Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. STROKE

2.1.1 Definisi

Stroke didefinisikan sebagai manifestasi klinik dari gangguan

fungsi serebral yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis

baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau

dapat menimbulkan kematian, dan baik yang dianggap karena

perdarahan spontan di dalam otak (stroke hemoragik) atau kurangnya

pasokan darah yang memadai ke otak (stroke non hemoragik) sebagai

akibat dari sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, atau

pecahnya pembuluh darah.5 Stroke juga merupakan gangguan peredaran

darah di otak yang mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila berat

dapat menyebabkan kematian sebagian sel-sel otak atau biasa disebut

dengan infark.5

2.1.2 Epidemiologi

Menurut hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007 yang

di publikasikan pada Desember 2008, prevalensi stroke di Indonesia 8,3

per 1000 penduduk, pada kelompok umur 45-54 tahun, stroke menjadi

penyebab kematian tertinggi di wilayah perkotaan.6

6
7

Stroke merupakan peyakit kegawatdaruratan di Indonesia,

selama 10 tahun terakhir dilaporkan bahwa stroke menempati 50% dari

bangsal penyakit saraf setiap tahunnya. Sekitar seperlima dari jumlah

tersebut meninggal selama perawatan.6

2.1.3 Klasifikasi Stroke

Ada beberapa klasifikasi yang telah dibuat untuk

mempermudahkan dalam penggolongan penyakit pembuluh darah otak.

Stroke dapat diklasifikasikan menjadi : 2,5

a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :

1) Stroke Non Hemoragik dan berdasarkan waktunya terdiri atas ;

a) Transcient Ischaemic Attack (TIA) : Defisit neurologis

membaik dalam waktu kurang dari 24 jam.

b) Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND) : Defisit

neurologis membaik kurang dari satu minggu.

c) Stroke in evolution atau progressing stroke : Kelainan

neurologis yang menunjukan perburukan secara tahap demi

tahap dalam waktu beberapa jam dan makin lama makin

berat.

d) Completed stroke : Kelainan neurologis yang menetap dan

tidak berkembang lagi yang timbul dalam waktu beberapa

menit hingga beberapa jam yang diakibatkan kurangnya

atau tidak adanya aliran darah pada salah satu arteri otak

atau cabang-cabangnya secara mendadak.


8

2) Stroke Hemoragik

a) Perdarahan intra serebral (PIS) : Perdarahan primer yang

berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak.

b) Perdarahan subaraknoid (PSA) : Suatu keadaan terdapatnya

atau masuknya darah kedalam ruangan subaraknoid karena

pecahnya aneurisma atau sekunder dari perdarahan intra

serebral.

b. Berdasarkan sistem pembuluh darah

1) Sistem karotis

2) Sistem vertebra-basilaris

c. Berdasarkan sindrom klinis yang berhubungan dengan lokasi lesi

otak, Bamford dkk mengemukakan klasifikasi stroke menjadi 4 tipe;

1) Total Anterior Circulation Infarct (TACI)

2) Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)

3) Posterior Circulation Infarct (POCI)

4) Lacunar Infarct (LACI)

2.1.4 Etiologi

Persoalan pokok pada stroke adalah terdapatnya gangguan

peredaran darah pada bagian otak tertentu, yang bisa diakibatkan oleh

karena sumbatan atau perdarahan, seperti trombosis, emboli atau

perdarahan. Pada umumnya telah ada penyakit lain yang mendahului

gangguan peredaran darah di otak (stroke), antara lain penyakit

kardiovaskular (penyakit jantung, hipertensi), penyakit atau gangguan


9

otak lainya, penyakit degeneratif, arthritis, penyakit vascular perifer,

penyakit paru-paru menahun, kanker, diabetes melitus yang tidak

terkendali dan trauma kepala.2,5

Trombosis serebral (bekuan darah di dalam pembuluh darah

otak atau leher) dapat disebabkan oleh arteriosklerosis serebral dan

perlambatan sirkulasi serebral, adanya sumbatan atau okulsi akan

menghambat aliran darah ke bagian distal, sehingga terjadi

hipoperfusi, hipoksia, terganggunya nutrisi selular dan akhirnya akan

infark. Tanda terjadinya trombosis serebral antara lain sakit kepala,

pusing, perubahan kognitif, atau dapat pula kejang, namun ada

beberapa gejala awal yang mendahului seperti kehilangan bicara,

hemiplegia, parestesia setengah tubuh yang mendahului awitan

paralisis berat pada beberapa jam atau hari. Emboli serebral adalah

bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh

yang lain yang dapat berupa gumpalan darah, kristal kolesterol,

deposit metastasis, embolus septik, embolus traumatik atau dapat juga

gelembung nitrogen. Semua keadaan ini dapat mengakibatkan

hipoksia dan akhirnya nekrosis otak. Stroke non hemoragik

diakibatkan oleh sumbatan, baik berupa trombus ataupun embolus.2,5

2.1.5 Patofisiologi

Otak yang beratnya 1200 – 1400 gram, setiap menitnya

memerlukan oksigen dan glukosa untuk menghasilkan energi bagi sel-

sel otak, karena otak tidak memiliki cadangan oksigen dan glukosa.
10

Otak mendapatkan darah dari 2 arteri karotis interna (kanan, kiri)

