Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leptospirosis adalah zoonosis penting dengan penyebaran luas yang
mempengaruhi sedikitnya 160 spesies mamalia. Tikus, adalah reservoir yang
paling penting, walaupun mamalia liar yang lain yang sama dengan hewan
peliharaan dan domestic dapat juga membawa mikroorganisme ini. Leptospira
meningkatkan hubungan simbiosis dengan hostnya dan dapat menetap pada
tubulus renal selama beberapa tahun. Transmisi leptospira dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan urin, darah, atau jaringan dari hewan yang terinfeksi atau
paparan pada lingkungan; transmisi antar manusia jarang terjadi. Karena
leptospira diekresikan melalui urin dan dapat bertahan dalam air selama beberapa
bulan, air adalah sarana penting dalam transmisinya. Epidemik leptospirosis dapat
terjadi melalui paparan air tergenang yang terkontaminasi oleh urin hewan yang
terinfeksi.
Leptospirosis paling sering terjadi di daerah tropis karena iklimnya sesuai
dengan kondisi yang dibutuhkan pathogen untuk bertahan hidup. Pada beberapa
negara berkembang, leptospirosis tidak dianggap sebagai masalah. Pada tahun
1999, lebih dari 500.000 kasus dilaporkan dari Cina, dengan nilai case fatality
rates dari 0,9 sampai 7,9%. Di Brazil, lebih dari 28.000 kasus dilaporkan pada
tahun yang sama. Manusia tidak sering terinfeksi leptospirosis. Ada beberapa
kelompok pekerjaan tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pekerja-pekerja di
sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah
potong hewan atau orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan, dokter
hewan. Setiap individu dapat terkena leptospirosis melalui paparan langsung atau
kontak dengan air dan tanah yang terinfeksi. Leptospirosis juga dapat dikenali
dimana populasi tikus meningkat. Aktivitas air seperti berselancar, berenang, dan
ski air, membuat seseorang menjadi beresiko leptospirosis. Pada tahun 1998,
kejadian luar biasa terjadi diantara komunitas atlet. Dikarenakan para atlet
tersebut menghisap dan menelan air yang terinfeksi leptospirosis.

1
Leptospirosis penyebabnya adalah kuman leptospira, yang hidup dan
berkembang biak didalam tubuh hewan. Hewan hewan itu sangat dekat dengan
kehidupan manusia seperti kuda, babi, sapi dan terbanyak pada binatang pengerat
seperti tikus atau tupai. Penularan terjadi melalui air kencing hewan yang
berpenyakit mencemari makanan/minuman. Makanan/minuman yang tercemar
dikonsumsi maka terjadilah penularan penyakit leptospirosis dari hewan kepada
manusia. Penularan dari manusia kepada manusia sampai saat ini masih belum
terjadi.
Gejala yang timbul menyerupai layaknya gejala penyakit flu biasa, dengan
demam menggigil, pegal linu, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, batuk kering.
Sedangkan pada penderita leptospirosis ditambah dengan diare dan muntah
muntah. Karena gejalanya yang mirip dengan penyakit flu maka banyak yang
menganggap remeh penyakit ini, yang akhirnya terjadi komplikasi yang dapat
merusak hati, ginjal dan otak.
Gejala yang muncul dalam stadium lanjut, dimana leptospirosis telah
menyerang hati, maka gejalanya mirip dengan penyakit kuning, kulit dan putih
mata menjadi kekuningan, mata merah. Gejala khas inilah biasanya dijadikan
dasar bahwa penyakit itu mengarah pada dugaan penyakit leptospirosis. Untuk
memastikan sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap urine dan
darah penderita.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari leptospirosis?
2. Apa saja etiologi dari leptospirosis?
3. Bagaimana patofisiologi leptospirosis?
4. Apa saja manifestasi pada letopsirosis?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang leptospirosis?
6. Apa saja penatalaksanaan leptospirosis?
7. Apa saja komplikasi pada leptopsirois?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari leptospirosis.
2. Untuk mengetahui etiologi dari leptospirosis.
3. Untuk mengetahui patofisiologi leptospirosis.
4. Untuk mengetahui manifestasi pada letopsirosis.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari leptospirosis.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada leptospirosis.
7. Untuk mengetahui apa saja komplikasi pada leptopsirois.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri Leptospira sp. yang dapat
ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis). Leptospirosis
dikenal juga dengan nama Penyakit Weil, Demam Icterohemorrhage, Penyakit
Swineherd's, Demam pesawah (Ricefield fever), Demam Pemotong tebu (Cane-
cutter fever), Demam Lumpur, Jaundis berdarah, Penyakit Stuttgart, Demam
Canicola, penyakit kuning non-virus, penyakit air merah pada anak sapi, dan tifus
anjing.
Infeksi dalam bentuk subakut tidak begitu memperlihatkan gejala klinis,
sedangkan pada infeksi akut ditandai dengan gejala sepsis, radang ginjal
interstisial, anemia hemolitik, radang hati dan keguguran. Leptospirosis pada
hewan biasanya subklinis. Dalam keadaan ini, penderita tidak menunjukkan gejala
klinis penyakit. Leptospira bertahan dalam waktu yang lama di dalam ginjal
hewan sehingga bakteri akan banyak dikeluarkan hewan lewat air kencingnya.
Leptospirosis pada hewan dapat terjadi berbulan-bulan sedangkan pada manusia
hanya bertahan selama 60 hari. Manusia merupakan induk semang terakhir
sehingga penularan antarmanusia jarang terjadi.

