Anda di halaman 1dari 3

STEP 7

2. Upaya pemerintah, dan puskesmas untuk menurunkan AKI

Pemerintah membuat buku panduan SDGS untuk pemerintah


daerah(Kota/Kabupaten) dan pemangku kepentingan daerah. Buku panduan ini
menyajikan penjelasan SDGs, peranan pemerintah daerah, pengalaman, dan
pembelajaran dari pelaksanaan MDGs, serta upaya-upaya uang diperlukan untuk
memulai pelaksanaan SDGs untuk kurun waktu 2015-2030.

Pada tahun 2007 pemerintah kabupaten menginisiasi program kemitraan


Bidan dan Dukun (KBD). Program ini secara umum berupaya mengalih fungsikan
peranan dukun bayi dalam persalinan tradisional kepada perawatan bayi dan ibu
pasca melahirkan. 3 tahun kemudian program KBD diperkuat dengan Perda No
2/2010. Adanya jaminan hokum melalui Perda, secara perlahan mendorong
bidang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Pemerintah Daerah menentukan keberhasilan dalam upaya penurunan


AKI. Semakin responsive/tanggap suatu pemerintah daerah maka penurunan AKI
akan semakin mudah dicapai. Hal ini dipengaruhi dengan system
informasi/pencatatan kejadian kematian ibu yang baik, sehingga dapat membantu
pemerintah dalam menentukan langkah/kebijakan yang sesuai dengan masalah
yang ada dan target penurunan AKI bisa tercapai.

Berdasarkan Permenkes No. HK. 02.02/Menkes/52/2015 ditetapkan rencana


strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJNN) yang memiliki sasaran
pokok:

a. Meningkatkan status kesehatan dan gizi pada ibu dan anak.


b. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan.
c. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan melalui KIS dan kualitas SJSN
Kesehatan.
d. Memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan, obat, dan vaksin.
e. Meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
Indikator pokok yang akan dicapai, yaitu :

a. Pada 2030 mengurangi AKI hingga dibawah 70/100.000 kelahiran hidup.


b. 2030 menurunkan angka kematian bayi dari 32 menjadi 24/1000 kelahiran
hidup.
c. Menurunya presentase BBLR cari 10,2% menjadi 8%.
d. Meningkatkan upaya peningkatkan promosi kesehatan.
e. Meningkatkan upaya peningkatkan perilaku hidup.

Upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu :

1) Kerjasama dengan sektor terkait dan pemerintah daerah.


2) Pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).
Mulai tahun 2011 setiap Puskesmas mendapat BOK, yang besarnya
bervariasi dari Rp 75 juta sampai 250 juta per tahun. Dengan adanya BOK,
pelayanan outreach di luar gedung terutama pelayanan KIA-KB dapat
lebih mendekati masyarakat yang membutuhkan.
3) Menetapkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) berupa
indikator komposit (status kesehatan, perilaku, lingkungan dan akses
pelayanan kesehatan) yang digunakan untuk menetapkan kabupaten/kota
yang mempunyai masalah kesehatan. Ada 130 kab/kota yang ditetapkan
sebagai DBK yang tahun ini akan didampingi dan difasilitasi Kementerian
Kesehatan.
4) Penempatan tenaga strategis (dokter dan bidan) dan penyediaan fasilitas
kesehatan di Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK), termasuk
dokter plus, mobile team.

Upaya Puskesmas

Dalam mengimplementasikan program PONED(Pelayanan Obstetri dan


Neonatal Emergensi Dasar) di Puskesmas terdapat variasi dan inovasi tergantung
kebijakan daerah masing-masing. Melalui strategi :

a) Melibatkan dokter spesialis kandungan, dokter umum, seluruh bidan, dan


perawat di puskesmas.
b) Struktur organisasi Puskesmas pelaksana PONED, terpisah dengan
pelayanan kesehatan masyarakat, adanya komitmen khusus dengan bidan
desa yaitu kasus patologis yang harus dirujuk ke Puskesmas, wajib
terdapat piket bidan desa.

Dalam implementasi Puskesmas PONED tidak semua terbatas dengan kriteria


yang telah ditentukan. Inovasi yang diterapkan antara lain :

a) Struktur organisasi kesmas dan PONED di Puskesmas terpisah,

Pemisahan struktur organisasi membuat pelayanan PONED lebih focus,


sehingga cakupan juga dapat optimal. Kondisi ini dapat diterapkan pada
Puskesmas dengan jumlah SDM yang mencakupi.

b) Pemberdayaan bidan deasa untuk mengatasi keterbatasan SDM dan


meningkatkan cakupan kasus PONED di Puskesmas, dan melakukan
kerjasama dengan bidan desa. Pemberdayaan bidan desa bisa membantu
dalam kekurangan SDM Puskesmas PONED dan meningkatkan cakupan
rujukan ke Puskesmas.
c) Marketing Public Relation (MPR)
d) SK Bupati tentang penempatan SpOG di Dinas Kesehatan dengan
keterlibatan SpOG di Puskesmas. PONED dan RS PONEK koordinasi
menjadi berjalan lebih baik dan fungsi RS pembinaan RS PONEK dapet
berfungsi secara berkesinambungan.
e) Pelayanan Sectio Cecaria (SC) di Puskesmas PONED.

DAPUS :

Anda mungkin juga menyukai