Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan syukur kepada hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat-Nya,
makalah berjudul "Penerapan Cultural Control dalam Konteks Gaya Kepemimpinan untuk
Mengatasi Motivational Problem dan Lack of Direction” karena tugas ini dapat diselesaikan.

Penulis juga berterima kasih kepada dosen yang telah memberikan tugas dan arahan untuk
menulis makalah ini, serta kepada siapa saja yang telah terlibat dalam proses penulisan yang
selalu memotivasi.

Akhirnya, penulis harap semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Penulis telah
melakukan yang terbaik untuk menyelesaikan makalah ini, tetapi penulis menyadari makalah
ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk menyempurnakan makalah ini.

Makassar, 07 Juli 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................

DAFTAR ISI ...........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................................


B. Tujuan Makalah ................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep dan Tujuan ...........................................................................................................


B. Penerapan Culture Control dalam Konteks Gaya Kepemimpinan Untuk
Mengatasi Motivational Problem dan Lack of Direction .................................................
C. Implementasi Cultural Control dalam Konteks Gaya Kepemimpinan untuk
Mengatasi Masalah Motivational Problem dan Lack Of Direction ................................
D. Hubungan Tata Kelola dan Pengendalian ........................................................................
E. Isu-isu Lingkungan dalam Budaya Organisasi .................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................

2
BAB I

PENDAHULUAN

Di era globalisasi saat ini, keunggulan kompetitif tidak hanya dilihat dari tingkat
efektivitas operasional melainkan juga kreativitas untuk dapat membaca peluang bisnis
yang baru. Disini sumber daya manusia akan menjadi kunci utama yang menentukan
kesuksesan suatu badan usaha. Pada kenyataannya bukan hal yang mudah untuk dapat
mempersatukan berbagai macam sumber daya manusia kedalam satu tujuan bersama
yang ingin dicapai badan usaha. Disinilah sistem pengendalian manajemen dibutuhkan.
Sistem pengendalian manajemen dapat mengarahkan anggota badan usaha untuk
bertindak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan dapat mengembangkan sumber
daya manusia melalui bentuk pengendaliannya. Sistem pengendalian manajemen butuh
didukung dengan kepemimpinan yang baik karena pemimpin akan menjadi kunci
efektivitas dari pengendalian manajemen. Gaya kepemimpinan dan sistem pengendalian
manajemen dapat membantu dalam menanamkan nilai-nilai badan usaha kedalam diri
para karyawan sehingga dapat membentuk karakteristik karyawan. Hal ini dapat
membantu dalam mengatasi masalah pengendalian yang menjadi penghambat tercapai
tujuan badan usaha.
Kesuksesan suatu badan usaha sangat bergantung dari kualitas sumber daya manusia
yang menjalankannya. Adapun survei yang dilakukan oleh Tim Riset majalah SWA pada
28 orang CEO dari berbagai industri di Indonesia mengenai prioritas program
kepemimpinan pada tahun 2012. Hasil survei tersebut menunjukkan tiga prioritas utama
yang muncul adalah create more leaders, build entrepreneurial skills, dan foster
creativity/innovation. Ketiga hal tersebut berkaitan dengan sumber daya manusia. Hal ini
menunjukkan bahwa sumber daya manusia menjadi prioritas utama bagi para pemimpin
dalam menjalankan suatu usaha (SWA, 2012).
Tidak mudah mempersatukan orang-orang dari berbagai latar belakang ke dalam satu
tujuan bersama yang ingin dicapai badan usaha. Disinilah sistem pengendalian
manajemen dibutuhkan. Sistem pengendalian manajemen konvensional berfokus pada
peningkatan efektivitas operasional, namun hal ini saja tidak cukup untuk menciptakan
keunggulan kompetitif suatu organisasi. Bersaing dalam industri global bukan hanya
berbicara mengenai teknologi hardware melainkan akan dibutuhkan sistem pengendalian
manajemen yang dapat mengembangkan dan menyesuaikan sumber daya manusia dengan
teknologi untuk menemukan peluang bisnis yang baru (Kimura dan Mourdoukoutas,

3
2000). Sistem pengendalian manajemen yang baik saja tidak akan cukup melainkan juga
harus didukung dengan kepemimpinan yang baik. Hal ini juga berlaku sebaliknya. Hasil
penelitian Muller dan Turner (2006) yang menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan
akan mempengaruhi kesuksesan suatu proyek.

