Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MODUL 5.

MANAGEMENT OF DENTAL DISEASE 2

FRAKTUR MAHKOTA DAN LESI PERIAPIKAL

Oleh:

Farah Amara D.

31101700029

SGD 05

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG 2019
DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
1. Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
2. Skenario ................................................................................................................................. 1
3. Identifikasi Masalah ............................................................................................................. 2
BAB II ................................................................................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................... 3
A. Landasan Teori ..................................................................................................................... 3
1. Klasifikasi Kelainan Periapikal ............................................ Error! Bookmark not defined.
2. Klasifikasi fraktur gigi........................................................... Error! Bookmark not defined.
3. Bakteri Pyogenikum ............................................................................................................. 6
4. Pola penyebaran bakteri ....................................................... Error! Bookmark not defined.
B. Hasil Diskusi dan Pembahasan ............................................. Error! Bookmark not defined.
1. Abses Periapikalis Kronis ..................................................... Error! Bookmark not defined.
C. Kerangka Konsep.................................................................................................................. 9
BAB III................................................................................................................................................. 10
PENUTUP............................................................................................................................................ 10
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fraktur gigi adalah suatu kondisi gigi yang memperlihatkan hilangnya atau lepasnya
elemen dari suatu gigi yang utuh. Fraktur gig biasanya disebabkan oleh trauma pada wajah
atau gigi secara langsung pada saat olahraga. Fraktur gigi merupakan salah satu penyebab
utama kerussakan pada gigi setelah karies dan penyakit periodontal (Thalib, 2016). Dengan
terjadinya fraktur gigi membuka jalan bagi mikroorganisme yang akan menyebabkan
nekrosisi pulpa dan penyakit periapical.
Penyakit periapikal merupakan suatu keadaan patologis yang terlokalisir pada daerah
apeks atau ujung akar gigi. Penyakit periapikal dapat berawal dari infeksi pulpa. Konsekuensi
dari perubahan patologis pada pulpa adalah saluran akar menjadi sumber berbagai macam
iritan.Iritan-iritan yang masuk ke dalam jaringan periapikal inilah yang akan menginisiasi
timbulnya lesi periapikal (Ingle, 2002).

Proses terjadinya infeksi bakteri akibat trauma ini diawali ketika trauma mencapai
dentin, sehingga tubulus dentin menjadi jalan masuk untuk bakteri, produk bakteri, sisa-sisa
jaringan, dan iritan dari saliva. Jika trauma tidak segera dirawat dan gigi akhirnya menjadi
nekrosis, maka bakteri akan berkoloni pada jaringan nekrotik sehingga pulpa terinfeksi
(Walton, 2002). Produk metabolik dan toksin bakteri masuk ke dalam saluan akar dan
berdifusi ke dalam jaringan periapikal sehingga memicu respon inflamasi seperti
pembengkakkan dan rasa. Pada dinding membran sel bakteri ini terdapat lipopolisakarida
(LPS) yang diyakini memiliki korelasi dengan terbentuknya eksudat dan area radiolusen pada
lesi periapikal. Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa.

2. Skenario

1
3. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana macam klasifikasi Ellis, serta diagnosis pada kasus?


2. Bagaimana pemeriksaan subyektif, obyektif, dan penunjang pada trauma/fraktur gigi?
3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan obyektif dan penunjang pada skenario?
4. Bagaimana pathogenesis efek trauma/fraktur gigi pada jaringan pulpa ?
5. Bagaimana pathogenesis efek trauma/fraktur gigi pada keadaan jaringan periapikal?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Bagaimana macam klasifikasi Ellis, serta diagnosis pada kasus?
1.1 Menurut Ellis dan Davey
Ellis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior menurut
banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu:
I. Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan
email.
II. Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan
dentin tetapi belum melibatkan pulpa.
III. Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan
menyebabkan terbukanya pulpa.
IV. Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital
dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
V. Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau
avulsi.
VI. Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
VII. Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.
VIII. Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang
menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada
tempatnya dan akar tidak mengalami perubahan.
IX. Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.
2.1 Diagnosis pada skenario
Suspek diagnosis pada skenario yaitu nekrosis pulpa disertai periodontitis
apikalis kronis et causa fraktur gigi. Nekrosis pulpa karena pada pemeriksaan hasil
te vitalitas - / negative. Peridontitis apikalis kronis merupakan proses inflamasi yang
berjalan lama dan lesi berkembang dan membesar tanpa ada tanda dan gejala
subyektif. Tes vitalitas tidak memberikan respon karena secara klinis pulpa yang
terlibat telah nekrosis. Tes perkusi memberi respon non-sensitif, sedangkan untuk
tes palpasi memberikan respon non sensitif. hal ini menunjukkan keterlibatan tulang
kortikal dan telah terjadi perluasan lesi ke jaringan lunak.