sebanyak 80% dan sebanyak 20% dari arteri basilaris. Ketiganya

bersama-sama membentuk Sirkulus Willisi. Gangguan pasokan aliran

darah otak dapat terjadi di dalam arteri-arteri di Sirkulus Willisi :

arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilaris atau semua cabang-

cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak

terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian

jaringan.5

Infrak serebri akibat berkurangnya suplai darah ke area tertentu

di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi

dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral

terhadap area yang di suplainya oleh pembuluh darah yang tersumbat.5

Suplai darah ke otak dapat berubah makin lambat atau cepat

pada gangguan lokal seperti thrombus, emboli, perdarahan, dan spasme

vaskular atau karena gangguan umum seperti hipoksia pada gangguan

paru dan jantung. Arterosklerosis merupakan faktor penting dalam

sirkulasi darah di otak. Trombus dapat berasal dari plak

arteriosklerosis, atau dapat menjadi beku pada area stenosis, aliran

darah akan lambat atau akan terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah

dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagi emboli dalam aliran

darah.5,7
11

Adanya thrombus di pembuluh darah dapat mengakibatkan :

a. Iskemi jaringan otak pada area yang di suplai oleh pembuluh darah

tersebut.

b. Edema dan kongesti di sekitar area.

Oklusi pada pembuluh darah cerebri oleh embolis menyebabkan

edema dan nekrosis diikuti trombosis. Pecahnya atau rupture

aneurisma pembuluh darah yang sangat luas akan menyebabkan

kematian, karena perdarahan yang sangat luas akan menyebabkan

destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial.5,7

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik

akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di

daerah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala

neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang

menyebabkan nekrosis jaringan.5,7

Aliran darah ke otak yang sangat terganggu akan mengakibatkan

iskemia, yang berakibat kurangnya aliran glukosa, oksigen dan bahan

makanan lainnya ke sel otak. Hal tersebut akan menghambat

mitokondria dalam menghasilkan ATP sehingga tidak saja terjadi

gangguan fungsi seluler, tetapi juga aktivasi berbagai proses toksik.

Hasil akhir kerusakan serebral akibat iskemia adalah kematian sel

neuron maupun berbagai sel lain dalam otak seperti sel glia, mikroglia,

endotel, eritrosit dan leukosit. Sel-sel saraf (neuron) berkurang

jumlahnya sehingga sintesis berbagai neurotransmiter berkurang.


12

Akibatnya, kecepatan hantar impuls, kemampuan transmisi impuls

antar neuron dan transmisi impuls neuron-sel efektor menurun secara

keseluruhan sehingga mengakibatkan terganggunya kemampuan

sistem saraf untuk mengirimkan informasi sensorik, mengenal dan

mengasosiasikan informasi, memprogram dan memberikan respons

terhadap informasi sensorik (fungsi sensorik dan motorik).7

2.1.6 Faktor resiko

Faktor resiko stroke adalah suatu keadaan yang menyebabkan orang

menjadi lebih rentan atau mudah mengalami stroke. Terdapat dua jenis

faktor resiko pada stroke, yaitu faktor resiko yang tidak dapat

dimodifikasi dan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.2,5,6

a. Faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi, antara lain :

1) Usia

Stroke dapat menyerang semua usia, namun usia lanjut lebih

beresiko mengalami stroke dan cenderung meninggal atau

menimbulkan kecacatan menetap. Resiko terkena stroke

meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah mencapai usia 50 tahun,

setiap penambahan usia tiga tahun meningkatkan resiko stroke

sebesar 11-20%, dengan peningkatan bertambah seiring

peningkatan usia. Orang berusia lebih dari 65 tahun memiliki

resiko paling tinggi, tetapi hampir 25% dari semua stroke terjadi

pada orang berusia kurang dari 65 tahun, dan hampir 4% terjadi


13

pada orang berusia antara 15 dan 40 tahun. Penelitian Misbach,

melaporkan penderita stroke di bawah 45 tahun sebesar 11,8%,

usia 45-64 tahun sebesar 54,2% dan usia di atas 65 tahun

sebesar 35,5%.6

2) Jenis kelamin

Pria berusia kurang dari 65 tahun memiliki resiko terkena stroke

iskemik atau perdarahan intraserebrum lebih tinggi sekitar 20%

dibandingkan wanita, namun wanita usia berapapun memiliki

risiko perdarahan subaraknoid sekitar 50% lebih besar.

Dibandingkan pria, wanita juga tiga kali lipat lebih mungkin

mengalami aneurisma intrakranium yang tidak pecah. Menurut

data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata pria lebih banyak

menderita stroke dibandingkan dengan wanita. Hal ini terjadi

karena adanya pengaruh hormon, yang melindungi para wanita

sampai mereka melewati masa-masa melahirkan.6

3) Riwayat keluarga atau genetik

Faktor genetik di dalam keluarga merupakan faktor resiko

stroke. Beberapa penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi,

jantung dan kelainan pembuluh darah dapat diturunkan secara

genetik dari seseorang terhadap keturunannya. Riwayat stroke

dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga

pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun dapat

meningkatkan resiko terkena stroke. Faktor genetik berperan


14

besar dalam perdarahan subaraknoid, mungkin menjadi

penyebab 7% total kasus dan sampai 20% pada orang berusia

muda. Anggota keluarga dekat (anak) dari orang yang pernah

mengalami perdarahan subaraknoid memiliki peningkatan risiko

2-5% terkena perdarahan subaraknoid.6

b. Faktor resiko yang dapat di modifikasi :

