Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam beberapa tahun belakangan ini kesehatan menjadi topik pembicaraan yang sering
muncul dalam masyarakat hingga media cetak dan media elektronik. Dalam dunia kesehatan
tersebut banyak kendala yang dihadapi baik dari internal maupun eksternal. Oleh sebab itu,
kita sebagai salah satu tenaga kesehatan harus turut serta bersama-sama melaksanakan
kewajiban dan peran kita secara langsung dibidang keahlian sebagai ahli farmasi. Merupakan
sebuah tantangan bagi kita semua, untuk lebih menegakan profesi tenaga teknis kefarmasian
pada masyarakat, sehingga masyarakat akan menjadikan kita sebagai tempat rujukan untuk
memperoleh informasi mengenai obat. Makalah ini bertujuan untuk mengkaji sebuah kasus
mengenai berbagai pelanggaran penyalahgunaan sediaan farmasi. Diantaranya adalah kasus
mengenai peredaran obat tradisional (jamu) tanpa izin edar.
Salah satu kejahatn dan pelanggaran hukum dalam bidang kesehatan yang marak terjadi
pada saat ini adalah kejahatan dibidang farmasi. Sebab Dalam dunia farmasi terdapat profesi
yang menyangkut seni dan cara penyediaan obat, baik dari sumber alam atau sintetik yang
sesuai untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit.
Sedangkan untuk sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
Diera globalisasi saat ini kebutuhan manusia semakin kompleks, banyak iklan yang
menarik terutama produk obat-obatan dan produk kosmetik tanpa mengurangi efek samping
dan keterangan yang jelas bahwa produk-produk tersebut aman untuk dikonsumsi sehungga
dapat membuat konsumen tertarik untuk membelinya, sedangkan konsumen sendiri
terkadang tidak memperhatikan obat dan kosmetik tersebut beredarnya dengan memiliki izin
atau tidak. Namun meningkatnya permintaan konsumen akan produk obat-obatan
dimanfaatkan oleh beberapa oknum pelaku usaha baik produsen, distributor maupun penjual
eceran yang mengedarkan obat tanpa izin edar (ilegal) yang tidak terjamin keamanan serta
manfaatnya.
Peredaran obat illegal merupakan masalah yang tidak hanya terjadi di Indonesia,
melainan sudah menjadi masalah global yang hingga kini masih memerlukan langkah

1
pemberantasan yang tepat untuk menuntaskannya. Upaya penanggulangan peredaran obat
illegal tidak mungkin dapat dilakukan oleh hanya satu pihak saja. Mengingat sudah
banyaknya kasus yang terjadi dan setiap tahunnya kasus mengenai peredaran obat tanpa izin
edar ini masih sering ditemui.
Mengingat banyak produk obat tradisional baik itu jamu maupun obat tradisional lain
yang banyak diminati masyarakat pada saat ini, dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk
mencari keuntungan dengan memproduksi beberapa produk jamu yang tidak memiliki izin
edar (illegal). Hal ini menyebabkan beberapa produk jamu atau obat tradisional lain yang
beredar dipasaran belum tentu merupakan obat legal yang mempunyai izin edar sehingga
keamanannya sangat diragukan karena belum diuji baik secara praklinis maupun klinis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa contoh kasus penyalahgunaan obat tradisional ?
2. Bagaimana kajian kasus penyalahgunaan obat tradisional ?
3. Apa dasar hukum yang mengatur mengenai kasus penyalahgunaan obat tradisional ?
4. Bagaimana penanggulangan kasus penyalahgunaan obat tradisional?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui kasus penyalagunaan obat tradisional
2. Untuk mengetahui kajian kasus penyalahgunaan obat tradisional
3. Untuk mengetahui dasar hukum yang mengatur mengenai kasus penyalahgunaan obat
tradisional
4. Untuk mengetahui penanggulangan kasus penyalahgunaan obat tradisonal

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Contoh Kasus Penyalahgunaan Obat Tradisional

Pabrik jamu ilegal digerebek Ditreskrimsus Polda Jatim. Setiap bulan, jamu bermerek Madu
Klanceng mempunyai omset mencapai Rp 1,8 Miliar.

