Pematangan Cervix Cervical Ripening Pada Persalinan Preterm Peran Interluekin 8 PDF
Pematangan Cervix Cervical Ripening Pada Persalinan Preterm Peran Interluekin 8 PDF
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan preterm sampai saat ini masih merupakan masalah yang utama
khususnya pada bagian obstetri dan perinatologi. Baik di negara berkembang
maupun negara maju penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus tertinggi
adalah akibat adanya bayi yang lahir preterm, dimana kurang lebih 75% dari
kematian neonatus disebabkan oleh karena bayi yang lahir preterm1. Di seluruh
dunia ditemukan sekitar 70% persalinan preterm merupakam penyebab kematian
perinatal dan hampir separuhnya mengalami kelainan neurologis jangka panjang2.
Penyebab dari persalinan preterm sering kali tidak diketahui secara pasti.
Beberapa konsep yang menjelaskan penyebab terjadinya persalinan preterm pada
dasarnya selalu dihubungkan dengan kejadian-kejadian infeksi di dalam cairan
amnion, utero-placental ischemia, regangan uterus yang berlebihan, kelainan-
kelainan endokrin dan suatu respon imun yang tidak normal dari ibu maupun
janin. Lockwood (2001) mengemukakan tentang hubungan antara kejadian
persalinan preterm tersebut dengan proses keradangan yang terjadi pada jaringan
desidua, korion dan amnion3.
Masalah lain yang dapat timbul adalah masalah perkembangan neurologis
seperti serebral palsi, gangguan intelektual, retardasi mental, gangguan sensoris,
kelainan perilaku, dan gangguan konsentrasi. Hal ini dapat mengakibatkan
rendahnya kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Selain itu,
perawatan bayi preterm juga membutuhkan teknologi kedokteran canggih dan
mahal4.
Pada tahun 2005, sebanyak 12,5 juta kelahiran atau 9,6% dari semua
kelahiran di seluruh dunia adalah kelahiran preterm. Kejadian tertinggi kelahiran
preterm berada di Afrika dan Amerika Utara (11,9% dan 10,6% dari semua
kelahiran), dan terendah berada di Eropa (6,2%)5. Di Indonesia diperkirakan
persalinan preterm terjadi 10% dari sekitar 4 juta kelahiran, dan angka kematian
neonatal sebanyak 20% dari seluruh persalinan preterm6.
3
BAB II
PERSALINAN PRETERM
2.1 Batasan
Anwar Malang pada tahun 2001 tercatat insiden persalinan preterm sebesar
6,7%17.
Sangat disayangkan jika hingga kini, sulit untuk menentukan secara dini
dan akurat seorang wanita hamil akan mengalami persalinan preterm. Bahkan
sistim skoring yang meliputi: jumlah kehamilan, status sosial ekonomi, umur
wanita saat hamil dan riwayat persalinan preterm/abortus, pernah dikembangkan
untuk menentukan wanita-wanita mana saja yang perlu mendapat pemantauan
lebih intensif. Tapi kenyataannya sistem ini belum dapat menurunkan insiden
persalinan preterm18. Meskipun demikian ada beberapa faktor risiko yang
6
Mayor:
1. Kehamilan multipel
2. Hidramnion
3. Anomali uterus
4. Pembukaan serviks ≥ 2 cm pada usia kehamilan > 32 minggu
5. Panjang serviks < 2,5 cm pada usia kehamilan > 32 minggu (dengan
TVS)
6. Riwayat abortus pada trimester II > 1x
7. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
8. Operasi abdominal pada kehamilan preterm
9. Riwayat konisasi
10. Iritabilitas uterus
11. Penggunaan cocaine atau amfetamin.
Minor :
Hal ini perlu dipahami dimana uterus yang telah dijaga ketenangannya
selama kehamilan, akan mengalami perubahan yaitu terjadinya kontraksi uterus
yang terkoordinir dan dilatasi servik yang selanjutnya akan diikuti dengan
keluarnya janin melalui jalan lahir. Agar proses persalinan ini berhasil maka
memerlukan adanya kematangan dari sistem organ janin supaya dapat bertahan
hidup di luar uterus, begitu juga pada ibu terjadi perubahan pada organ-organ
khususnya untuk persiapan laktasi pada masa postpartum. Oleh karena itu,
sinkronisasi waktu janin menjadi matur dan stimulus untuk terjadinya aktivitas
uterus meningkat harus sesuai seperti yang diinginkan, banyak bukti menyatakan
bahwa janin sendiri yang menjadi pencetus semua kejadian ini1.