B. Etiologi
Bakteri penyebab Leptosirosis yaitu bakteri Leptospira sp. Bakteri
Leptospira merupakan Spirochaeta aerobik (membutuhkan oksigen untuk
bertahan hidup), motil (dapat bergerak), gram negatif, bentuknya dapat berkerut-
kerut, dan terpilin dengan ketat. Bakteri Lepstospira berukuran panjang 6-20 µm
dan diameter 0,1-0,2 µm. Sebagai pembanding, ukuran sel darah merah hanya 7
µm. Jadi, ukuran bakteri ini relatif kecil dan panjang sehingga sulit terlihat bila
menggunakan mikroskop cahaya dan untuk melihat bakteri ini diperlukan
mikroskop dengan teknik kontras. Bakteri ini dapat bergerak maju dan mundur.

4
Leptospira mempunyai ±175 serovar, bahkan ada yang mengatakan
Leptospira memiliki lebih dari 200 serovar. Infeksi dapat disebabkan oleh satu
atau lebih serovar sekaligus. Bila infeksi terjadi, maka pada tubuh penderita dalam
waktu 6-12 hari akan terbentuk zat kebal aglutinasi. Leptospirosis pada anjing
disebabkan oleh infeksi satu atau lebih serovar dari Leptospira interrogans.
Serovar yang telah diketahui dapat menyerang anjing yaitu L. australis, L.
autumnalis, L. ballum, L. batislava, L. canicola, L. grippotyphosa, L. hardjo, L.
ichterohemorarhagica, L. pomona, dan L. tarassovi. Pada anjing, telah tersedia
vaksin terhadap Leptospira yang mengandung biakan serovar L. canicola dan L.
icterohemorrhagica yang telah dimatikan. Serovar yang dapat menyerang sapi
yaitu L. pamona dan L. gryptosa. Serovar yang diketahui terdapat pada kucing
adalah L. bratislava, L. canicola, L. gryppothyphosa, dan L. Pomona. Babi dapat
terserang L. pamona dan L. interogans, sedangkan tikus dapat terserang L. ballum
dan L. ichterohaemorhagicae. Bila terkena bahan kimia atau dimakan oleh
fagosit, bakteri dapat kolaps menjadi bola berbentuk kubah dan tipis. Pada kondisi
ini, Leptospira tidak memiliki aktifitas patogenik. Leptospira dapat hidup dalam
waktu lama di air, tanah yang lembab, tanaman dan lumpur.

