran substrat.
Jika neuron tidak mendapatkan glukosa dan oksigen dalam jumlah cukup, fungsi neuron akan
menurun dalam beberapa detik. Kebutuhan aliran darah minimal untuk memelihara strukturnya
adalah sekitar 5-8 ml per 100 gr/menit (pada jam pertama iskemik). Sebaliknya kebutuhan
aliran darah minimal untuk berlanjutnya fungsi adalah 20 ml per 100 gr/menit.7(DUUS edisi 5
hal. 357)
Oleh karena itu dapat diketahui adanya defisit fungsional tanpa terjadinya kematian
jaringan (infark). Jika aliran darah yang terancam kembali pulih dengan cepat, seperti oleh
trombolisis spontan atau secara terapeutik, jaringan otak tidak rusak dan berfungsi kembali
seperti sebelumnya yaitu defisit neurologis pulih sempurna. Hal ini merupakan rangkaian
kejadian transient ischemic attack (TIA), yang secara klinis didefinisikan sebagai defisit
neurologis sementara dengan durasi tidak lebih dari 24 jam. 80% dari seluruh TIA berlangsung
sekitar 30 menit. TIA pada teritori arteri serebri media sering ditemukan pasien mengeluhkan
parestesia dan defisit sensorik kontralateral sementara, serta kelemahan sementara.6->7 (DUUS
edisi 5 hal. 358)
Defisit neurologis akibat iskemia kadang-kadang dapat berkurang meskipun telah
berlangsung selama lebih dari 24 jam; pada kasus-kasus tersebut, bukan disebut dengan TIA,
tetapi PRIND (prolonged reversible ischemic neurological deficit). Jika hipoperfusi menetap
lebih lama daripada yang dapat ditoleransi oleh jaringan otak, terjadi kematian sel. Stroke
iskemik tidak reversible.6->7 (DUUS edisi 5 hal. 358)

2.4.2 Etiologi Stroke Iskemik6 (DUUS edisi 5 hal. 396-398)

Setelah membahas definisi dari stroke iskemik, sekarang akan dibahas lebih lanjut
mengenai penyebab dari stroke iskemik. Stroke iskemik disebabkan oleh beberapa macam:3
- Infark emboli
Delapan puluh persen stroke iskemik disebabkan oleh emboli. Bekuan darah atau
serpihan debris yang lepas dari plak ateromatosa didinding pembuluh darah besar
ekstrakranial, terbawa oleh aliran darah ke otak, dan menjadi sumbatan didalam lumen end
artery fungsional. Sebagian besar emboli berasal dari lesi ateromatosa bifurkasio karotidis
atau dari jantung.
- Infark Hemodinamik
Infark hemodinamik disebabkan oleh penurunan tekanan perfusi secara kritis pada
segmen arteri distal sebagai akibat stenosis yang lebih proksimal. Biasanya terjadi pada
teritori A. Perforans Profunda Longus dalam substansia alba serebri.
- Infark Lakunar
Infark lakunar disebabkan oleh perubahan mikroangiopatik arteri-arteri kecil
dengan penyempitan yang progresif dan oklusi yang diakibatkannya. Faktor resiko
terpenting adalah Hipertensi arterial, yang menyebabkan hyalinosis dinding vaskuler
arteri kecil. Arteri Lentikulostriata Perforantes adalah arteri yang tipis dan panjang adalah
arteri yang paling sering terkena. Lesi khas berupa Sferik atau Tubular yang tampak bulat
pada CT atau MRI.

2.4.3. Patofisiologi Stroke Iskemik Akut

Proses terjadinya stroke iskemik diawali oleh adanya sumbatan pembuluh darah oleh
trombus atau emboli yang mengakibatkan sel otak mengalami gangguan metabolisme, karena
tidak mendapat suplai darah, oksigen dan energi. Trombus terbentuk oleh adanya proses
aterosklerosis pada arkus aorta, arteri karotis, maupun pembuluh darah serebral. Trombus
dapat lepas dan menjadi embolus atau tetap pada lokasi asal dan menyebabkan oklusi dalam
pembuluh darah tersebut. Emboli merupakan bagian dari trombus yang terlepas dan
menyumbat pembuluh darah dibagian yang lebih distal. Bila proses ini berlanjut akan menjadi
iskemia jaringan otak yang menyebabkan kerusakan yang bersifat sementara atau menjadi
permanen yang disebut juga dengan infark. Aliran jaringan otak normal mencapai 40-
50cc/100gr otak/menit, namun pada daerah infark tidak ada aliran sama sekali (Cerebral
Blood Flow 0ml/100gr otak/menit). Pada daerah yang dekat dengan infark CBFnya sekitar
10cc/100gr otak/menit. Daerah ini disebut dengan daerah ambang kematian sel oleh karena
sel tidak dapat hidup bila CBF dibawah 5cc/100gr otak/menit. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi daerah penumbra antara lain: kondisi stres oksidatif, asidosis daerah
penumbra terjadi akibat peningkatan metabolisme anaerob yang disebabkan oleh proses
iskemia, depolarisasi daerah penumbra (akibat kegagalan pompa Na+/K+ dan terjadi
peningkatan kalium ekstrasel), Inflamasi pada daerah penumbra (akibat adanya
iskemia).1(Neurologi FKUI hal 455, patofisiologi stroke iskemik akut baris ke 1)

2.4.4. Manifestasi Klinis

Pemeriksaan sederhana untuk mengenali gejala dan tanda stroke yang disusun oleh
Cincinnati menggunakan singkatan FAST, mencakup F yaitu facial drop (mulut
mencong/tidak simetris), A yaitu arm weakness (kelemahan tangan), S yaitu speech
difficulties (sulit bicara), serta T, yaitu time to seek medical help (waktu tiba di RS secepat
mungkin). FAST memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas 68% untuk mengakkan stroke,
serta reliabilitas yang baik pada dokter dan paramedis. Tanda klinis stroke juga dapat
dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik neurologi untuk mengkonfirmasi kembali tanda dan
gejala yang didapatkan berdasaran anamnesis. Pemeriksaan fisik utama meliputi penurunan
kesadaran berdasarkan Skala Koma Glasgow (SKG), kelumpuhan saraf kranial, kelemahan
motorik, defisit sensorik, gangguan otonom, gangguan fungsi kognitif, dan lain-
lain.1(Neurologi FKUI hal 459, gejala dan tanda stroke baris ke 1)

2.4.5. Gejala Klinis Stroke Iskemik Berdasarkan Neuroanatomi dan


Vaskularisasinya6(Neuro UGM hal. 88-90)

Setelah memahami tentang manifestasi klinis pada stroke iskemik, sekarang akan
dibahas gejala klinis dari stroke iskemik berdasarkan neuroanatomi dan vaskularisasinya.
Gejala klinis stroke iskemik berdasarkan neuroanatomi dan vaskularisasinya:
1. Gejala penyumbatan arteri karotis interna:
- Buta mendadak (amaurosis fugaks)
- Disfasia bila gangguan terletak pada sisi dominan
- Hemiparesis kontralateral dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan
2. Gejala sumbatan arteri serebri anterior:
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol
- Gangguan mental (bila lesi di frontal)
- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
- Inkontinensia
- Bisa kejang-kejang
3. Gejala sumbatan arteri serebri media:
- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama, bila tidak di pangkal
maka lengan lebih menonjol
- Hemihipestesia
- Gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan yang tersertang afasia
motorik/sensorik
4. Gangguan pada kedua sisi karena adanya sklerosis pada banyak tempat, penyumbatan
dapat terjadi pada kedua sisi. Timbul gangguan pseudobulbar, biasanya pada vaskular
dengan gejala-gejala :
- Hemiplegi dupleks
- Sukar menelan
- Gangguan emosional, mudah menangis
Gejala-gejala gangguan sistem vertebrobasilar6
1. Gejala sumbatan di arteri serebri posterior:
- Hemianopsia homonim kontralateral dari sisi lesi
- Hemiparesis kontralateral
- Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik propioseptif kontralateral
Bila salah satu cabang ke talamus tersumbat, timbulah sindrom talamikus:
- Nyeri talamik, suatu rasa nyeri yang terus menerus dan sukar dihilangkan. Terdapat
rasa anastesi, tetapi pada tes tusukan timbul nyeri (anastesi dolorosa)
- Hemikhorea, disertai hemiparesis, disebut sindrom Dejerine Marie.
2. Gangguan sumbatan pada arteri vetebralis:
- Bila sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi sindrom Wallenberg.
- Sumbatan pada sisi yang tidak dominan sering tidak menimbulkan gejala.
3. Sumbatan / gangguan pada arteri serebeli posterior inferior
- Sindroma Wallenberg berupa ataksia serebelar pada lengan dan tungkai di sisi yang
sama, gangguan N.II dan refleks kornea hilang pada sisi yang sama
- Sindroma Horner sesisi dengan lesi
- Disfagia, bila mengenai nucleus ambigus ipsilateral
- Nistagmus, bila mengenai nukleus vestibular
- Hemihipestesi alternans
4. Sumbatan / gangguan pada cabang kecil arteri basilaris adalah paresis nervi kranialis
yang nukleusnya terletakdi tengah-tengah N.III, VI, XII, disertai hemiparesis
kontralateral

