DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
MATARAM
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah S.W.T. Atas segala limpahan rahmat, karunia dan
kekuatan dari nya sehingga makalah dengan judul“hipertropi prostat”dapat diselesaikan.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan pujian dan rasa syukur kepada nya sebanyak tinta yang
dipergunakan untuk menulis kalimatnya. Selawat dan salam kepada Rasulullah SAW. Sebagai
satu-satunya wujud dalam menjalankan aktivitas sehari hari di atas permukaan bumi ini, juga
kepada keluarga beliau, para sahabatnya dan orang-orang mukmin yang senantiasa istiqamah
meniti jalan hidup ini hingga akhir zaman dengan Islam sebagaisatu-satunya agama yang
diridhoi Allah s.w.t.
Terlalu banyak orang yang berjasa dan terlalu banyak orang yang mempunyai andil
kepada penulis selama menyelesaikan makalah ini Kepada mereka tanpa terkecuali, penulis
menghaturkan terima kasih. Semoga menjadi ibadah amal bagi pembaca. Amin.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari segi bahasa, sistematika penulisan yang termuat di dalamnya. Oleh karena itu, kritikan
dan saran yang bersifat membangun.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………
1.2 Rumusa Masalah………………………………………………………….
1.3 Tujuan…………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………..
2.1 Definisi Hipertropi Tiroid………………………………………………...
2.2 Etiologi…………………………………………………………………...
2.3 Patofisiologi………………………………………………………………
2.4 Patway…………………………………………………………………….
2.5 Manifestasi klinis…………………………………………………………
2.6 Pemeriksaan penunjang…..………………………………………………
2.7 Penatalaksanan……………………………………………………………
2.8 Komplikasi………………………………………………………………..
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN……………………………………………
3.1 Pengkajian……………………………………………………………….
3.2 Diagnosa…………………………………………………………………
3.3 Intervensi………………………………………………………………...
3.4 Impelmentasi…………………………………………………………….
3.5 Evaluasi………………………………………………………………….
BAB IV PENUTUP………………………………………………………………..
4.1 Kesimpulan………………………………………………………………
4.2 Saran……………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
Penting bagi kita untuk mengetahui penyakit benigna prostat hyperplasia (BPH), karna
hamper setiap setiap laki-laki dengan hampir usia 50 tahun mengalami penyakit ini.
Bengina prostat hyperplasia adalah suatu penyakit pembesaran atau hypertropia dari
prostat. Kata-kata hipertrofi seringkali menimbulkan kntropersi dikalangan klinik karna
sering racu dengan hyperplasia. Hipertropi bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi
pembesaran sel namun tidak diikuti oleh jumbelah ( kualitas ) dan diikuti oleh
penambahan jumblah sel ( kuantitas ) BPH sering menyebapkan ganguan dalam
eliminasi urine karena pembesaran prostat tang cendrung kearah depan atau menekan
vesika urinaria
Oleh karna itu sebagai tenaga kesehatan perawat mempunyai peran yang penting
dalam pemecahan dan pengobatan BPH pemecahan BPH itu sendiri diterapkan dengan
membudayakan hidup sehat seta melakukan pemeriksaan secara berkala. Tidak semua
BPH harus menjalani oprasi. Sebagai perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien BPH dalam upaya kuratif yaitu pemberian obat, pemberian anti
kolernigitik, mengurangi spasme kandung kemih. Dalam memenuhi kebutuhan seperti
gangguan eliminasi dengan cara pembantuan dalam pemasangan kateter. Dan sangat
diperlukan pula peran serta keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan klien
sengan post prostatetomi baik dirumah sakit atau dirumah rena ini peran perawat
sebagai Edukator
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi,etiologi,patofisiologi dari Hipertropi prostat.
2. Untuk mengetahui bagaiman manifistasi klinis ,pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan dan komplikasi dari Hipertropi prostat.
3. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Hipertropi prostat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Benina Prostat Hiperplasia (BHP) adalah suatu penyakit perbesaran atau atau
hipertrofii dan prostat. Kata-kata hipertrofi seringkali menimbulkan kontrovensi dari
kalangan klinik karena sering rancu dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari
segi kualitas terjadi pembesaran sel, namun tidak diketahui oleh jumlah (kuantitas).
