Anda di halaman 1dari 19

Jurnal Psikologi

Volume 44, Nomor 2, 2017: 107 – 125


DOI: 10.22146/jpsi.25208

Perbedaan Kualitas Hidup antara Berbagai Metode


Manajemen Nyeri pada Pasien Nyeri Kronis

Kadek Pramitha Sari & Magdalena S. Halim


Magister Psikologi Profesi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Abstract. The purpose of this research was to know the difference Quality Of Life (QOL)
among chronic pain patient with various method of pain management that is
pharmacology, pharmacology and physiotherapy, physiotherapy and multidisciplinary
chronic pain management program (Potensi). We used several questionnaire, such as
disability, pain intensity, PSEQ, PRSS, WHOQOL-BREF, PDM, DASS administered in 77
patients with chronic pain. The results of this study showed that there are significant
differences in QOL between patients with chronic pain in the four methods of pain
management. The results of the study revealed that the QOL in the pain group with Potensi
method is better than the other three methods. In addition, there were significant
differences in the QOL of chronic pain-related pain patients in general and the dimensions
of pain relief. It can be concluded that the method of pain management is effective in
dealing with patients with chronic pain that is by Potential method.
Keywords: chronic pain; pain management; quality of life

Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup (QOL)
antara pasien nyeri kronis dengan berbagai metode manajemen nyeri yaitu metode
farmakologi, farmakologi dan fisioterapi, fisioterapi, serta Program Tatalaksana Nyeri
Kronis Multidisiplin (Potensi). Alat ukur yang digunakan yaitu disabilitas, intensitas nyeri,
PSEQ, PRSS, WHOQOL-BREF, PDM, DASS yang diadministrasikan pada 77 pasien nyeri
kronis. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan kualitas hidup yang signifikan
antara pasien nyeri kronis pada keempat metode pain management. Kualitas hidup pada
kelompok nyeri dengan metode Potensi lebih baik dibandingkan dengan tiga metode yang
lain. Selain itu, terdapat perbedaan signifikan kualitas hidup pasien nyeri kronis terkait
nyeri secara umum dan dimensi pain relief. Dapat disimpulkan bahwa Potensi merupakan
metode manajemen nyeri yang efektif dalam menangani pasien nyeri kronis.
Kata kunci: kualitas hidup; manajemen nyeri; nyeri kronis

Nyeri 1merupakan alasan yang paling nyeri bersifat sangat subjektif dan hanya
umum sehingga individu mencari orang yang mengalami yang dapat
perawatan kesehatan, karena nyeri sangat mengungkapkan, menjelaskan dan
mengganggu dan menyulitkan aktivitas mengevaluasi perasaan tersebut (Lee &
individu (Gatchel, Peng, Fuchs, Peters & Tracey, 2010; Mubarak & Chayatin, 2007;
Turk, 2007). Pengungkapan terhadap rasa Turk & Winter, 2010). Menurut International

Korespondensi mengenai artikel ini dapat melalui:


kadekpramitha@gmail.com,
magdalena.halim@atmajaya.ac.id

JURNAL PSIKOLOGI 107


SARI & HALIM

Association for Study of Pain (IASP) nyeri faktor fisiologis, psikologis, sosial serta
diartikan sebagai sensasi fisik atau kondisi pengalaman masa lalu individu dan
emosi yang tidak diinginkan akibat manfaat treatment yang dijalaninya selama
rusaknya saraf atau jaringan di dalam ini (Gatchel, Peng, Fuchs, Peters & Turk,
tubuh seseorang (IASP, 2012; Sares, 2008). 2007; IASP 2012; Linton 2005; Nay &
Nyeri terjadi bersama banyak proses Fetherstonhaugh 2012). Pasien nyeri kronis
penyakit atau bersamaan dengan beberapa yang menganggap nyerinya sebagai
pemeriksaan diagnostik maupun sesuatu yang mengganggu dan
pengobatan lain (Brunner & Suddarth, menghalanginya dalam beraktivitas akan
2010). Nyeri dapat berasal dari setiap mengalami perasaan tidak berdaya,
bagian dari tubuh manusia seperti kulit, penurunan tingkat aktivitas dan intensitas
otot, ligamen, sendi, tulang (nyeri nyeri yang lebih tinggi serta mengalami
nociceptive), jaringan terluka (nyeri distress emosional yang lebih tinggi (ACPA,
inflamasi), saraf (nyeri neuropatik), organ 2016; Breivik, Collet, Ventafridda, Cohen, &
internal (nyeri viseral) atau kombinasi dari Gallacher, 2006; Godsoe, 2008).
jenis rasa sakit (nyeri campuran) (The Keyakinan penderita bahwa nyeri
British Pain Society, 2010). Di Indonesia, tidak dapat dikendalikan juga berhu-
prevalensi individu yang menderita nyeri bungan dengan meningkatnya pengguna-
kronis khususnya muskuloskeletal sekitar an obat–obatan medis, dan simtom–
35,86 % total dari kunjungan pasien nyeri simtom depresi (Godsoe, 2008). Di samping
(PERDOSSI, 2007) dan sebagian besar yang itu, self-efficacy yang rendah juga
mengalaminya adalah individu yang berhubungan dengan rendahnya toleransi
bekerja dan individu yang tinggal di kota terhadap nyeri, penghindaran sosial,
besar (Badan Penelitian dan Pengem- tingginya ketidakmampuan dalam berak-
bangan Kesehatan, 2013). Rentang usia tivitas mandiri, dan buruknya hasil
individu yang menderita nyeri musku- treatment yang dijalani (Godsoe, 2008). Oleh
loskeletal berada pada rentang usia 41 karena itu, tampak jelas bahwa berbagai
hingga 60 tahun atau usia produktif (Purba, faktor psikososial memiliki dampak yang
2006). besar terhadap penderita nyeri kronis.
Nyeri kronis adalah nyeri yang terus Tentu saja hal ini berdampak pada kualitas
menerus terjadi selama tiga bulan atau kesehatan pasien yang berdampak pada
lebih. Penderita nyeri kronis biasanya akan rendahnya kualitas hidup pasien dengan
memiliki kecemasan yang tinggi dan nyeri kronis (Gustorff, Dorner, Likar,
cenderung mengembangkan perasaan Grisold, Lawrence, Schwarz, & Rieder,
putus asa dan tidak berdaya. Hal ini 2008; Otto, Bach, Jensen, & Sindrup, 2007;
dikarenakan penderita nyeri kronis merasa Vasudevan, 2004).
berbagai pengobatan yang dijalaninya Kualitas hidup menurut definisi WHO
tidak dapat menurunkan intensitas nyeri adalah persepsi dari individu terhadap
yang dirasakan (Sarafino & Smith, 2011). kehidupan dalam konteks budaya dan
Contoh nyeri kronis antara lain nyeri yang sistem nilai dimana mereka hidup,
berhubungan dengan sakit pinggang (low kaitannya dengan tujuan, harapan, standar
back pain), arthritis, dan kerusakan saraf dan kekhawatiran dalam hidup (Preedy &
atau neurogenic pain. Nyeri yang dialami Watson, 2010). Kualitas hidup sebagai
penderita nyeri kronis bersifat kompleks dampak dari penyakit dan aspek kepuasan
dan merupakan hasil interaksi faktor– yang diukur dengan beberapa skala seperti