2.5. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik dikelompokan menurut kausa nya yautu perdarahan spontan (non-
traumatik) pada parenkim otak merupakan perdarahan intra-serebral (PIS) atau kompartemen
meningeal sekitarnya yaitu perdarahan subarakhnoid dan perdarahan subdural.

2.5.1. Perdarahan intraserebral (ICH)7 (DUUS edisi 5 hal. 425)

Perdarahan primer yang berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak.
Penyebab dari ICH dapat dibagi menjadi dua :
- Perdarahan hipertensif
Penyebab tersering perdarahan intracranial adalah hipertensi arterial.
Peningkatan tekanan darah patologis merusak dinding pembuluh darah arteri yang
kecil meyebabkan mikroaneurisma (aneurisma Charcot) yang dapat rupture
spontan. Lokasi predileksi untuk perdarahan serebral hipertensif adalah ganglia
basalis, thalamus, nucleus serebri dan pons. Substansia alba serebri yang dalam
sebaliknya jarang terkena.
Manifestasi perdarahan intraserebral bergantung pada lokasinya. Perdarahan
ganglia basalis dengan kerusakan kapsula interna biasanya menyebabkan
hemiparesis kontralateral berat sedangkan perdarahan pons menimbulkan tanda-
tanda batang otak.
Ancaman utama perdarahan intraserebral adalah hipertensi intrakranial akibat
massa hematoma. Rupture intraventikularis perdarahan intraserebral dapat
menyebabkan hidrosefalus, baik melalui obstruksi aliran ventricular dengan bekuan
darah atau dengan gangguan resorpsi LCS dari granulasiones arakhnoideae; jika
ada, hidrosefalus makin meningkatkan tekanan intrakranial.
- Perdarahan intraserebral nonhipertensif
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh banyak penyebab selain
hipertensi arterial. Penyebab yang paling penting adalah malformasi
arteriovenosus, tumor, aneurisma, penyakit vaskuler yang meliputi vaskulitis dan
angiopati amyloid dan obstruksi aliran vena. Perdarahan intraserebral kemungkinan
disebabkan oleh sesuatu selain hipertensi arterial bila tidak terdapat di salah satu
lokasi predileksi untuk perdarahan hipertensi, atau bila pasien tidak menderita
hipertensi arterial yang bermakna.

2.5.2. Perdarahan Subaraknoid (SAH)

Perdarahan Subarachnoid: Penyebab tersering perdarahan subarachnoid spontan


adalah rupture aneurisma sala satu arteri didasar otak.
Ada beberapa jenis aneurisma7 (DUUS edisi 5 hal. 428)
- Aneurisma sakular (“berry aneurisma”) ditemukan pada titik bifurkasio arteri
intracranial. Aneurisma ini terbentuk pada lesi pada dinding pembuluh darah yang
sebelumnya telah ada, baik akibat kerusakan structural (biasanya kongenital),
maupun cedera akibat hipertensi. Lokasi tersering aneurisma sakular adalah arteri
komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%),
dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau
arteri komunikans posterior 30%) dan basilar tip (10%).
-
Aneurisma fusiformis pembesaran pembuluh darah yang memanjang (berbentuk
gelondong) yang disebut aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya
melibatkan segmen intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri
media dan arteri basilaris. Struktur ini biasanya disebabkan oleh aterosklerosis dan
atau hipertensi dan hanya sedikit yang menjadi sumber perdarahan. Aneurisma
fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak.
- Aneurisma mikotik. Dilatasi aneurisma pembuluh darah intracranial kadang-
kadang disebabkan oleh sepsis dengan kerusakan yang diinduksi oleh bakteri pada
dinding pembuluh darah. Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami regresi
spontan, struktur ini jarang menyebabkan perdarahan subaracnoid.

2.5.2.1. Skala Hunt-Hess

Skala hunt-hess merupakan skala yang berfungsi untuk mengklasifikasikan


kondisi klinis dan menentukan survival rate dan terapi untuk perdarahan subaraknoid.
Tabel 1. Skala Hunt-Hess7 (DUUS edisi 5 hal. 430)
Derajat Manifestasi Klinik
1 Asimptomatik atau nyeri kepala dan kaku kuduk yang ringan
2 Sakit kepala sedang atau berat, meningismus, defisit saraf kranial
3 Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan
4 Stupor, defisit neurologis berat, manifestasi otonom
5 Koma deserebrasi

2.6. Faktor Resiko

Banyak kondisi yang dapat menyebabkan stroke, seperti pengerasan arteri atau lebih
dikenal dengan arteriosklerosis. Pemicunya adalah stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang
berolahraga. Namun sebenarnya ketiga faktor tersebut tergolong risiko yang dapat
dikendalikan. Secara umum faktor risiko stroke dibagi dua:
2.6.1. Faktor Risiko Terkendali
Adapula faktor risiko yang sebenarnya dapat disembuhkan dengan bantuan obat-obatan
atau perubahan hidup. Beberapa faktor risiko tersebut, antara lain:
 Hipertensi8 (stroke, Dalam : Stroke, aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen Hal
136 baris 2-137)
Beberapa data penelitian memperlihatkan peninggian tekanan darah pada stroke
akut akan berisiko terjadinya perdarahan dan memperberat edema, sebaliknya dengan
memnurunkan tekanan darah tentunya akan mempengaruhi tekanan perfusi serebral
sehingga akan memperburuk keluaran.
Sebagian besar ahli tidak merekomendasikan terapi hipertensi pada stroke
iskemik akut, kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap yaitu tekanan darah
sistolik >220mmHg atau diastolik >120 mmHg.8
Pada stroke perdarahan intraserebral (PIS) dengan tekanan darah sangat tinggi
(sistolik >220 mmhg, diastolik >120mmHg) harus diturunkan sedini dan secepat
mungkin, untuk membatasi pembentukan edema vasogenik akibat kerusakan sawar
darah otak pada daerah iskemik sekitar perdarahan.8
 Penyakit jantung
Stroke trombosis disebabkan oleh oklusi mendadak pembuluh darah yang
mensuplai otak. Oklusi terjadi baik karena suatu trombus yang terbentuk langsung di
lokasi oklusi. Kondisi yang berhubungan pada kelainan jantung adalah mural trombus,
rematoid heart disease, aritmia, endokarditis, mitral valve prolapse, paradoxic embolus,
atrial myxoma dan prosthetic heart valves.9 (Munir B. Neurologi Dasar Hal 368-369)
 Diabetes
DM merupakan faktor risiko stroke, dan diabetes juga merupakan prediktor
perburukan keluaran stroke. Millikan (1987) menyatakan bahwa 10-30% penderita
stroke sebelumnya adalah penderita Diabetes. Risiko terjadinya stroke iskemik pada
penderita Diabetes kelompok usia 60-69 tahun adalah 5 kali lebih tinggi dibandingkan
penderita non diabetes. Hanya 20% orang dengan DM hidup lebih 5 tahun setelah
serangan stroke pertama dan separoh dari pasien tersebut meninggal selama tahun
pertama.8 (stroke, Dalam : Stroke, aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen Hal
124)
 Kadar kolesterol darah
Hasil penelitian penggunaan obat penurun kolesterol, khususnya
kelompok stroke menunjukan penurunan risiko terjadinya stroke setelah serangan
infark miokardial. Hubungan secara langsung peningkatan kadar lipid plasma dan
terjadinya stroke iskemik dilaporkan pada penelitian observasional tidak seberat yang
dilaporkan sebagai penyebab penyakit jantung. Meta anlisis studi kohort yang besar
juga tidak memperlihatkan kekuatan hubungan antara hyperlipidemia dan stroke.8
(stroke, Dalam : Stroke, aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen Hal 264)
 Merokok
Merokok menyebabkan peninggian koagulabilitas, viskositas darah,


