Anda di halaman 1dari 21

TUGAS UJIAN AKHIR

ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN

Diajukan untuk memenuhi tugas ujian akhir Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D)
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman

Disusun oleh:
Khania Amanda Werikati 12100118089

Preseptor:
Fahmi Arief Hakim, dr., SpF

SMF ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RS BHAYANGKARA SARTIKA ASIH
2019
A. TATALAKSANA PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM KORBAN
KEJAHATAN SEKSUAL DAN PENGANIYAYAN

Kekerasan seksual adalah perilaku seksual yang tidak diinginkan dan tidak dikehendaki
oleh penerima atau korbannya dan berakibat mengganggu diri korban (N. K. Endah Triwijati,
2017). Kekerasan seksual bukan hanya merupakan masalah antar individu, namun juga
masalah sosial yang terkait dengan hak-hak asasi, khususnya yang berkaitan dengan segala
bentuk kejahatan kesusilaan(Abduh, 2014).

Seorang dokter yang memeriksa kasus kekerasan seksual harus bersikap objektif-imparsial,
konfidensial, dan profesional. Objektif imparsial artinya seorang dokter tidak boleh memihak
atau bersimpati kepada korban sehingga cenderung mempercayai seluruh pengakuan korban
begitu saja. Hal yang boleh dilakukan adalah berempati, dengan tetap membuat penilaian
sesuai dengan bukti-bukti objektif yang didapatkan secara sistematis dan menyeluruh. Secara
umum sama dengan pemeriksaan korban perlukaan, akan tetapi beberapa hal di bawah ini
penting diperhatikan yaitu :

1. Sebaiknya korban tidak menunggu terlalu lama.


2. Sebaiknya polisi, dokter, pekerja sosial atau psikolog memeriksa dalam waktu

yang bersamaan sehingga korban tidak ditanya berulang kali.

3. Dokter harus menjelaskan kepada korban tentang prinsip dan tujuan pemeriksaan,
tata-l aksana pemeriksaan dan interprestasi hasil pemeriksaan; serta kemudian
meminta persetujuan dari korban atau keluarganya dengan meminta korban atau
keluarganya menandatangani lembar persetujuan

dalam berkas rekam medis.

4. Korban yang telah berusia 21 tahun atau telah pernah menikah, sadar dan

tidak mempunyai gangguan jiwa (psikosis atau retardasi mental) harus


menandatanganinya sendiri. Korban yang tidak memenuhi kriteria di atas diwakili oleh
keluarga terdekatnya
5. Dokter didampingi seorang perawat wanita atau bidan selama melakukan
pemeriksaan.
6. Dokter yang menangani korban melakukan pemeriksaan medis dengan cermat dan
menyeluruh dan mengisi rekam medis secara lengkap antara lain (khusus untuk
kejahatan seksual).

Dua aspek yang penting diperhatikan pada kasus kejahatan seksual / perkosaan adalah :

1) mengumpulkan bukti-bukti persetubuhan, seperti robekan selaput dara, adanya


cairan mani dan atau sel sperma.
2) mencari tanda-tanda kekerasan, seperti riwayat kehilangan kesadaran dan luka-
luka.

Pengertian persetubuhan secara hukum adalah masuknya penis ke dalam vagina, sebagian atau
seluruhnya, dengan atau tanpa ejakulasi, setidaknya telah melewati vestibulum. Sementara itu
pengertian pencabulan adalah setiap penyerangan seksual tanpa terjadi persetubuhan.

1. Anamnesis
Pada anamnesis dicatat identitas pasien (terutama umur dan tanggal lahir), riwayat
menstruasi (usia menarche, siklus haid, haid terakhir), status perkawinan, riwayat
aktifitas seksual. Anamnesis mengenai kejadian yaitu waktu dan lokasi, kekerasan
sebelum kejadian , rincian kejadian, terjadi penetrasi atau tidak, dan apa yang dilakukan
setelah terjadinya kekerasan seksual.