Namun, hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti oleh
penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH seringkali menyebabkan ganguan dalam
eliminasi urin karena pembesaran prostat yang cenderung kearah depan atau menekan
fesika urinaria (Baugman, 2000).
Hiperplasia noduler ditemukan pada sekitar 20% laki-laki dengan usia 40 tahun,
meningkat 70% pada usia 60 tahun dan menjadi 90% pada usia 70 tahun. Pembesaran ini
bukan merupakan kangker prostat, karena konsep BPH dan karsinoma prostat berbeda.
Secara anatomis, sebenarnya kelenjar prostat merupakan kelenjar ejakulat yang membantu
menyemprotkan sperma dalam saluran (ductus). Pada waktu melakukan ejakulasi, secara
fisiologis prostat membesar untuk mencegah urin dari vesikaurinaria melewati uretra.
Namun, pembesaran prostat yang terus menerus akan berdampak pada obstruksi saluran
kencing (meatus urinarius internus) (Mitchell, 2009).
2.2 Etiologi
Penyebab pastinya belum diketahui secara pasti dari hiperplasia prostat, namun faktor
usia dan hormonal menjadi predisposisi terjadinya BPH. beberapa hipotensis menyebutkan
bahwa hiperplasia prostas sangat erat kaitanya dengan (Purnomo, 2007).
Peningkatan 5 alva reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.
Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth faktor dan
penurunan transforming growth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel, sehingga akan terjadi BPH.
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
Sel stem yang meninkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu
terjadi benigna prostat hyperplasia.
Prostat sebagai kelenjar ejakulat memiliki hubungan fisiologis yang sangat erat
dengan dihidrotestosteron (DHT). Hormon ini merupakan hormon yang memacu
pertumbuhan prostat sebagai kelenjar ejakulat yang nantinya akan mengoptimalkan
fungsinya. Hormon ini disintesis dalam kelenjar prosrat dari hormon testosteron dalam
darah. Proses sintesis ini dibantu oleh enzim 5-reduktase tipe 2. Selain DHT yang sebagai
prekursor , estrogen juga memiliki pengaruh terhadap pembesaran kelenjar prostat. Seiring
dengan penambahan usia, maka prostat akan lebih sensitif dengan stimulasi androgen.
Sedangkan ekstrogen mampu memberikan proteksi terhadap BPH. Dengan pembesaran
yang sudah melebihi normal, maka akan terjadi desakan pada trakturst urinarius. Pada tahap
awal obstruksi traktus urinarius jarang menimbulkan keluhan, karena dengan dorongan
mengejan dan kontraksi yang kuat dari M. Detrusor mampu mengeluarkan urine secara
spontan namun, obstruksi yang sudah kronis membuat dekompensasi dari M. Detrusor
untuk berkontraksi yang akhirnya menimbulkan obstruksi saluran kemih (mitchell, 2009).
Keluhan yang biasanya muncul dari obstruksi ini adalah dorongan yang mengejan saat
miksi yang kuat, pancaran urin lemah atau menetes, disurya (saat kencing terasa terbakar),
palpasi rektal toucher menggambarkan hipertropi prostat, distensi pesika. N hipertropi
hibromos skuler yang terjadi pada klien BPH menimbulkan penekanan pada prostat dan
jaringan sekitar sehingga menimbulkan iritasi pada mulkos uretra iritabilitas inilah
nantinnyan akan menyebapkan keluhan frekuensi, urgensi, inkontinensia, urgrnsi, dan
nocturia. Onstruksi yang berkelanjutan akan menimbulkan komplikasi yang lebih besar,
misalnnya hidronefosis, gagal ginjal, dan lain sebagainnya. Oleh karna itu, kateterisasi
untuk tahap awal sangan efektif untuk mengurangai distensi vesika urinaria ( Mitchell 2009;
Heffner,2000).