3
Secara radiografis periodontitis apikalis kronis menunjukkan perubahan
gambaran dasar radiolusen periapikal. Perubahan berawal dari penebalan
ligamentum periodontal dan resopsi lamina dura kemudian terjadi destruksi tulang
periapikal.
Secara histologi periodontitis apikalis kronis dapat dibedakan menjadi dua
yaitu granuloma dan kista. Granuloma merupakan jaringan granulasi yang terbentuk
sebagai respon jaringan periapikal yang kronis terhadap inflamasi dan proses
nekrosis jaringan pulpa. Kista radikuler merupakan rongga patologis di daerah
periapikal yang berisi cairan semifluid dan dilapisi sel-sel epitel yang merupakan
hasil dari peradangan akibat nekrosis pulpa. (Hargreaves, K. M., Cohen, S., 2016).
Pada skenario periodontitis apikalis kronis yang granuloma karena pada
pemeriksaan radiografi pada bagian radiolusen tidak dibatasi oleh margin tipis
radioopak. Margin tipis radioopak tersebut ialah ciri-ciri dari kista yang merupakan
rongga patologis di jaringan lunak atau di dalam tulang.

4
2. Bagaimana pemeriksaan subyektif, obyektif, dan penunjang pada trauma/fraktur
gigi?
3.1 Pemeriksaan subyektif pada fraktur gigi yaitu meliputi anamnesis, Anamnesis
adalah langkah awal untuk menentukan diagnosis dengan cara menggali
informasi subjektif mengenai fraktur gigi yang yang dipakai yaitu sacred seven.
Tujuan anamnesis ini dapat membantu dokter gigi untuk memberikan penilaian
terhadap kondisi pasien. Anamnesis sangatlah penting pada kasus fraktu gigi
karena akan menentukan prognosis dan perawatan yang cepat dan tepat dalam
menindaklanjuti kejadian fraktur.pertanyakan yang diajukan dalman anamnesis
meliputi riwayat dental dan kondisi kesehatan umum. Beberapa pertanyaan
mengenai riwayat dental meliputi: Kapan terjadinya injuri? Waktu interval
antara injuri dan perawatan secara signifikan memengaruhi prognosis avulsi,
luksasi, fraktur mahkota dengan atau tanpa paparan pada pulpa, dan fraktur
dentoalveolar. Kunci keberhasilan anamnesis adalah kemampuan komunikasi
dokter gigi untuk menggali informasi dari pasien.
Langkah selanjutnya yaitu pemeriksaan objektif yang diketahui melalui
pemeriksaan klinis pada pasien pemeriksaan objektif meliputi pemeriksaan
fisik, pemeriksaan ekstraoral dan pemeriksaan intraoral.
3.2.1 Pemeriksaan fisik merupakan pemerksaan menyeluruh untuk menilai
sejauh mana cedera terjadi. Informasi yag didapat dari pemeriksaan fisik
adalah vital sign.
3.2.2 Pemeriksaan ekstraoral Pemeriksaan ekstra oral adalah mengevaluasi
kondisi sekitar mulut yang berhubungan dengan cedera yang dialami
pasien. Pemeriksaan ekstra oral dapat dilakukan dengan cara visual dan
dengan cara palpasi.
3.2.3 Pemeriksaan intraoral Pemeriksaan intra oral dievaluasi kondisi dalam
rongga mulut, baik jaringan keras maupun jaringan lunaknya. Pada
pemeriksaan intra oral beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut : Jika ada fraktur gigi, catat apakah fraktur hanya pada
email, dentin, atau sudah mengenai pulpa karena perawatan akan
berbeda tergantung dari luasnya fraktur yang terjadi. Selain itu, catat jika
ada pergeseran gigi, lakukan palpasi pada gigi dan alveolus untuk
melihat apakah gigi mobiliti karena gigi yang bergeser akan memerlukan
reposisi dan gigi yang mobiliti memerlukan splinting, Selain itu pula,
dilakukan pemeriksaan pada jaringan lunak rongga mulut, catat jika
terdapat laserasi pada bibir, gingiva, dan mukosa pipi, periksa dengan
cermat untuk melihat adanya bagian gigi atau debris yang masuk
kedalamnya untuk menghindari terjadinya tetanus. Hal lain yang perlu
juga diperhatikan adalah maloklusi, perdarahan gingiva, sensitivitas
terhadap perkusi dan palpasi, diskolorisasi.