2. Pemeriksaan fisik status generalis

Status generalis seperti keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital, penampilan


secara keseluruhan, keadaan emosional (tenang, sedih, gelisah), pakaian, kooperatif
atau tidak. Gigi geligi juga perlu diperiksa terutama pertumbuhan gigi ke VII dan gigi
ke VIII., gigi ke VII tumbuh mulai usia 12 tahun dan gigi ke VIII mulai tumbuh pada
usia 17 tahun. Keadaan dalam rongga mulut juga harus diperiksa apakah terdapat lecet,
ptekiae, maupun kemerahan untuk menilai ada atau tudak akibat aktifitas seksual secara
oral.
Lakukan pemeriksaan perkembangan seks sekunder seperti mammae, rambut axial,
rambut pubis. Periksa seluruh tubuh apakah ada luka-luka atau tidak. Bila ditemukan
luka, maka deskripsikan luka tersebut dengan baik, lengkap dan jelas. Apabila ada
riwayat kehilangan kesadaran, carilah tanda bekas hilang kesadaran/ pemberian obat
bius atau obat tidur, kalau ada bekas suntikan periksa darah dan urin.

3. Pemeriksaan status ginekologis

a) Posisi litotomi
b) Periksa luka-luka sekitar vulva, perineum, paha
c) Lakukan pemeriksaan alat kemaluan berturut-turut mulai dari labia
a. mayora, minora, vestibulum, selaput dara, vagina, leher rahim, dan besar
b. uterus.
d) Pemeriksaan selaput dara meliputi :

o besarnya orifisium
o ada tidaknya robekan.
o bila ada tentukan apakah robekan baru atau lama
o apakah robekan sampai dasar lianga vagina atau tidak sampai dasar
o lokasi robekan, gunakan arah jam sebagai petunjuk lokasi robekan.

e) Pengambilan sampel harus dilakukan apabila kejadian kurang dari 72 jam.

Pengambilan sampel dapat berupa :


jika ada bercak, kerok dengan scapel dan masukkan ke dalam amplop.
1. lakukan swab dengan lidi kapas steril pada daerah vestibulum, forniks
posterior (jika memungkinkan) dan buat sediaan apus.
2. darah dan urin jika ada riwayat kehilangan kesadaran.
3. urin untuk mengetahui tanda kehamilan
4. Pada persetubuhan dubur, periksa colok dubur dan lakukan swab, bila perlu
proktoskopi
5. Apabila hasil pemeriksaan selaput dara utuh, maka pertimbangkan
kemungkinan pemeriksaan di bawah ini :
a. Anak-anak

Lubang selaput dara diukur pada arah horizontal pada saat labia ditarik ke samping (lateral
traction), nilai normal adalah sebagai berikut :

1. sampai usia 5 tahun berukuran atau sama dengan 5 mm.


2. sampai usia 5-9 tahun bertambah ukurannya 1 mm tiap tahunnya.
3. usia 9 tahun hingga pubertas berukuran 9 mm.
4. bila ditemukan ukuran yang lebih besar dari angka-angka di atas, kemungkinan besar
telah terjadi penetrasi.
5. Dewasa

Lakukan pemeriksaan dengan memasukkan jari telunjuk dan nilailah apakah tidak
dapat dilalui satu jari, atau dapat dilalui satu jari longgar, atau dapat dilalui dua jari
longgar.

6. Pada perempuan yang sudah pernah melahirkan dilakukan pemeriksaan dengan


menggunakan spekulum untuk melihat kondisi liang senggama dan mulut rahim, serta
melakukan pemeriksaan colok vagina (vaginal touche). Pada perempuan yang belum
pernah bersetubuh sebelumnya atau masih belum dewasa, kedua pemeriksaan tersebut
tidak dilakukan.

Berikut adalah contoh-contoh hasil pemeriksaan ginekologis :

Alat kelamin luar : pada bibir kecil kemaluan sebelah kiri bagian dalam pada arah pukul 3,
terdapat memar warna kemerahan berukuran 0,4 cm x 0,3 cm
Selaput dara : pada selaput dara, terdapat robekan baru sampai dasar, masih berdarah, pada
arah pukul 4, 7, dan 11 dengan garis tengah liang senggama 0,5 cm

Liang senggama : tidak diperiksa Mulut rahim : tidak diperiksa Rahim : tidak diperiksa

pada lubang dubur, pada arah pukul 7 dan 3, terdapat luka lecet dengan ukuran masing-masing
0,4 cm x 0,2 cm. Lipatan kulit disekitar lubang
dubur pada arah pukul 6 tampak rata. Kekuatan kontraksi otot disekitar lubang dubur kurang.