1) Hipertensi

Hipertensi merupakan resiko utama terjadinya stroke hemoragik

dan non hemoragik. Sering disebut sebagai the silent killer,

karena hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke

sebanyak 4 sampai 6 kali. Tekanan darah yang meningkat secara

perlahan merusak dinding pembuluh darah dengan memperkeras

arteri dan mendorong terbentuknya bekuan darah dan

aneurisma, yang semuanya mengarah pada stroke, terutama pada

orang berusia diatas 45 tahun.6

2) Kadar kolesterol yang tinggi

Hiperkolesterolemia atau kadar kolesterol yang tinggi secara

langsung atau tidak langsung meningkatkan resiko stroke,

merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan

penyakit koroner. Kolestrol yang tinggi akan membentuk plak di

dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah

baik di jantung maupun di otak. Meskipun zat lemak (lipid)

merupakan salah satu komponen dari tubuh kita, kadar lemak


15

darah (terutama kolesterol dan trigliserida) yang tinggi

meningkatkan resiko aterosklerosis dan penyakit jantung

koroner. Keadaan ini juga dikaitkan dengan peningkatan sekitar

20% risiko stroke non hemoragik atau Transient Ischemic Attact

(TIA).6

3) Penyakit jantung

Orang yang mengidap masalah jantung, misalnya angina,

fibrilasi atrium, gagal jantung, dan kelainan katup, berisiko

mengalami stroke. Fibrilasi atrium adalah yang paling sering

menyebabkan stroke, karena memudahkan terjadinya

penggumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga

menyumbat pembuluh darah otak.8

4) Transient Ischemic Attact (TIA)

TIA merupakan serangan iskemik sesaat. TIA menyebabkan

kerusakan saraf-saraf otak dan perdarahan, dan dapat

menimbulkan komplikasi berat. Penelitian Putala J dkk tahun

2009 di Amerika dengan desain study Cohort, orang yang

pernah mengalami serangan iskemik sesaat memiliki resiko 1,6

kali untuk menderita stroke dan meninggal dunia dibandingkan

orang yang tidak pernah.8

5) Aterosklerosis

Aterosklerosis (mengerasnya arteri) adalah salah satu penyebab

utama stroke, terutama stroke iskemik dan TIA. 20-30% pasien


16

yang pernah mengalami stroke iskemik atau TIA, penyebab

utamanya adalah penyempitan arteri karotis di leher.

Aterosklerosis ditandai dengan lesi intima yang disebut

ateroma, atau plak ateromatosa atau fibrofatty plaques, yang

menonjol kedalam dan menyumbat pembuluh, memperlemah

media dibawahnya, dan mungkin mengalami penyulit serius,

pada arteri kecil, ateroma dapat menyumbat lumen, mengganggu

aliran darah ke organ distal, dan menyebabkan jejas iskemik.8

6) Diabetes mellitus

Diabetes melitus adalah suatu penyakit umum yang mengenai

sekitar 1 dari 30 orang dewasa, namun mengidap penyakit ini

akan menggandakan kemungkinan terkena stroke, karena

diabetes menimbulkan perubahan pada sistem vaskular serta

mendorong terjadinya aterosklerosis. Terdapat dua jenis diabetes

: tipe I dan tipe II. Tipe I biasanya dimulai pada usia muda dan

memerlukan penyuntikan insulin secara teratur. Tipe II terutama

mengenai orang berusia di atas 40 tahun dan pada tahap awal

biasanya dapat diatasi dengan tablet dan modifikasi makanan.8

7) Merokok

Merokok meningkatkan resiko stroke sebesar 1,5 kali sesudah

faktor resiko lainnya dikendalikan. Resiko pada perokok berat

lebih tinggi daripada perokok ringan. Kerusakan yang

diakibatkan oleh rokok jauh lebih parah, karena rokok


17

menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh

tubuh (termasuk yang ada di otak, jantung dan tungkai) sehingga

mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah

dan menyebabkan darah mudah menggumpal.8 Menurut

penelitian Sang Wook dkk tahun 2002 di Korea Selatan dengan

desain study Cohort, perokok aktif (menghisap 20 atau lebih

batang rokok sehari) memiliki resiko 2,3 kali untuk menderita

stroke dan meninggal dunia dibandingkan bukan perokok aktif.8

2.1.7 Gejala dan Tanda

a. Gejala Stroke Hemoragik 2,5

1) Gejala Perdarahan Intrasebral (PIS)

Gejala perdarahan ini timbul mendadak dan memburuk dengan

cepat (dalam beberapa menit atau jam), sering sampai koma.

Nyeri kepala berat, nausea, muntah, dan adanya darah di rongga

subaraknoid pada pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala

yang khas.

2) Gejala Perdarahan Subaraknoid (PSA)

Pada penderita perdarahan subaraknoid akan dijumpai gejala

seperti nyeri kepala yang hebat, kadang-kadang muntah, kaku

leher serta kehilangan kesadaran sementara dan setelah sadar

kembali terdapat gejala kaku kuduk, keluhan silau terhadap

cahaya, mual, rasa enek, dan fotofobia.