Pembesaran pada BPH ( hyperplasia prostat ) terjadi pada tahap mulai dari zona
periuretral dan transisional. Hyperplasia ini terjadi secara modular dan sering diiringi oleh
proliferasi fibromoskular untuk lepas dari jaringan epitel. Oleh karna itu, hyperplasia zona
transisional ditandai oleh banyaknya jaringan kelenjar yang tumbuh pada puncak dan
cabang daripada ductus. Sebenarnnya proliperasi zona transisional dan zona sentral pada
prostat berasal dari turunan ductus woliffii dan proliferasi zona perifer berasal dari sinus
urogenital. Sehingga, berdasarkan latar belakang embriologis onilah bisa diketahui mengapa
BPH terjadi pada zona transisonal dan sentral, sedangkan Ca prostat terjadi pada zoan
perifer( Hefiner, 2002).
2.4 Patway
BHP
TUR/INSISI
Luka insis
Resiko infeks
Peregangan
Spasme otot VU
BPH merupkan yang diderita oleh klien laki-laki dengan usia rata-rata lebih dari 50
tahun. Gambaran klinis dari BPH sebenarnya sekunder dari dampak obstruksi saluran
kencing sehingga klien kesulitan untuk miksi. Berikut ini adalah beberapa gambaran klinis
pada klien BPH (Schwartz, 2000, grace 2006) :
Dikarenakan oleh kemampuan vesika urinaria yang gagal mengelurkan urine secara
spontan dan reguler, sehingga folume urine masih sebagai besarr tertinggal dalam
vesika.
2. Retensi urine
Pada awal obstruksi, biasanya pencernaan urin lemah, terjadi hesistansi, intermitensi,
urin menetes, dorongan yang mengejan yang kuat saat miksi dan retensi urin. Retensi
urin sering dialami oleh klien yang mengalami BPH kronis. Secara fisiologis,
vesikaurinaria memiliki kemampuan untuk mengeluarkan urin melalui kontrksi otot
detrusor. Namun, obstruksi yang berkepanjangan akan membuat beban kerja M.
danetrusor semakin berat dan pada akhirnya mengalami dekompensasi.
3. Pembesaran prostat
Hasil ini diketahui melalui pemeriksaan rektal toucher (RT) anterior. Biasanya
didapatkan gambaran pembesaran prostat dengan konstitensi jinak.
4. Inkontenensia
a. Pemeriksaan laboratorium
1. analisis urine pemeriksaan mikroskopsi urine untuk melihat adanya likosit, bakteri dan
infeksi
2. elektrolit, kadar ureum,kreatinin darah untuk fungsi ginjal dan status metabolic
3. pemeriksaan PSA (prostat spesipk antigen) dilakukan sebagai dasar penentuan paknya
biopsy atau sebagai deteksi dari keganasan.
4. Darah lengkap
5. leokosit
6. Blooding time
7. liver fungsi.
b. pemeriksaan radiologi
3). USG
4). Sistokopi
2.7 Penatalaksanaan
1. Terapi simtomatis
Tindakan ini merupakan tindakn pembedahan non insisi, yaitu pemotongan secara
elektris prostat melalui meatus uretralis. Jaringan prostat yang membesar dan
menghalangi jalan nya urine akan dibuang melalui elektrokauterdan dikeluarkan
melalui irigasi dilator. Tindakan ini memiliki banyak keuntungan , yaitu
meminimalisir tindakan pembedahan terbuka, sehingga masa penyembuhan lebih
cepat dan tingkt resiko infeksi bisa ditekan .
Tindakan ini dilakukan jiak prostat terlalu besar diikuti oleh penyakit penyerta lain.
Mesalnya tomor vesika , vesikolithiasis, dan adanya adenoma yang besar (Schwartz,
2000).
2.8 Komplikasi
3.1. pengkajian
1. Anamnesa
Prostat hanya dialami oleh klien laki-laki. Keluha yang serimg dialami oleh klien
dikenal dengan istilah LUTS (lower Urinary Tract Symptoms) antara lain hasistansi,
pancara urine lemah, intermettensi, ada sisa urine pasca miski, urgensi, frekuensidan
disurai (jika obstruksi meningkat).