A. Latar Belakang
Saat ini seluruh badan usaha sedang menghadapi perubahaan yang substansial dalam
lingkungan bisnis karena globalisasi dan perubahan yang radikal. Kinerja yang unggul
dalam sebuah badan usaha sangat tergantung pada hasil kinerja karyawan dalam suatu
badan usaha (Acar, 2012). Dengan kinerja karyawan yang baik tentunya ada peran dari
pemimpin yang dapat membuat karyawan dapat mencapai tujuan badan usaha untuk
sukses.
Dalam sebuah badan usaha, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan
kepemimpinannya kepada seluruh bawahan. Kepemimpinan yang dimiliki setiap orang
pasti memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Menurut O’Moore dan Lynch (2007) gaya
kepemimpinan yang efektif dapat menarik dan memberi energi bagi bawahan untuk
bekerja untuk masa depan organisasi, bawahan merasakan bahwa ia adalah bagian dari
organisasi dan pekerjaan yang dilakukan menarik dan menantang. Pemberdayaan dengan
cara memotivasi bawahan akan lebih efektif dibandingkan pemberian hadiah dan
hukuman. Syafii et al (2015) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan mempengaruhi
motivasi dan perilaku karyawan dalam melakukan pekerjaan, sehingga gaya
kepemimpinan dapat berpengaruh positif atau bahkan dapat berpengaruh negatif terhadap
kinerja karyawan. Berdasarkan pernyataan tersebut dengan gaya kepemimpinan yang
dimiliki seorang pemimpin akan menentukan bagaimana kinerja karyawan dalam suatu
organisasi. Hal ini juga didukung dengan pernyataan menurut Asrar dan Kuchinke (2016)
yang menyatakan gaya kepemimpinan yang berbeda akan membawa konsekuensi yang
berbeda, yang memiliki dampak langsung maupun tidak langsung pada sikap dan
perilaku karyawan.
Dalam sebuah perusahaan, menjadi pemimpin tidaklah mudah. Seorang pemimpin
harus dapat mempengaruhi seluruh bawahannya untuk mencapai tujuan bersama dengan
karakteristik masing-masing gaya kepemimpinan. Sifat dan karakter bawahan yang
berbeda merupakan tantangan bagi pemimpin untuk dapat menyatukannya sehingga
hubungan antar kolega semakin baik. Untuk itu para pemimpin dapat menciptakan
budaya yang unik dalam suatu entitas bisnis untuk membangun sifat dan karakter yang

4
sama dalam suatu entitas bisnis. Dalam menciptakan budaya organisasi, pemimpin harus
dapat memiliki pemahaman tentang penerapan sistem pengendalian manajemen sesuai
dengan kondisi perusahaan. Sistem pengendalian manajemen adalah sistem yang dibuat
oleh manajemen untuk mencapai tujuan organisasi, salah satunya dengan bentuk
perusahaan budaya untuk melakukan pengendalian budaya. Sistem pengendalian
manajemen tidak selalu berjalan dengan lancar di suatu perusahaan. Sistem ini dapat
menyebabkan beberapa masalah seperti kurangnya kontrol arah, keterbatasan pribadi, dan
kemungkinan motivasi.
Gaya kepemimpinan juga memiliki hubungan dengan budaya organisasi yang
tercipta dalam organisasi. Menurut Mohelska dan Sokolova (2014) budaya organisasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, sektor dimana badan usaha beroperasi, lokasi
geografis, peristiwa yang terjadi selama sejarah, kepribadian karyawan dan pola
karyawan dalam berinteraksi. Kesuksesan sebuah badan usaha dapat dipengaruhi oleh
budaya khas yang dimiliki. Menciptakan budaya pada suatu badan usaha bisa berbeda-
beda satu sama lain seperti, budaya pada Walt Disney yang dibuat oleh pendiri pada awal
perusahaan beroperasi atau seperti Coca-Cola yang menciptakan budaya yang khas dari
waktu ke waktu dalam proses pertemuan organisasi, mengatasi tantangan dan hambatan
dalam lingkungannya, budaya yang khas juga dapat diciptakan secara sengaja oleh tim
manajemen yang memutuskan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dengan cara-cara
yang sistematis seperti yang dilakukan oleh General Electric (Cameron and Quinn, 2006).

B. Tujuan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini antara lain :
1) Memberikan gambaran umum tentang hubungan antara budaya organisasi dan gaya
kepemimpinan.
2) Memberikan gambaran umum tentang penerapan cultural control dalam konteks gaya
kepemimpinan untuk mengatasi motivational problem dan lack of direction.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep dan Tujuan