108 JURNAL PSIKOLOGI


KUALITAS HIDUP, METODE MANAJEMEN NYERI, PASIEN NYERI KRONIS

fungsi fisik (didefinisikan sebagai status Penggunaan farmakologi dalam jangka


fungsional dalam kehidupan sehari–hari), waktu yang panjang, menyebabkan efek
disfungsi psikologis (tingkat distress samping akibat penggunaan yang terlalu
emosional), fungsi sosial (hubungan antar lama maupun adanya kombinasi dengan
pribadi yang berfungsi dalam kelompok), penggunaan obat lain. Hal ini cukup
pengobatan (didefinisikan sebagai berbahaya bagi kesehatan pasien dan bisa
kecemasan atau kekhawatiran tentang mengancam hidup pasien itu sendiri
penyakit dan program perawatan), fungsi (ACPA, 2016).
kognitif (kinerja kognitif dalam pemecahan Nonfarmakologi terdiri dari berbagai
masalah). Faktor–faktor yang metode, seperti fisioterapi, kombinasi
memengaruhi kualitas hidup seseorang farmakologi dan fisioterapi serta Potensi
antara lain dipengaruhi oleh jenis kelamin, yang melibatkan multidisiplin ilmu.
hal ini dikarenakan setiap jenis kelamin Tujuan dari pemberian pengobatan
memiliki peran sosial yang berbeda di maupun pendekatan manajemen nyeri
masyarakat, usia, hingga pendidikan kepada pasien nyeri kronis adalah untuk
(Preedy & Watson, 2010). Individu memulihkan fungsi dan meningkatkan
dikatakan memiliki kualitas hidup yang kualitas hidup pasien nyeri kronis
positif bila individu tersebut memiliki (Gordon, Rashiq, Moulin, Clark, Beaulieu,
pandangan psikologis yang positif, Eisenhoffer, Piraino, Quigley, Harsanyi &
memiliki kesejahteraan emosional, Darke., 2010). Fisioterapi dilakukan untuk
memiliki kesehatan fisik dan mental yang meningkatkan kekuatan otot, memper-
baik, memiliki kemampuan fisik untuk cepat proses penyembuhan, mengurangi
melakukan hal – hal yang ingin dilakukan, rasa nyeri serta mengembalikan mobilitas
memiliki hubungan yang baik dengan dan ketahanan kerja otot paska cedera
keluarga maupun teman, berpartisipasi (Arovah, 2010). Terdapat berbagai macam
dalam kegiatan sosial, tinggal dalam jenis alat fisioterapi yang digunakan dan
lingkungan yang aman dengan fasilitas disesuaikan dengan kebutuhan pasien
yang baik dan memiliki uang yang cukup nyeri kronis seperti TENS, US, manual
untuk memenuhi kebutuhannya sehari– therapy, exercise therapy dan lain–lain.
hari (Preedy & Watson, 2010). Namun terdapat beberapa resiko yang
Dalam meningkatkan kualitas hidup dapat terjadi pada pasien nyeri kronis
pasien nyeri kronis, diperlukan ketika menjalani fisioterapi antara lain
penanganan untuk mengurangi nyeri yang cedera pada saat latihan ataupun pada saat
dirasakan. Ada berbagai bentuk mana- menerima terapi thermal dan electrotherapy,
jemen nyeri untuk meningkatkan kualitas mengalami luka bakar pada thermotherapy
hidup pasien nyeri kronis yaitu farma- atau frozen bite pada cryotherapy.
kologi dan nonfarmakologi. Penggunaan Penelitian manajemen nyeri yang
farmakologi adalah metode yang paling menggunakan multidisiplin ilmu (neuro-
umum digunakan dalam mengontrol rasa logi, fisioterapi dan psikologi) yang sedang
sakit akibat nyeri kronis sementara waktu. diterapkan di Indonesia adalah Program
Walaupun begitu beberapa pasien dengan Tatalaksana Nyeri Kronis Multidisiplin
nyeri kronis menjadi tidak realistis lagi (Potensi). Potensi diadaptasi dari penelitian
dengan obatan–obatan yang digunakannya di Rumah Sakit Selayang Malaysia
dalam mengurangi nyeri kronis (Feinberg, (Menang) yang dikembangkan oleh
Willer, Antonenko & John, 2012). Cardosa, Osman, Nicholas, Tonkin,

JURNAL PSIKOLOGI 109


SARI & HALIM

Williams, Aziz, Ali dan Dahari pada tahun berbeda–beda antar pasien terhadap
2012. Program Potensi ini dilakukan di penyakit maupun pengobatan yang
Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta sejak 2016. diberikan serta dengan adanya berbagai
Program Potensi ini melibatkan dokter macam faktor yang menyertai dan
spesialis saraf, dokter spesialis rehabilitasi memengaruhi pasien nyeri kronis,
medik, terapis serta psikolog klinis dengan diperkirakan akan berdampak pada
pendekatan Cognitive Behavior Therapy. kondisi dan kualitas hidup pasien nyeri
Untuk menggunakan program Potensi, kronis itu sendiri.
terdapat beberapa prosedur standar yang Oleh karena itulah, penelitian ini
sudah ada seperti menggunakan pengu- dilakukan dengan tujuan untuk menge-
kuran terkait depresi, stres, kecemasan tahui perbedaan hasil kualitas hidup antara
(DASS), self- fficacy (PSEQ), self statement berbagai metode manajemen nyeri pada
(PRSS), intensitas nyeri dan disabilitas pasien nyeri kronis yang menggunakan
yang diderita pasien nyeri kronis. Alat metode farmakologi, fisioterapi, kombinasi
ukur ini wajib digunakan apabila ingin antara farmakologi dan fisioterapi, dan
menggunakan program Potensi. Potensi. Manfaat dari penelitian adalah
Penelitian kualitas hidup menjadi pertama, penelitian ini dapat menambah
penting untuk diteliti karena bertujuan sumbangan literatur di bidang psikologi
untuk mengetahui dampak dari berbagai kesehatan dan psikologi klinis, kedokteran
metode atau pengobatan manajemen nyeri dan rehabilitasi medik. Kedua, penelitian
yang dijalani pasien nyeri kronis. Persepsi ini diharapkan dapat menjadi masukan
individu tentang dampak dan kepuasan pada multidisiplin ilmu dalam
mengenai derajat kesehatan serta keter- menentukan metode pengobatan yang
batasannya menjadi penting sebagai sesuai pada pasien nyeri kronis sehingga
evaluasi akhir terhadap proses pengobatan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
yang dilakukan (Reis, Gomes, Rodrigues, Ketiga, dapat memberikan edukasi kepada
Gosling, Fontana, & Cunha, 2013). pasien nyeri kronis maupun keluarga
Pengobatan untuk pasien nyeri kronis pasien nyeri kronis terkait kekurangan dan
harus mempertimbangkan manfaat dan kelebihan dari masing– masing metode
efek samping dari masing-masing manajemen nyeri. Keempat, dapat
pendekatan tersebut serta masalah medis membantu pasien nyeri kronis dalam
lain yang diderita oleh pasien nyeri kronis mengurangi ketergantungannya terhadap
dalam meningkatkan kualitas hidup salah satu pengobatan manajemen nyeri
mereka. Menerapkan pendekatan yang yaitu farmakologi. Mengacu pada uraian di
sesuai atau cocok, umumnya lebih efektif atas, maka hipotesis dalam penelitian ini
dalam mengatasi nyeri dan meningkatkan adalah terdapat perbedaan kualitas hidup
kualitas hidup pasien nyeri kronis (ACPA, yang signifikan antara berbagai metode
2016). Di Indonesia, sejauh ini belum manajemen nyeri pada pasien nyeri kronis.
diketahui dengan pasti metode manajemen
nyeri mana yang sesuai, cocok atau bahkan
Metode
efektif dalam penanganan terhadap pasien
nyeri kronis dengan mempertimbangkan Metode yang digunakan dalam penelitian
kelebihan dan kekurangan masing–masing ini adalah eksperimen kuasi dengan posttest
metode manajemen nyeri yang ada. only control group yang melibatkan lebih
Karakteristik pasien nyeri kronis yang dari 2 kelompok (Creswell, 2012; Sugiyono,