B. PENATALAKSANAAN PEMBUATAN SURAT KETERANGAN KEMATIAN


PADA KASUS D.O.A
C. PENERAPAN TRAUMATOLOGI DITINJAU DARI ASPEK KEDOKTERAN
FORENSIK

Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa).
Berdasarkan KUHP Pasal 133 ayat 1 :
“Dalam hal penyidik untuk kepentingan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran atau dokter ahli lainnya”
Berdasarkan tujuannya, paradigma yang digunakan dalam pemeriksaan medikolegal
sangat berbeda dibandingkan dengan pemeriksaan klinis untuk kepentingan pengobatan.
Tujuan pemeriksan medikolegal pada seorang korban adalah untuk memulihkan kesehatan
pasien melalui pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan medis lainnya.
Dari segi medikolegal, orientasi dan paradigma yang digunakan dalam merinci luka
dan kecederaan adalah untuk dapat membantu merekonstruksi peristiwa penyebab
terjadinya luka dan memperkirakan derajat keparahan luka. Dengan demikian pada
pemeriksaan suatu luka, bisa saja beberapa hal yang dianggap penting dari segi medicolegal,
tidak dianggap perlu untuk tujuan pengobatan.

D. IMPLEMENTASI LAB KEODKTERAN FORENSIK PADA PELAYANAN


FASKES TINGKAT PERTAMA
Pada kebanyakan kasus kejahatan dengan kekerasan fisik, seperti pembunuhan,
penganiayaan, perkosaan dan lain-lain, mungkin ditemukan darah, cairan mani, air liur, urin,
rambut dan jaringan tubuh lain di tempat kejadian perkara (TKP). Bahan-bahan tersebut
mungkin berasal dari korban atau pelaku kejahatan atau dari keduanya, dan dapat digunakan
untuk membantu mengungkapkan peristiwa kejahatan tersebut secara ilmiah.
Pemeriksaan Darah
Tujuan utama pemeriksaan darah forensik sebenarnya adalah untuk membantu
identifikasi pemilik darah tersebut, dengan membandingkan bercak darah yang ditemukan
di TKP pada obyek-obyek tertentu (lantai, meja, kursi, karpet, senjata dan sebagainya),
manusia dan pakaiannya dengan darah korban atau darah tersangka pelaku kejahatan.
1. Pemeriksaan mikroskopik.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologik sel-sel darah merah. Darah
yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek dan ditambahkan 1
tetes larutan garam faal, kemudian ditutup dengan kaca penutup. Cara lain adalah
dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau Giemsa.
2. Pemeriksaan kimiawi.
Cara ini digunakan bila ternyata sel darah merah sudah dalam keadaan rusak
sehingga pemeriksaan mikroskopik tidak bermanfaat lagi. Pemeriksaan kimiawi terdiri
dari pemeriksaan penyaring darah dan pemeriksaan penentuan darah.
a. Pemeriksaan penyaring darah.
Pemeriksaan penyaring yang biasa dilakukan adalah reaks benzidin dan reaksi
fenoftalin. Hasil positip pada rekasi Benzidin adalah bila timbul warna biru gelap pada
kertas saring. Sedangkan pada reaksi Phenolphthalin kertas saring yang telah
digosokkan pada bercak yang dicurigai langsung diteteskan dengan reagen fenolftalin
yang akan memberikan warna merah muda bila positip.
Hasil negatip pada kedua reaksi tersebut memastikan bahwa bercak tersebut
bukan darah, sedangkan hasil positip menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin
darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
b. Pemeriksaan penentuan darah
Pemeriksan penentuan darah berdasarkan terdapatnya pigmen/kristal hematin
(hemin) dan hemokhromogen. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah reaksi
Teichman dan reaksi
Wagenaar.
Hasil positif pada pemeriksaan penentuan darah memastikan bahwa bercak
adalah darah. Hasil yang negatip selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan
bercak darah, juga dapat dijumpai pada pemeriksaan terhadap bercak darah yang
struktur kimiawinya telah rusak misalnya bercak darah yang sudah lama sekali, terbakar
dan sebagainya.
c. Pemeriksan Spektroskopik.
Pemeriksaan spektroskopik memastikan bahan yang diperiksa adalah darah bila
dijumpai pita-pita absorpsi yang khas dari hemoglobin atau turunannya.
d. Pemeriksaan serologik.
Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan golongan darah..
Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan antibody
(antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi aglutinasi.
e. Penentuan golongan darah.
Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh, maka penentuan golongan
darah dapat dilakukan dengan meneteskan 1 tetes antiserum ke atas 1 tetes darah dan
dilihat terjadinya aglutinasi. Bila sel darah merah sudah rusak, maka penentuan darah
golongan darah dapat dilakukan dengan cara menentukan jenis aglutinin dan antigen
Pemeriksaan cairan mani
Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan
adanya suatu persetubuhan, perlu diambil bahan dari forniks posterior vagina dan
dilakukan pemeriksaanpemeriksaan laboratorium sebagai berikut:
1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
a. Tanpa pewarnaan
Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang
bergerak. Pemeriksaan motilitas sprmatozoa ini paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan.
b. Dengan pewarnaan
Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus
tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, Methy lene Blue atau Malachite green.
Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah dengan
pulasan
malachite green.
2. Penentuan cairan mani (kimiawi)
Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi
adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani dengan pemeriksaan
laboratorium berikut:
a. Reaksi fosfatase asam
Dengan menentukan secara kuantitatif aktifitas fosfatase asam per 2 cm2
bercak, dapat ditentukan apakah bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan.
Aktifitas 25 U K.A. per 1 cc ekstrak yang diperoleh dari 1 cm2 bercak dianggap
spesifik sebagai bercak mani.
b. Elektroforetik (Adam & Wraxall)
Cara ini menggunakan lempeng akrilamid dan dikembangkan dengan bufer (pH 3),
dilihat di bawah sinar ultra violet.
Hasil : fosfatase asam seminal bergerak sejauh 4 cm, sedangkan fosfatase asam
vaginal bergerak sejauh 3 cm.
c. Reaksi Florance
Bila terdapat mani, tampak kristal kholin-peryodida berwarna coklat, berbentuk
jarum dengan ujung sering terbelah.
d. Reaksi barberio
Dasar reaksi adalah untuk menentukan adanya spermin dalam semen. Hasil
positif memperlihatkan adanya kristal spermin pikrat yang kekuning-kuningan
berbentuk jarum dengan ujung tumpul, dan kadang-kadang terdapat garis refraksi
yang terletak
Pemeriksaan rambut
Guna pemeriksaan laboratorium terhadap rambut dalam bidang forensik adalah
untuk membantu penentuan identitas seseorang, menunjukkan keterkaitan antara
seseorang yang dicurigai dengan suatu peristiwa kejahatan tertentu, antara korban
dengan senjata atau antara korban dengan kendaraan yang dicurigai.
Pemeriksaan laboratorium terhadap rambut meliputi pemeriksaan makroskopik
dan mikroskopik. Pada pemeriksaan makroskopik dicatat keadaan warna, panjang,
bentuk (lurus, ikal, keriting) dan zat pewarna rambut yang mungkin dijumpai. Untuk
pemeriksaan mikroskopik, perlu ditentukan hal berikut: rambut manusia atau rambut
hewan, asal tumbuh rambut manusia, rambut utuh atau rusak, jenis kelamin, dan umur.
Pemeriksaan air liur
Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur penting untuk kasus-
kasus dengan jejas gigitan untuk menentukan golongan darah penggigitnya. Golongan
darah penggigit yang termasuk dalam golongan sekretor dapat ditentukan dengan cara
absorpsi inhibisi.