 meninggikan kadar fibrinogen, mendorong agregasi platelet, meninggikan tekanan


darah, meningkatkan hematokrit, menurunkan kolesterol HDL dan meningkatkan

kolesterol LDL.
 Berhenti merokok juga memperbaiki fungsi endotel. Perokok pasif,

resiko sama dengan perokok aktif.10(Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI. Hal
9 bagian keterangan)
 Alkohol berlebihan
Konsumsi alkohol mempunyai efek sekunder terhadap peningkatan tekanan
darah, peningkatan osmolaritas plasma, peningkatan plasma homosistein,
kardiomiopati dan aritmia yang semua nya dapat meningkatkan risiko stroke. Konsumsi
alkohol yang sedang dapat menguntungkan, alkohol dapat menghambat trombosis
karena dapat menurunkan kadar fibrinogen dan agregasi platelet, menurunkan
lipoprtein(a) dan meningkatkan HDL, meningkatkan sensitivitas insulin.8 (stroke,
Dalam : Stroke, aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen Hal 265)

2.6.2. Faktor Risiko Tidak Terkendali

Faktor risiko tidak terkendali yakni meliputi: usia, jenis kelamin, garis keturunan, dan
ras (etnik) tertentu.
 Usia
Sebesar 15,9% pasien stroke di usia (45-55 tahun) meninggal, kematian meningkat
menjadi 26,8% pada orang-orang yang terkena stroke di usia 55-64 tahun, sementara
kalangan usia >65 tahun mencapai 23,5%.10 (Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke
PERDOSSI. Hal 1 paragraf 1)
 Jenis kelamin1 (Neurologi FKUI hal 455 Usia, Jenis Kelamin,dll paragraph ke 2)
Laki-laki memiliki risiko stroke 1.25-2.5 kali lebih tinggi dibandingkan
perempuan. Namun angka ini berbeda pada usia lanjut. Prevalensi stroke pada
penduduk Amerika perempua (tahun 1999-2000) berusia >= 75 tahun lebih tinggi
(84.9%) dibandingkan laki-laki (70.7%).
Data pasien stroke di Indonesia juga menunjukan rerata usia perempuan (60.4+-
13.8 tahun) lebih tua dibandingkan laki-laki (57.5 +-12.7 tahun). Hal ini dipikirkan
berhubungan dengan estrogen. Estrogen berperan dalam pencegahan plak
aterosklerosis seluruh pembuluh darah, termasuk pembuluh darah serebral. Dengan
demikian, perempuan pada usia produktif memiliki proteksi terhadap kejadian penyakit
vaskular dan aterosklerosis yang menyebabkan kejadian stroke lebih rendah
dibandingkan lelaki. Namun, pada keadaan premenopause dan menopause yang terjadi
pada usia lanjut, produksi estrogen menurun sehingga menurunkan efek proteksi
tersebut.
 Keturunan dan sejarah stroke dalam keluarga, ras/suku bangsa1 (Neurologi FKUI
hal 455 Usia, Jenis Kelamin,dll paragraph ke 5)
Berdasarkan suku bangsa didapatkan suku kulit hitam Amerika mengalami risiko
stroke lebih tinggi dibandingkan kulit putih. Insidens stroke pada kulit hitam sebesar
246 per 100.000 penduduk dibandingkan 147 per 100.000 penduduk untuk kulit putih.
2.7. Diagnosis Stroke
2.7.1. Anamnesis Lengkap
Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut
mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul
sangat mendadak, sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja dan
sewaktu beristirahat. Selain itu perlu juga ditanyakan tentang faktor-faktor resiko yang
menyertai stroke misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung, serta
obat-obatan yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan
riwayat lainnya. Pada kasus kasus yang berat, yaitu dengan penurunan kesadaran sampai
koma, dilakukan pencatatan perkebangan kesadaran sejak serangan terjadi.8 (stroke, Dalam
: Stroke, aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen Hal 62)
Penilaian dengan Score Siriraj dan Gadjah Mada Score
- SSS > 1 = perdarahan intraserebral
- SSS < 1 = Stroke iskemik
- SSS 0 = Meragukan

Gambar 5. Score Siriraj11 (Foto Dapus no11)


Gambar 6. Penilaian dengan gadjah mada score11 (Foto Dapus no 11)

2.7.2. Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum
b. Kesadaran
Tingkat kesadaran dapat dibagi atas: kesadaran yang normal (compos mentis),
somnolen (keadaan mengantuk, kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang), sopor
atau stupor (kantuk yang dalam, penderita masih bisa dibangunkan dengan rangsang
yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi), koma (tidak ada gerakan
spontan, tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun
kuatnya.12 (Lumbantobing SM, Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental hal. 8
paragraf 2)
 Keadaan umum
Kuantitatif:
 GCS
 TTV:
 Tekanan darah
 Nadi
 Suhu
 Pernafasan
 Motorik12 (Lumbantobing SM, Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental hal. 88)
Pada setiap bagian badan yang bisa digerakan harus dilakukan:
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Pemeriksaan gerakan pasif
4. Pemeriksaan gerakan aktif
5. Koordinasi gerak
Derajat kekuatan motorik : (Lumbantobing SM, Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan
mental hal. 96)
5: Tidak ada kelumpuhan (normal)
4: Di samping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang
diberikan.
3: Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat
2: Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
1: Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak diapatkan gerakan pada persendian
yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
0:Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total
 Refleks fisiologis12(Lumbantobing SM, Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental hal.
144)
a. Refleks superficial
 Refleks dinding perut superfisialis
 Refleks Kornea
 Refleks anus superfisialis
 Refleks cremaster
 Reflesk telapak kaki, refleks plantar (plantar reflex)
b. Refleks tendon
 Refleks Biceps (BPR):
 Refleks Triceps (TPR)
 Refleks Patela (KPR)
 Refleks Achilles (APR)
 Refleks patologis 12 (Lumbantobing SM, Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental
hal. 146)
 Babinsky
 Chaddock
 Oppenheim
 Gordon
 Schaefer
 Gonda
 Pemeriksaan Refleks Cranialis I-XI
 Rangsang meningeal12 (Lumbantobing SM, Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan
mental hal. 17-20)
 Kaku kuduk
 Kernig sign
 Laseque sign
 Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
 Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)