110 JURNAL PSIKOLOGI


KUALITAS HIDUP, METODE MANAJEMEN NYERI, PASIEN NYERI KRONIS

2011). Pendekatan dengan eksperimen sebanyak 31 partisipan (40,3%) dan telah


kuasi dipilih, dikarenakan pasien sedang menikah sebanyak 63 partisipan (81,8%).
mendapatkan penanganan, pengobatan Partisipan dalam penelitian ini rata–rata
atau terapi terlebih dahulu saat akan bekerja sebanyak 35 partisipan (45,5%) dan
diambil datanya serta tidak melakukan penghasilan mereka di bawah Upah
manipulasi terhadap manajemen nyeri Minimum Provinsi (UMP) sebanyak 41
(IV). Selain itu, jarang ditemukan pasien partisipan (53,2%). Jenis nyeri yang paling
yang benar–benar baru akan mendapatkan banyak dilaporkan adalah low back pain
pengobatan medis untuk nyeri kronis yang (LBP) sebanyak 38 partisipan (49,4%) dan
dideritanya setelah didiagnosa mengalami lama nyeri yang diderita lebih dari 3 bulan
nyeri kronis serta tidak adanya sebanyak 77 partisipan (100%).
randomisasi dalam pengambilan data Selain mengalami nyeri, rata–rata
pasien karena telah ditetapkan beberapa partisipan memiliki kombinasi sakit lain
kriteria karakteristik partisipan. Metode (diabetes, kolestrol, maag, dan hipertensi)
pengolahan data yang digunakan adalah sebanyak 46 partisipan (59,7%). Untuk
dengan statistic non parametric Kruskal ukuran fisik yaitu berat badan dan tinggi
Wallis. Selanjutnya apabila terdapat badan, rata–rata partisipan tergolong
perbedaan signifikan dalam pengujian memiliki berat badan masuk dalam
Kurskal Wallis, maka akan dilanjutkan kategori berat sebanyak 39 partisipan
dengan uji post hoc untuk mengetahui (50,6%) dan tinggi rata–rata masuk dalam
perbedaan tersebut terjadi antar kelompok kategori tinggi sebanyak 77 partisipan
penelitian yang mana. (100%).

Partisipan Instrumen penelitian

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah Terdapat beberapa alat ukur yang
77 pasien pengguna asuransi Badan digunakan dalam penelitian ini yaitu
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Depression Anxiety Stress Scale (DASS)
berbagai rumah sakit yang ada di Jakarta, digunakan untuk mengukur indikasi atau
Bandung, Palembang, dan Bali yang kecenderungan depresi, kecemasan dan
mengalami nyeri kronis. Dengan karak- stres seseorang. Pain Self-Efficacy
teristik partisipan yaitu telah didiagnosa Questionnaire (PSEQ) digunakan untuk
oleh dokter spesialis saraf mengalami nyeri melihat tingkat keyakinan pasien untuk
kronis, telah menderita nyeri kronis lebih tetap beraktivitas meskipun sedang
dari 3 bulan, menggunakan BPJS, pasien merasakan nyeri.
dengan usia produktif serta tingkat Pain-related self statements (PRSS)
pendidikan minimal Sekolah Dasar (SD). digunakan untuk melihat seberapa sering
Pemilihan partisipan menggunakan teknik pemikiran membesar–besarkan pasien
purposive sampling. muncul pada saat sedang nyeri,
Berdasarkan data demografis peneli- WHOQOL-BREF digunakan untuk meng-
tian, rata–rata usia partisipan masuk dalam ukur kualitas hidup seseorang. Pain and
kategori dewasa madya sebanyak 50 discomfort module (PDM) digunakan untuk
partisipan (64,9%) dan mayoritas berjenis mengukur kualitas hidup khususnya pada
kelamin perempuan sebanyak 63
partisipan (81,8%). Pendidikan terakhir
partisipan rata–rata adalah jenjang S1

JURNAL PSIKOLOGI 111


SARI & HALIM

pasien nyeri kronis. Kuesioner disabilitas baik kualitas hidup secara umum maupun
digunakan untuk melihat keterbatasan per dimensi (ƿ = 0,000 ≤ 0,05). Bila
tingkat aktivitas yang dirasakan oleh berdasarkan peringkat, kelompok Potensi
pasien karena sakitnya. Intensitas nyeri memiliki kualitas hidup yang paling baik
yang digunakan untuk melihat tingkat (mean rank = 69,00) dibandingkan tiga
keparahan nyeri dari pasien tersebut. kelompok yang lain baik secara fisik (mean
Sejumlah kuesioner ini akan diberikan rank = 68,56), psikologis (mean rank = 68,91),
pada saat sesi terakhir pasien nyeri kronis relasi sosial (mean rank = 62,15) maupun
menjalani terapi. lingkungan (mean rank = 60,68). Artinya
pada kelompok Potensi, kualitas hidup
yang dimiliki secara umum tergolong baik
Hasil
bila berdasarkan peringkat. Sedangkan
Dari tabel 1, diketahui bahwa terdapat kelompok yang memiliki kualitas hidup
perbedaan signifikan antara kualitas hidup rendah secara umum adalah kelompok
dengan keempat metode manajemen nyeri farmakologi dan fisioterapi (mean rank =

Tabel 1.
Uji Kruskal Wallis Kualitas Hidup Pada Keempat Metode Manajemen Nyeri
Test Statisticsa,b Ranks
Asymp. Mean
Chi-Square df Manajemen Nyeri N
Sig Rank
Farmakologi 20 32,90
Fisioterapi 20 33,13
WHOQOL-BREF 40,598 3 0,001
Farmakologi dan Fisioterapi 20 25,48
Potensi 17 69,00
Total 77
Farmakologi 20 41,95
Fisioterapi 20 25,13
Fisik 46,562 3 0,001
Farmakologi dan Fisioterapi 20 24,80
Potensi 17 68,56
Total 77
Farmakologi 20 31,08
Fisioterapi 20 33,20
Psikologis 41,068 3 0,001
Farmakologi dan Fisioterapi 20 27,30
Potensi 17 68,91
Total 77
Farmakologi 20 30,58
Fisioterapi 20 37,28
Relasi Sosial 28,036 3 0,001
Farmakologi dan Fisioterapi 20 29,48
Potensi 17 62,15
Total 77
Farmakologi 20 26,80
Fisioterapi 20 38,55
Lingkungan 24,971 3 0,001
Farmakologi dan Fisioterapi 20 33,23
Potensi 17 60,68
Total 77
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Manajemen Nyeri

112 JURNAL PSIKOLOGI


KUALITAS HIDUP, METODE MANAJEMEN NYERI, PASIEN NYERI KRONIS

25,48). Dan untuk peringkat per dimensi, signifikan antara kelompok Potensi dengan
kelompok farmakologi dan fisioterapi kelompok farmakologi, fisioterapi, serta
memiliki nilai rendah pada dimensi fisik farmakologi dan fisioterapi baik pada
(mean rank = 24,80), psikologis (mean rank = domain fisik psikologis, relasi sosial
27,30), dan relasi sosial (mean rank = 29,48). maupun lingkungan (ƿ = 0,000 ≤ 0,05).
Namun pada dimensi lingkungan, Artinya kualitas hidup pasien nyeri kronis
kelompok farmakologi yang tergolong yang menggunakan metode manajemen
memiliki nilai rendah pada dimensi ini nyeri Potensi memiliki kualitas hidup yang
(mean rank = 26,80). Untuk menguji lebih baik bila dibandingkan dengan tiga metode
lanjut perbedaan dari masing–masing yang lain. Sedangkan kualitas hidup pasien
dimensi pada masing– masing kelompok, nyeri kronis terkait nyeri pada keempat
maka peneliti melakukan uji post hoc. metode manajemen nyeri diketahui sebagai
Berdasarkan hasil uji post hoc, dapat berikut (Tabel 3).
diketahui bahwa terdapat perbedaan
kualitas hidup pasien nyeri kronis yang

Tabel 2.
Uji Beda Post Hoc Kualitas Hidup pada Keempat Metode Manajemen Nyeri
95 % Confidence
Mean Interval
Dependent (I) Pain (J) Manajemen Std.
Difference Sign
Variabel Mangement Nyeri Error Lower Upper
(I – J)
Bound Bound
Farmakologi 22,129* 2,214 0,001 16,31 27,95
WHOQOL- Fisioterapi 21,579* 2,214 0,000 15,76 27,40
Potensi Farmakologi dan
BREFF
Fisioterapi 23,729* 2,214 0,000 17,91 29,55

Farmakologi 19,979* 2,478 0,000 13,46 26,49


Fisioterapi 25,279* 2,478 0,000 18,76 31,79
Fisik Potensi Farmakologi dan
Fisioterapi 26,179* 2,478 0,000 19,66 32,69