5
3.2.4Pemeriksaan penunjang, dilakukan untuk membantu penegakan
diagnose, jenis pemeriksaan yang dilakukan pada kasus fraktur gigi tes
vitalitas, transilumination dan radiografi (Walton, 2002). Transiluminasi
dilakukan dengan cara menyinari gigi dengan cahaya khusus jika
menembus gigi maka adanya kerusakan pada pulpa. Pemeriksaan
radiografi merupakan bagian yang penting dalam menentukan diagnosis
dan rencana perawatan. Terdapat 3 jenis radiografi yang digunakan pada
kasus trauma yaitu Periapical, occlusal, dan orthopantogram. Teknik
radiografi periapikal digunakan bila ada fraktur akar dan untuk melihat
tahap perkembangan akar. Biasanya dilakukan dua kali pengambilan
dengan sudut yang berbeda untuk memastikan letak fraktur. Foto
occlusal digunakan untuk mendeteksi adanya fraktur atau untuk melihat
fragmen asing yang masuk dalam luka jaringan lunak. Pada bibir bawah
dengan foto occlusal pandangan occlusal sedangkan pada bibir atas
dengan foto occlusal pandangan lateral. Foto yang terakhir yang dapat
digunakan adalah orthopantogram. Orthopantogram digunakan jika
dicurigai adanya fraktur pada rahang. Foto ini terdiri atas lateral oblik,
lateral skull (foto spesifik untuk fraktur maksillofasial), Panoramic,
anteroposterior skull dan occipitalomental.
3. Bagaimana interprestasi hasil pemeriksaan objektif dan pemeriksaan penunjang ?
Pemeriksaan Gigi 11 Gigi 21
CE - -
Perkusi - -
Palpasi - -
Mobilitas - -
Klasifikasi Ellis Ellis kelas 2 Ellis kelas 3
Nekrosis pulpa karena pada pemeriksaan hasil tes vitalitas - / negative. Tes
vitalitas tidak memberikan respon karena secara klinis pulpa yang terlibat telah
nekrosis. Tes perkusi memberi respon non-sensitif, sedangkan untuk tes palpasi
memberikan respon non sensitif. hal ini menunjukkan keterlibatan tulang kortikal
dan telah terjadi perluasan lesi ke jaringan lunak.

6
Secara radiografis periodontitis apikalis kronis menunjukkan perubahan
gambaran dasar radiolusen periapikal. Perubahan berawal dari penebalan
ligamentum periodontal dan resopsi lamina dura kemudian terjadi destruksi tulang
periapikal.
Pada foto radiografidi skenario batas radiolusen tidak menunjukan gambaran
margin radioopak tipis yang menunjukan radiolusen tersebut merupakan granuloma.
Granuloma sendiri biasanya berbentuk oval atau bulat dan dikelilingi oleh suatu
kapsul jaringan fibrous yang meluas ke apical gigi.

4. Bagaimana patogenensis efek trauma pada jaringan pulpa ?


Pulpa secara normal dilindungi dari infeksi mikroorganisme oral oleh enamel dan
sementum. Ada beberapa situasi yang menyebabkan lapisan pelindung yang terdiri dari
enamel dan sementum ini dapat ditembus, diantaranya adalah karies, fraktur akibat
trauma, penyebaran infeksi dari sulkus gingivalis, periodontal pocket dan abses
periodontal, atau trauma akibat prosedur operatif. Iritasi terhadap jaringan pulpa dapat
menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi. Iritan dapat berupa iritan mekanis, kimia,
namun yang paling sering menjadi etiologi penyakit pulpa adalah iritan oleh
mikroorganisme. Iritan oleh mikroorganisme disebabkan karena terpaparnya pulpa ke
lingkungan oral. Sebagai konsekuensi dari tembusnya lapisan pelindung pulpa,
kompleks pulpa-dentin menjadi terpapar ke lingkungan oral, dan memiliki risiko
terhadap infeksi oleh mikroorganisme oral. Bakteri dan atau produk-produk nya
akhirnya dapat bermigrasi menuju pulpa melalui tubulus dentin.
Adanya trauma terjadi obstruksi pembuluh darah pembuluh darah rusakdilatasi
pembuluh darah kapiler degenerasi kapiler edema pulpamenurunnya sirkulasi
kolateralischemia infarkmenurunnya respon pulpa.
Dengan adanya trauma- fraktur ½ incisal  sudah sampai dentin
Mikroorganisme(MO) masuk hingga ke dalam tubulus dentin dentin terbuka karena
respon pertahanan pulpa yang menurun sehingga tidak kuat melawan plak dan MO
sampai dalam  infeksi nekrosis.