2.8. Tatalaksana Stroke

Keberhasilan penanganan stroke akut dimulai dari pengetahuan masyarakat dan petugas
kesehatan, bahwa stroke merupakan keadaan gawat darurat; seperti infark miokard akut dan
trauma. Filosofiyang harus dipegang adalah time is brain, golden hour. Dengan adanya
kesamaan pemahaman bahwa stroke dan TIA merupakan suatu medical emergency maka akan
berperan sekali dalam menyelamatkan hidup dan mencegah kecacatan jangka panjang. Dengan
penanganan yang benar pada jam-jam pertama, angka kecacatan stroke paling tidak aka
berkurang sebesar 30%.10(Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI. Hal 27 paragraf 2)
1. Deteksi
Pengenalan cepat dan reaksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA. Pada setiap
kesempatan, pengetahuan mengenai keluhan stroke, terutama pada kelompok risiko
tinggi (hipertensi, atrial fibrasi, kejadian vaskuler lain dan diabetes) perlu disebarluaskan.
Beberapa gejala atau tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang, dan penurunan kesadaran yang
kesemuanya terjadi secara mendadak. Untuk memudahkan digunakan istilah FAST
(Facial movement, Arm movement, Speech, Test all three)10 (Stroke tahun 2011. Pokdi
Stroke PERDOSSI. Hal 28-29)
2. Pengiriman pasien
Bila seseorang dicuragai terkena serangan stroke, segera panggil ambulans gawat darurat.
Ambulans gawat darurat sangat berperan penting dalam pengiriman pasien ke fasilitas
yang tepat untuk penanganan stroke.10 (Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI. Hal
29)
3. Transportasi/ambulans
Utamakan transportasi (termasuk transportasi udara) untuk pengiriman pasien ke rumah
sakit yang dituju. Fasilitas ideal yang harus ada dalam ambulans sebagai berikut:10
a. Personil yang terlatih
b. Mesin EKG
c. Peralatan dan obat-obatan resusitasi dan gawat darurat
d. Obat- obat neuroprotektan
e. Telemedisin
f. Ambulans yang dilengkapi dengan peralatan gawat darurat, antara lain,
pemeriksaan glukosa (glucometer), kadar saturasi O2 (pulse oximeter) (Stroke
tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI. Hal 29)
Personil pada ambulans gawat darurat yang terlatih mempu mengerjakan:10 (Stroke
tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI. Hal 29-30)
A. Memeriksa dan menilai tanda-tanda vital
B. Tindakan stabilisasi dan resusitasi (Airway Breathing Circulation/ABC). Intubasi
perlu dipertimbangkan pada pasien dengan koma yang dalam, hipoventilasi, dan
aspirasi.
C. Bila kardiopulmuner stabil, pasien diposisikan setengah duduk.
D. Memeriksa dan menilai gejala dan tanda stroke
E. Pemasangan katetr intravena, memantau tanda-tanda vital dan keadaan jantung
F. Berikan oksigen untuk menjamin saturasi > 95%
G. Memeriksa kadar gula darah
H. Menghubungi unit gawat darurat secepatnya (stroke is emergency)
I. Transportasi secepatnya (time is brain)
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh petugas pelayanan ambulans:10
 Jangan terlambat membawa ke rumah sakit yang tepat
 Jangan memberikan cairan berlebihan kecuali pada pasien syok dan hipotensi
 Hindari pemberian cairan glukosa/dekstrose kecuali pada pasien hipoglikemia
 Jangan menurunkan tekanan darah, kecuali pada kondisi kekhusus. Hindari
hipotensi, hipoventilasi, atau anoksia
 Catat waktu onset serangan
4. Memanfaatkan jaringan pelayanan stroke komprehensif yaitu unit gawat darurat, stroke
unit atau ICU sebagai tempat tujuan penanganan definitive pasien stroke.10 (Stroke tahun
2011. Pokdi Stroke PERDOSSI. Hal 30)

2.8.1. Penatalaksanaan di ruang gawat darurat10 (Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke
PERDOSSI. Hal 32-38)

1. Evaluasi cepat dan diagnosis


Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, maka evaluasi dan diagnosis klinik
harus cepat, sistemik, dan cermat (AHA/ASSA, Class I, Level of evidence B. Evaluasi
gejala dan tanda klinik stroke akut meliputi:
 Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat
serangan, gejal lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang,
cegukan (hiccup), gengguan visual, penurunan kesadaran, serta factor risiko stroke
(hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
 Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit
karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif).
Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen kulit, dan ekstremitas.
 Pemeriksaan neurologik dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, system motoric, sikap dan cara
jalan, reflex, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan
saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale) (AHA/ASA, Class
I, Level of evidence B)
2. Terapi umum
a) Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
 Pemantauan secara terus-menerus terhadap status neurologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien
dengan deficit neurologis yang nyata (ESO, Class IV, GCP)
 Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <95%
(ESO,Class IV, GCP)
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak
sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan nafas (AHA/ASA, Class
I, Level of evidence C)
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (AHA/ASA,Class I, Level of
evidence C)
 PAsien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak memerlukan terapi oksigen
(AHA/ASA, Class III, Level of evidence B)
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi
 Pipa endotrakeal diusahakan terpasang lebih dari 2 minggu, maka dianjurkan
dilakukan trakeostomi
b) Stabilisasi hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pemberian cairan
hipotonik seperti glukosa)
 Dianjurka pemesangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan untuk
memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk memasukkan cairan dan
nutrisi.
 Usahakan CVC 5-12 mmHg
 Optimalisasi tekanan darah
 Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat
vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamine dosis sedang/tinggi,
norepinefrin atau epinefrin dengan target TD sistolik berkisar 140 mmHg
 Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama pertama setelah
awitan serangn stroke iskemik (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B)
 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
 Hipotensi artrial harus dihindari dan dicari penyebabnya hypovolemia harus
dikoreksi dengen larutan salin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan
penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C)
c) Pemeriksaan awal fisik umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal:
1. Derajat kesadaran
2. Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
3. Keparahan hemiparesis
d) Pengendalian peninggian TIK
 Pemantauan ketat terhadap resiko edema serebri harus dilakukan dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama stroke
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan penderita yang
mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK
 Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CCP > 70mmHg
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan intracranial meliputi
o Tinggikan posisi kepala 20-30º
o Posisi pasien hendaklah menghindari penekanan vena jugular
o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
o Hindari hipertermia
o Jaga normovolemia
o Osmoterapi atas indikasi:
 Manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama > 20 menit, diulangi setiap 4-6 jam
dengan target ≤310 mOsm/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali
dalam sehari selama pemberian osmoterapi
 Kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV
 Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35-40 mmHg). Hiperventilasi
mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif
 Paralisis neuromuscular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat
mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan intratorakal
dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator.
 Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi edema otak dan tekanan
tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan kalau diyakini tidak
ada kontraindikasi
 Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar
 Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang menimbulkan
efek masa merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa dan memberi
hasil yang baik.
e) Penanganan Transformasi Hemoragik
Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimtomatik. Terapi
transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan, antara
lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan darah
arterial secara hati-hati
f) Pengendalian Kejang
 Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti
fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit.
 Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU
 Pemberian antikolvusan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan
 Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antikolvusan
profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan dan
dihentikan bila kejang tidak ada selama pengobatan
g) Pengendalian suhu tubuh
 Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya.
 Beri Asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC.
 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah, dan urin) dan diberikan antibiotic. Jika memakai
kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakuakn utnu
mendeteksi meningitis
 Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic
h) Pemeriksaan penunjang
 EKG
 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD,
analisa urin, AGDA dan elektrolit)
 Bila perlu kecurigaan perdarahan subarachnoid, lakukan punksi lumbal untu
pemeriksaan cairan serebrospinal
 Pemeriksaan radiologi
o Foto rontgen dada
o CT Scan

2.8.2. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat10 (Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke
PERDOSSI. Hal 38-40)

1. Cairan
 Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin, CVP pertahankan antara 5-12 mmHg
 Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB
 Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
pengeluaran cairan yang tidak dirasakan.
 Elektrolit (Na, K, Ca, Mg) harus selalu diperiksaa dan diganti bila terjadi kekurangan
 Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGD.
 Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.
2. Nutrisi
 Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam
 Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran
menurun
 Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.
3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
 Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan
kontraktur)
 Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman
 Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.
4. Penatalaksanaan medik yang lain
 Hiperglikemia GD > 180 mg/dL pada stroke akut harus diobati, titrasi insulin, dan
terjaga normoglikemia. Hipoglikemia berat GD < 50 mg/dL, berikan dekstrosa 40
% iv atau infus glukosa 10-20 %
 Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya
 Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
 Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi
 Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil
 Rehabilitasi
 Edukasi keluarga
 Discharge planning

2.8.3. Tatalaksana Pada Stroke Akut

Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak
dianjurkan, karena dapat memperburuk keluaran neurologis.
2.8.3.1. Tatalaksana Tekanan Darah Pada Stroke Akut (Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke
PERDOSSI. Hal 42-55)