C. Patofisiologi
Manusia bisa terinfeksi jika terjadi kontak pada kulit atau selaput lendir
yang luka/erosi dengan air, lumpur dan sebagainya yang telah tercemar oleh air
kemih binatang yang terinfeksi leptospira. Leptospira yang masuk melalui kulit
maupun selaput lendir yang luka/erosi akan menyebar ke organ-organ dan
jaringan tubuh melalui darah. Sistem imun tubuh akan berespon sehingga jumlah
laptospira akan berkurang, kecuali pada ginjal yaitu tubulus dimana kan terbentuk
koloni-koloni pada dinding lumen yang mengeluarkan endotoksin dan kemudian
dapat masuk ke dalam kemih.
Penularan penyakit ini bisa melalui tikus, babi, sapi, kambing, kuda,
anjing, serangga, burung, landak, kelelawar dan tupai. Di Indonesia, penularan
paling sering melalui hewan tikus. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian
masuk ke dalam tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput

5
lendir mata dan hidung. Bisa juga melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi setitik urin tikus yang terinfeksi leptospira, kemudian dimakan dan
diminum manusia. Urin tikus yang mengandung bibit penyakit leptospirosis dapat
mencemari air di kamar mandi atau makanan yang tidak disimpan pada tempat
yang aman. Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama
penyebab leptospirosis. Beberapa jenis hewan lain seperti sapi, kambing, domba,
kuda, babi, anjing dapat terserang leptospirosis, tetapi potensi hewan-hewan ini
menularkan leptospirosis ke manusia tidak sehebat tikus.
Leptospirosis tidak menular langsung dari pasien ke pasien. Masa inkubasi
leptospirosis adalah dua hingga 26 hari. Sekali berada di aliran darah, bakteri ini
bisa menyebar ke seluruh tubuh dan mengakibatkan gangguan khususnya hati dan
ginjal. Saat kuman masuk ke ginjal akan melakukan migrasi ke interstitium,
tubulus renal, dan tubular lumen menyebabkan nefritis interstitial dan nekrosis
tubular. Ketika berlanjut menjadi gagal ginjal biasanya disebabkan karena
kerusakan tubulus, hipovolemia karena dehidrasi dan peningkatan permeabilitas
kapiler. Gangguan hati tampak nekrosis sentrilobular dengan proliferasi sel
Kupffer, ikterus terjadi karena disfungsi sel-sel hati.
Leptospira juga dapat menginvasi otot skletal menyebabkan edema
(bengkak), vacuolisasi miofibril, dan nekrosis focal. Gangguan sirkulasi mikro
muskular dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menyebabkan kebocoran
cairan dan hipovolemi sirkulasi. Dalam kasus berat disseminated vasculitic
syndrome akan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler. Gangguan paru
adalah mekanisme sekunder kerusakan pada alveolar dan vaskular interstisial
yang mengakibatkan hemoptu. Leptospira juga dapat menginvasi cairan humor
(humor aqueus) mata yang dapat menetap dalam beberapa bulan, seringkali
mengakibatkan uveitus kronis dan berulang.
Meskipun kemungkinan dapat terjadi komplikasi yang berat tetapi lebih
sering terjadi self limiting disease dan tidak fatal. Sejauh ini, respon imun
siostemik dapat mengeliminasi kuman dari tubuh, tetapi dapat memicu reaksi
gejala inflamasi yang dapat mengakibatkan secondary end-organ injury.