18

3) Gejala Perdarahan Subdural

Gejala pada perdarahan subdural timbul berminggu atau

berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala. Pada penderita

perdarahan subdural akan dijumpai gejala seperti nyeri kepala,

kaku leher, tajam penglihatan yang mundur akibat edema papil

yang terjadi, tanda-tanda defisit neurologik yang tertekan.

b. Gejala Stroke Non Hemoragik 2,5

Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya

gangguan pembuluh darah dan lokasi, yang dibedakan atas :

1) Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya

unilateral) :

a) Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang

terkena, akibat insufisiensi arteri retinalis

b) Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral

karena insufisiensi arteria serebri media

c) Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan

media atau arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di

ekstremitas atas dan mungkin mengenai wajah. Apabila lesi

di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena

keterlibatan daerah bicara motorik Broca.

2) Arteri serebri media (tersering) :

a) Hemiparesis atau monoparesis kontralateral (biasanya

mengenai lengan).
19

b) Gangguan penglihatan dan kadang-kadang hemianopsia

(kebutaan) pada setengah lapang pandang, maunpun kebutaan

kontralateral.

c) Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan

semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi.

3) Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)

a) Kelumpuhan kontralateral yang berkembang meluas dan

gangguan lebih nyata pada anggota gerak bawah dan

proksimal anggota atas.

b) Defisit sensorik kontralateral

c) Demensia, gerakan menggenggam pada sisi anggota yang

terkena, refleks patologis

4) Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi

biasanya bilateral)

a) Gangguan nervi kranialis bila mengenai batang otak

b) Meningkatnya refleks tendon

c) Ataksia

d) Tanda Babinski bilateral

e) Disfagia

f) Disartria

g) Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah

h) Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat,

disorientasi
20

i) Gangguan sensorik unilateral atau bilateral

5) Arteri serebri posterior

a) Koma

b) Hemiparesis kontralateral

c) Afasia visual atau buta kata (aleksia)

d) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia,

koreoatetosis

2.1.8 Diagnosis

a. Anamnesis gejala dan tanda2,9

Anamnesis ditujukan untuk menentukan faktor resiko stroke

yang dimiliki oleh penderita. Anamnesis mencakup :

1) Gejala awal

2) Perkembangan gejala atau keluhan pasien atau keduanya

3) Aktivitas penderita saat serangan

4) Riwayat TIA

5) Faktor resiko, terutama hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes,

merokok, dan pemakaian alcohol

b. Pemeriksaan Fisik2,9

Adapun pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain

pemeriksaan fisik secara umum, pemeriksaan fungsi saraf pusat,

serta pemeriksaan fisik lainnya sesuai indikasi.


21

1) Pemeriksaan fisik cecara umum

Pemeriksaan fisik secara umum meliputi kesadaran penderita,

denyut nadi, tekanan darah, respirasi, suhu tubuh dan irama

jantung. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala

akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda distensi vena

jugularis pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan kesadaran

penderita stroke dinilai berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS).

Penilaian GCS dilakukan melalui sistem skoring.2,9

2) Pemeriksaan neurologis dan skala stroke

Pemeriksaan terutama pada saraf kranialis, sistem motorik, sikap

dan cara jalan, refleks, kordinasi, sensorik dan fungsi kognitif.

Skala stroke yang dianjurkan adalah National Institutes of Health

Stroke Scale (NIHSS).9,10

c. Pemeriksaan laboratorium dan teknik pencitraan9,10

1) Pemeriksaan darah rutin dalam kasus stroke perlu dilakukan

untuk mencari faktor-faktor resiko agar dapat mencegah

terjadinya stroke yang berulang di kemudian hari dan untuk

mencari kemungkinan penyebab lain dari stroke. Analisis

laboratorium standar antar lain : gula darah, elektrolit, fungsi

ginjal (urem, kreatinin), Activated Partial Trombin Time (APTT),

Prothrombin Time (PT), laju endap darah (LED), dan profil

lemak serum
22

2) Computerized Tomography Scanning (CT-Sacn)dan Magnetic

Resonance Imaging (MRI) : memperkuat diagnosis, menentukan

jenis patologi, lokasi lesi, ukuran lesi dan menyingkirkan lesi

nonvaskuler.

Densitas dari lesi bisa dibagi atas (pada window level normal).

a) High density (hiperdens). Memperlihatkan gambaran densitas

lesi lebih tinggi dari pada jaringan normal sekitarnya.

Gambaran hiperdens terlihat pada stroke hemoragik.

b) Isodensity (isodens). Memperlihatkan gambaran densitas lesi

sama dengan jaringan sekitarnya.

c) Low density (hipodens). Memperlihatkan gambaran CT-Scan

dengan nilai absorbs yang rendah seperti pada stroke non

hemoragik.

3) Angiografi serebral :

Angiogram dilakukan dengan menyuntikkan pewarna yang

kontras kedalam aliran darah dan mengambil serangkaian foto

Sinar-X pembuluh darah, digunakan untuk mengidentifikasi

sumber dan lokasi penyumbatan arteri dan untuk mendeteksi

aneurisma dan pembuluh darah.

4) Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) :

Pemeriksaan ini ditujukan untuk menilai adanya kelainan aritmia

jantung dan penyakit jantung yang mungkin pernah diderita,

seperti penyakit infark miokardium (kematian sel-sel otot


23

jantung). Kelainan aritmia merupakan faktor risiko terjadinya

emboli, yang dapat menimbulkan stroke tipe infark

tromboemboli.