1) Cultural Control
Cultural control adalah pengendalian yang dilakukan karyawan yang satu
terhadap karyawan yang lain. Hal ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran,
dan dorongan untuk bekerja dengan baik dan berperilaku sesuai dengan tujuan
perusahaan. Cultural control didesain untuk mendorong terciptanya mutual-
monitoring, yaitu sebuah tekanan bagi individu untuk mematuhi norma–norma dan
nilai yang ada di dalam sebuah kelompok di mana ia berada.
Cultural Control yang kuat dihasilkan oleh proses pengawasan bersama yang
juga ada dalam satu-satu organisasi. Tekanan-tekanan dapat diciptakan di antara
sesama pekerja di mana para pekerja yang tidak mampu menyesuaikan diri sering
kali ditekan untuk menerima norma-norma kelompok. Tekanan-tekanan sosial yang
kuat juga dapat diciptakan dalam sebuah arah bawah ke atas, seperti seorang atasan
merasa tertekan untuk memenuhi harapan-harapan bawahan mengenai peranan
mereka.
Kebudayaan-kebudayaan dibangun berdasarkan tradisi, norma, kepercayaan,
nilai, ideologi, sikap, dan cara perilaku bersama. Kebudayaan-kebudayaan
organisasional secara relatif disediakan dari waktu ke waktu, bahkan ketika strategi-
strategi mereka, taktik-taktik, dan tujuan-tujuan perlu beradaptasi untuk mengganti
kondisi-kondisi bisnis. Norma-norma budaya diwujudkan dalam peraturan-peraturan
tertulis dan tidak tertulis yang mengatur perilaku-perilaku karyawan.

2) Gaya Kepemimpinan
Kartono (2003) kepemimpinan merupakan suatu kegiatan atau seni
mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan
orang tersebut untuk membimbing orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan suatu kelompok. Organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuannya
serta mampu memenuhi tanggung jawab sosialnya akan sangat tergantung pada para
pimpinannya (manajer). Apabila seorang pemimpin mampu melaksanakan
tugastugasnya dengan baik, maka sangat mungkin organisasi tersebut akan dapat
mencapai pada. Oleh karena itu suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang

6
efektif, yang memiliki kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak
buahnya. Jadi, seorang pemimpin akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila
seorang pemimpin tersebut mempunyai pengaruh dan mampu mengarahkan
bawahannya ke arah pencapaian tujuan organisasi.
Rivai (2004) menyatakan gaya kepemimpinan yaitu suatu pola menyeluruh dari
tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh
karyawannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan sifat, sikap dan keterampilan
yang mendasari perilaku seseorang. Gaya kepemimpinan akan menunjukkan secara
langsung maupun tidak langsung tentang keyakinan seorang karyawan terhadap
kemampuan atasannya. Dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yaitu suatu
strategi atau perilaku, sebagai hasil kombinasi dari sifat, sikap, dan keterampilan
yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika pemimpin tersebut mencoba
mempengaruhi kinerja bawahannya.
Ada beberapa jenis gaya kepemimpinan dalam organisasi :
 Kepemimpinan Otokratis, kepemimpinan jenis ini memusatkan kekuasaan pada
dirinya sendiri. Ia membatasi inisiatif dan daya pikir dari para anggotanya.
 Kepemimpinan Birokrasi, dalam gaya kepemimpinan ini tidak ada ruang bagi
para anggota untuk melakukan inovasi karena semuanya sudah diatur dalam
sebuah tatanan prosedur yang harus dipatuhi oleh setiap lapisan.
 Kepemimpinan Partisipatif, dalam gaya kepemimpinan partisipatif, ide dapat
mengalir dari bawah (anggota) karena posisi kontrol atas pemecahan suatu
masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian.
 Kepemimpinan Delegatif, dalam gaya kepemimpinan ini pemimpin memberikan
kebebasan secara mutlak kepada para anggota untuk melakukan tujuan dan cara
mereka masing-masing.
 Kepemimpinan Transaksional, kepemimpinan jenis ini cenderung terdapat aksi
transaksi antara pemimpin dan bawahan dimana pemimpin akan memberikan
reward ketika bawahan berhasil melaksanakan tugas yang telah diselesaikan
sesuai kesepakatan.
 Kepemimpinan Transformasional, para pemimpin jenis ini memperhatikan dan
terlibat langsung dalam proses termasuk dalam hal membantu para anggota
kelompok untuk berhasil menyelesaikan tugas mereka.

7
 Kepemimpinan Situasional, Pemimpin yang menerapkan jenis kepemimpinan
situasional lebih sering menyesuaikan setiap gaya kepemimpinan yang ada
dengan tahap perkembangan para anggota yakni sejauh mana kesiapan dari para
anggota melaksanakan setiap tugas.