Cara yang paling sering untuk menyebabkan infeksi intra uteri adalah
melalui jalur ascenden. Jalur ini diperkirakan mempunyai empat tahapan, yaitu:
Tahap II: Saat bakteri mampu mendapatkan akses ke intrauteri, mereka dapat
menyebakan desiduitis, korioamnionitis, koriovaskulitis.
Tahap III: Jika invasi dari infeksi dapat mencapai rongga amnion. Pecahnya
membran korioamnion bukan prasyarat terjadinya infeksi intra amnion
karena bakteri mampu melintasi membran yang intak.
Tahap IV: Saat berada di rongga amnion bakteri bisa mendapatkan akses ke janin
melalui port d’entre yang beragam. Aspirasi cairan amnion yang
terinfeksi dapat menyebabkan kongenital pneumonia dan bila
memasuki aliran darah janin dapat mengakibatkan bakterimia pada
janin dan sepsis.
Selanjutnya persalinan preterm karena infeksi juga melibatkan janin itu sendiri
dimana akibat infeksi terjadi peningkatan aktivitas dari poros hypothalamic-
pituitary-adrenal (HPA) janin dan plasenta dalam memproduksi corticotropin
releasing hormone (CRH) yang mengakibatkan sekresi kortikotropin janin
meningkat, sehingga aktivitas adrenal janin juga meningkat dalam mensekresi
kortisol. Peningkatan kortisol akan meningkatkan produksi prostaglandin. Tidak
hanya kortisol, tapi juga meningkatkan sitokin dan jika ini terjadi maka janin
perlu segera dilahirkan. Peningkatan CRH secara dini pada plasenta, desidua dan
korioamnion juga terjadi karena stress yang dialami oleh ibu hamil karena faktor
lingkungan maternal dan sosiodemografi seperti, kemiskinan, status perkawinan,
kehilangan pekerjaan, kehilangan orang terdekat, tidak punya tempat tinggal,
sering dihubungkan dengan terjadinya persalinan preterm25.
12
Korion
IL-8 Sintesis PG
Amnion IL-8 +
+
Protease Uterotonin
Jalur umum
Perubahan Servik
Ruptur selaput Persalinan Kontraksi
Khorioamnion
Uterus
Preterm
Gambar 2.3. Jalur Patogenesis Utama dari Persalinan Preterm3
13
BAB III
PROSES PEMATANGAN SERVIK (CERVICAL RIPENING)
pada kolagen yaitu perubahan jumlah ikatan silang kovalen diantara tripel helik
kolagen yang secara normal dibutuhkan untuk stabilitas fibril kolagen11.
Matriks ekstraseluler pada servik berjumlah sekitar 85% dan serat otot
hanya 6-10%. Matriks ekstraseluler servik mengandung komponen fibriler,
proteoglikan, hyaluronan, dan glikoprotein. Komponen fibriler terdiri dari kolagen
dan elastin. Pada servik, kolagen menempati jumlah terbnyak yaitu 80% dimana
didominasi oleh kolagen tipe I dan tipe III10. Ikatan kolagen akan membentuk
kekakuan dari servik dan dengan cepat mengalami perubahan oleh pengaruh
enzim kolagenase.