2. Pemeriksaan fisik
Adanya peningkatan nadi dan tekanan darah (tidak signifikan, kecuali ada
penyakit penyerta). Hal ini merupakan bentuk kempensasi dari nyeri yang timbul
akibat obstruksi meatus uretralisdan adanya distensi bladder . jika retensi urine
berlangsung lama sering ditemukan adanya tanda gejala urosepsis ( peningkatan
suhu tubuh )sampai pada syok septic.
Obstruksi kronis pada bladder. Hal ini memicu terjadinya refluks urine dan
terjadi hidronefrosis dan pyelonefrosis, sehingga pada palpasi bimanual ditemukan
adanya rabaan pada ginjal. Pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi baldder
(ballotemen). Pada pemeriksaan penis , uretra dan skrotum tidak ditemukan
adanya kelainan ,kecualinya ada penyakit penyerta seperti stenosis meatus ,striktur
uretralis ,urethralithiasis, ca ,penis , maupun epididimetis.
catheter/balon.
2) Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
insisi bedah.
oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan irigasi catheter/balon, ditandai dengan :
- Urgensi.
- Dysuria.
Intervensi :
Rasional :
Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme
kandung kemih.
Rasional :
berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema urethral dan
kehilangan tonus.
Rasional :
supra pubic.
Rasional :
Mengawasi keefektifan kandung kemih untuk kosong. Residu lebih dari 50 ml
membaik.
sesuai toleransi.
Rasional :
Rasional :
- Pusing.
- Flatus negatif.
- Bibir kering.
- Puasa.
Intervensi :
1) Benamkan
Rasional :
bekuan darah.
2) Awasi
Rasional :
kandung kemih, awasi perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji
haluaran urine.
3) Evaluasi
Rasional :
4) Awasi tanda-
tanda vital
Rasional :
merah)
Rasional :
- Dysuria.
Intervensi :
1) Berikan
Rasional :
2) Ambulasi
Rasional :
kemih.
3) Awasi tanda-
tanda vital.
Rasional :
dengan instrumentasi.
4) Ganti balutan
Rasional :
5) Kolaborasi
Rasional :
Intervensi :
1) Kaji tingkat
nyeri.
Rasional :
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien dan memudahkan kita dalam
memberikan tindakan.
2) Pertahankan
Rasional :
3) Ajarkan
tekhnik relaksasi.
Rasional :
4) Berikan
Rasional :
penyembuhan.
5) Kolaborasi
Rasional :
reseptor nyeri sehingga tidak diteruskan ke otak dan nyeri tidak dirasakan.
5. Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis
terdekat.
Intervensi :
1) Berikan
Rasional :
bedah radikal ; pada pendekatan lain, aktifitas seksual dapat dilakukan seperti
2) Diskusikan
dasar anatomi.
Rasional :
Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan sterilitas
3) Instruksikan
latihan perineal.
Rasional :
Rasional :
- Gelisah.
- Informasi kurang
- Tampak rileks
Intervensi :
Rasional :
Rasional :
akan dilakukan.
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan tidak putus asa dalam menjalankan
focus dari evaluasi tujuan, maka hasil evaluasi keperawatan dengan post operasi
a. Pola eliminasi
Kriteria hasil :
kemih/retensi urine.
b. Terpenuhinya
kebutuhan cairan.
Kriteria hasil :
c. Mencegah
terjadinya infeksi.
Kriteria hasil :
d. Melaporkan
nyeri hilang/terkontrol.
Kriteria hasil :
- Tampak rileks.
e. Fungsi seksual
dapat dipertahankan.
Kriteria hasil :
f. Klien
Kriteria hasil :
tindakan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Ns. Eko Prabowo, S.Kep, M. Kes dan Andi Eka Pranata, S. ST, M. Kes.2014,” Asuhan
Keperawatan Sistem Perkemihan, jember: Nuha medika
DR. Nursalam, M. Nurs.(hons) dan Fransisca B.B, S. pd., S. Kep., Ns.2006, “Asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan”,Jakarta: Salemba medika