Berdasarkan Guidelines AHA/ASA 2007 dan ESO 2009 merekomendasikan penurunan


tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan
memperhatikan beberapa kondisi sebagai berikut:
a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun
diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila TD sistolik > 220 mmHg atau
TD diastolic > 120 mmHg. Pada pasien yanga akan diberi terapi trombolitik (rtPA), TD
diturunkan mencapai TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg. Selanjutnya dipantau
selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan adalah
labetalol, nitropaste, nitropusid, nikardipin, atau diltiazem IV.
b. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut bila TDS >200 mmHg atau MAP >150
mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi IV secara
kontinu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial. TD
diturunkan dengan obat antihipertensi IV dengan pemantauan tekanan perfusi serebral 
60 mmHg.
d. Bila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan TIK, TD diturunkan secara hati-hati dengan obat antihipertensi IV dengan
pemantauan TD setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg / TD 160/90 mmHg. Pada studi
INTETACT 2010, Penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
e. Pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan TD
dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman. Setelah kraniotomi, target MAP 100
mmHg.
f. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan TD pada penderita stroke
perdarahan intraserebral.
g. Pengggunaan obat antihipertensi parentral golongan B-Blocker (labetalol dan esmolol),
Ca-Channel Blocker (Nikardipin dan Diltiazem) IV, digunakan dalam upaya diatas.
h. Hidralasin dan Nitropusid tidak digunakan karena dapat mengakibatkan peningkatan
TIK.
Tabel 2. Obat Antihipertensi Pada Stroke Akut10
Golongan/Obat Mekanisme Dosis Keuntungan Kerugian
Tiazid
Diazoksid Aktivasi ATP IV bolus: 50- Awitan <5 menit Retensi cairan dan
- Sensitive K- 100 mg; IV garam,
Channels infus: 15-30 hiperglikemia
mg/menit berat, durasi lama
(1-12 jam)
ACEI
Enalaprilat ACE Inhibitor 0,625-1,25 mg Awitan <15 menit Durasi lama (6
IV selama 15 jam), Disfungsi
menit renal
Calcium Channel Blocker
Nikardipin Penyekat 5 mg/jam IV, Awitan cepat (1-5 Takikardia atau
Clevidipin kanal kalsium 2,5 mg/jam menit), tidak terjadi brakikardia,
Verapamil tiap 15 menit, rebound yang hipotensi, durasi
Diltiazem sampai bermakna jika lama (4-6 jam)
15 mg/jam dihentikan
Eliminasi tidak
dipengaruhi oleh
disfungsi hati atau
renal, potensi
interaksi obat
rendah, Awitan
cepat <1 menit,
tidak terjadi
rebound/takifilaksis
Beta Blocker
Labetalol Antagonis 10-80 mg IV Awitan cepat Brakikardia,
reseptor 1, tiap 10 menit – (5-10 menit) hipoglikemia,
1, 2 300 mg/hari; durasi lama (2-12
infus: 0,5-2 jam), gagal jantung
mg/menit kongestif,
bronkospasme
Esmolol Antagonis 0,25-0,5 mg/kg Awitan segera, Brakikardia, gagal
selektif IV bolus durasi singkat <15 jantung kongestif
reseptor 1 disusul dosis menit
pemeliharaan
Alfa Blocker
Fentolamin Antagonis 5-20 mg IV Awitan cepat (2 Takikardia, aritmia
reseptor 1, menit), durasi
2 singkat (10-15
menit)
Vasodilator langsung
Hidralasin NO terkait 2,5-10 mg IV Serum-sickness
dengan bolus (sampai like, drug-induced
mobilisasi 40 mg) lupus, durasi lama
kalsium dalam (3-4 jam), awitan
otot polos lambat (15-30
menit)
Nitrogliserin Nitrovasodilat 5-100 Awitan 1-2 menit, Produksi
or g/kg/menit IV durasi 3-5 menit methemoglobin,
refleks takikardia

2.8.3.2. Tatalaksana Gula Darah pada Stroke Akut

- Hindari kadar gula melebihi 180 mg/dl, disarankan dengan infus salin dan
menghindari larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah serangan stroke
akan berperan dalam mengendalikan kadar gula darah.
- Hipoglikemia (<50 mg/dl) dapat diatasi dengan pemberian bolus dekstrosa atau
infus glukosa 10-20% sampai kadar gula darah 80-110 mg/dl.
- Indikasi pemberian insulin:
1. Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM.
2. Bukan stroke lacunar dengan diabetes mellitus.
- Kontrol gula darah selama fase akut stroke
1. Insulin regular subkutan menurut skala luncur

Tabel 3. Skala Luncur Insulin Reguler Manusia10

Dosis Insulin Subkutan (Unit)


Gula Darah (mg/dL)
2
150-200
4
201-250
6
251-300
8
301-350
10
 351

2. Protokol pemberian insulin IV


- Guideline Umum
o Sasaran glukosa darah = 80-180 mg/dL (ICU: 80-110 mg/dL)
o Standart drip insulin 100 U/100 mL 0,9 NaCl via infus (1U/1mL). IV
insulin dihentikan bila penderita makan dan menerima dosis pertama
dari insulin Subkutan.
- Pemilihan Algortima
o Algoritma 1: mulai untuk kebanyakan penderita
o Algoritma 2: untuk penderita yang tidak dapat dikontrol dengan
algoritma 1, atau untuk penderita dengan diabetes yang menerima
insulin > 80 U/hari sebagai outpatient.
o Algoritma 3: untuk penderita yang tidak dapat dikontrol dengan
algoritma 2.
o Algoritma 4: untuk penderita yang tidak dapat dikontrol dengan
algoritma 3.
- Memantau penderita dengan memeriksa gula darah tiap jam sampai pada
glucose goal range selama 4 jam, kemudian diturunkan setiap 2 jam. Bila
stabil, infus insulin dapat dikurangi setiap 4 jam, pemantuan setiap jam
untuk penderita sakit kritis walaupun gula darah stabil.

Tabel 4. Infus Insulin Intravena10


Kecepatan infus insulin (U/jam)
Gula Darah (mg/dL)
Algoritma 1 Algoritma 2 Algoritma 3 Algoritma 4
< 60 (hipoglikemia)
< 70 0 0 0 0
70-109 0.2 0.5 1 1.5
110-119 0.5 1 2 3
120-149 1 1.5 3 5
150-179 1.5 2 4 7
180-209 2 3 5 9
210-239 2 4 6 12
240-269 3 5 8 16
270-299 3 6 10 20
300-329 4 7 12 24
330-359 4 8 14 28
>360 6 12 16 28

3. Peralihan dari insulin intravena ke subkutan


Beri dosis short-acting atau rapid-acting insulin subkutan 1-2 jam sebelum
menghentikan infus insulin IV. Dosis insulin basal dan prandial harus
disesuaikan dengan tiap kebutuhan penderita.
4. Hipoglikemia (glukosa darah <60 mg/dL)
- Hentikan insulin drip
- Berikan dextrose 50% dalam air (D50W) IV
o bila penderita sadar: 25 ml (1/2 amp)
o bila tidak sadar: 50 ml (1 amp)
- Periksa ulang gula darah setiap 20 menit dan beri ulang 25 ml D50W IV bila gula
darah < 60 mg/dL. Mulai lagi dengan insulin drip bila gula 2 kali periksa > 70 mg/dL.

2.8.4. Tatalaksana Stroke Akut Secara Khusus

2.8.4.1. Stroke Iskemik (Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI. Hal 78-80)

a. Pengobatan hipertensi pada stroke akut

b. Pemberian obat yang menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan pada pasien


stroke iskemik
c. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia
d. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah secara
karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak direkomendasikan
e. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut (pemberian terapi trombolisis rTPA)
Rekomendasi:
- Pemberian IV rTPA dosis 0,9 mg/KgBB (Maks 90 mg), 10% dari dosis total
diberikan sebagai bolus inisial, dan sisanya diberikan sebagai infus selama 60
menit, terapi tersebut harus diberikan dalam rentang waktu 3 jam dari onset.
- Pemberian rTPA direkomendasikan secepat mungkin, yaitu dalam rentang waktu
3 jam atau 4,5 jam.
f. Pemberian Antikoagulan
- Antikoagulan yang urgent bertujuan mencegah timbulnya stroke berulang awal,
menghentikan perburukan defisit neurologi, atau memperbaiki keluaran setelah stroke
iskemik akut tidak direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke
iskemik akut.
- Antikoagulan urgent tidak direkomendasikan pada penderita dengan stroke akut sedang
sampai berat karena meningkatnya risiko perdarahan intracranial.
- Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dalam jangka waktu 24 jam bersamaan dengan
pemberian IV rTPA tidak direkomendasikan.
- Pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah stroke akut tidak bermanfaat.
g. Pemberian Antiplatelet
- Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48 jam setelah awitan
stroke dianjurkan utnuk setiap stroke iskemik akut
- Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut pada stroke,
seperti pemberian rTPA intravena
- Jika direncanakan pemberian trombolitik, jangan berikan aspirin
- Pemberian klopidogrel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik akut
tidak dianjurkan kecuali pada pasien dengan indikasi spesiifik.
h. Pemakaian obat-obatan neuroprotektan belum dianjurkan. Namum citikolin sampai saat
ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan citikolin dengan dosis 2
x 1000 mg IV 3 hari dan dilanjutkan oral 2 x 1000 mg selama 3 minggu. Selain itu
pemberian Plasmin oral 3 x 500 mg menunjukkan efek positif pada penderita stroke.