E. PENATALAKSANAAN PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM KORBAN MATI


Pemeriksaan luar jenazah adalah pemeriksaan menyeluruh pada tubuh dengan cermat
meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium, teraba serta benda-benda yang menyertai
jenazah.
Tujuan pemeriksaan luar jenazah adalah untuk memastikan kematian, memperkirakan
waktu, mekanisme, dan cara kematian, identifikasi, serta menemukan tanda-tanda penyakit
atau luka-luka yang berkaitan dengan penyebab kematian sebagai dasar penerbitan surat
keterangan kematian. Bila ditemukan luka-luka yang diperkirakan sebagai penyebab
kematian maka kematian ini sangat mungkin sebagai suatu kematian yang tidak wajar
sehingga diperlukan koordinasi dengan penyidik, dan apabila diperlukan dilakukan
pemeriksan otopsi forensik.
Sebelum pemeriksaan luar dilakukan dilakukan persiapan sebagai berikut:
1. Periksa apakah terdapat Surat Permintaan Visum (SPV) dari kepolisian. Bila ada,
periksa keabsahan SPV dan pemeriksaan yang diminta
2. Lakukan otopsi verbal pada keluarga atau pihak yang mengantar.
3. Lakukan informed consent pada keluarga bila ada keluarga.
4. Siapkan label pemeriksaan berisi skala pengukuran, nomer register jenazah dan tanggal
pemeriksaan, kamera, dan senter.
5. Siapkan laporan obduksi, alat tulis, papan alas untuk menulis, 2 buah spuit 10 cc, plastik
bening, dan stiker label.
6. Cuci tangan dan siapkan alat pelindung diri, minimal menggunakan handschoen, apron,
dan masker.
7. Siapkan meteran, spons, air untuk membersihkan, serta pinset bila diperlukan
8. Foto secara keseluruhan kondisi jenazah saat baru diterima.
9. Dicatat dalam laporan obduksi.