Farmakologi 27,665* 2,757 0,000 20,41 34,91


Fisioterapi 26,565* 2,757 0,000 19,31 33,81
Psikologis Potensi Farmakologi dan
Fisioterapi 28,915* 2,757 0,000 21,66 36,16

Farmakologi 22,465* 3,748 0,000 12,61 32,32


Fisioterapi 18,815* 3,748 0,000 8,96 28,67
Relasi Sosial Potensi Farmakologi dan
Fisioterapi 24,165* 3,748 0,000 14,31 34,02

Farmakologi 18,012* 2,674 0,000 10,98 25,04


Fisioterapi 12,962* 2,674 0,000 5,93 19,99
Lingkungan Potensi
Farmakologi dan
15,362* 2,674 0,000 8,33 22,39
Fisioterapi
*the mean difference is significant at the 0,05 level

JURNAL PSIKOLOGI 113


SARI & HALIM

Tabel 3.
Uji Krukal Wallis Kualitas Hidup Terkait Nyeri pada Keempat Metode Manajemen Nyeri
Test Statisticsa,b Ranks
Chi-Square df Asymp. Sig Manajemen Nyeri N Mean Rank
Farmakologi 20 35,03
Fisioterapi 20 29,73
PDM 10,164 3 0,017
Farmakologi dan Fisioterapi 20 41,15
Potensi 17 52,06
Total 77
Farmakologi 20 26,95
Fisioterapi 20 34,65
Pain Relief 52,634 3 0,000
Farmakologi dan Fisioterapi 20 29,90
Potensi 17 69,00
Total 77
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Manajemen Nyeri

Pada hasil uji kruskal wallis di atas, hidup yang lebih baik bila dibandingkan
diketahui bahwa terdapat perbedaan tiga kelompok yang lainnya. Sedangkan
signifikan antara kualitas hidup terkait dua domain yang lain yaitu domain anger
nyeri secara umum (ƿ = 0,017 ≤ 0,05) dan (mean rank = 44,25) dan vulnerability (mean
pain relief (ƿ = 0,000 ≤ 0,05) dengan keempat rank = 42,38) dimiliki oleh kelompok
metode pain management. Berdasarkan farmakologi dan fisioterapi. Artinya pada
peringkat, kelompok Potensi memiliki kelompok farmakologi dan fisioterapi
PDM (mean rank = 52,06), pain relief (mean mudah mengalami perubahan mood
rank = 69,00) dan uncertainty (mean rank = maupun cemas di saat nyeri sedang
45,79) yang paling baik dibandingkan tiga kambuh. Karena hasil tiap–tiap kelompok
kelompok yang lain. Artinya secara umum berbeda pada masing–masing dimensi,
kualitas hidup pasien nyeri kronis terkait untuk menguji lebih lanjut perbedaan
nyeri yang menggunakan metode tersebut, maka akan dilakukan uji post hoc.
manajemen nyeri memiliki hasil kualitas

Tabel 4.
Uji Beda Post Hoc Kualitas Hidup Terkait Nyeri pada Keempat Metode Manajemen Nyeri
95 % Confidence
Dependent (I) Pain (J) Manajemen Mean Std. Interval
Sign
Variabel Mangement Nyeri Difference (I – J) Error Lower Upper
Bound Bound
Farmakologi 11,244* 2,892 0,001 3,64 18,85
Fisioterapi 13,244* 2,892 0,000 5,64 20,85
PDM Potensi Farmakologi
dan Fisioterapi 9,294* 2,892 0,010 1,69 16,90

Farmakologi 33,282* 1,530 0,000 29,26 37,31


Fisioterapi 31,432* 1,530 0,000 27,41 35,46
Pain Relief Potensi
Farmakologi
32,682* 1,530 0,000 28,66 36,71
dan Fisioterapi
*the mean difference is significant at the 0.05 level

114 JURNAL PSIKOLOGI


KUALITAS HIDUP, METODE MANAJEMEN NYERI, PASIEN NYERI KRONIS

Pada tabel 4, kualitas hidup pasien anger, vulnerability maupun uncertainty


nyeri kronis terkait nyeri terdapat ketika nyeri sedang kambuh.
perbedaan signifikan secara umum antara Berdasarkan tabel 5, menunjukkan
kelompok Potensi dengan kelompok adanya perbedaan signifikan antara
farmakologi (ƿ = 0,001 ≤ 0,05), fisioterapi (ƿ depresi, kecemasan dan stres secara umum
= 0,000 ≤ 0,05), farmakologi dan fisioterapi maupun per dimensi pada keempat
(ƿ = 0,010 ≤ 0,05). Begitu pula pada domain metode manajemen nyeri (ƿ = 0,000 ≤ 0,05).
pain relief, terdapat perbedaan signifikan Kelompok farmakologi dan fisioterapi
antara kelompok farmakologi, fisioterapi, memiliki tingkat paling tinggi pada
farmakologi dan fisioterapi dengan depresi, cemas dan stres secara umum
kelompok Potensi (ƿ = 0,000 ≤ 0,05). Artinya (mean rank = 53,58). Begitu pula per
pasien nyeri kronis lebih dapat merasakan dimensi, diketahui bahwa kelompok ini
kenyaman fisik maupun keringanan nyeri memiliki tingkat kecemasan (mean rank =
dengan menggunakan metode manajemen 52,98), depresi (mean rank = 50,48) dan stres
nyeri Potensi daripada menggunakan tiga paling tinggi (mean rank = 52,63). Karena
metode yang lain. Sedangkan tiga domain terdapat perbedaan siginifikan antara
kualitas hidup terkait nyeri yaitu anger, DASS secara umum maupun per dimensi
vulnerability, dan uncertainty tidak terdapat pada keempat metode manajemen nyeri,
perbedaan terhadap keempat kelompok maka selanjutnya dilakukan pengujian post
metode manajemen nyeri. Artinya pada hoc.
masing–masing kelompok tetap merasakan

Tabel 5.
Uji Kruskal Wallis DASS pada Keempat Metode Manajemen Nyeri
Test Statisticsa,b Ranks
Chi-Square df Asymp. Sig Manajemen Nyeri N Mean Rank
Farmakologi 20 39,35
Fisioterapi 20 48,13
DASS 39,032 3 0,000
Farmakologi dan Fisioterapi 20 53,58
Potensi 17 10,71
Total 77
Farmakologi 20 35,48
Fisioterapi 20 48,53
DASSa 30,810 3 0,000
Farmakologi dan Fisioterapi 20 52,98
Potensi 17 15,50
Total 77
Farmakologi 20 36,45
Fisioterapi 20 48,90
DASSd 26,182 3 0,000
Farmakologi dan Fisioterapi 20 50,48
Potensi 17 16,85
Total 77
Farmakologi 20 42,53
Fisioterapi 20 46,23
DASSs 38,044 3 0,000
Farmakologi dan Fisioterapi 20 52,63
Potensi 17 10,32
Total 77
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Manajemen Nyeri

JURNAL PSIKOLOGI 115


SARI & HALIM

Tabel 6.
Uji Beda Post Hoc DASS pada Keempat Metode Manajemen Nyeri
95 % Confidence
Mean
Dependent (I) Pain (J) Manajemen Std. Interval
Difference Sign
Variabel Mangement Nyeri Error Lower Upper
(I – J)
Bound Bound
Farmakologi -32,082* 5,670 0,000 -46,99 -17,17
Fisioterapi -39,882* 5,670 0,000 -54,79 -24,97
DASS Potensi Farmakologi
dan Fisioterapi -47,882* 5,670 0,000 -62,79 -32,97

Farmakologi -6,326* 1,915 0,008 -11,36 -1,29


Fisioterapi -9,426* 1,915 0,000 -14,46 -4,39
DASSa Potensi Farmakologi
dan Fisioterapi -11,976* 1,915 0,000 -17,01 -6,94

Farmakologi -6,353* 1,923 0,008 -11,41 -1,30


Fisioterapi -9,353* 1,923 0,000 -14,41 -4,30
DASSd Potensi Farmakologi
dan Fisioterapi -11,353* 1,923 0,000 -16,41 -6,30