2.8.4.2. Perdarahan Intra Serebral (ICH)10(Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI.
Hal 82-88)

1. Diagnosis dan penilaian gawat darurat perdarahan intrakranial dan penyebabnya dilakukan
dengan:
 CT atau MRI (direkomendasikan pada stroke iskemik dengan perdarahan intrakranial)
 Angiografi CT Scan atau CT Scan dengan kontras, membantu identifikasi pasien resiko
perluasan hematom
2. Terapi medik pada perdarahan intrakranial
 Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi berat atau trombositopenia berat: terapi
penggantian faktor koagulasi atau trombosit
 Pasien dengan perdarahan intrakranial dan peningkatan INR terkait obat antikoagulan
oral, sebaikanya jangan diberikan warfarin. Terapi diganti Vitamin K, pemberian
Konsentrat Kompleks Protrombin untuk mengurangi komplikasi, FFP.
 Pasien dengan gangguan koagulasi:
- Vit K 10 mg/ iv dengan peningkatan INR
- FFP 2-6 unit untuk koreksi defisiensi faktor pembekuan darah/faktor koagulasi,
memperbaiki INR atau aPTT dengan cepat.
 Faktor VIIa
 LMWH dan UFH subkutan dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk mencegah
tromboemboli vena pada pasien dengan mobilitas yang kurang setelah satu hingga
empat hari pascaawitan.
 Efek heparin diatasi dengan protamin sulfat, observasi tanda-tanda hipersensitif
3. Tekanan darah
4. Penanganan di rumah sakit dan pencegahan terjadi kerusakan otak sekunder
5. Prosedur / operasi:
 Penanganan dan pemantauan: TIK, GCS < 8, tanda klinis herniasi transtentorial,
perdarahan intraventrikuler luas, hidrosefalus. Drainase ventrikuler dengan stroke
iskemik dengan hidrosefalus yang disertai penurunan kesadaran
 Perdarahan intraventrikuler
 Evakuasi hematom
 Prediksi keluaran dan penghentian dukungan teknologi
 Mencegah perdarahan intrakranial berulang
 Rehabilitasi dan pemulihan

2.8.4.2. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhoid (PSA)10(Stroke tahun 2011. Pokdi


Stroke PERDOSSI. Hal 89-95)

1. Diagnosis PSA
 Gawat darurat neurologi
 Gejala kadang tidak khas, patut curiga PSA bila nyeri kepala hebat yang paling sakit
semasa hidup dan muncul tiba-tiba
 CT scan kepala, bila hasil PSA (–) namun klinis curiga PSA, punksi lumbal dan analisis
LCS
 Angiografi cerebral untuk memastikan aneurisma pada pasien PSA. MRA, CT
angiografi
2. Tatalaksana umum PSA
 Berdasarkan HUNT dan HESS, PSA derajat I dan II:
- Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
- Tirah baring total, posisi kepala ditinggikan 300, O2 2-3 L/m
- Hati-hati penggunaan sedatif, dapat kesulitan menilai tingkat kesadaran
- Infus dari UGD, euvolemia, monitor cardiopulmoner dan kelainan neurogi yang
timbul
 Derajat PSA III, IV, V perawatan lebih intensif:
- ABC
- ICU atau semi-ICU
- Pertimbangkan intubasi dan ETT cegah aspirasi dan airway
- Hindari sedatif berlebihan
3. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA
 Monitor dan kontrol Tekanan Darah untuk mencegah risiko perdarahan ulang.
 Istirahat total di tempat tidur
 Anti fibrinolitik (epsilon-aminocaproic acid: loading 4 mg IV, kemudian diikuti infus
kontinu 1 g/jam atau asam traneksamat loading 1 g IV kemudian dilanjutkan 1 g setiap
6 jam sampai aneurisma tertutup atau biasanya disarankan selama 72 jam)
 Ligasi karotis kurang bermanfaat
 Penggunaan koil intraluminal dan balon masih dalam uji coba.
4. Tindakan operasi pada ruptur aneurisma
 Operasi clipping atau endovaskuler coilling untuk mengurangi perdarahan ulang (bedah
saraf, dokter endovaskuler)
 Resiko pendarahan ulang PSA (+) walau telah di operasi
 Operasi obliterasi aneurisma komplit untuk aneurisma yang incompletly clipped.
5. Pencegahan dan tatalaksana vasospasme
 Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/ jam IV pada hari ke 3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti dapat
memperbaiki defisit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Edward Nangoy, Instiaty, dkk pada evaluasi
penggunaan obat pada pasien stroke yang dirawat di rsup prof.dr.r.d. Kandou

Manado
 masih ditemukan penggunaan obat dengan indikasi kurang tepat.

Penggunaan Nimodipin untuk mencegah vasospasme pada stroke perdarahan dalam


penelitian ini ditemukan 1 kasus (wanita 60 tahun) diagnosis stroke perdarahan
subaraknoid, krisis hipertensi disertai penurunan kesadaran, dan dislipidemia. Saat
masuk rumah sakit, diberikan kaptopril 3x25mg, amlodipin 10 mg/hari dan nimodipin
dosis penggunaan 4x60 mg selama selama 19 hari. Yang menjadi perhatian dalam kasus
ini adalah penggunaan nimodipin untuk indikasi mencegah/mengatasi vasospasme otak
akibat perdarahan. Penggunaan nimodipin oral pada kasus ini masih kurang tepat
karena pertama pada saat diputuskan untuk diberikan nimodipin sebagai vasopressor
sebaiknya dilanjutkan evaluasi klinis dengan pemeriksaan angiografi, untuk menilai
kembali efek manfaat pemberian obat tersebut terhadap kemungkinan keadaan
aneurisma tanpa meningkatkan risiko pada pasien. Pertimbangan kedua, penggunaan
nimodipin pada kasus ini hanya selama 19 hari yang sedikit berbeda dalam anjuran
lama hari pemberian sesuai guideline STROKE PERDOSSI tahun 2011 yaitu 21 hari,
kesesuaian dengan guideline ataupun literatur pada kasus ini yaitu mulai pemberian
pada hari ke-3 (tiga) perawatan, dengan dosis 4x60mg/hari. Pada kasus ini tidak terlihat
terjadinya perburukan fungsi neurologis sampai pasien keluar rumah sakit.13 (Dapus no
13 hal 43/6)
 Pengobatan vasospasme serebral diawali dengan penanganan aneurisma yang ruptur,
dengan mempertahankan volume darah sirkulasi yang normal (euvolemia) dan
menghindari terjadinya hipovolemia.
 Pada pasien PSA dengan tanda-tanda vasospasme, terapi hiperdinamik atau triple-H
(Hypervolemic-Hypertensive-Hemodilution) perlu dipertimbangkan dengan tujuan
mempertahankan perfusi serebral.
 Fibrinolitik intrasisternal, antioksidan dan antiinflamasi tidak bermakna
 Pasien yang gagal dengan terapi konvensional, angioplasti transluminal dianjurkan
untuk pengobatan vasospasme
 Cara lain untuk penatalaksanaan vasospasme adalah:
o Pencegahan vasospasme
 Nimodipin 60 mg PO 4 kali sehari
 NaCl 3% intravena 50 ml 3 kali sehari
 Jaga keseimbangan elektrolit
o Delayed vasospasm
 Stop nimodipin, antihipertensi dan diuretika
 Berikan 5% albumin 250 ml intravena
 Bila memungkinkan lakukan pemasangan Swanganz, dan usahakan
wedge pressure 12-14 mmHg
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/min/sg.meter
 Berikan dobutamin 2-15 ug/kg/min
6. Kelola tekanan darah
7. Hiponatremi
8. Kejang
9.Komplikasi hidrosefalus: ventrikulostomi/drainase eksternal ventrikel untuk obstruksi
hidrosefalus akut, dan ventrikulo peritoneal shunt untuk hidrosefalus kronik/komunikan
10. Terapi tambahan:
a. Laksansia (pencahar) diperlukan untuk melunakkan feses secara reguler.
b. Analgesik
 Asetaminofen ½ - 1 gr/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 gr/4-6 jam.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM/4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein
 Hindari asetosal
c. Pasien sangat gelisah dapat diberikan:
 Haloperidol im 1-10 mg setiap 6 jam
 Petidin im 50-100 mg atau morfin sc atau iv 5-10 mg/4-6 jam
 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam
 Propofol 3-1 mg/kg/jam