2.1.9 Stroke Non Hemoragik

1. Definisi

Stroke non hemoragik atau stroke iskemik adalah stroke yang

terjadi karena terjadi obstruksi di pembuluh darah yang disebabkan

adanya trombus dan embolus.5,10 Iskemia otak dianggap sebagai

kelainan gangguan suplai darah ke otak yang membahayakan

fungsi neuron tanpa memberi perubahan yang menetap.

Manifestasi klinis yang muncul tergantung pada berat ringannya

gangguan pembuluh darah dan lokasinya.5,9

2. Etiologi

Iskemia otak terjadi akibat gangguan aliran darah ke otak.

Secara patologi, suatu infrak dibagi dalam :

a. Trombosis pembuluh darah

Hal ini berhubungan erat dengan aterosklerosis

(terbentuknya ateroma) dan arteriosklerosis. Aterosklerosis

menimbulkan bermacam-macam manfestasi klinik dengan cara

menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan

insufisiensi aliran darah.


24

b. Emboli

Sumber emboli berasal dari berbagai tempat yakni kelainan

jantung atau teroma yang terlepas dan mengikuti aliran darah

sehingga menyebabkan obstruksi arteri serebri.

2.1.10 Patofisiologi

Stroke iskemik terjadi apabila terjadi okulsi atau penyempitan

aliran darah ke otak. Otak membutuhkan oksigen dan glukosa sebagai

sumber energi agar fungsinya tetap baik. Di otak sendiri hampir tidak

ada cadangan oksigen, dengan demikian otak sangat tergantung pada

keadaan aliran darah setiap saat. Aliran darah otak atau Cerebral

Blood Flow (CBF) dijaga pada kecepatan konstan antara 50-150

mmHg.

Aliran darah ke otak dipengaruhi oleh faktor .5,10

a. Keadaan pembuluh darah

Bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat

oleh thrombus atau embolus maka aliran darah otak terganggu.

b. Keadaan darah

Viskositas darah yang meningkat, polisitemia menyebabkan

aliran darah ke otak lebih lambat ; anemia yang berat

menyebabkan oksigenasi otak menurun.

c. Tekanan darah sistemik.


25

Autoregulasi serebral merupakan kemampuan intrinsik otak

untuk mempertahankan aliran darah ke otak tetap konstan

walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.

d. Adanya kelainan jantung

Kelainan berupa fibrilasi, blok jantung menyebabkan

menurunnya curah jantung. Selain itu, lepasnya embolus juga

menimbulkan iskemia di otak akibat okulsisi lumen pembuluh

darah. Aliran darah otak yang terganggu akan menimbulkan

iskemia, dan ini selanjutnya akan menyebabkan kerusakan sel otak

di sekitarnya hanya dalam waktu beberapa menit. Iskemia terjadi

bila Cerebral Blood Flow (CBF) kurang dari 30 ml/100 g jaringan

otak per menit. Bila CBF dibawah 10 ml/kgjaringan/menit akan

terjadi kegagalan homeostasis. Perubahan seluler akibat iskemia,

kemungkinan bukan hanya merupakan jalur tunggal.9

Jika cerebral blood flow tersumbat secara parsial, maka daerah

yang bersangkutan langsung menderita karena kekurangan

oksigen. Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Pada pusat

daerah iskemik akan berkembang proses degenerasi yang

irreversibel, sel-sel saraf daerah iskemik tidak bisa tahan lama.7

Infark otak, kematian neuron, glia, dan vaskular disebabkan oleh

tiadanya oksigen dan nutrien atau terganggunya metabolisme.

Infark bisa disebabkan oleh iskemia sehingga terjadi hipoksia

sekunder, terganggunya nutrisi seluler, dan kematian sel otak.7


26

2.1.11 Stroke Hemoragik

1. Definisi

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan

disebabkan oleh pedarahan primer substansi otak yang terjadi

secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh

karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler.5

2. Etiologi

1) Hipertensi kronik

2) Malformasi arteriovenosa (hubungan yang abnormal)

3) Ruptur Aneurisma

3. Patofisiologi

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan

perdarahan subaraknoid. Insidensi perdarahan intrakranial kurang

lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10%

adalah perdarahan subaraknoid dan perdarahan intraserebral.5,10

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya

mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal

ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan

batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola

berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi

pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis,

nekrosis fibrinoid. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan

darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya pembuluh arteri yang


27

kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek

penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya

membuat pembuluh ini pecah juga. Gambaran patalogis

menunjukkan ekstravasasi darah kerena robeknya pembuluh darah

otak, diikuti edema dalam jaringan otak di sekitar hematoma. Hal

ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar.5,10

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade

iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-

neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan

lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke

jaringan otak yang menyebabkan nekrosis. Selain kerusakan

jaringan saraf, perdarahan juga mengakibatkan gangguan aliran

darah di arteri yang terkena. Kerusakan dinding pembuluh darah

menyebabkan pembuluh darah berkontraksi dan aliran darah

terhambat sehingga otak yang disuplai mengalami iskemia. 5,10

2.2 Leukosit

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel

darah putih. Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-

rata 5000-10000 sel/mm, bila jumlahnya lebih dari 10000 sel/mm, keadaan

ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000 sel/mm disebut leukopenia.

Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula

spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah


28

cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi,

yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti

bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler:

limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit, monosit sel agak besar mengandung

sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosit granuler: Neutrofil,

Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas

granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap

spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada

sebagian besar precursor (pra zatnya). Leukosit mempunyai peranan dalam

pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan.

Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis

lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel

endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung.11

Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal

adalah 5000-10000 mikroliter darah, waktu lahir 15000-25000 mikroliter

darah, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000 mikroliter darah,

pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel

darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15

tahun persentase khas dewasa tercapai. Bila memeriksa variasi fisiologi

dan patologi sel-sel darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah

absolut masing-masing jenis per unit volume darah harus diambil.11

Leukopenia adalah penurunan jumlah sel darah. Leukopenia dapat

disebabkan oleh berbagai sebab, termasuk stress berkepanjangan, penyakit


29

atau kerusakan sumsum tulang, radiasi, atau kemoterapi. Penyakit sistemik

yang parah misalnya lupus eritematosus, leukemia, penyakit tiroid, dan

sindrom cushing, dapat menyebabkan penurunan jumlah sel darah putih.

Seluruh atau hanya satu jenis sel darah putih yang dapat terpengaruh.11

Leukopenia menyebabkan individu menjadi rentan terhadap infeksi.

Leukositosis adalah peningkatan jumlah sel darah putih dalam

sirkulasi. Leukositosis adalah suatu respon normal terhadap infeksi atau

peradangan. Keadaan ini dapat dijumpai setelah gangguan emosi, setelah

anestesia atau berolahraga, dan selama kehamilan. Leukositosis abnormal

dijumpai pada keganasan dan gangguan sumsum tulang tulang tertentu.

Semua atau hanya salah satu jenis sel darah putih dapat terpengaruh.

Sebagai contoh, respon alergi dan asma secara spesifik berkaitan dengan

peningkatan jumlah eosinofil.11

2.3. Pembentukan dan Migrasi leukosit

Diduga sekarang bahwa sel asal umum (pluripotensial), setelah

sejumlah pembelahan sel dan langkah diferensiasi, menjadi urutan sel

progenitor untuk tiga jalur sel sumsum tulang utama yaitu: a. Eritroid, b.

Granulosit dan Monositik, dan c. Megakariosit, sebagaimana sel asal

limfoid. Walaupun penampilan sel asal pluripotensial mungkin serupa

dengan limfosit kecil atau sedang, kehadirannya dapat ditunjukkan dengan

tehnik kultur. Keberadaan sel progenitor terpisah untuk tiga garis sel

tersebut juga telah diperlihatkan oleh tekhnik biakan diluar tubuh (in-
30

vitro). Prekursor mieloid yang paling dini dideteksi membentuk granulosit,

eritroblas, monosit dan megakariosit dan diberi istilah CFU GEMM (CFU

= colony forming unit in culture medium). Progenitor yang lebih matang

dan khusus dinamakan CFUGM (granulosit dan monosit), CFUEO

(eosinofil), CFUe (eritroid), dan CFUmeg (megakariosit), BFUe, (burst

forming unit, eritrosit) merupakan progenitor eritroid yang lebih dini

daripada CFUe. Sel asal (stem sel) juga memiliki kemampuan untuk

memperbarui diri kembali, sehingga walaupun sumsum tulang adalah

tempat utama produksi sel baru, jumlah sel keseluruhan tetap konstan pada

keadaan seimbang dan normal. Akan tetapi, sel prekursor sanggup

memberi respon terhadap berbagai rangsang dan pesan hormonal dengan

meningkatnya satu atau lain garis sel bila kebutuhan meningkat tiga

perempat dari sel-sel yang berinti di sumsum tulang memproduksi

leukosit. Stem sell ini berproliferasi dan berdifferensiasi menjadi

granulosit (neutrophil, eosinofil dan basofil), monosit dan limfosit, yang

bersama terdiri absolut hitung leukosit. Pematangan sel leukosit di

sumsum tulang dan penglepasan ke sirkulasi dipengaruhi oleh berbagai

faktor interleukin, faktor nekrosis tumor (TNF) dan beberapa komponen

complement. Kira-kira 90% dari leukosit berada di penyimpanannya di

sumsum tulang, 2 - 3% di sirkulasi dan 7 - 8% berlokasi dijaringan. 11,12

Didalam sumsum tulang sel-sel digolongkan menjadi dua

kelompok : satu kelompok adalah proses sintesa dan pematangan DNA,

sedangkan kelompok yang lain pada fase penyimpanan yang menunggu


31

pelepasan kedalam sirkulasi. Sel-sel yang dalam penyimpanan ini secara

cepat dapat merespon bedasarkan kebutuhan untuk meningkatkan leukosit

2 - 3 kali lipat Ieukosit di sirkulasi dalam 4 -5 jam.11

Dalam sirkulasi, neutrofil di golongkan kedalam dua pool. Satu

pool disirkulasi bebas dan yang kedua adalah pool di tepi dinding

pembuluh darah. Ketika ada stimulasi oleh infeksi, inflamasi, obat atau

toksin metabolik pool sel yang di tepi dinding pembuluh darah akan

melepaskan diri ke dalam sirkulasi.11

Setelah terjadi kematian sel, leukosit dilepaskan dalam sirkulasi

dan jaringan, yang memerlukan waktu hanya beberapa jam (3 - 6 jam).