Pemeriksaan identifikasi
Pemeriksaan identifikasi bertujuan untuk mengumpulkan data-data identifikasi
postmortem yang akan dicocokan dengan data antemortem pada rekonsiliasi. Berdasarkan
panduan INTERPOL dengan menggunakan standar Disaster Victim Identification, pada
pemeriksaan luar jenazah dikumpulkan identifier sekunder berupa medical identifier dan
proprty yang terdiri dari:
1. Label jenazah dari kepolisian.
a. Dokumentasikan dengan menggunakan fotografi saat label masih melekat pada
tubuh jenazah.
b. Label digunting pada tali pengikatnya dan kemudian disimpan bersama berkas
pemeriksaan.
c. Deskripsi label jenazah meliputi: bahan, warna, tulisan yang terdapat di dalam label
jenazah tersebut.
d. Selain label dari kepolisian ada pula label jenazah dari Rumah Sakit. Modifikasi dari
label jenazah Rumah Sakit adalah gelang identitas jenazah. Gelang ini harus ada dan
melekat pada pergelangan tangan atau bagian tubuh jenazah selama jenazah berada
di Rumah Sakit. Gunanya sebagai identitas sementara agar jenazah tidak tertukar.
2. Pembungkus/ penutup jenazah.
a. Jenazah yang dikirim biasanya ditutup atau dibungkus.
b. Dicatat jenis pembungkus tersebut, bahan, warna corak ataupun tulisan-tulisan yang
terdapat pada pembungkus tersebut.
3. Pakaian.
a. Pakaian jenazah adalah pakaian yang dipakai oleh jenazah saat pemeriksaan.
b. Foto pakaian saat masih melekat pada tubuh jenazah.
c. Lepas pakaian dari tubuh jenazah sambil menilai kaku mayat.
d. Foto pakaian secara utuh dari depan dan belakang.
e. Foto label, merek, dan ukuran pakaian.
f. Catat model, bahan, warna, corak, merek, dan ukuran.
g. Dapat ditambahkan keterangan lain seperti tulisan, saku, dan kondisi pakaian
(robekan, basah, pengotoran, berpasir, dan lain-lain).
h. Bila di dalam saku terdapat benda-benda maka harus dicatat secara detail. Misal pada
celana bagian depan sisi kanan terdapat saku yang berisi dompet bahan kulit, warna
hitam, merek GUESS. Di dalam dompet berisi satu lembar uang kertas pecahan
seribu rupiah dan KTP dengan NIK 001113 atas nama MUKIDI.
4. Perhiasan.
a. Perhiasan yang dimaksud adalah yang melekat pada tubuh jenazah yang berguna
sebagai hiasan seperti, cincin, gelang, jam tangan, kalung, anting, ikat rambut dan
sebagainya.
b. Foto saat perhiasan masih melekat pada tubuh jenazah.
c. Catat lokasi, jenis, bahan, warna, dan detail dari perhiasan tersebut.
d. Lepas perhiasan dari tubuh jenazah, lalu dimasukkan ke dalam plastik bening,
dilabel dengan nama pemeriksa, nama jenazah, jenis kelamin, tanggal lahir/ umur,
serta tanggal dan waktu pemeriksaan, kemudian diserahkan kepada petugas
administrasi untuk disimpan dan dicatat dalam buku serah terima barang bukti.
5. Benda disamping jenazah.
a. Benda disamping jenazah adalah benda-benda disekitar tubuh jenazah yang tidak
melekat pada tubuhnya dan batasnya adalah keranda jenazah.
b. Foto dan catat jenis, bahan, warna, corak atau tulisan.
c. Termasuk benda disamping jenazah adalah belatung (tempayak), pasir, dan lain-lain.
d. Pada pasir dicatat warna dan agregatnya (halus atau kasar).
e. Pada belatung ambil yang paling besar, rendam dalam alkohol minimal 70%, setelah
mati, ukur panjang belatung.
6. Identifikasi umum.
a. Perawakan jenazah secara umum, meliputi panjang badan, berat badan, warna kulit,
warna iris, arkus senilis, warna dan model rambut, sikumsisi bagi laki-laki, bentuk
hidung, bentuk telinga, gigi geligi secara umum.
b. Foto keadaan jenazah keseluruhan.
c. Foto close up bagian wajah.