2.10. Pencegahan10(Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI. Hal 4-7)

2.10.1. Pencegahan Primer pada stroke


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya perbaikan gaya hidup dan pengendalian
berbagai faktor resiko. Upaya ini ditunjukkan pada orang sehat dan kelompok risiko tinggi
yang belum pernah terserang stroke.
A. Mengatur Pola Makan yang sehat
Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat meningkatkan risaiko terkena
serangan stroke. Sebaliknya mengkonsumsi makanan rendah lemak jenuh dan kolesterol
dapat mencegah terjadinya stroke. Beberapa jenis makanan yang dianjurkan untuk
pencegahan primer terhadap stroke adalah :
1. Makanan dari berbagai biji-bijian yang membantu menurunkan kadar kolesterol :
Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, bulgur, jagung
dan gandum
a. Oat (=beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, menurunkan
tekanan darah dan menekan nafsu makan bila dimakan di pagi hari (memperlambat
pengosongan usus).
b. Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum,
menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida tetapi tidak
mempengaruhi kadar kolesterol HDL
c. Kacang-kacangan (termasuk biji kenari dan kacang mede) menurunkan kolesterol
LDL dan mungkin mencegah aterosklerosis.
Mekanisme kerja menambah ekskresi asam empedu, meningkatkan aktifitas esterogen
dari isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan meningkatkan aktivitas antioksidan
yang menghalangi oksidasi LDL.
2. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke
a. Makanan/zat yang membantu mencegah peningkatan homosistein seperti asam
folat, vitamin B6, B12 dan riboflavin
b. Susu yang mengadung protein, kalsium, zinc, dan B12 mempunyai efek proteksi
terhadap stroke
c. Beberapa jenis ikan tuna dan ikan salmon, mengandung omega-3 eicosapentenoic
acid (EPA) dan docosahexonoic acid (DHA) yang merupakan pelindung jantung
dengan efek melindungi terhadap resiko kematian mendadak, mengurangi resiko
aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adesi platelet,
sebagai precursor prostaglandin, inhibisi sitokin, anti inflamasi dan stimulasi NO
endothelial. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2 kali / minggu
d. Makanan yang kaya vitamin dan anti oksidan: vitamin C,E, betakaroten seperti
yang banyak terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan dan biji-bijian
e. Buah-buahan dan sayur-sayuran:
 Kebiasaan/membudaya diet kaya buah-buahan dan sayuran (bervariasi)
minimal 5 saji setiap hari
 Sayuran hijau dan jeruk: menurunkan resiko stroke
 Sumber Kalium: kalium merupakan predictor yang kuat mencegah mortalitas
akibat stroke terutama buah pisang
 Apel (mengandung quercetin dan phyto-nutrient) menurunkan resiko stroke
f. Teh hitam dan hijau yang mengandung antioksidan
3. Rekomendasi tentang makanan:
a. Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium (<6 gr/hari). Bahan-
bahan yang mengandung natrium seperti monosodium glutamate, sodium nitrat
dikurangi. Sebaiknya makanan harus segar. Pada penderita hipertensi, asupan
natrium yang dianjurkan ≤ 2,3 gram/hari dan asupan kalium ≥ 4,7 gram / hari.
b. Meminimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans fatty
acids seperti kue-kue krakers, telur, makanan yang digoreng dan mentega.
c. Mengutamakan makanan yang mengandung poly unsaturated fatty acids, mono
unsaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati.
d. Nutrien harus diperoleh dari makanan, bukan suplemen
e. Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang
f. Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal
g. Hindari makanan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi rendah
h. Sumber lemak hendaknya berasal dari sayuran, ikan, buah polong, dan kacang-
kacangan.
i. Utamakan makan yang mengandung polisakarida seperti nasi, roti, pasta, sereal dan
kentang daripada gula (monosakarida dan disakarida)
B. Penanganan Stress dan Berisirahat yang Cukup
1. Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari
2. Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif sesuai dengan jiwa sehat menurut
WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan mendekatkan diri
pada Tuhan Yang Maha Esa. Mensyukuri hidup yang ada. Stress kronis meningkatkan
tekanan darah. Penanganan stress menghasilkan relaxation response yang menurunkan
denyut jantung, menurunkan tekanan darah.
C. Pemeriksaan Kesehatan Teratur dan Taat Advis Dokter Dalam Hal Diet dan Obat
1. Faktor-faktor risiko seperti penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia, DM, harus
dimonitor secara teratur
2. Faktor-faktor resiko ini dapat dikoreksi dengan pengobatan teratur, diet dan gaya hidup
sehat
3. Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan darah < 140/90 mmHg. Jika
menderita diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronik, dianjurkan tekanan darah <
130/80 mmHg.
4. Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus dengan target HbA1C
<7% .
5. Pengendalian kadar kolesterol pada penderita dislipidemia dengan diet dan obat
penurun lemak. Target kadar kolesterol LDL<100 mg/dl. Sedangkan pada penderita
dengan risiko stroke tinggi target kadar kolesterol LDL <70 mg/dl.

2.11. Manajemen Faktor resiko stroke8

2.11.1. Jenis Stroke Pada Diabetes Mellitus


Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa DM merupakan faktor risiko yang
terpenting untuk stroke iskemik. Stroke lakunar adalah tipe stroke yang khas pada pasien DM.
Hipertensi arterial memperlihatkan faktor resiko penting pada stroke lakunar multipel dan DM.
Prevalensi stroke lakunar 28-43% pasien dengan DM. Ternyata Dm bermakna sebagai faktor
risiko stroke tipe motorik murni yang merupakan suatu sindroma yang khas hubungannya
dengan infark lakunar. (Stroke, Dalam : Stroke, aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.
Hal 125)

2.11.2. Manajemen hiperglikemia pada stroke akut8 (Stroke, Dalam : Stroke, aspek
Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Hal 129-130)

Manajemen pasien DM dengan stroke umumnya tidak berbeda dengan pasien non DM.
Berapa kadar glukosa darah yang harus dicapai belum ada patokan yang dapat dipercaya.
Indikasi dan syarat pemberian insulin
- Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan DM 1 atau 2
- Bukan stroke lakunar dengan DM.
Kontrol gula darah selama fase akut stroke
- Insulin reguler subkutan menurut skala luncur
- Protokol untuk IV infus umum sasaran kadar glukosa darah 80-180mg/dl (intensive
care).
- Standard drip insulin 100U/100ml 0.9% NaCl via infus. Infus dihentikan bila
penderita makan dan menerima dosis pertama dari insulin subkutan.
2.11.3. Pedoman Manajemen Hipertensi pada Stroke Hemoragik8 (Stroke, Dalam : Stroke,
aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Hal 139)

A. Bila tekanan darah sistolik >230 mmHg atau tekanan diastolik >140mmHg, berikan
labetalol, nikardipin, diltiazem atau nimodipin.
B. Bile tekanan sistolik 180-230mmHg atau tekanan diastolik 105-140 mmHg, atau
tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg:
Labetalol 10-20 IV selama 1-2 menit, kemudian diberikan Nicardipin, dapat
diberikan Diltiazem, dan dapat juga diberikan Nimodipin.
C. Pada fase akut tekanan darah tak boleh diturunkan lebih dari 20%-25% dari tekanan
darah arteri rerata
D. Bila tekanan sistolik <180 mmHg dan tekanan diastolik <105 mmHg, tangguhkan
pemberian obat anti-hipertensi
E. Bila terdapat fasilitas pemantauan tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak harus
dipertahankan >70 mmHg
F. Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah harus
dipertahankan di bawah tekanan arterial rata-rata 130 mmHg
G. Tekanan darah arterial rata-rata lebih dari 110 mmHg pada waktu pasca-operasi
dekompresi harus segera dicegah
H. Bila tekanan darah arterial sistolik turun <90 mmHg harus diberikan obat
menaikkan tekanan darah (vasopressor).