Jenis leukosit yang dikerahkan pada peradangan akut ini adaiah PMN

(neutrofil) migrasi leukosit paling banyak terjadi pada 24 - 72 jam setelah

onset iskemik kemudian menurun sampai hari ke 7. Perkiraan lama hidup

leukosit adalah 11 - 16 hari, termasuk pematangan di surnsum tulang dan

penyimpanannya yang merupakan sebagian besar masa kehidupannya. 12

Penyebab peningkatan jumlah leukosit pada dasarnya didasari oleh

dua penyebab dasar yaitu:

a. Reaksi yang tepat dari surnsum tulang normal terhadap stimulasi

eksternal (infeksi, inflamasi (nekrosis jaringan, infark, luka bakar, artritis),

stres (over exercise, kejang, kecemasan, anastesi), obat (kortikosteroid,

lithium, beta agonis), trauma (splenektomi), anemia hemolitik dan

leukemoid maligna.
32

b. Efek dari kelainan sumsum tulang primer (leukemia akut, leukemia

kronis)

2.3 Hubungan Stroke dengan Aktivitas Leukosit

2.3.1Reperfusion Injury

Kembalinya perfusi darah ke jaringan otak yang iskemik penting

untuk kembalinya fungsi normal otak. Akan tetapi kembalinya aliran darah

dapat juga menimbulkan kerusakan otak yang lebih progresif, sehingga

menimbulkan disfungsi jaringan dan infark lebih lanjut. Reperfusion injury

ini disebabkan oleh banyak faktor tetapi tampaknya lebih banyak

disebabkan oleh respon inflamasi, yaitu dengan kembalinya aliran darah

beberapa proses inflarnasi akan memperkuat lesi iskemik.13

2.3.2.Peranan sitokin pada reperfusion injury

Sitokin adalah protein berberat molekul kecil yang mempunyai

berbagai aktifitas biologis, aktif pada konsentrasi yang kecil. Sitokin

timbul sebagai reaksi primer terhadap stimulasi dari luar dan tidak ada

pada homeostasis yang normal.13

Sebagai konsekuensi langsung ketidakseimbangan ion dan

akumulasi kalsium bebas yang timbul akibat lesi iskemik otak, maka

dilepaskan asam amino bebas dan pro inflammatory lain hasil

metabolisme lemak. Hal ini dipercaya meningkatkan, menimbulkan dan

melepaskan kaskade sitokin pro inflammatory. Pada kaskade pro

inflammatory yang pertama dikeluarkan adalah IL-l dan TNF a, sitokin ini
33

yang kemudian merangsang dikeluarkannya sitokin pro inflammatory

yang lain (spt IL-6 dan IL-8), aktivasi dan infiltrasi dari leukosit dan

memproduksi anti inflamasi sitokin (termasuk IL-4 dan IL-10 yang

mungkin merupakan negatif feedback kaskade ini).12

Sitokin pro inflammatory ini diproduksi oleh bermacam-macam sel

(seperti sel neuron, mikroglia, astrosit dan leukosit), sitokin ini

menyebabkan apoptosis sel SSP, diferensiasi dan proliferasi seperti

pengaruh akibat infiltrasi oleh leukosit. Peningkatan kadar IL- l, TNFa, IL-

6 dan IL-8 telah diamati pada iskemia SSP 141- 6 Konsentrasi IL-lp mulai

muncul setelah 1 - 3 jam maksimal pada 12 jam tetap ada sampai 5 hari

dan konsentrasi TNFa mulai muncul setelah 6 jam maksimal pada 12 jam

tetap ada sampai 5 hari. Beberapa bukti tidak langsung tentang keterlibatan

interleukin pada iskemia SSP didapat dari sejumlah penelitian klinis yakni

dengan dijumpai kadar IL-6 di cairan serebro spinal dan plasma sebagai

faktor prediksi kembalinya fungsi pada pasien dan berkorelasi dengan

ukuran infark. Bukti lain menunjukkan bahwa sitokin merupakan

komponen kunci pada aktivasi dan pengerahan leukosit di SSP IL- l,

TNFa, IL-6 dan IL-8 telah diketahui mengaktifasi leukosit dan

meningkatkan adhesi pada leukosit (CD-18), endotel dan sel astrosit

(ICAM-1 ).13

2.3.3.Peranan leukosit dalam reperfusi injury

Masuknya leukosit ke otak yang mengalami iskemik dimulai

dengan adesi ke endotel sampai di jaringan otak melalui beberapa tahap :14
34

a. Migrasi leukosit dari darah ke otak dimulai dengan interaksi leukosit

endotel dengan rolling yang diperantarai oleh P-selektin dan E-selektin

pada permukaan endotel, dan L-selektin pada leukosit. Sejak aktivasi ini

leukosit melekat pada tepi endotel melalui reseptor glikoprotein dinding

leukosit (disebut sebagai CD-18 atau b2-integrin) dari endotel,

intracelluler adhesion molecule (ICAM-1).

b. Membran leukosit yang terdiri dari glikoprotein yang komplek yang

bertanggung jawab terhadap perlekatan ini disebut CD-18 (b2-integrin).