Farmakologi -19,403* 2,694 0,000 -26,49 -12,32


Fisioterapi -21,103* 2,694 0,000 -28,19 -14,02
DASSs Potensi
Farmakologi
-24,553* 2,694 0,000 -31,64 -17,47
dan Fisioterapi
*the mean difference is significant at the 0.05 level

Dari hasil uji post hoc, diketahui (mean rank = 52,48). Sedangkan dalam self
terdapat perbedaan signifikan tingkat efficacy, kelompok Potensi memiliki self
depression, anxiety dan stress secara umum efficacy paling tinggi dibandingkan ketiga
maupun per dimensi antara kelompok kelompok yang lain (mean rank = 65,41).
Potensi dengan kelompok farmakologi, Sedangkan pemikiran catastrophizing
fisioterapi serta kelompok farmakologi dan paling tinggi dimiliki oleh kelompok
fisioterapi (ƿ = 0,000 ≤ 0,05). Artinya pasien farmakologi (mean rank = 49,80). Berda-
pada kelompok Potensi ini memiliki sarkan adanya temuan yang signifikan dari
tingkat depresi, stres dan kecemasan yang hasil uji beda tersebut, maka dilakukan uji
rendah bila dibandingkan tiga kelompok post hoc seperti yang dipaparkan dalam
yang lainnya. tabel 8.
Dari tabel 7, diketahui bahwa terdapat Tabel 8 menunjukkan adanya perbe-
perbedaan signifikan disabilitas, intensitas daan signifikan pada tingkat disabilitas,
nyeri, PSEQ dan PRSS pada keempat intensitas nyeri dan self effiacy terjadi antara
metode manajemen nyeri (ƿ = 0,000 ≤ 0,05). kelompok Potensi dengan ketiga kelompok
Kelompok yang mengalami disabilitas yang lainnya (ƿ = 0,000 ≤ 0,05). Sedangkan
paling tinggi adalah kelompok farmakologi pada pemikiran catastrophizing, terdapat
dan fisioterapi (mean rank = 55,15). perbedaan antara kelompok Potensi
Kelompok yang paling mengalami ting- dengan kelompok farmakologi (ƿ = 0,000 ≤
katan nyeri paling tinggi terjadi pada 0,05) serta farmakologi dan fisioterapi (ƿ =
kelompok farmakologi dan fisioterapi 0,015 ≤ 0,05). Artinya pasien nyeri kronis

116 JURNAL PSIKOLOGI


KUALITAS HIDUP, METODE MANAJEMEN NYERI, PASIEN NYERI KRONIS

yang mengikuti program Potensi memiliki dan psikolog klinis) secara holistik (fisik,
disabilitas yang rendah, mengalami psikologis, dan sosial) dalam mengurangi
intensitas nyeri yang rendah, intensitas nyeri, mengurangi pengkon-
menggunakan keyakinan diri untuk tetap sumsian obat–obatan, melakukan beberapa
dapat beraktivitas dan jarang mengguna- kali latihan guna meningkatkan mobilitas
kan pemikiran catastrophising bila nyeri fisik sehari-hari. Selain itu, keaktifan
sedang kambuh dibandingkan tiga partisipan dalam program ini juga menjadi
kelompok yang lainnya. salah satu penyebab kualitas hidup pasien
nyeri kronis pada kelompok Potensi lebih
baik bila dibandingkan dengan ketiga
Diskusi
kelompok yang lain seperti pasien aktif
bertanya dengan para tim Potensi terkait
Kualitas hidup pasien nyeri kronis pada nyeri, mendapatkan strategi atau cara
kelompok Potensi dapat dikatakan lebih dalam mengatasi nyeri maupun masalah
baik daripada ketiga kelompok yang lain yang lain, dan saling memberikan
baik secara fisik, psikologis, relasi sosial dukungan sesama pasien nyeri kronis
maupun lingkungan. Pasien nyeri kronis untuk tetap menjalani program dari awal
pada program Potensi mendapatkan sampai akhir. Tingkat kualitas hidup
intervensi dari berbagai disiplin ilmu paling rendah dimiliki oleh kelompok
(dokter saraf, dokter rehabilitasi medik, farmakologi dan fisioterapi baik dari

Tabel 7.
Uji Kruskal Wallis Alat Ukur Pain pada Keempat Metode Manajemen Nyeri
Test Statistics a,b Ranks
Chi - Square df Asymp. Sig Manajemen Nyeri N Mean Rank
Farmakologi 20 37,73
Fisioterapi 20 45,88
Disabilitas 34,810 3 0,000
Farmakologi dan Fisioterapi 20 55,15
Potensi 17 13,41
Total 77
Farmakologi 20 43,83
Intensitas Fisioterapi 20 38,70
23,594 3 0,000
Nyeri Farmakologi dan Fisioterapi 20 52,48
Potensi 17 17,82
Total 77
Farmakologi 20 31,78
Fisioterapi 20 39,53
PSEQ 35,856 3 0,000
Farmakologi dan Fisioterapi 20 23,25
Potensi 17 65,41
Total 77
Farmakologi 20 49,80
Fisioterapi 20 32,68
PRSS 14,722 3 0,002
Farmakologi dan Fisioterapi 20 46,18
Potensi 17 25,29
Total 77
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Manajemen Nyeri

JURNAL PSIKOLOGI 117


SARI & HALIM

Tabel 8.
Uji Beda Post Hoc Alat Ukur Pain pada Keempat Metode Manajemen Nyeri
95 % Confidence
Mean
(I) Manajemen (J) Manajemen Std. Interval
Difference Sign
Nyeri Nyeri Error Lower Upper
(I – J)
Bound Bound
Farmakologi dan
Farmakologi -3,950* 1,261 0,013 -7,27 -,63
Fisioterapi
Farmakologi
Farmakologi 3,950* 1,261 0,013 ,63 7,27
dan Fisioterapi
Disabilitas Farmakologi -6,918* 1,316 0,000 -10,38 -3,46
Fisioterapi -8,568* 1,316 0,000 -12,03 -5,11
Potensi Farmakologi dan
Fisioterapi -10,868* 1,316 0,000 -14,33 -7,41

Farmakologi 21,812* 2,342 0,000 15,65 27,97


Intensitas Fisioterapi 19,262* 2,342 0,000 13,10 25,42
Potensi Farmakologi dan
Nyeri
Fisioterapi 24,712* 2,342 0,000 18,55 30,87

Farmakologi 21,812* 2,342 0,000 15,65 27,97


Fisioterapi 19,262* 2,342 0,000 13,10 25,42
PSEQ Potensi Farmakologi dan
Fisioterapi 24,712* 2,342 0,000 18,55 30,87

Farmakologi Fisioterapi 9,400* 2,985 0,012 1,55 17,25


Fisioterapi Farmakologi -9,400* 2,985 0,012 -17,25 -1,55
PRSS Farmakologi -13,776* 3,114 0,000 -21,96 -5,59
Potensi Farmakologi dan
-9,576* 3,114 0,015 -17,76 -1,39
Fisioterapi
*the mean difference is significant at the 0.05 level

dimensi fisik, psikologis, maupun pada al, 2012). Hal inilah yang menyebabkan
relasi sosial. Pasien nyeri kronis pada kualitas hidup pasien nyeri kronis pada
kelompok ini, memiliki ketergantungan kelompok ini paling rendah bila diban-
yang cukup besar terhadap obat–obatan dingkan ketiga kelompok yang lain.
dan adanya kombinasi obat penyakit lain
yang dikonsumsi oleh pasien nyeri kronis. Pada kelompok fisioterapi, kualitas
Selain itu, ketidakpatuhan pasien nyeri hidup secara umum tergolong rata–rata.
kronis dalam menjalani fisioterapi dimana Pada dimensi fisik, kelompok fisioterapi
program yang seharusnya dijalani 6 kali tergolong baik dikarenakan pasien nyeri
hanya dilakukan beberapa kali saja, tidak masih tetap dapat melakukan aktivitas
menerapkan latihan fisik yang disarankan sehari–hari walaupun harus dengan
oleh dokter rehabilitasi medik saat berada bantuan orang lain maupun dengan
di rumah dan hanya melakukan fisioterapi bantuan alat. Secara psikologis, kelompok
saat berada di rumah sakit serta melakukan farmakologi merasa tidak cukup puas
aktivitas fisik yang salah sehingga dengan kondisi fisiknya sehingga
menyebabkan nyeri kambuh kembali terkadang memunculkan afek negatif.
(Buvanendran & Lipman, 2010; Feinberg et Namun afek negatif dapat dikendalikan