B. Penerapan Culture Control dalam Konteks Gaya Kepemimpinan Untuk Mengatasi


Motivational Problem dan Lack of Direction
Sistem pengendalian adalah alat yang digunakan oleh manajemen untuk
memastikan para pelaku organisasi mencapai tujuan yang diinginkan oleh organisasi.
Masalah-masalah yang sering terjadi dalam pengendalian manajemen adalah lack of
direction problem, motivational problem dan personel limitation. Dalam mengatasi
masalah ini sistem pengendalian manajemen memiliki empat bentuk yaitu result control,
action control, personnel control dan cultural control.
Fokus cultural control pada kesadaran, dan dorongan untuk bekerja dengan baik
dan berperilaku sesuai dengan tujuan perusahaan atau merupakan sebuah tekanan bagi
individu untuk mematuhi norma–norma dan nilai yang ada di dalam sebuah kelompok di
mana ia berada. Culture Control memiliki lima elemen, yaitu
 Codes of conduct, dapat berupa peraturan formal yang tertulis, yang dapat berisi
nilai–nilai perusahaan, komitmen, dan sebagainya. Kode didesain untuk membantu
karyawan memahami perilaku apa yang diharapkan meski tidak ada peraturan yang
spesifik. Kode ini dapat meliputi pesan penting mengenai dedikasi terhadap kualitas
maupun kepuasan pelanggan, perlakuan yang adil pada karyawan dan pelanggan,
keamanan karyawan, inovasi, pengambilan resiko, ketaatan pada prinsip etis,
komunikasi yang terbuka, dan kesediaan untuk berubah.
 Group-based reward, dapat berupa pemberian reward kepada sebuah departemen
atas pencapaian bersama dari seluruh anggota departemen tersebut.
 Intraorganizational transfer, berupa saling bertukar pengalaman antar depatemen
sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kemampuan bersosialisasi
antarindividu. Transfer antarperusahaan atau rotasi karyawan membantu karyawan
menyebarkan budaya dengan memperbaiki sosialisasi karyawan dalam perusahaan,
memberikan mereka apresiasi terhadap masalah yang lebih yang dihadapi oleh
berbagai bagian dalam perusahaan, dan menghambat terciptanya tujuan dan
pandangan yang saling bertentangan.

8
 Physical and social arrangement, dapat berupa penataan ruang atau desain gedung
yang disesuaikan dengan kebudayaan tertentu, tata cara berpakaian saat bekerja, serta
tata cara percakapan.
 Tone at the top, bawahan akan melihat dan meniru apa yang dilakukan oleh
atasannya. Sehingga apabila atasan menginginkan bawahannya melakukan hal yang
baik, ia pun harus melakukan dan memberikan contoh yang baik.

Berkaitan dengan gaya kepemimpinan, budaya organisasi memiliki hubungan yang


erat karena gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin sangat berdampak pada
penciptaan budaya yang ada pada perusahaan. Budaya yang dapat tercipta adalah rasa
kebersamaan, karena antar sesama karyawan sudah seperti keluarga. Selain itu, pemimpin
dan manajemen dapat menciptakan budaya untuk memiliki kesadaran diri. Hal ini
dimaksudkan agar pemilik dan manajemen tidak perlu menegur atau melakukan
pengawasan karena karyawan telah mengetahui tugas, tanggung jawab, peraturan dan
tindakan yang benar maupun yang salah. Untuk menciptakan budaya pada perusahaan,
pemilik dan manajemen harus melakukan pengendalian budaya.

Dalam pengendalian budaya ada beberapa masalah pengendalian yaitu lack of


direction dan motivational problem. Motivational problem terjadi karena tidak
selarasnya motif pribadi dengan tujuan organisasi. Masalah motivasi terjadi karena
berasal dari diri sendiri dan akibat adanya iming-iming dari pihak luar. Akar
masalahnya adalah konflik kepentingan antara diri karyawan dan organisasi secara
keseluruhan. Beda halnya dengan motivational problem, lack of direction disebabkan
karena anggota badan usaha mengalami keterbatasan pemahaman atas penugasan
dimana kondisi ini terjadi saat karyawan tidak menjalankan tugasnya dengan benar.
Untuk mengatasi masalah pengendalian tersebut pemimpin dan manajemen dapat
memperbaiki sistem cultural control yang dilakukan, dan tentunya pengendalian tersebut
dapat disesuaikan dengan ciri khas gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin.

C. Implementasi Cultural Control dalam Konteks Gaya Kepemimpinan untuk Mengatasi


Masalah Motivational Problem dan Lack Of Direction
Seperti yang kita tahu para pemimpin di dalam organisasi bertindak sebagai penentu
arah, bagaikan alat (kompas) penentu arah yang digunakan oleh seorang nahkoda di
tengah laut kemana tujuan dan sasaran yang dituju. Tujuan suatu organisasi tentunya
mengacu pada visi organisasi, tanpa visi maka organisasi tersebut bisa salah arah.