Jamu illegal tersebut omset setiap bulannya bisa mencapai Rp 1,8 milliar dan dalam satu hari
mampu memproduksi dan siap untuk dikirim sebanyak dua truk dengan nilai sekitar Rp 60
hingga 80 juta.

"Awalnya kami memdapat laporan dari pemilik jamu yang bermerek Madu Klanceng dari
Banyuwangi ada merek yang sama diproduksi di Sidoarjo," kata Kapolda jatim Irjen Pol
Machfud Arifin pada wartawan di lokasi penggerebekan di pergudangan Satria Eco Park
Blok 01-02 Jalan Raya By Pass Krian, Kecamatan Balong Bendo, Sidoarjo, Jumat
(10/2/2017).
Setelah dilakukan penyelidikan, Polda Jatim mengamankan salah satu pengecer jamu ilegal
berinisial FW di daerah Kedamain Gresik. Setelah itu dilanjutkan pengembangan dan
ditemukan lokasi pembuat jamu ilegal yang berada di Pergudangan Satria Eco Park.

"Yang bersangkutan menyewa pergudangan ini, omset penjualan setiap bulanya mencapai Rp
1,8 miliar dan per hari bisa memproduksi jamu ilegal ini dan siap kirim sebanyak dua truk
dengan nilai Rp 60 hingga Rp 80 juta," terang Kapolda Jatim.

Saat ini tambah Kapolda, pihaknya masih mencari pemilik berinisial JRS yang melarikan
diri. "Pemilik home industri jamu ilegal ini melarikan diri. Sebaik segera untuk menyerahkan
diri," ucapnya.

3
Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin menjelaskan, jamu yang merek Madu Klanceng ini
tanpa dilengkapi dengan izin edar dan tanpa dilengkapi dengan perizinan yang sah.

Pelaku akan dijerat dengan pasal 197 UU RI No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, dan pasal
120 UU RI No.3 tahun 2014 tentang perindustrian, pasal 62 UU RI No 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen dan pasal 106 UU RI No 7 tahun 2014 tentang perdagangan.

"Ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal sebanyak Rp 13,5 miliar,"
jelasnya.

2.2 KajianTentangKasus Penyalahgunaan Obat Tradisional

Pada kasus diatas disampaikan bahwa didaerah jawa timur terjadi kasus peredaran jamu
illegal karena tanpa izin edar, hal ini berawal dari pelaporan dari salah satu pemilik jamu ,
yang melaporkan ada peredaran jamu dengan merek dagang yang sama. Setelah ditindak
lanjuti ternyata yang bersangkutan memproduksi jamu tersebut kemudian diedarkan
diwilayah jawa timur. Jamu ini tidak dilengkapi dengan izin edar dan tanpa dilengkapi
dengan perizinan yang sah. Pelaku akan dijerat dengan pasal 197 UU RI No 36 tahun 2009
tentang kesehatan, dan pasal 120 UU RI No 3 tahun 2014 tentang perindustrian, pasal 62 UU
RI No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan pasal 106 UU RI No 7 tahun 2014
tentang perdagangan. Pelaku menerima ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda
maksimal Rp.13,5 miliar.
Kasus diatas bukanlah kasus satu-satunya mengenai peredaran jamu dan obat tradisional
tanpa izin edar. Sebenarnya kasus seperti ini sering kali terjadi di Indonesia. Jamu merupakan
salah satu contoh dari obat tradisonal yang telah dikenal lama oleh masyarakat Indonesia dan
masih dipercaya dapat mengatasi berbagai penyakit. Banyak masyarkat yang percaya bahwa
jamu tidaklah mengandung bahan kimia dan lebih aman dibandingkan dengan obat dengan
bahan sintesis lainya. Karena alasan inilah banyak pihak pihak tertentu yang