118 JURNAL PSIKOLOGI


KUALITAS HIDUP, METODE MANAJEMEN NYERI, PASIEN NYERI KRONIS

berkat bantuan dari orang sekitar yang daripada ketiga kelompok lainnya dan
memberikan bantuan dan keamanan yang paling rendah adalah kelompok
pasien nyeri kronis dalam mobilitas fisioterapi. Kelompok fisioterapi harus
sehingga mengembangkan afek yang menggunakan bantuan alat maupun
positif (relasi sosial). Kelompok ini pun bantuan orang lain dalam melakukan
masih tetap bisa melakukan berbagai aktivitasnya sehari–hari. Sedangkan pada
macam aktivitas dengan cukup bebas dan kelompok farmakologi dan farmakologi–
aman karena adanya pengawasan dari fisioterapi, kualitas hidup terkait nyeri
orang sekitar pasien (lingkungan). tergolong cukup baik. Dikarenakan
Sedangkan pada kelompok farmakologi, pengobatan yang dilakukan cukup dapat
pasien nyeri kronis tergolong memiliki mengurangi intensitas nyeri dengan
kualitas hidup yang cenderung rata–rata segera. Begitu pula pada dimensi pain relief,
cukup baik. Secara fisik, kelompok ini dimana terdapat perbedaan yang
terfokus pada pengobatan medis (obat– signifikan antara kelompok Potensi dengan
obatan) sehingga pada kelompok ini, tiga metode manajemen nyeri yang lain.
tingkat ketergantungan terhadap obat– Pasien nyeri kronis pada kelompok
obatan cukup tinggi dalam kehidupan Potensi telah mendapatkan kenyamanan
sehari–hari. Secara psikologis, pasien nyeri fisik maupun keringanan nyeri dengan
kronis dalam kelompok ini juga mengem- mengikuti program ini selama enam kali
bangkan afek negatif dan keyakinan yang pertemuan. Dimana dalam program ini,
besar bahwa teknik farmakologi adalah pasien nyeri kronis diajarkan strategi–
cara yang paling ampuh dalam mengu- strategi yang sesuai dalam mobilitas
rangi nyeri daripada pengobatan yang lain. sehari–hari. Sedangkan tiga dimensi yang
Sedangkan pada dimensi relasi sosial, lain yaitu anger and frustation, vulnerability,
pasien kelompok ini tergolong cukup dapat dan uncertainty pada kelompok manajemen
menjalin relasi dengan orang lain meski nyeri tidak mengalami perbedaan. Hal ini
nyeri sedang kambuh. Namun pada dikarenakan pasien nyeri kronis dengan
dimensi lingkungan, kelompok farmako- kondisi nyeri kronis umumnya mengalami
logi lebih rendah daripada ketiga perubahan mood yang diakibatkan oleh
kelompok manajemen nyeri yang lain. nyeri, sehingga pasien nyeri kronis mudah
Dikarenakan obat yang diresepkan oleh merasa kesal dan kurang sabaran dalam
dokter terbatas sehingga pasien nyeri beberapa hal. Kemudian memiliki relasi
kronis pada kelompok ini harus membeli yang kurang baik dengan orang lain juga
sendiri dengan menggunakan uang pribadi dapat memperburuk kondisi nyeri. Selain
bila obat yang didapat habis pada saat itu, pasien nyeri kronis sering mengalami
nyeri sedang kambuh. Dan mahalnya obat kecemasan terhadap nyeri yang diderita,
yang harus ditebus oleh pasien nyeri kronis terhadap pengobatan yang dijalani
dalam mengurangi nyeri maupun untuk memiliki dampak positif atau dampak
mengurangi sakit lain. negatif dengan kondisi nyeri kronis yang
Kualitas hidup pasien nyeri kronis diderita. Serta pasien nyeri kronis juga
terkait nyeri pada keempat metode mengalami keterbatasan aktivitas. Dimana
manajemen nyeri secara umum terdapat beberapa pasien nyeri kronis ada yang
perbedaan yang signifikan. Berdasarkan harus menggunakan alat bantu maupun
peringkat, kelompok Potensi memiliki bantuan orang lain dalam membantu
kualitas hidup terkait nyeri yang lebih baik pasien nyeri kronis beraktivitas, sehingga

JURNAL PSIKOLOGI 119


SARI & HALIM

pasien nyeri kronis terkadang merasa tidak Bennet, 2009). Penurunan keuangan ini,
yakin bila melakukannya sendiri maupun disebabkan adanya penurunan tingkat
dalam membuat perencanaan pengobatan produktivitas pasien nyeri kronis dalam
untuk diri sendiri (ACPA, 2016; Mason, bekerja dan biaya pengobatan yang mahal
Skevington, & Osborn, 2009). (Schubiner, 2010; Pochop, 2011). Selain itu,
Jenis nyeri yang banyak dilaporkan pasien nyeri kronis memilih cuti sementara
saat berkunjung ke dokter spesialis saraf dari pekerjaannya untuk fokus dalam
adalah Low Back Pain (LBP). Hal ini sesuai pengobatan. Sehingga pasien nyeri kronis
dengan laporan dari PERDOSSI (2007) tidak mendapatkan penghasilan tambahan
yang menemukan bahwa 35, 86 % adalah seperti sebelumnya (gaji pokok + uang
penderita LBP dari total kunjungan pasien lembur), karena mereka kehilangan waktu
nyeri dan 5,5 % penderita LBP adalah produktif untuk menghasilkan uang
wanita dengan rentang usia paling banyak (Marastuti, 2012). Dari hasil data demo-
adalah usia 41 hingga 60 tahun (Purba, grafis, diketahui pula rata–rata tingkat
2006). Kekuatan tulang dan sendi pada usia pendidikan terakhir partisipan nyeri kronis
dewasa madya mulai menurun khususnya berada pada tingkat strata 1 (S1). Menurut
pada bagian punggung dan kaki, hal ini Muttaqin (2008), tingkat pendidikan akan
membuat sendi menjadi kaku dan lebih memengaruhi pola pikir seseorang.
sulit digerakkan (Santrock, 2013). Selain itu Semakin tinggi tingkat pendidikannya,
pada usia dewasa madya, berat tubuh seseorang akan lebih antisipatif (berpikir
seseorang akan semakin bertambah. panjang), sehingga penanganan penyakit
Penyebab pasien nyeri kronis memiliki dapat dilakukan lebih cepat. Kendati
berat tubuh yang melebihi standar, demikian, sebagian besar pasien nyeri
dikarenakan pola makan yang tidak tepat kronis mengetahui bagaimana cara
pada saat kanak–kanak atau remaja yang mencegah penyakit dan meningkatkan
mana berlangsung hingga dewasa kesehatan. Akan tetapi mereka tidak
(Santrock, 2013). Dampak dari kelebihan menerapkan pengetahuan dan informasi
berat badan pada pasien nyeri kronis yang mereka punya terhadap diri mereka
menyebabkan timbulnya penyakit lain sendiri (Santrock, 2013).
seperti hipertensi, diabetes, maag, dan Seluruh partisipan dalam penelitian
kolestrol. Faktor–faktor yang memenga- ini, telah mengalami nyeri lebih dari 3
ruhi individu dengan kelebihan berat bulan yang berpengaruh pada kondisi fisik,
badan adalah hereditas, leptin, lingkungan, psikologis, sosial dan dalam kehidupan
dan diet yang tidak tepat (Santrock, 2013). sehari–hari (Preedy & Watson, 2010).
Pasien dengan nyeri kronis serta adanya Reaksi individu yang menderita nyeri
komplikasi dari penyakit lain dan lamanya kronis biasanya memiliki afek yang negatif
pengobatan mengakibatkan turunnya seperti takut, marah, dan frustrasi. Selain
kualitas hidup (Schrag, Selaic, Jahanshanhi, itu, pasien nyeri kronis juga yang
& Quinn, 2000). mengalami tekanan, depresi, menghindar,
Partisipan dalam penelitian ini, rata– dan menganggap nyeri kronis sebagai
rata partisipan telah bekerja, namun sebuah bencana dalam hidupnya (Morley,
memiliki penghasilan dibawah UMP Davies, & Barton, 2005). Berdasarkan
(53,2%). Individu yang menderita nyeri peringkat, ada perbedaan tingkat depresi,
kronis dapat menurunkan kondisi kecemasan dan stres antara kelompok
keuangan penderitanya (Morrison & Potensi dengan kelompok farmakologi,