9
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Werren Bennis & Burt Nanus (2006:ii) mengatakan
bahwa elemen yang paling pneting dari kepemimpinan yang sukses adalah visi yang
disampaikan dengan jelas, atau indra yang tajam dalam menentukan arah untuk
memfokuskan perhatian semua orang yang terkait dengan organisasi. Jadi visi organisasi
merupakan panduan untuk mengarah pada pencapaian tujuan organisasi yang
bersangkutan. Untuk mengarahkan pengikut kearah pencapaian visi, maka pemimpin
harus memahami karkateritik pengikut menurut Yulk, bahwa karakteristik setiap pengikut
tercermin pada Ciri (Kebutuhan, nilai, konsep peribadi, Keyakinan & Optimisme,
Keterampilan & keahlian, Sifat dari pemimpinnya, Kepercayaan kepada pemimpin,
Komitmen dan upaya tugas, Kepuasan terhadap pemimpin & Pekerjaan. Setelah
memahami karkateristik pengikut, maka unsur pimpinan memahami dan menyesuaikan
gaya kepemimpinan apa yang cocok bagi setiap pengikut agar mau mengikuti arahan
yang bersumber dari pimpinan. Selain itu, kesuksesan perusahaan juga dipengaruhi oleh
budaya khas yang dimiliki. Sehingga disini bisa dilihat bahwa gaya kepemimpinan dan
budaya organisasi memiliki peranan penting untuk mensukseskan sebuah badan usaha
dan bagaimana kedua hal dapat mengatasi masalah Motivational Problem dan Lack of
Direction.

Contoh Penerapan Cultural Control dalam Konteks Gaya Kepemimpinan Untuk


Mengatasi Masalah Motivational Problem dan Lack of Direction (Bisnis Bakery &
Café)

Cherish merupakan sebuah badan usaha yang menjual produk bakery, cake, makanan dan
minuman di Sidoarjo. Konsumen tidak hanya dapat datang untuk membeli produk,
melainkan konsumen juga dapat bersantai di cafe Cherish. Cherish didirikan pada 16 Juni
2016 oleh Endhy Christian Rumpuin, sebelum memiliki toko fisik pemilik Cherish sudah
memulai memasarkan produknya pada tahun 2015 dengan berkeliling menggunakan
mobil. Visi dari badan usaha ini adalah menjadi toko bakery dan cafe yang dapat
memajukan produk bakery dan kulineri di Sidoarjo.

Pemimpin Cherish memiliki gaya kepemimpinan transformasional. Ia menganggap


bahwa menjalin hubungan dengan karyawan merupakan hal yang penting. Dengan gaya
kepemimpinan yang dimiliki oleh Endhy dapat membuat karyawan merasa nyaman untuk
bekerja dan merasa memiliki keluarga baru ditempat kerja. Endhy juga selalu terbuka

10
dengan ide-ide baru, menghargai pendapat dari seluruh karyawan dan ia selalu
memberikan motivasi bagi karyawannya agar bekerja lebih semangat. Meski ada
beberapa kelebihan, Endhy juga memiliki kelemahan terkait dengan gaya kepemimpinan
yang dimilikinya. Karena faktor usia yang masih tergolong muda, ia masih belum
mempunyai pengendalian emosi yang baik. Sikap kurang tegas juga masih menjadi
kelemahan dari Endhy, karena sikap yang tidak tegas membuat karyawan harus ditegur
beberapa kali untuk mengerti maksud dari teguran yang Endhy berikan. Gaya
kepemimpinan transformasional yang dimiliki Endhy juga berdampak pada penciptaan
budaya yang ada pada Cherish. Budaya yang tercipta di Cherish adalah rasa
kebersamaan, karena antar sesama karyawan sudah seperti keluarga. Endhy dan
manajemen juga berusaha untuk menciptakan budaya memiliki kesadaran diri.

Lima faktor dalam pengendalian budaya di Cherish tidak semua dilakukan. Group based
reward tidak dilakukan karena Cherish masih tergolong bisnis baru dan pendapatan yang
diterima masih belum stabil. Pemberian reward bagi individu di Cherish tetap dilakukan,
besarnya nominal sesuai dengan pendapatan bulanan Cherish yang tidak menentu.
Intraorganizational transfer juga masih belum diterapkan oleh Cherish karena badan
usaha ini masih tergolong kecil dan masih belum bisa untuk melakukan transfer
karyawan. Ke-tiga faktor lain yaitu codes of conduct, physical and social arrangement,
dan tone at the top telah dilakukan oleh Cherish.