6
D. Manifestasi Klinis
Masa tunas berkisar antara 2-26 hari(kebanyakan 7-13 hari) rata-rata 10 hari.
Pada leptospira ini ditemukan perjalanan klini sbifasik :
1. Leptopiremia (berlangsung 4-9 hari)
Timbul demam mendadak, diserta sakit kepala (frontal, oksipital atau
bitemporal). Pada otot akan timbul keluhan mialgia dan nyeri tekan (otot
gastronemius, paha pinggang,) dan diikuti heperestesia kulit. Gejala menggigil
dan demam tinggi, mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptisis,
penurunan kesadaran, dan injeksi konjunctiva. Injeksi faringeal, kulit dengan
ruam berbentuk makular/makolupapular/urtikaria yang tersebar pada badan,
splenomegali, dan hepatomegali.
2. Fase imun (1-3 hari)
Fase imun yang berkaitan dengan munculnya antibodi IgM sementara
konsentrasi C3, tetap normal. Meningismus, demam jarang melebihi 39oC.
Gejala lain yang muncul adalah iridosiklitis, neuritis optik, mielitis, ensefalitis,
serta neuripati perifer.
3. Fase penyembuhan (minggu ke-2 sampai minggu ke-4)
Dapat ditemukan adanya demam atau nyeri otot yang kemudian berangsur-
angsur hilang.
Pada hewan, Leptospirosis kadangkala tidak menunjukkan gejala klinis
(bersifat subklinis), dalam arti hewan akan tetap terlihat sehat walaupun
sebenarnya dia sudah terserang Leptospirosis. Kucing yang terinfeksi biasanya
tidak menunjukkan gejala walaupun ia mampu menyebarkan bakteri ini ke
lingkungan untuk jangka waktu yang tidak pasti.
Gejala klinis yang dapat tampak yaitu ikterus atau jaundis, yakni warna
kekuningan, karena pecahnya butir darah merah (eritrosit) sehingga ada
hemoglobin dalam urin. Gejala ini terjadi pada 50 persen kasus, terutama jika
penyababnya L. Pomona. Gejala lain yaitu demam, tidak nafsu makan, depresi,
nyeri pada bagian-bagian tubuh, gagal ginjal, gangguan kesuburan, dan kadang
kematian. Apabila penyakit ini menyerang ginjal atau hati secara akut maka gejala

7
yang timbul yaitu radang mukosa mata (konjungtivitis), radang hidung (rhinitis),
radang tonsil (tonsillitis), batuk dan sesak napas.
Pada babi muncul gejala kelainan saraf, seperti berjalan kaku dan berputar-
putar. Pada anjing yang sembuh dari infeksi akut kadangkala tetap mengalami
radang ginjal interstitial kronis atau radang hati (hepatitis) kronis. Dalam keadaan
demikian gejala yang muncul yaitu penimbunan cairan di abdomen (ascites),
banyak minum, banyak urinasi, turun berat badan dan gejala saraf. Pada sapi,
infeksi Leptospirosis lebih parah dan lebih banyak terjadi pada pedet
dibandingkan sapi dewasa dengan gejala demam, jaundis, anemia, warna telinga
maupun hidung yang menjadi hitam, dan kematian (Bovine Leptospirosis). Angka
kematian (mortalitas) akibat Leptospirosis pada hewan mencapai 5-15 persen,
sedangkan angka kesakitannya (morbiditas) mencapai lebih dari 75 persen.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan mikroskopik langsung.
Pemeriksaan mikroskopik sediaan ulas darah perifer adalah cara yang
sederhana dan tepat, mengetahui bentuk bakteri.
b. Pemeriksaan dengan pemupukan.
Mengetahui Sifat-sifat Bacillus
c. Pemeriksaan biologis, untuk membedakan kuman antraks dari kuman
anthrakoid.
d. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologis dapat dilakukan dengan Uji Ascoli dan Enzyme
Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
e. Uji Ascoli
Uji termopresitipasi Ascoli sangat berguna untuk menentukan jaringan
tercemar antraks. Jika jaringan tersebut mengandung kuman antraks. Cairan
tersebut disebut presipitinogen
2. Radiologi
Mengetahui adanya Pelebaran mediastinum, Efusi pleural, Pneumonia
(jarang), Perdarahan mediastinum, Perdarahan difus limfadenitis, Edema
mediastinum, Leptomeningeal edema dan hemorhagis, Efusi pleura, Meningitis
hemorhagis.