4
menyalahgunaan kepercayaan masyarakat untuk meraih keuntungan. Banyak sekali usaha
usaha yang memproduksi jamu dan obat tradisional lainnya, dimana jamu yang telah
diproduksi sama sekali tidak didaftarkan ke BPOM sehingga tidak memiliki izin untuk
diedarkan. Karena hal ini jamu yang tidak memiliki izin edar tentu saja keamanan dan
kualitasnya belum bias dipercaya.
Peredaran jamu tanpa izin edar ini memang sulit sekali diberantas, karena masyarakat
tidak terlalu peduli dengan izin edar dari produk tersebut. Pemilik usaha sama sekali tidak
memperhatikan bahan-bahan dan kualitas dari jamu yang diproduksi. Bahkan ada produsen
jamu yang memproduksi jamu dengan bahan bahan kimia yang sangat berbahaya tanpa
memperhatikan keamanan konsumen.
Atas dasar hal tersebut pemerintah mengadakan sidak mengenai izin edar dari beberapa
produk obat tradisional dalam hal ini jamu untuk menekaan peredaran jamu tanpa izin edar
yang mengadung bahan kimia yang merugikan konsumen. Penyalahgunaan obat tradisional
dalam hal ini jamu tradisional

2.3 Dasar Hukum Pemyalahgunaan Obat Tradisional

Kasus diatas dikenakan beberapa pasal yang diatur dalam UU Kesehatan. Pasal pertama yaitu
Pasal 197 yang terdapat pada UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi “
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud pada Pasal 106 ayat 1 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000 ( satu
miliar lima ratus juta rupiah).” Dari bunyi Pasal 197
tersebutpelakudengansengajamenjualdanmengedarkanjamu yang
merupakansuatusediaanobattanpamengurusijinedardarisediaantersebut. Hal
inijelasmelanggarpasal 197 yang terdapatpada UU RI No . 36 tahun 2009
dimanasuatusediaanobat yang akandiedarkankepadakonsumenharusmemilikiijinedar,
Ijinedarinimerupakanbuktibahwasuatusediaanobattelahdiujisecaraklinissehinggaamanuntukdigun
akan.

Pasal 120 UU RI No. 3 tahun 2014 tentangPerindustrian.

(1) Setiap orang yang dengansengajamemproduksi, mengimpor,


dan/ataumengedarkanbarangdan/ataujasaindustri yang tidakmemenuhi SNI,

5
spesifikasiteknisdan/ataupedomantatacara yang
diberlakukansecarawajibdibidangindustrisebagaimana yang dimaksudpadapasal 53 ayat
(1) huruf b, dipidanandenganpidana paling lama 5 tahundanpidanadenda paling
banyakRp 3.000.000.000 ( tigamiliar rupiah)
(2) Setiap orang yang karenakelalaiannyamemproduksi, , mengimpor,
dan/ataumengedarkanbarangdan/ataujasaindustri yang tidakmemenuhi SNI,
spesifikasiteknisdan/ataupedomantatacara yang
diberlakukansecarawajibdibidangindustrisebagaimana yang dimaksudpadapasal 53 ayat
(1) huruf b, dipidanandenganpidana paling lama 3 tahundanpidanadenda paling
banyakRp 1.000.000.000 ( tigamiliar rupiah)

Berdasarkanpasal 120 UU RI No. 3 tahun 2014


tentangPerindustriantersebutpelakudenganjelasmelanggarpasaltersebut.
Pelakudengansengajamemproduksidanmengedarkanbarang yang berupajamu yang
tidakmemenuhi SNI, spesifikasitekniskemasyarakat demi keuntunganpribadi.

Pasal 62 UU RI No. 8 tahun 1999 tentangKonsumen.

(1) Pelakuusaha yang melanggarketentuansebagaimanadimaksuddalampasal 8, pasal 9,


pasal 10, pasal 13 ayat (2), pasal 15, pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf
e, ayat (2) , danpasal 18 dipidanadenganpidanapenjara paling lama 5
tahunataudipadadenda paling banyakRp 2.000.000.000 ( duamiliar rupiah).
(2) Pelakuusaha yang melanggarketentuansebagaimanadimaksuddalampasal 11, pasal 12,
Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, danPasal 17 ayat (1) huruf d danhuruf f
dipidanadenganpidana paling lama 2 tahunataupidanadenda paling banyakRp
500.000.000 (lima ratusjuta).
(3) Terhadappelanggaran yang mengakibatkanlukaberat, sakitberat, cacattetap,
ataukematiandiberlakukanketentuanpidana yang berlaku.