Dalam pengendalian budaya di Cherish juga memiliki masalah pengendalian yaitu lack of
direction dan motivational problem. Lack of direction yang terjadi berasal dari pemilik
dan manajemen yang kurang memberikan informasi dengan jelas kepada karyawan, dan
di Cherish masih belum memiliki SOP yang jelas untuk ditaat oleh karyawan.
Motivational problem di Cherish disebabkan oleh faktor interpersonal relationship terkait
dengan hubungan antar sesama karyawan.

Berikut adalah rekomendasi yang diperlukan oleh Cherish untuk memperbaiki masalah
pengendalian dalam proses melakukan cultural control:

11
Metode Masalah Keterangan Kepemimpinan yang Rekomendasi
Membentuk Pengendalian Diharapkan
Cultural
Control
Codes of Lack of Pemilik dan manajemen tidak - Dapat membangun kesadaran diri - Memberikan update informasi
conduct Direction memberikan informasi mengenai bagi karyawan. melalui briefing.
update harga menu kepada - Sikap yang tegas. - Pemilik dan manajemen dapat
karyawan sehingga karyawan - Pengendalian emosi. membuat SOP yang jelas yang dapat
salah menginput harga menu -Mengarahkan dan membimbing dijadikan pedoman bagi karyawan
yang lama karyawan. untuk melakukan kegiatan operasional.
- Membuat tone yang tepat untuk - Memberikan punishment jika
Cherish. karyawan melakukan kesalahan.
Group based Adanya pemberian reward secara - Selalu memotivasi karyawan. - Menetapkan target yang harus
reward individu. dicapai oleh tim dan memberikan
reward bagi tim.
Intraorganizatio Cherish belum menerapkan - Dapat membangun kesadaran diri - Jika Cherish sudah semakin
nal transfer sistem transfer kerja karyawan. bagi karyawan. berkembang dan memiliki banyak
Hal ini dikarenakan bisnis yang - Sikap yang tegas. cabang, maka Cherish dapat
dibangun masih tergolong kecil, - Pengendalian emosi. melakukan transfer karyawan ke
dan Cherish masih belum -Mengarahkan dan membimbing berbagai cabang yang ada.
memiliki anak cabang. karyawan.
Physical and Belum adanya peraturan khusus - Membuat tone yang tepat untuk - Membuat jadwal pemaikan seragam
social untuk penggunaan seragam Cherish. untuk seluruh karyawan.
arrangement karyawan. - Memberikan pengertian tentang

12
Dapur Cherish yang ukurannya keterbatasan dapur yang masih kecil.
kecil.
Pemilik dan manajemen - Memberikan kesempatan bagi
melanggar peraturan yang telah karyawan untuk dapat mengevaluasi
dibuat dan terkadang tidak secara kesuluruhan termasuk perilaku
menyadarinya pemilik dan manajemen.
Kurangnya pengawasan dari - Membuat peraturan jam masuk yang
pemilik dan manajemen. sama.
Budaya kesadaran diri yang belum - Menyesuaikan besaran gaji dengan
kuat. total waktu kerja masing-masing
karyawan.
- Melakukan control ke cafe setiap
Tone at the top empat jam sekali dan sering melihat
CCTV.
Motivational Sistem rotasi belum terlalu jelas - Memperjelas sistem rotasi karyawan.
Problem sehingga terkadang ada beberapa - Melakukan evaluasi kinerja setelah
karyawan yang bermalas-malasan rotasi karyawan
dalam bekerja
Motivational Pengaruh sikap teman kerja - Mendengarkan alasan dari kedua
Problem sehingga membuat salah satu belah pihak. - Melakukan pendekatan
karyawan tidak semangat bekerja. lebih dekat agar karyawan dapat
menceritakan masalah motivasi yang
dimiliki.