2.12. Prognosis

2.12.1. NIHSS (NATIONAL INSTITUTE OF HEALTH STROKE SCALE)8

NIHSS adalah suatu skala penilaian yang dilakukan pada pasien stroke untuk melihat
kemajuan hasil perawatan fase akut (akibat impairment). Penilaian ini dilakukan dua kali, yaitu
saat masuk (hari pertama perawatan) dan saat keluar dari perawatan. Perbedaan nilai saat
masuk dan keluar, dapat dijadikan salah satu patokan keberhasilan perawatan.8
Nilai NIHSS adalah antara 0-42. Terdiri dari 11 komponen, bila motorik lengan serta
kaki kanan dan kiri dituliskan dalam satu nomor dan dipisahkannya dengan penambahan nomor
a dan b, tetapi akan menjadi 13 komponen apabila masing-masing motorik lengan dan tungkai
kanan kiri diberi nomor terpisah. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai
berikut:8(stroke, Dalam : Stroke, aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen Hal 303-304)
Tabel 2. Nilai NIHSS8
Komponen Nilai
1a. Derajat kesadaran 0= sadar penuh
1= somnolen
2= stupor
3= koma
1b. Menjawab pertanyaan 0= menjawab 2 pertanyaan dengan benar
1= hanya menjawab 1 pertanyaan dengan benar/tidak dapat
berbicara karena terpasang pipa endotrakea/disartria
2=tidak dapat menjawab 2 pertanyaan dengan
benar/afasia/stupor
1c. Mengikuti perintah 0= dapat melakukan 2 perintah dengan benar
1= hanya dapat melakukan 1 perintah dengan benar
2= tidak dapat melakukan 2 perintah dengan benar
2. Gerakan mata konjugat 0= normal
horizontal 1= gerakan abnormal hanya pada satu mata
2= deviasi konyugat yang kuat atau paresis konyugat total
pada kedua mata
3. Lapang pandang pada tes 0= tidak ada gangguan
konfrontasi 1= kuadranopsia
2= hemianopsia total
3= hemianopsia bilateral/buta kortikal
4. Paresis wajah 0= normal
1= paresis ringan
2= paresis parsial
3= paresis total
5. Motorik lengan (x2) 0= tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat
kedua lengannya selama 10 detik
1= lengan menyimpang ke bawah sebelum 10 detik
2= lengan terjatuh ke kasur atau badan tidak dapat
diluruskan secara penuh
3= tidak dapat melawan gravitasi
4= tidak ada gerakan
X= tidak dapat diperiksa
6. Motorik kaki (x2) 0= tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat
kedua kakinya selama 5 detik
1= kaki menyimpang ke bawah sebelum 5 detik
2= kaki terjatuh ke kasur atau badan tidak dapat diluruskan
secara penuh
3= tidak dapat melawan gravitasi
4= tidak ada gerakan
X= tidak dapat diperiksa
7. Ataksia anggota badan 0= tidak ada
1= pada satu ekstremitas
2= pada dua atau lebih ekstremitas
X= tidak dapat diperiksa
8. Sensorik 0= normal
1= defisit parsial
2= defisit berat
9. Bahasa terbaik 0= tidak ada afasia
1= afasia ringan-sedang
2= afasia berat
X= tidak dapat diperiksa
10. Disartria 0= artikulasi normal
1= disartria ringan-sedang
2= disartria berat
X= tidak dapat diperiksa
11. Inatensi 0= tidak ada
1= parsial
2= total

Nilai NIHSS berkisar 0-42


Penilaiannya adalah sebagai berikut :
 Nilai < 4 : Stroke Ringan
 Nilai antara 4-15 : Sedang
 Nilai > 15 : Berat
Berdasarkan penelitian, terdapat antara nilai korelasi NIHSS masuk dengan kondisi saat keluar
yaitu :
Tabel 3. Tabel NIHSS kondisi keluar8
NIHSS saat Keluaran
(hari)
0-8 Pulang dengan berobat jalan
9-17 Perawatan rehabilitas
18+ Perawatan difasilitas rehabilitas, perawatan khusus dirumah, perawatn
subakut atau perawatan khusus disuatu rumah rehabilitasi
BAB III

Penutup

Stroke merupakan penyakit kegawatdaruratan neurologi karena tingginya angka


mortalitas dan angka kecatatan. Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
neurologi yang utama di Indonesia dan penyakit ketiga yang menyebabkan kematian di
beberapa negara berkembang termasuk Indonesia.
Penanganan stroke perlu dilakukan sedini dan setepat mungkin, karena prognosis stroke
tergantung pada golden hour dimana dilakukan penanganan yang adekuat. Konsep unit stroke
sebagai suatu unit pelayanan stroke terpadu telah terbukti efektif menekan angka kematian dan
menurunkan derajat kecacatan, selain mengurangi waktu perawatan pasien di rumah sakit,
sehingga dana yang diperlukan untuk perawatan, pengobatan, dan rehabilitasi pasien stroke
dapat ditekan seminimum mungkin.
Sistem manajemen stroke yang didasarkan oleh ketatnya waktu tidak selalu dapat
diterapkan secara umum, salah satu penyebabnya adalah keterbatasan dan kesadaran pasien
untuk tiba ke rumah sakit lebih awal. Maka dari itu, pentingnya manajemen prahospital dan
penanganan manajemen stroke akut di ruang gawat darurat dan di ruang rawat inap, agar dapat
mendiagnosa cepat dan melakukan terapi efektif sehingga mencegah komplikasi stroke yang
lebih jauh dan mencegah berulangnya serangan stroke sesuai dengan manajemen stroke akut,
ditambah dengan peran fisioterapi dan rehabilitasi medis agar dapat memaksimalkan
kembalinya fungsi-fungsi neurologik dan terapi psikologi pasien guna mencegah terjadinya
depresi.
Daftar Pustaka

1. Aninditha T, Wiratman W. Buku ajar neurologi. Jakarta: Departemen Neurologi


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. h. 452-9.
2. Stroke a global respons is needed. Diunduh dari:
https://www.who.int/bulletin/volumes/94/9/16-181636/en/ pada tanggal 12 oktober
2019.
3. Priority Medicines for Europe and the World "A Public Health Approach to
Innovation" Diunduh dari:
https://www.who.int/medicines/areas/priority_medicines/BP6_6Stroke.pdf pada
tanggal 12 oktober 2019.
4. Satyanegara, Arifin M Z, Hasan R Y, dkk. Ilmu bedah saraf satyanegara. Ed.V.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama; 2014. h. 26-30.
5. Circle of willis anatomy. Diunduh dari:
https://emedicine.medscape.com/article/1877617-overview#a1 pada tanggal 12
Oktober 2019.
6. Aliah A, Kuswara F.F, Limoa RA, Wuysang G. Gangguan Peredaran Darah Otak.
Dalam: kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996;
79-116.
7. Baehr M, Frotscher M. Suplai darah dan gangguan vaskular sistem darah pusat.
Dalam : Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, fisiologi, Tanda, Gejala. Edisi
5. Jakarta : EGC ; 2017.p.357-362, 383-389.
8. Misbach J, Jannis J. Diagnosis stroke, Dalam : Stroke, aspek Diagnostik,
Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: FKUI, 2011; 123-167, 303-4.
9. Munir B. Neurologi Dasar. Jakarta: Sagung Seto, 2015; 367-401.
10. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto, Rasyid Al, et al. Guideline
Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI. Jakarta. 2011.h. 4-38, 82-95.
11. Dewanto G, Suwono W J, dkk. Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana penyakit
saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. h. 26.
12. Lumbantobing SM, Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: FKUI,
2008.
13. Nangoy E, Instiaty, Gan S, dkk. evaluasi penggunaan obat pada pasien stroke yang
dirawat di RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado. Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018),
hlm. 38-50

Anda mungkin juga menyukai