6
Berdasarkanpasaltersebutpelakudenganjelasmelanggarpasal 62 UU RI No 8 Tahun 1999
tentangkonsumenhalinikarenadenganmengkonsumsijamu yang
belumtentuterjaminkualitasnyaakandapatmemberikankerugianpadakonsumen.

Pasal 106 UU RI No 7 Tahun 2014 tentangperdaganganberbunyi “ pelakuusaha yang


melakukankegiatanusahaperdagangantidakmemilikiperizinandibidangperdagangan
yang diberikanolehmenterisebagaimanadimaksuddalampasal 24 ayat 1
dipidanadenganpidanapenjara paling lama 4 tahunataupidanadenda paling banyakRp
10.000.000.000 ( sepuluhmiliar rupiah )

Berdasarkanpasaltersebutpelakujelasmelanggarpasal 106 UU RI No 7 Tahun 2014


tentangperdagangan, halinikarenapelakudengansengajamenjualjamu yang
belummemilikiizinedardantidakmemilikiizindibidangperdagangan.

2.4 Peranpemerintahdalammenanggulangiperedaranobat illegal.


Pemerintahmempunyaiperandalammencegahterjadinyaperedaranobat illegal
dengancarasebagaiberikut :
a. Adanyakerjasamaantarapemerintah (Depkes, BPOM, kepolisian, pengadilan,
dankejaksaan) dengan industry, importir, distributor, rumahsakit, organisasiprofesi,
tenagamedis, apotek, tokoobat, konsumendanjugamasyarakat.
b. Pemerintahharusmemberikanjaminankepadasetiapwarganyauntukdapathidupsehatsertafasi
litas yang memudahkandalammengakseskesehatan,
termasukjaminanterhadapmutudankualitasnya.
c. Pengontrolanhargaobatdipasaranolehpemerintah
d. Memberikansosialisasi yang
benarkepadamasyarakatsehinggamemperluaspengetahuantentangpemilihanobat.

7
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari kasuspelanggarandiataspelakudianggaptelahmelanggarpasal

a). pasal 197 UU RI No 36 Tahun 2009 TentangKesehatan

halinikarenasuatusediaanobat yang
akandiedarkankepadakonsumenharusmemilikiijinedar,

b). pasal 120 UU RI No 3 Tahun 20014 TentangPerindustrian

halinikarenaPelakudengansengajamemproduksidanmengedarkanbarang yang berupajamu yang


tidakmemenuhi SNI, spesifikasitekniskemasyarakat demi keuntunganpribadi.

c). pasal 62 UU RI No 8 Tahun 1999 TentangPerlindunganKonsumen

halinikarenadenganmengkonsumsijamu yang
belumtentuterjaminkualitasnyaakandapatmemberikankerugianpadakonsumen.

d). pasal 106 UU RI N0 7 Tahun 2014 TentangPerdagangan

halinikarenapelakudengansengajamenjualjamu yang
belummemilikiizinedardantidakmemilikiizindibidangperdagangan.

8
3.2 Saran

Peredaransediaanobat (jamu) tanpaizinedarsangatmerugikanmasyarakat,


perluadanyakerjasamaantarapemerintahdengankepolisian, BPOM,
Depkesdanapotekeruntukmengurangiperedaranobatsecarabebas yang tidakmemilikiizinedar.
Perlujugaadakesadarandaripihak yang memproduksisuatusediaanobat agar
mengurusizinedarsehinggaproduk yang diproduksiterdaftardanproduk yang
dihasilkanterjaminkeamanannya.
Jugaperlukesadarandarikonsumenuntuklebihselektifdalammemilihsediaanobat.

Anda mungkin juga menyukai