13
D. Hubungan Tata Kelola dan Pengendalian
Tata kelola perusahaan merujuk pada seperangkat mekanisme dan proses membantu
memastikan bahwa perusahaan diarahkan dan dikelola untuk menciptakan nilai bagi
pemiliknya sementara secara bersamaan memenuhi tanggung jawab kepada pemegang saham
lain (misalnya karyawan, pemasok, dan masyarakat pada umumnya). Sistem tata kelola
perusahaan dan system pengendalian manajemen (SPM) merupakan sebuah hal yang terkait
erat.
Fokus tata kelola perusahaan sedikit lebih luas daripada focus SPM. Fokus SPM
mengambil perspektif top management dan bertanya apa yang dapat dilakukan untuk
memastikan perilaku yang tepat dari karyawan dalam organisasi. Fokus tata kelola
perusahaan adalah pada pengendalian perilaku top management (para eksekutif) dan juga,
walaupun secara tidak langsung, semua karyawan lainnya yang ada di perusahaan.
Dalam hal pengendalian budaya, ada peran pemimpin yang sangat penting dan peran
pemimpin ini juga sangat penting dalam hal tata kelola perusahaan. Praktik tata kelola
perusahaan akan berjalan sempurna bila kepemimpinannya fokus dan peduli untuk
menjalankan tata kelola perusahaan yang terbaik. Tata kelola perusahaan yang terbaik secara
formal mudah diwujudkan. Tetapi, di dalam praktik dibutuhkan kepemimpinan yang kuat,
tegas, dan diakui. Bila kepemimpinan perusahaan lemah, maka sangat sulit untuk mencegah
pelanggaran atas tata kelola. Pemimpin yang kuat dan produktif mampu membangun
hubungan kerja yang sehat dan produktif dengan tim manajemennya ataupun dengan CEO
nya. Pemimpin yang kuat memiliki keberanian dan pengetahuan untuk mengkoordinasikan
tim manajemen secara efektif dan produktif, lalu memiliki intuisi dan keberanian untuk
proses pengambilan keputusan yang cepat dan tepat.
Tujuan implementasi tata kelola perusahaan adalah untuk memaksimalkan kinerja
perusahaan dengan cara-cara etis. Karena yang berproses dalam tata kelola adalah fungsi-
fungsi manajemen dan peran yang diberikan perusahaan kepada setiap individu karyawan,
maka para direksi harus memiliki kepemimpinan yang kuat, untuk memastikan bahwa bisnis
dan operasional perusahaan dijalankan dengan mematuhi aturan dan hukum yang berlaku.
Peran monitoring para direksi harus dijalankan dengan konsisten agar tata kelola yang
terbaik dapat diimplementasikan sesuai harapan. Para direksi harus terus-menerus memantau
melalui laporan dan juga fakta di lapangan untuk memastikan bahwa semua prinsip-prinsip

1
good corporate governance dijalankan dengan baik. Dalam tata kelola yang baik, informasi
haruslah yang benar sesuai fakta, tidak boleh sebuah informasi menciptakan asumsi. Sebab,
asumsi tidak bersumber dari fakta, dia hanya bersumber dari persepsi dan keyakinan.
Sedangkan tata kelola yang baik menganut prinsip kepatuhan, ketaatan, dan kesesuaian. Jadi,
sebuah informasi yang bersifat asumsi berpotensi merusak tata kelola yang baik.
Kepemimpinan yang kuat dan berani adalah kunci sukses implementasi tata kelola
perusahaan. Para direksi bertanggung jawab untuk semua tindakan dan keputusan
perusahaan. Para direksi tidak boleh melempar kesalahan kepada pihak manapun. Sebab,
mereka secara sah telah menerima tanggung jawab untuk menjalankan perusahaan dari para
pemegang saham. Oleh karena itu, dewan direksi harus mengembangkan budaya perusahaan
yang kuat untuk memandu perilaku organisasi yang sehat dan andal. Proses organisasi yang
baik tumbuh dan berkembang melalui sistem dan prosedur yang tepat. Bila sistem dan
prosedur tidak berkualitas, maka proses organisasi juga menjadi tidak berkualitas. Hal ini
akan menghasilkan tata kelola yang buruk.
Kepemimpinan dewan direksi yang kuat dihasilkan dari perilaku dan sikap yang tepat.
Para direksi harus mampu menjadi bijak dan mewakili keseimbangan yang tepat dengan tim
manajemen. Pengalaman dan pengetahuan para direksi harus bisa mempengaruhi
peningkatan kinerja tim manajemen. Hubungan kerja antara para direksi dengan tim
manajemen tidak hanya di sekitar meja rapat, tetapi harus dari hati ke hati dan saling
melengkapi. Kepemimpinan yang kuat selalu memahami kelemahan yang ada di dalam diri
mereka ataupun yang ada di sekitar mereka. Oleh karena itu, mereka selalu sadar dan
memiliki persepsi positif untuk pengembangan diri sendiri. Mereka selalu rendah hati untuk
belajar dan memperbaiki yang kurang.

E. Isu-isu Lingkungan dalam Budaya Organisasi


Para Manajer menyadari betapa pentingnya budaya organisasi bagi perusahaan. Budaya
organisasi yang baik akan membuat para karyawan nyaman dan senang berada di tengah –
tengah rekannya. Namun, para manajer juga menyadari akan tantangan yang dihadapi dalam
mengelola budaya perusahaan.
Terdapat empat masalah budaya yang harus diperhatikan oleh manajer yaitu:
1) Menciptakan Etika Budaya