5. Bagaimana pathogenesis efek trauma pada jaringan periapical ?

Jaringan peripaikal adalah jaringan yang mengelilingi daerah apical gigi. Jaringan
periapical gigi terdiri dari sementum, ligament periodontal, dan tulang alveolar. Lesi

7
periapical merupakan sebuah respon local dari tulang disekitar apical gigi yang
diakibakan oleh nekrosis pulpa ataupun oleh kerusakan jaringan periapical. Setelah
terjadinya nekrosis pulpa bakteri memiliki akses untuk masuk ke jaringan periapical
sehingga jaringan peripaikal melakukan pertahanan melalui inflamasi berupa
periodontitis apikalis.

8
B. Kerangka Konsep

TRAUMA PEMERIKSAAN

 PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
 PEMERIKSAAN OBJEKTIF
PEMERIKSAAN  PEMERIKSAAN
PENUNJANG

FRAKTUR KLASIFIKASI FRAKTUR

EFEK FRAKTUR TERHADAP


PULPA DAN JARINGAN
PERIAPIKAL

NEKROSIS PULPA ABSES PERIAPIKAL KRONIS

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa fraktur gigi atau trauma
pada gigi dapat diklasifikasikan menjadi 9 kelas menurut Ellis dan Davey. Untuk
mendiagnosis kasus trauma pada gigi dapat dilakukan pemeriksaan subjektif yaitu dengan
anamnesa, pemeriksaan objektif untuk melihat kondisi yang sebenarnya melalui
pemeriksaan intraoral dan ekstraoral dan pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiografi.
Terjadinya trauma atau fraktur dapat menghilangkan pertahanan pada gigi yaitu email dan
dentin yang mengakibatkan mikroorganisme masuk ke dalam pupa melalui tubulus dentin
yang menyebabkan inflamasi pada gigi.
Penyebab inflamasi dan infeksi yang utama adalah bakteri-bakteri pyogenik. Bakteri-
bakteri ini dapat menyebabkan abses periapikal melalui jalan masuk berupa karies yang
berlanjut dengan nekrosis pulpa dan dapat terjadi akibat fraktur yang sampai mengenai
kamar pulpa. Inflamasi pada pulpa dapata menyebabkan pulpa menjadi nekrosis sehingga
bakteri memiliki akses untuk masuk ke jaringan periapical sehingga jaringan peripaikal
melakukan pertahanan melalui inflamasi berupa periodontitis apikalis.

10
DAFTAR PUSTAKA

Braham RL, Morris ME. Textbook of pediatric Dentistry. USA: williams and Wilkias, 1980: 264
Grossman LI. Ilmu endodontik dalam praktek. Alih bahasa, Rafiah abiyono. Editor, Sutatmi
Suryo. Ed 11. Jakarta: EGC, 1995: 303-4.
Ingle, J. I. dan Bakland, L. K., Endodontics 5th ed., BC Decker Inc, London.2002. p.180
Karasutisna, t., 2001, Odontogenic Infection, 1th ed, Bandung : Bagian Bedah Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi Unpad, p.1-12
Neville, B.W., Dauglas, D.D., Allen CM., Bouqout JE., 2002, Oral and Maxillofacial
Pathology, 2nd ed., Philadelphia: W.B. Saunders Company
Walton, R. and Torabinejad, M., 2002, Principle and Practice of Endodontics, 2nd ed.,
Philadelphia : W.B. Saunders Co. weine, F.S., 1996, Endodontic Therapy 5th ed., St. Louis:
Mosby Year Book. Inc.

11

Anda mungkin juga menyukai