120 JURNAL PSIKOLOGI


KUALITAS HIDUP, METODE MANAJEMEN NYERI, PASIEN NYERI KRONIS

fisioterapi maupun farmakologi dan sehingga otot–otot yang tegang atau kaku
fisioterapi, dimana kelompok Potensi perlahan–lahan akan beradaptasi dan
memiliki tingkat yang paling rendah dalam membuat otot–otot tersebut menjadi rileks
hal depresi, kecemasan dan stres secara serta adanya pengurangan
umum. Tiga kelompok metode manajemen pengkonsumsian obat– obatan yang
nyeri yang lain memiliki tingkat depresi, dilakukan oleh pasien nyeri kronis.
kecemasan dan stres cukup tinggi, karena Tingkatan intensitas nyeri pada pasien
tiga kelompok pasien nyeri kronis, nyeri kronis juga dapat menyebabkan
menganggap nyerinya sebagai sesuatu keterbatasan fisik. Keterbatasan aktivitas
yang menganggu dan menghalanginya fisik yang dirasakan pasien nyeri kronis
dalam beraktivitas akan mengalami karena nyeri yang dideritanya, paling
perasaan tidak berdaya, penurunan tingkat tinggi terjadi pada kelompok farmakologi
aktivitas dan intensitas nyeri yang lebih dan fisioterapi dan paling rendah pada
tinggi serta mengalami distress emosional kelompok Potensi. Artinya pasien nyeri
yang lebih tinggi (ACPA, 2016; Breivik, kronis pada kelompok Potensi tidak
Collet, Ventrafridda, Cohen & Gallacher, merasa terganggu dengan nyeri yang
2006; Godsoe, 2008). Linton (2005) juga dideritanya meski nyeri sedang kambuh.
mengatakan pasien nyeri kronis umumnya Contoh keterbatasan fisik yang dapat
mengalami depresi, cemas dan stres terjadi yaitu tidak dapat berjalan dengan
terhadap pengobatan, keuangan, cepat, menggunakan alat bantu untuk
kesehatan, kehidupan ke depan, nyeri yang bergerak, memegang pegangan tangga,
tidak kunjung reda maupun keterbatasan membutuhkan waktu yang lebih lama
fisik akibat nyeri kronis yang diderita. untuk menaiki maupun menuruni anak
Intensitas nyeri paling tinggi terdapat tangga, tidak dapat menggunakan pakaian
pada kelompok farmakologi dan fisioterapi sehingga dibantu oleh orang lain.
dan paling rendah pada kelompok Potensi. Self efficacy merupakan hal yang
Faktor yang menyebabkan meningkat penting dalam mengontrol nyeri, beradap-
maupun menurunnya intensitas nyeri pada tasi dengan fungsi psikologis, disabilitas,
pasien nyeri kronis adalah metode dan tujuan maupun harapan pengobatan
pengobatan yang dijalani, aktivitas fisik (Main, Foster, & Buchbinder, 2010; Turk &
yang salah dan berat, persepsi terhadap Okifuji, 2002). Dalam perkembangan self
nyeri (bagi lansia, nyeri merupakan bagian efficacy, kelompok Potensi memiliki keya-
dari penuaan), efek farmakologi jangka kinan yang besar untuk dapat beraktivitas
panjang. Pada kelompok farmakologi dan walaupun sedang merasakan nyeri
fisioterapi, pasien nyeri kronis dibandingkan ketiga kelompok yang
mendapatkan keringanan sesaat ketika lainnya. Sedangkan kelompok farmakologi
menjalani terapi dan akan kambuh kembali dan fisioterapi memiliki self efficacy yang
bila tidak rutin melakukan terapi. Selain itu paling rendah, artinya pasien nyeri kronis
penggunaan obat nyeri maupun obat pada kelompok ini tidak yakin untuk dapat
penyakit lain dalam jangka panjang beraktivitas pada saat sedang nyeri.
membuat kinerja obat tidak lagi dapat Keyakinan penderita bahwa nyeri tidak
bekerja dengan baik di dalam tubuh. dapat dikendalikan juga berhubungan
Sedangkan pada kelompok Potensi, dengan meningkatnya penggunaan obat–
fisioterapi dan latihan fisik rutin dilakukan obatan medis, simptom–simptom depresi,
sebanyak tiga kali dalam seminggu dan penghindaran sosial (Godsoe, 2008).

JURNAL PSIKOLOGI 121


SARI & HALIM

Terdapat pemikiran catastrophizing yang posttest only, karena pasien sudah menjalani
berbeda pada keempat kelompok manaje- intervensi manajemen nyeri pada
men nyeri, dimana kelompok dengan pertemuan ke-2 atau ke-3 untuk
pemikiran catastrophizing paling tinggi pengobatan fisioterapi dan sudah
dimiliki oleh kelompok farmakologi. Pada mengkonsumsi obat pada pengobatan
kelompok farmakologi ini, mereka farmakologi. Sehingga tidak bisa melaku-
menganggap pendekatan farmakologi kan eksperimen yang membandingkan
lebih baik bila dibandingkan pendekatan kelompok kontrol pre dan post treatment
lain dalam mengurangi rasa nyeri. Hal ini maupun randomisasi.
tentu saja berdampak pada kualitas Berdasarkan keterbatasan tersebut,
kesehatan pasien yang berdampak pada maka disarankan bagi penelitian selanjut-
rendahnya kualitas hidup pasien dengan nya akan lebih baik jika melakukan pre dan
nyeri kronis (Gustorff, Dorner, Likar, post treatment untuk melihat perbandingan
Grisold, Lawrence, Schwarz, & Rieder, kualitas hidup sebelum dan sesudah
2008; Otto, Bach, Jensen, & Sindrup, 2007; menjalani pengobatan baik untuk
Vasudevan, 2004). pengobatan farmakologi, fisioterapi–
farmakologi, fisioterapi maupun dengan
Kesimpulan Potensi. Namun kelebihan dalam pene-
litian ini yaitu, pengobatan yang
Berdasarkan pada hasil dan diskusi di atas, disarankan dalam menangani pasien nyeri
maka peneliti menyimpulkan bahwa kronis adalah dengan pendekatan
metode Potensi merupakan metode multidisiplin ilmu (Potensi) yang cukup
manajemen nyeri yang dapat memberikan efektif dalam meningkatkan kualitas hidup
dampak paling baik terhadap kualitas pasien nyeri kronis.
hidup pasien nyeri kronis yang menjadi
partisipan dalam penelitian ini. Masih
Kepustakaan
dibutuhkan penelitian lanjutan dengan
partisipan yang lebih representatif untuk American Chronic Pain Association
kelompok pasien nyeri untuk membuk- (ACPA). (2016). Resource guide to chronic
tikan bahwa pendekatan multidisiplin pain medication and treatment. California
seperti pada Potensi paling efektif bagi American Chronic Pain Association,
penangan nyeri pada pasien nyeri kronis. inc.
Dalam jurnal ini, peneliti juga meng-
Arovah, N. I. (2010). Dasar – dasar fisioterapi
ucapkan terima kasih kepada tim Potensi
pada cedera olahraga. Yogyakarta.
dari Fakultas Kedokteran Universitas
Katolik Indonesia Atma Jaya serta pihak– Badan Penelitian dan Pengembangan
pihak lain yang terlibat seperti psikolog, Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar
rekan–rekan kedokteran Fakultas Kedok- 2013. Kementrian Kesehatan RI.
teran dan Fakultas Psikologi Universitas Breivik, H., Collett, B., Ventafridda, V.,
Katolik Indonesia Atma Jaya. Cohen, R.., & Gallacher, D. (2006).
Survey of chronic pain in Europe:
Saran prevalence, impact on daily life, and
Peneliti memiliki keterbatasan pada saat treatment. Eur J Pain, 10(4). 287-333.
pengambilan data di lapangan. Peneliti
hanya bisa melakukan pengambilan