2
Suatu budaya organisasi yang kebanyakan membentuk standar etika yang tinggi
merupakan salah satu yang mempunyai resiko toleransi tingi, peningkatan tingkat
agresif rendah, danmemfokuskan sama seperti hasil. Manajer dalam budaya semacam ini
didukung untuk mengambil risiko dan berinovasi, disorong untuk terlibat dalam
persaingan yang tak terkendali, dan akan memberi perhatian pada bagaimana tujuan
akan tercapai sama seperti apa tujuan yang akan dicapai. Sarannya adalah Jadilah model
peran yang terlihat, komunikasikan pengharapan etis, dan sediakan pelatihan etika.
2) Menciptakan Budaya Inovatif
Para manajernya menyatakan bahwa budaya organisasi berdasarkan pada keterlibatan,
komunikasi, kreativitas, dan keragaman (dimana mereka melihatnya sebagai kunci
inovasi).
3) Menciptakan Budaya yang Tanggap Terhadap Konsumen
Karyawan harus mampu mengambil inisiatif, bahkan jika itu berada diluar persyaratan
pekerjaan mereka, untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Berdasar pada karakteristik
ini, apa yang dapat dilakukan manajer untuk membuat budayanya menjadi lebih tanggap
terhadap konsumen, mensosialisasikan layanan baru-menghubungi orang-orang pada
tujuan dan nilai-nilai organisasi.
4) Budaya dan Spiritualitas Organisasi
Apakah spritualitas tempat kerja itu? Spiritualitas tempat kerja dikenal sebagai orang
yag mempunyai kepribadian yang berkembang dan terus berkembang dengan pekerjaan
yang dilakukan didalam komunitas. Spiritualitas tampaknya menjadi penting sekarang
ini untuk beberapa alasan. Karyawan mencari cara-cara untuk menyeimbangkan stress
dan tekanan arus kehidupan yang selalu berubah.

3
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem pengendalian adalah alat yang digunakan oleh manajemen untuk memastikan
para pelaku organisasi mencapai tujuan yang diinginkan oleh organisasi. Masalah-masalah
yang sering terjadi dalam pengendalian manajemen adalah lack of direction problem,
motivational problem dan personel limitation. Dalam mengatasi masalah ini sistem
pengendalian manajemen memiliki empat bentuk yaitu result control, action control,
personnel control dan cultural control.
Fokus cultural control pada kesadaran, dan dorongan untuk bekerja dengan baik dan
berperilaku sesuai dengan tujuan perusahaan atau merupakan sebuah tekanan bagi individu
untuk mematuhi norma–norma dan nilai yang ada di dalam sebuah kelompok di mana ia
berada. Culture Control memiliki lima elemen, yaitu Codes of conduct, Group-based reward,
Intraorganizational transfer, physical and social arrangement, dan Tone at the Top.
Berkaitan dengan gaya kepemimpinan, budaya organisasi memiliki hubungan yang erat
karena gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin sangat berdampak pada penciptaan
budaya yang ada pada perusahaan. Untuk menciptakan budaya pada perusahaan, pemilik dan
manajemen harus melakukan pengendalian budaya.
Selain itu, Kepemimpinan yang kuat dan berani adalah kunci sukses implementasi tata
kelola perusahaan. Para direksi bertanggung jawab untuk semua tindakan dan keputusan
perusahaan. Para direksi tidak boleh melempar kesalahan kepada pihak manapun. Sebab,
mereka secara sah telah menerima tanggung jawab untuk menjalankan perusahaan dari para
pemegang saham. Oleh karena itu, dewan direksi harus mengembangkan budaya perusahaan
yang kuat untuk memandu perilaku organisasi yang sehat dan andal. Proses organisasi yang
baik tumbuh dan berkembang melalui sistem dan prosedur yang tepat. Bila sistem dan
prosedur tidak berkualitas, maka proses organisasi juga menjadi tidak berkualitas. Hal ini
akan menghasilkan tata kelola yang buruk.

4
DAFTAR PUSTAKA

Kenneth A. Merchant & Wim A. Ven der Stede. 2014. Sistem Pengendalian Manajemen :
Pengukuran Kinerja, Evaluasi, dan Insentif. Edisi 3, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Mey Li (2018). Penerapan Cultural Control dalam Konteks Gaya Kepemimpinan untuk
Mengatasi Motivational Problem dan Lack of Direction . Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas
Surabaya Vol.7 No.1

Daswati. (2012). Implementasi Peran Kepemimpinan dengan Gaya Kepemimpinan Menuju


Kesuksesan Organisasi. Jurnal Academia Fisip Untad Vol. 4.

https://sharingaddicted.com/pengendalian-manajemen-action-control-result-control-personnel-
and-cultural-control/

https://djajendra-motivator.com/?p=10219

http://manajemen-d2.blogspot.com/2013/10/masalah-budaya-organisasi-terkini-yang.html

Anda mungkin juga menyukai