8
F. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Obat antibiotika yang biasa diberikan adalah penisillin, streptomisin,
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan siproflokasasin. Obat pilihan
utama adalah penicillin G 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari. Dalam
4-6 jam setelah pemberian penicilin G terlihat reaksi Jarisch Hecheimmer
yang menunjukkan adanya aktivitas antileptospira> obat ini efektif pada
pemberian 1-3 hari namun kurang bermanfaat bila diberikan setelah fase
imun dan tidak efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal dan meningitis.
b. Tindakan suporatif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan
komplikasi yang timbul.
2. Keperawatan
a. Anjurkan klien tirah baring
b. Anjurkan klien minum banyak
c. Bantu klien dalam pemenuhan sehari-hari
d. Ajarkan klien untuk melakukan personal hygiene dan lingkungan.

G. Komplikasi
Pada leptospira, komplikasi yang sering terjadi adalah iridosiklitis, gagal
ginjal, miokarditis, meningitis aseptik dan hepatitis. Perdarahan masif jarang
ditemui dan bila terjadi selalu menyebabkan kematian.
Perdarahan subkonjuntiva adalah komplikasi pada mata yang sering terjadi
pada 92% penderita leptospirosis. Gejala renal seperti azotemia, pyuria,
hematuria, proteinuria dan oliguria sering tampak pada 50% penderita. Kuman
leptospira juga dapat timbul di ginjal. Manifestasi paru terjadi pada 20-70%
penderita. Adenopati, rash, and nyeri otot juga dapat timbul.

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN LEPTOSIROSIS

A. Pengkajian
1. Identitas
Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan tingkat
kejadiannya sama.
2. Keluhan utama
Demam yang mendadak
Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala, mialgia dan nyeri tekan
(frontal) mata merah, fotofobia, keluahan gastrointestinal. Demam disertai
mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptosis, penurunan kesadaran dan
injeksi konjunctiva. Demam ini berlangsung 1-3 hari.
3. Riwayat keperawatan
1. Imunisasi, riwayat imunisasi perlu untuk peningkatan daya tahan tubuh
2. Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik, DBD,
penyakit susunan saraf akut, fever of unknown origin.
3. Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi
seperti bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani, dokter
hewan.
4. Pemeriksaan dan observasi
1. Fisik
Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun
Kaji klien pada :
1) Sistem pernafasan
Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada
2) Sistem cardiovaskuler
Perdarahan, anemia, demam, bradikardia.
3) Sistem persyarafan
Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata
merah, fotofobia, injeksi konjunctiva, iridosiklitis

10
4) Sistem perkemihan
Oligoria, azometmia,perdarahan adernal
5) Sistem pencernaan
Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana
6) Sistem muskoloskletal
Kulit dengan ruam berbentuk makular/makulopapular/urtikaria yang
teresebar pada badan. Pretibial.

2. Laboratorium
1) Leukositosis normal, sedikit menurun,
2) Neurtrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggiu
3) Proteinuria, leukositoria
4) Sedimen sel torak
5) BUN , ureum dan kreatinin meningkat
6) SGOT meninggi tetapi tidak melebihi 5 x normal
7) Bilirubin meninggi samapai 40 %
8) Trombositopenia
9) Hiporptrombinemia
10) Leukosit dalam cairan serebrospinal 10-100/mm3
11) Glukosa dalam CSS Normal atau menurun
5. Penatalaksanaan
Obat antibiotika yang biasa diberikan adalah penisillin, streptomisin,
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan siproflokasasin. Obat pilihan utama
adalah penicillin G 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari. Dalam 4-6 jam
setelah pemeberian penicilin G terlihat reaksi Jarisch Hecheimmer yang
menunjukkan adanya aktivitas antileptospira> obat ini efektif pada pemberian
1-3 hari namun kurnag bermanfaat bila diberikan setelah fase imun dan tidak
efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal dan meningitis. Tindakan suporatif
diberikan sesuai denan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul.

11
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan terjadi infeksi (sepsis) ditandai dengan suhu
tubuh klien lebih dari 38 0 C.
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit leptospirosisi)
ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan
kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan
menolong diri, stimulasi simpatetik.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (infeksi) ditandai dengan
klien mengeluh sulit tidur, tampak meringis, tidak mampu memusatkan
perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan
kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan
miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan ditandai dengan intake tidak adekuat, hilang kecap,
hilang selera, berat badan turun, penurunan masa otot.
6. Risiko ketidakseimbanganvolume cairan berhubungan dengan output yang
tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake.