BAB IV
INTERLEUKIN-8
akan menempel pada permukaan endotel tersebut. Ikatan selektin dengan endotel
relatif lemah sehingga neutrofil dapat dibawa oleh aliran darah ke tempat
terjadinya infeksi. Terdapat hipotesa bahwa pada saat neutrofil mengadakan
kontak dengan gradien interleukin-8 yang solid yang berikatan dengan endotel
maka akan muncul sinyal melalui reseptor interleukin-8 sehingga terjadi
penyebaran dari L-selectin disertai peningkatan regulasi dari integrin molekul
adesi yaitu LFA-1 dan Mac-1 pada permukaan neutrofil. Ikatan integrin ini
merupakan ikatan yang kuat dengan molekul adesi interseluler (ICAM) pada
endotel sehingga pergerakan neutrofil berhenti. Kemudian terjadi migrasi sel
melalui mekanisme haptotaktik menembus endotelium menuju ke tempat
kemoatraktan33,34.
miometrium, pada servik wanita hamil dan tidak hamil. Ekspresi interleukin-8
meningkat sesuai dengan pertambahan usia kehamilan dan pada saat inpartu.
Interleukin-8 juga berperan dalam pematangan servik, berperan dalam
pembentukan segmen bawah rahim pada kehamilan lewat waktu dan sebagai
mediasi dalam infiltrasi sitokin inflamasi ke dalam miometrium selama inpartu.
Kadar interleukin-8 meningkat enam kali lipat bila dibandingkan dengan keadaan
servik ibu yang tidak hamil. Selain itu kadarnya meningkat sampai 11 kali lipat
pada ibu hamil yang menjalani proses persalinan pervaginam36.
Interleukin-8 adalah kemotaktik ampuh dan merupakan faktor pengaktif
neutrofil10,35,37. Kemokin ini merupakan bagian dari respon ditimbulkan dalam
host terhadap invasi mikroba, itulah sebabnya mengapa diperkirakan bahwa IL-8
bertanggung jawab atas pelepasan neutrofil pada selaput ketuban dan plasenta
selama terjadi infeksi intrauterin38. Konsentrasi interleukin-8 meningkat pada
servik saat onset dari persalinan dan terlibat dalam proses perubahan jaringan10.
BAB V
RINGKASAN
Persalinan preterm sampai saat ini masih merupakan masalah yang utama
khususnya pada bagian obstetri dan perinatologi. Baik di negara berkembang
maupun negara maju penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus tertinggi
adalah akibat adanya bayi yang lahir preterm, dimana kurang lebih 75% dari
kematian neonatus disebabkan oleh karena bayi yang lahir preterm. Di seluruh
dunia ditemukan sekitar 70% persalinan preterm merupakam penyebab kematian
perinatal dan hampir separuhnya mengalami kelainan neurologis jangka panjang.
Penyebab dari persalinan preterm sering kali tidak diketahui secara pasti.
Pada pasien-pasien dengan gejala klinis persalinan preterm menunjukan
peningkatan berbagai sitokin di dalam serum maternal sehingga diperkirakan
sitokin memainkan peranan penting dalam inisiasi persalinan preterm. Salah satu
sitokin peradangan pada serum adalah interleukin-8 (IL-8).
Proses pematangan servik ditandai dengan perubahan konsistensi,
pendataran dan dilatasi servik. Pematangan servik behubungan dengan
berkurangnya kadar kolagen serta penurunan jumlah serat kolagen. Selain itu juga
terjadi proses penurunan daya regang dari matriks ekstraseluler dari servik.
Terdapat perubahan pada proses ini yaitu terjadi penurunan kadar dekorin
(dermatan sulfat proteoglikan 2) yang menyebabkan separasi dari serat kolagen.
Agen yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah interleukin-8.
Dapat disimpulkan bahwa peran interleukin-8 adalah menginduksi aktivasi
neutrofil sehingga mengalami degranulasi, perubahan bentuk dan kemotaksis.
Neutrofil tersebut yang nantinya akan melepaskan enzim kolagenase yaitu matriks
metaloproteinase-8 (MMP-8) yang dapat mencerna serat kolagen pada servik.
Selain itu interleukin-8 juga bekerja sinergis dengan prostaglandin dalam
menginisiasi persalinan preterm melalui proses pematangan servik.
27