122 JURNAL PSIKOLOGI


KUALITAS HIDUP, METODE MANAJEMEN NYERI, PASIEN NYERI KRONIS

Brunner & Suddarth’s. (2010). Textbook of with chronic low back pain. Pain Ress
Medical-Surgical Nursing Edition: 12. Man aq, 15(3). 169-178.
Philadelphia: The Point. Gustorff, B., Dorner, T., Likar, R., Grisold,
Buvanendran, A., & Lipman, A. G. (2010). W., Lawrence, K., Schwarz, F., &
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs and Rieder, A. (2008). Prevalance of sel –
acetaminophen. Philadelphia: Wolter reported neuropathic pain and impact
Kluwer – Lippincott Williams and on quality of life: a prospective
Wilkins. representive survey. Acta Anaesthesiol
Cardosa, Mary., Osman, Zubaidah. J., Scand, 52(1). 132-136.
Nicholas, Michael., Tonkin, Lois., International Association for the Study of
Williams, Amanda., Aziz, Khuzaimah. Pain (IASP). (2012). Pain. Diunduh dari
Abd., Ali, Ramli. Mohd., & Dahari, http://www.iasp-pain.org.
Norhana. Mohd. (2012). Self – Lee, M., & Tracey, I. (2010). Unravelling the
management of chronic pain malaysian mystery of pain, suffering, and relief
patients: effectiveness trial with 1 – with brain imaging. Current Pain and
year follow up. Transl Behav Med, 2(1). Headache Reports, 14. 124-131.
30-37.
Linton, S. (2005). Understanding pain for
Creswell, J. W. (2012). Educational Research: better clinical practice: A psyhcological
Planning, Conducting and Evaluating perspective. London: Elsevier Limited.
Quantitative and Qualitative Research, 4th
Mason,V. L., Skevington, S. M., & Osborn,
ed. Boston: Pearson.
M. (2008). The Quality of life of people
Fakultas Kedokteran Universitas in Chronic pain: Developing a pain and
Indonesia. (2006). Nyeri Pada Sistem discomfort module for use with the
Muskuloskeletal. Jakarta: Universitas WHOQOL, Psychology and Health, 23(2).
Indonesia. 135-154.
Feinberg M., Willer, R., Antonenko, O., & Main, C. J., Foster, N., & Buchbinder, R.
John, O. P. (2012). Resource Guide To (2010). How important are back pain
Chronic Pain Medication & Treatment. beliefs and expectations for satisfactory
California: American Chronic Pain recovery from back pain? Best Pract Res
Association, Inc. Clin Rheumatol, 24(2). 205-217.
Gatchel, R., Peng, Y., Fuchs, P., Peters, M., Marastuti, A. (2012). Psikologi untuk
& Turk, D. (2007). The biopsychosocial Kesejahteraan Masyarakat. Yogyakarta:
approach to chronic pain: Scientific Pustaka Pelajar.
advances and future directions.
Morley, S., Davies, C., & Barton, S. (2005).
Psychological Bulletin, 4, 581-624.
Possible selves in chronic pain: Self-
Godsoe, M. R. (2008). Acceptance of Chronic pain enmeshment, adjustment, and
Pain, Attachment Style, Affectivity and acceptance. Pain, 115. 84-94.
Treatment Use. Keene, New Hampshire:
Morrison, V., & Bennett, P. (2009). An
Antioch University New England.
Introduction to Health Psychology (2nd
Gordon, A., Rashiq, S., Moulin, D. E., Clark, ed). Bilbao, Spain: Pearson Education
A. J., Beaulieu, A. D., ....... Darke A. C. Limited.
(2010). Buprenorphine transdermal
systems for opioid therapy in patients

JURNAL PSIKOLOGI 123


SARI & HALIM

Mubarak, & Chayatin, W. N. (2007). Buku with WHOQOL-Bref in leprosy


ajar kebutuhan dasar manusia: Teori dan patients with neuropathic pain. ISRN
aplikasi dalam praktek. Jakarta: EGC. Tropical Medicine,1-7.
Muttaqin, A. (2008). Seri asuhan Santrock, J. W. (2013). Life-span development
keperawatan klien dengan penyakit 14th ed. New York: McGraw-Hill
kronis. Jakarta: Salemba Humanika. Companies, Inc.
Nay, R., & Fetherstonhaugh, D. (2012). Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2011). Health
What is pain? A phenomenological psychology: Biopsychosocial interactions
approach to understanding. Interna- (7th edition). USA: John Wiley & Sons,
tional Journal of Older People Nursing; 7, Inc.
233-239. Sares, A. (2008). Coping strategies of older
Nicholas, M., Molley, A., Tonkin, L., & adults living with chronic pain. Fullerton:
Beeston, L. (2000). Manage your pain. California State University.
Practical and positive ways of adapting to Schrag A., Selaic, C., Jahanshanhi, M., &
chronic pain. Sydney, Australia: ABC Qiunn P. N. (2000). The EQ-56-ageneric
Books quality of measure is useful instrument
Otto, M., Bach, F. W., Jensen, T. S., & to measure quality of life in patients
Sindrup, S. H. (2007). Health – related with Parkinson’s disease. J Neurol
quality of life and its predictive role for Neurosurg Psychiatry, 69, 67-73.
analgesic effect in patients with painful Schubiner, H., & Betzold, M. (2010). Unlearn
polyneuropathy. Eur J Pain, 11(5). 572- Your Pain. Pleasant Ridge, MI: Mind
578. Body Publishing.
Persatuan Dokter Saraf Indonesia Sugiyono. (2011). Metode penelitian
(PERDOSSI). (2007). Penatalaksanaan pendidikan: Pendekatan kuantitatif,
Nyeri. Jakarta. PERDOSSI. kualitatif, dan R & D. Bandung:
Pochop, J. A. (2011). Acceptance and Alfabeta.
commitment group therapy for older The British Pain Society. (2010).
woman with chronic pan. California: Understanding and managing pain:
Faculty of the Kalmanovitz School of Information for patients. London: The
Education Saint Mary’s College of British Pain Society.
California.
Turk, D. C. (2002). Clinical effectiveness
Preedy, V. R. & Watson, R. R. (2010). and cost effectiveness of treatments for
Handbook of desease burdens and quality of chronic pain patients. Clin J Pain, 18.
life measure. Diunduh dari: 355-365.
www.http://library.nu/search?q=Quali
Turk, D. C., & Okifuji, A. (2002).
ty%20of%20life&page=2
Psychological factors in chronic pain:
Purba, J. S. (2006). Nyeri punggung bawah: Evolution and revolution. Journal of
Studi epidemiolog, patofisiologi, dan Consulting and Clinical Psychology, 7(3).
penanggulangan. BNS,7(2), 85-93.
Turk, D. & Winter, F. (2010). The pain
Reis, J. J. F., Gomes, M. K., Rodrigues, J., survival guide. How to reclaim your life.
Gosling, A. P., Fontana, A. P., & Cunha, Fourth printing. Baltimore; Port City
J. L. A. (2013). Pain and its Press.
consequences in quality of life: A study

124 JURNAL PSIKOLOGI


KUALITAS HIDUP, METODE MANAJEMEN NYERI, PASIEN NYERI KRONIS

Vasudevan, S. (2004). Guidelines for the chronic pain. Wisconsin Medical Journal,
assessment and management of 103(3), 15.

JURNAL PSIKOLOGI 125

Anda mungkin juga menyukai