7. Identifikasi khusus.
a. Segala sesuatu yang dapat menjadi ciri-ciri khusus bagi seseorang seperti tato, tahi
lalat, jaringan parut, tindikan, cacat tubuh, dan lain sebagainya.
b. Foto dan catat.
c. Deskripsikan mulai dari lokasi, jenis ciri khusus, bentuk, warna dan ukuran.

Pemeriksaan tanatologi
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan setelah kematian.
Pemanfaatan ilmu ini selain untuk mengetahui kepastian kematian juga dapat digunakan
untuk memperkirakan waktu kematian.
1. Lebam mayat
a. Periksa bagian terbawah dari jenazah. Tampak sebagai bercak besar pada kulit
berwarna merah keunguan yang kemudian melebar dan merata pada bagian tubuh
yang rendah.
b. Tekan pada bagian yang terdapat bercak merah keunguan, saat dilepas tekanan
memucat atau tidak.
c. Foto untuk dokumentasi pemeriksaan.
d. Catat distribusi lebam mayat, warna, hilang atau tidak pada penekanan.
2. Kaku mayat
a. Lakukan saat melepas pakaian (jika berpakaian)
b. Raba kekakuan otot mulai dari otot-otot kecil hingga otot-otot besar.
c. Gerakkan persendian rahang, leher, anggota gerak atas dan bawah sambil merasakan
tahanan pada otot-otot di sekitarnya.
d. Catat distribusi kaku mayat dan intensitas kekakuan.
3. Perubahan pada mata
a. Kekeruhan selaput bening mata ditandai dengan warna putih keruh sehingga
pemeriksa tidak dapat memeriksa tirai mata dan teleng mata secara jelas.
b. Bila kornea keruh, mata ditetesi air bersih, tunggu beberapa saat, kemudian evaluasi
apakah menjadi jernih kembali atau tetap keruh.
c. Foto dan catat.
4. Pembusukan
a. Foto dan catat distribusi dan kondisi pembusukan yang terjadi.

Pemeriksaan Fisik Secara Umum


Pemeriksaan fisik umum dimulai dari kepala hingga kaki.
1. Kepala.
a. Periksa bentuk kepala apakah ada kelainan bentuk seperti tumor, microcephali, dsb.
b. Ukur diameter kepala laterolateral dan anteroposterior untuk menghitung cephalic
index.
c. Foto dan catat.
2. Mata.
a. Periksa apakah mata terbuka atau tertutup. Ukur lebarnya bila mata terbuka.
b. Perhatikan selaput bening mata (kornea) apakah keruh, bila keruh ditetesi air apakah
jernih kembali.
c. Ukur diameter pupil (teleng mata).
d. Evaluasi warna iris (tirai mata)
e. Periksa sklera (selaput bola mata) apakah terdapat tanda ikterik, pelebaran pembuluh
darah atau bintik perdarahan.\
f. Periksa konjungtiva palpebra (selaput lendir kelopak mata) apakah pucat atau
kemerahan karena terdapat pelebaran pembuluh darah atau bintik perdarahan.
g. Foto dan catat.
3. Hidung.
a. Periksa bentuk hidung, apakah terdapat kelainan perhiasan atau tindikan.
b. Evaluasi apakah keluar darah atau cairan dari lubang hidung.
c. Foto dan catat.
4. Telinga.
a. Periksa bentuk hidung, apakah terdapat kelainanperhiasan atau tindikan.
b. Evaluasi apakah keluar darah atau cairan dari lubang telinga.
c. Foto dan catat.
5. Mulut.
a. Periksa apakah mulut terbuka atau tertutup, ukur lebarnya bila mulut terbuka.
b. Evaluasi apakah lidah terjulur dan tergigit, ukur panjangnya dari ujung lidah bila
tergigit.
c. Nilai apakah terdapat sianosis pada selaput lender bibir.
d. Periksa kondisi gigi geligi, apakah terdapat gigi yang tidak ada, karies (lubang),
protesa (gigi tiruan), tumpatan (tambalan), scale (karang gigi), dan lain-lain.
e. Kode gigi:
1) Angka pertama menunjukkan lokasi:
• 1: Rahang atas sisi kanan.
• 2: Rahang atas sisi kiri.
• 3: Rahang bawah sisi kiri.
• 4: Rahang bawah sisi kanan.
2) Angka kedua menunjukkan jenis gigi:
• 1 dan 2 : Gigi seri pertama dan kedua.
• 3 : Gigi taring.
• 4 dan 5 : Gigi geraham depan pertama dan kedua.
• 6, 7 dan 8: Gigi geraham belakang pertama, kedua dan ketiga.
f. Foto dan catat.