Komplek ini terdiri dari 3 heterodimers, ketiganya mempunyai unit beta

yang sama (seringkali disebut sebagai CD-18) dan yang membedakan satu

dengan lainnya adalah tiga subunit ini dinamakan: Leukocyte function

antigen (LFA-1 atau CD-l l a, ada pada semua leukosit), MAC-I (CD-1l b,

ada pada kebanyakan PMN dan monosit), dan PI5 0 (CD-11c, ada pada

neutrophil dan monosit).

c. Reseptor-reseptor yang sesuai untuk CD-18 integrin complex adalah

golongan molekul adesi seperti (ICAM) intracellular adhesion molecul.

ICAM-1 secara luas terdapat pada banyak sel dan berikatan dengan LFA-1

dan MAC-I, ICAM-2 hanya terdapat pada sel endotel dan leukosit dan

hanya berikatan dengan LFA-l·saja. Tidak seperti ICAM-2 yang ada pada

keadaan normal, ICAM-i muncul dengan adanya induksi oleh sitokin

peradangan seperti IL-l dan TNFa. Seperti yang disampaikan didepan

bahwa CD-18/ICAM-i merangsang peningkatan adesi neutrophil setelah

stroke.13,15
35

d. Leukosit tampak pada jaringan SSP yang mengalami iskemik telah

dimengerti sebagai respon patofisiologi terhadap adanya lesi. Bukti yang

baru menyatakan bahwa leukosit bisa juga secara langsung terlibat dalam

patogenesis dan perluasan dari lesi SSP setelah perfusi ulang. Dua

mekanisme keterlibatan leukosit dalam reperfusion injury adalah pada

tingkat sirkulasi menyumbat mikrosirkulasi dan mediator vasokonstriktor

serta pada jaringan otak melepaskan enzim hidrolitik, lipid peroksidase

dan pelepasan radikal bebas. Dengan menggunakan antibodi spesifik

monoklonal yang secara langsung menghalangi menempelnya leukosit ke

reseptor, penyumbatan mikrosirkulasi dan infiltrasi dapat diturunkan. Pada

penelitian hewan percobaan yang mengalami stroke yang diberikan

antibodi yang mengikat molekul CD-18 leukosit atau ligand sel endotel

yaitu ICAM-1 didapatkan adanya penurunan kerusakan akibat stroke.

Akan tetapi pada penelitian yang lain pemberian enlimomab (anti ICAM-

1) didapatkan hasil yang buruk yang mungkin karena timbulnya antibodi

terhadap enlimomab tersebut. Pengerahan leukosit ke jaringan otak pada

pasien stroke iskemik akut merupakan salah satu hasil dari reaksi iskemik

SSP, leukosit muncul setelah terjadi pelepasan sitokin pada daerah iskemik

yang merangsang leukosit yang berada di marginal pool dan leukosit

matur di sumsum tulang memasuki sirkulasi. Jenis leukosit yang

dikerahkan pada peradangan akut ini adalah neutrofil. Leukosit itu sendiri

dapat menimbulkan lesi yang lebih luas pada daerah iskemik dengan cara

menyumbat mikrosirkulasi dan vasokonstriksi serta infiltrasi ke neuron


36

kemudian melepaskan enzim hidrolitik, pelepasan radikal bebas dan lipid

peroksidase 13,15
37

2.3 Kerangka Teori

Stroke hemoragik stroke Stroke Non hemoragik

Ruptur pembuluh
darah Penyempitan pembuluh
darah otak
Peningkatan ekstravasasi Berkurangnya suplai O2 dan
darah ke otak dan oedem Nutrisi ke jaringan otak
serebri

Stress Metabolisme pada sel


Penekanan pada
jaringan otak dan
perluasan lesi Kerusakan sel Otak Pengaktifan simpatis

Produksi Sitokin Proinflamasi


Peningkatan
pompa darah
IL- l, TNFa, IL-6 dan IL-8 CD-18 ICAM-1 jantung

Merangsang Pelepasan Leukosit (Neutrofil)


leukosit (Neutrofil) dari di peredaran darah Aliran darah ke
sum-sum tulang ke otak meningkat
sirkulasi perifer

Adhesi leukosit dengan Adhesi leukosit


endotel pembuluh darah dengan astrosit

 radikal bebas
Kerusakan  enzim hidrolitik Akumulasi
sekunder Jaringan  lipid peroksidase Leukosit di otak
Otak  vasokontriksi

Bagan 2.1. Kerangka teori menurut 5,10,13,14,15


38

2.4 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Stroke hemoragik

Kerusakan
Jumlah Leukosit
pada jaringan
Total
otak

Stroke non hemoragik

Bagan 2.2. Kerangka konsep

Berdasarkan kerangaka konsep diatas, yang menjadi variabel independen pada

penelitian ini adalah stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Variabel

dependen pada penelitian ini adalah jumlah leukosit total.

2.5 Hipotesis

Berdasarkan dari tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran diatas, dapat

dirumuskan hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut :

 H0 : Tidak terdapat perbedaan jumlah leukosit total pada pasien

stroke hemoragik dan stroke non hemoragik di Bangsal Saraf

RSUAM

 Ha : Terdapat perbedaan jumlah leukosit total pada pasien stroke

hemoragik dan stroke non hemoragik di Bangsal Saraf RSUAM

Anda mungkin juga menyukai