C. Perencanaan
NOC :
1. Hipertermi berhubungan dengan terjadi infeksi (sepsis) ditandai dengan suhu
tubuh klien lebih dari 38 0 C.
Tujuan : Suhu tubuh turun sampai batas normal
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37 0 C
b. Klien bebas demam
c. Mukosa mulut basah, mata tidak cekung, istirahat cukup.
NIC :
a. Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga.

12
Rasional : Dengan hubungan yang baik dapat meningkatkan kerjasama
dengan klien sehingga pengobatan dan perawatan mudah dilaksanakan.
b. Berikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk memakai es atau handuk
pada tubuh, khususnya pada aksila atau lipatan paha.
Rasional : Pemberian kompres dingin merangsang penurunan suhu tubuh.
c. Peningkatan kalori dan beri banyak minuman (cairan).
Rasional : Air merupakan pangatur suhu tubuh. Setiap ada kenaikan suhu
melebihi normal, kebutuhan metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan
setiap ada kenaikan suhu tubuh.
d. Anjurkan memakai baju tipis yang menyerap keringat.
Rasional : Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap keringat yang
keluar.
e. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu dan denyut nadi.
Rasional : Observasi tanda-tanda vital merupakan deteksi dini untuk
mengetahui komplikasi yang terjadi sehingga cepat mengambil tindakan.
f. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan terutama anti
piretik., antibiotika (Pinicillin G).
Rasional : Pemberian obat-obatan terutama antibiotik akan membunuh
kuman Salmonella typhi sehingga mempercepat proses penyembuhan
sedangkan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh. Antibotika spektrrum
luas.

NOC :
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit leptospirosisi)
ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan
kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan
menolong diri, stimulasi simpatetik.
Tujuan : Ansietas yang dirasakan teratasi
Kriteria hasil :
a. Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
b. Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.

13
c. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam
pengobatan.
NIC :
a. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.
Rasional : Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan
memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.
b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
Rasional : Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami
proses penyakitnya.
c. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut,
konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
Rasional : Dapat menurunkan kecemasan klien.
d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan
diri dalam pengobatan.
Rasional : Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan
dan efek sampingnya.
e. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak
berdayaan dll.
Rasional : Mengetahui dan menggali pola koping klien serta
mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan
dalam mengatasi kecemasan.
f. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.
Rasional : Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang
terdekat/keluarga.
g. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk
berpikir/merenung/istirahat.
h. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.
Rasional : Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia
benar-benar ditolong.

14
NOC :
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (infeksi) ditandai dengan
klien mengeluh sulit tidur, tampak meringis, tidak mampu memusatkan
perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang
a. Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
b. Melaporkan nyeri yang dialaminya
c. Mengikuti program pengobatan
d. Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui
aktivitas yang mungkin.

NIC :
a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas.
Rasional : Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan
asuhan.
b. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan
klien dan keluarga tentang cara menghadapinya.
Rasional : Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau
malah menyebabkan komplikasi.
c. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti
mendengarkan musik atau nonton TV (distraksi).
Rasional : Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan
perhatian klien dari rasa nyeri.
d. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi,
bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
Rasional : Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan
menurunkan stress dan ansietas.
e. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.
Rasional : Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri
dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui
kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri.

15
f. Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien.
Rasional : Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.
g. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll.
Rasional : Untuk mengatasi nyeri.

NOC :
4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan
kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan
miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.
Tujuan :
a. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan
pada ting-katan siap.
b. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti
prosedur tersebut.
c. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam
pengobatan.
d. Bekerjasama dengan pemberi informasi.

NIC :
a. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan
akibatnya.
Rasional : Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap
pengetahuan klien.
b. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada
klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker.
Rasional : Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan
persepsi dan konsepsi serta kesalahan pengertian.
c. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik,
hindarkan informasi yang tidak diperlukan.
Rasional : Membantu klien dalam memahami proses penyakit.