6. Leher, dada dan perut.


a. Pemeriksaan untuk menemukan kelainan seperti tumor, pembesaran organ, dsb.
b. Foto dan catat.
7. Alat kelamin.
a. Periksa alat kelamin luar untuk membedakan jenis kelamin.
b. Evaluasi apakah disunat atau tidak pada laki-laki.
c. Evaluasi selapur dara pada perempuan.
d. Nilai apakah keluar cairan seperti urin, darah, lender dan lain-lain dari saluran
kelamin.
e. Foto dan catat.
8. Lubang pelepasan.
a. Periksa apakah terdapat kelainan seperti luka, anus corong, jaringan ikat, dan lain-
lain pada lubang pelepasan.
b. Nilai apakah keluar cairan seperti kotoran, darah, lendir, dll dari lubang pelepasan.
c. Foto dan catat.
9. Lengan dan tungkai.
a. Periksa apakah terdapat kelainan.
b. Periksa apakah terdapat sianosis pada ujung jari, washer women hand, dan lain-lain.
c. Foto dan catat.

Pemeriksaan tanda-tanda kekerasan


1. Periksa dan temukan luka-luka dan patah tulang.
2. Foto kondisi luka sebelum dan sesudah dibersihkan.
3. Foto kondisi luka dari jarak jauh dan jarak dekat dengan memperhatikan anatomical
landmark.
4. Amati luka dan catat.
5. Deskripsikan lokasi luka, koordinat luka, jenis luka, gambaran luka, dan ukuran luka.
6. Bila perlu deskripsikan sekitar luka: apakah terdapat lukaluka lain atau hal-hal lain.
7. Temukan patah tulang tertutup dengan cara memeriksa tulang-tulang apakah terdapat
kelainan bentuk (deformitas), pemendekan, bengkak, memar, krepitasi, dan false
movement saat tulang digerakkan.
8. Temukan patah tulang terbuka.
9. Tentukan lokasi patah tulang.
10. Foto dan catat
F. PENENTUAN DERAJAT LUKA
Derajat luka berhubungan dengan ketentuan tentang perlukaan yang disebabkan dari
tindak penganiayaan. Dalam ilmu kedokteran forensik untuk mendeskripsikan kondisi luka
seseorang digolongkan sebagai berikut:

a. Luka derajat pertama (luka golongan C),


Luka derajat pertama yaitu luka yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut
terhadap korban. Korban tindak pidana hanya memerlukan pemeriksaan atas
kondisinya dan dari hasil pemeriksaan kedokteran forensik tidak memerlukan
perawatan lebih lanjut di rumah sakit. Kesimpulan atas luka derajat pertama adalah
tidak terhalangnya korban dalam melakukan jabatan/pekerjaan/aktivitas;

b. Luka derajat kedua (golongan B)


Luka derajat dua yaitu luka yang memerlukan perawatan terhadap korban
tindak pidana untuk sementara waktu. Korban setelah diobservasi memerlukan
perawatan lebih lanjut di rumah sakit. Kesimpulan yang diberikan atas luka derajat
kedua adalah luka yang menyebabkan terhalangnya melakukan
jabatan/pekerjaan/aktivitas untuk sementara waktu.

c. Luka derajat ketiga (golongan A),


Luka derajat tiga yaitu luka yang mengakibatkan luka berat sehingga terhalang
dalam menjalankan jabatan/pekerjaan/aktivitas. Berhubungan dengan luka berat,
KUHP Pasal 90 menentukan, luka berat pada tubuh adalah: penyakit atau luka yang tak
dapat diharapkan akan sembuh lagi secara sempurna, atau luka yang dapat
mendatangkan bahaya maut; terus menerus tidak cakap lagi melakukan jabatan atau
pekerjaan; tidak lagi memiliki salah satu pancaindera; kudung (rompong), lumpuh,
berubah pikiran (akal) lebih dari empat minggu lamanya; membunuh anak dari
kandungan ibu.

G. TEKNIK PENULISAN DESKRIPSI LUKA DIHASIL PEMERIKSAAN PADA VeR

Perlu dijelaskan bahwa deskripsi luka harus seobjektif mungkin, meliputi:


1. Jumlah luka
2. Lokasi luka, meliputi:
a. Lokasi berdasarkan regio anatomiknya
b. Lokasi berdasarkan garis aksis dan garis ordinat.
Garis aksis adalah garis hayal yang mendatar melalui umbilikus atau papilla
mammae atau ujung skapula. Garis ordinat adalah garis hayal yang melalui sternum
atau vertebra.

Untuk luka tembak, kita menentukan lokasi luka dengan cara mengukurnya dari
tumit lalu kita ukur jaraknya dari garis yang melalui tulang dada atau punggung pada
sebelah kanan atau kirinya
Letak luka pada dada kiri atas, yaitu :
- 4cm sebelah kiri garis tengah tubuh
- 120cm di atas garis mendatar yang melewati ujung tumit

Lokasi luka pada perut sebelah kanan atas, yaitu:


- Ujung I 3cm sebelah kanan garis tengah tubuh dan 14cm di atas garis mendatar yang
melewati pusat.
- Ujung II 15cm sebelah kanan garis tengah tubuh dan 5cm di atas garis mendatar yang
melewati pusat
Lokasi luka pada daerah dada dan perut, yaitu:
- Batas teratas 17cm di atas garis mendatar yang melewati putting susu dan batas
terbawah 17cm di bawah garis mendatar yang melewati putting susu
- Batas paling kanan 10cm sebelah kanan garis tengah tubuh dan batas paling kiri 9cm
sebelah kiri garis tengah tubuh.

Lokasi luka pada dada kanan atas, yaitu:


- 16cm sebelah kanan garis tengah tubuh
- 12cm di atas garis mendatar yang melewati puting susu
3. Bentuk luka, meliputi:
a. Bentuk sebelum dirapatkan
b. Bentuk sesudah dirapatkan
4. Ukuran luka, meliputi:
a. Ukuran sebelum dirapatkan
b. Ukuran sesudah dirapatkan
Ukuran luka kita tentukan dengan mengukur panjang luka dan kedalaman luka.
Sebelum panjang luka kita ukur, kita mesti merapatkan luka korban terlebih dahulu.
Kita harus menyebutkan alat tubuh apa saja yang dilalui luka tersebut saat kita
melakukan pengukuran kedalaman luka korban. Misalnya luka mengenai kulit dinding
perut, otot perut dan jaringan hati sejauh 5 cm.
5. Sifat-sifat luka, yaitu:
a. Garis batas luka, meliputi:
- Bentuk (teratur atau tidak teratur).
- Tepi (rata atau tidak)
- Sudut luka (ada atau tidak, jumlahnya berapa dan bentuknya runcing atau tidak)
b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:
- Tebing luka (rata atau tidak serta terdiri dari jaringan apa saja)
- Antara kedua tebing ada jembatan jaringan atau tidak
- Dasar luka (terdiri atas jaringan apa, warnanya, perabaannya, ada apa di atasnya)
c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi:
- Memar (ada atau tidak)
- Tatoase (ada atau tidak)
- Jelaga (ada atau tidak)
- Bekuan darah (ada atau tidak)
Tebing cincin lecet Tak begitu jelas, terdiri atas kulit. Dasar cincin lecet tak rata,
terdiri atas jaringan ikat.Tebing luka tak rata, berbentuk silinder/corong dan terdiri atas
jaringan ikat serta otot.
Di bawah ini akan diberikan contoh-contoh mendeskripsikan luka :

Pada lengan kiri bawah sisi depan enam sentimeter dari pergelangan
tangan,terdapat memar berwarna keunguan seluas lima sentimeter kali tiga sentimeter.

Pada kepala bagian belakang kiri, enam sentimeter di atas batas tumbuh rambut
bawah, terdapat luka terbuka, tepi tidak rata, dasar tulang kepala, terdapat jembatan
jaringan, bila dirapatkan berbentuk garis sepanjang sebelas sentimeter.

Anda mungkin juga menyukai