16
d. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur
pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien.
Rasional : Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan
pengobatan.
e. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi
miskonsepsi tentang penyakitnya.
Rasional : Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga
mengenai penyakit klien.
f. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi
yang adekuat.
g. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin,
perhatikan adanya eritema, ulcerasi.
Rasional : Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-
tanda infeksi serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat
mempengaruhi intake makanan dan minuman.
h. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.
Rasional : Meningkatkan integritas kulit dan kepala.

NOC :
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan ditandai dengan intake tidak adekuat, hilang kecap,
hilang selera, berat badan turun, penurunan masa otot.
Tujuan : Ketidakseimbangan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada
tanda malnutrisi
b. Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
c. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan
penyakitnya.

17
NIC :
a. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan
kebutuhannya.
Rasional : Memberikan informasi tentang status gizi klien.
b. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat
badan.
Rasional : Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat
badan klien.
c. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar
parotis.
Rasional : Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.
d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake
cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.
Rasional : Kalori merupakan sumber energi.
e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan
makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas.
Rasional : Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang
menyebabkan penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya
yang dapat meningkatkan ansietas.
f. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama
teman atau keluarga.
Rasional : Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.
g. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.
Rasional : Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan
selera makan.
h. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami
klien.
Rasional : Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi,
perawat dan klien). Kolaboratif
i. Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan
albumin.

18
Rasional : Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi
sebagi akibat perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien.
j. Berikan pengobatan sesuai indikasi (Phenotiazine, antidopaminergic,
corticosteroids, vitamin khususnya A,D,E dan B6, antacida).
Rasional : Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping dan
meningkatkan status kesehatan klien.
k. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral,
imbangi dengan infus.
Rasional : Mempermudah intake makanan dan minuman dengan hasil yang
maksimal dan tepat sesuai kebutuhan.

NOC :
6. Risiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak
normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake
Tujuan :
Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran
mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry ferill normal, urine output normal.

NIC :
a. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti
emesis, diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam.
Rasional : Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan
hipovolemia.
b. Timbang berat badan jika diperlukan.
Rasional : Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada
ketidakseimbangan cairan.
c. Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil.
Rasional : Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya
takikardi, hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan
dehidrasi.

19
d. Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan
pada klien.
Rasional : Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah
terjadinya hipovolemia.
e. Anjurkan intake cairan sampai 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu.
Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
f. Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran
mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan pethekie.
Rasional : Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume
cairan.
g. Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan.
h. Kolaboratif
- Berikan cairan IV bila diperlukan.
Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
- Berikan therapy antiemetik.
Rasional : Mencegah/menghilangkan mual muntah.
- Monitor hasil laboratorium : Hb, elektrolit, albumin.
Rasional : Mengetahui perubahan yang terjadi.

20
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri
leptospira yang menyerang hewan dan manusia.Bakteri ini berbentuk spiral dan
dapat hidup didalam air tawar selama lebih kurang satu bulanKemungkinan
infeksi leptospirosis cukup besar pada musim penghujanMelalui darah, urin atau
cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira masuk ke dalam tubuh
pejamuPenularan tidak langsung terjadi melalui genangan air, sungai, danau,
selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin hewan seperti tikus, umumnya
terjadi saat banjir. Wabah leptospirosis dapat juga terjadi pada musim kemarau
karena sumber air yang sama dipakai oleh manusia dan hewan.

B. Saran
Dalam mencegah penyakit ini kita sebagai perawat dapat melakukan upaya
promotif dan prventif sebagai upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yaitu dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito LJ. 2000. Dokumentasi dan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Donna, D.I. Et al. 1995. Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process


Approach 2 nd Edition : WB Sauders.

FKUA, 1984. Pedoman Diagnosis dan Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:


Penerbit FKUA,

FKUI. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyalit Dalam. Jakarta: Penerbit FKUI

Rothrock, C. J. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta:


EGC :

Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta :EGC.

Sylviana. 1996. Kapita Selekta Kedokteran Buku 1. Jakarta :EGC.

22

Anda mungkin juga menyukai