Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/332493589

Rihiantoro - 2017 - PENGARUH PEMBERIAN BRONKODILATOR INHALASI


DENGAN P

Article · April 2014

CITATIONS READS

0 464

1 author:

Tori Rihiantoro

18 PUBLICATIONS   5 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Tori Rihiantoro on 18 April 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN 1907 - 0357

PENELITIAN
PENGARUH PEMBERIAN BRONKODILATOR INHALASI
DENGAN PENGENCERAN DAN TANPA PENGENCERAN
NaCL 0,9% TERHADAP FUNGSI PARU PADA PASIEN ASMA

Tori Rihiantoro*

Terapi inhalasi bronkodilator pada pasien asma merupakan pemberian obat secara langsung ke dalam saluran
napas melalui penghisapan. Kenyataan di lapangan ada pebedaan dalam prosedur pemberiannya, dimana ada
yang memberikannya dengan pengenceran NaCl 0,9%, tetapi ada juga yang memberikan tanpa pengenceran. Hal
tersebut menimbulkan pertanyaan dan tidak satunya prosedur dalam pelaksanaanya. Tujuan penelitian untuk
mengetahui pengaruh pemberian obat bronkodilator inhalasi dengan pengenceran Nacl 0,9% dan tanpa
pengenceran Nacl 0,9% terhadap fungsi paru pasien asma. Desain penelitian menggunakan Quasy-Eksperiment
(Pre-Post Test Control Group Design). Populasi dalam penelitian adalah semua pasien asma yang dilakukan
pemberian obat bronkodilator inhalasi. Sedangkan tehnik sampling yang dipakai adalah Accidental Sampling,
yaitu seluruh pasien asma dengan pengobatan nebulizer yang menggunakan obat bronkodilator Inhalasi pada
Bulan Agustus – September 201, dengan jumlah sampel 60 orang. Analisa data yang digunakan adalah uji T
dependen dan uji T independen Hasil penelitian menunjukan peningkatan fungsi paru (VEP1) pada pasien asma
lebih besar pada pasien yang diberikan terapi inhalasi bronkodilatior tanpa pengenceran (108,33 ml/detik dengan
standar deviasi 18,952 ml/detik) dari pada dengan pengenceran NaCl 0,9% (96,67 ml/detik dengan standar
deviasi 12,685 ml/detik). Ada perbedaan rata-rata nilai VEP1 pada pasien asma yang diberikan inhalasi dengan
pengenceran NaCl 0.9% dengan tanpa pengenceran NaCl 0,9% (p = 0.007). Untuk itu disarankan agar disusun
kembali suatu SOP pemberian bronkodilator inhalasi (nebulizer) yang mengacu pada hasil penelitian ini, yaitu
inhalasi bronkodilator tanpapengenceran.

Kata Kunci : Fungsi Paru, VEP1, Inhalasi Bronkodilator, Asma

LATAR BELAKANG penyakit saluran napas merupakan


penyakit penyebab kematian terbanyak
Pernapasan (respirasi) adalah kedua di Indonesia setelah penyakit
peristiwa menghirup udara dari luar yang gangguan pembuluh darah (Ikawati,
mengandung O2 kedalam tubuh serta 2006). Prevalensi asma di seluruh dunia
menghembuskan udara yang bayak adalah sebesar 8%-10% pada anak dan
mengandung CO2 (karbondioksida) 3%-5% pada dewasa. Di Jepang
sebagai sisa dari oksidasi keluar dari dilaporkan meningkat 3 kali yaitu 1,2%
tubuh. Penghisapan udara ini disebut menjadi 3,14%, lebih banyak pada usia
inspirasi dan menghembuskan disebut muda (Dahlan, 1998). Di Amerika, 14-15
ekspirasi (Price & Wilson, 2005). juta orang menderita asma, dan kurang
Terganggunya sistem pernapasan lebih 4,5 juta di antaranya adalah anak-
dapat mengakibatkan gangguan dalam anak (Ikawati, 2006).
sirkulasi udara dan proses pertukaran gas, Prevalensi pasien asma anak dan
yang pada akhirnya dapat mengakibatkan dewasa di Indonesia diperkirakan sekitar
terganggunya proses transportasi makanan 3%-8% (Dahlan, 1998). Berdasarkan pada
kedalam jaringan dan sel-sel tubuh penelitian epidemiologi asma dan alergi di
manusia (Price & Wilson, 2005). Jakarta (2006), didapatkan prevalensi
Asma merupakan salah satu asma adalah 13,9%. Angka ini meningkat
penyakit saluran napas yang banyak dibandingkan beberapa studi sebelumnya
dijumpai, baik pada anak-anak maupun di Jakarta yang menunjukkan prevalensi
dewasa. Menurut Survei Kesehatan asma berkisar antara 7%-9% (Ikawati,
Nasional (Surkesnas) tahun 2001, 2006).

[129]
Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN 1907 - 0357

Menurut Survei Asma Nasional samping seperti gangguan gastrointestinal


tahun 1990-1991 yang melibatkan 61.000 atau efek samping lain.
responden, didapatkan bahwa hampir Terapi inhalasi adalah pemberian
separuh dari responden mengalami gejala- obat secara langsung ke dalam saluran
gejala hampir sepanjang hari dan hanya napas melalui penghisapan. Terapi
sebagian minoritas yang mengalami pemberian ini, saat ini makin berkembang
gejala-gejala yang sering kali kurang dari luas dan banyak dipakai pada pengobatan
dua minggu sekali. Sebagian besar penyakit-penyakit saluran napas. Berbagai
penderita asma terbangun dari tidurnya macam obat seperti antibiotik, mukolitik,
paling sedikit satu minggu sekali akibat anti inflamasi dan bronkodilator sering
dari gejala-gejala asmanya dan hampir digunakan pada terapi inhalasi. Obat asma
20% akan terbangun setiap malam. inhalasi yang memungkinkan
Gangguan tidur pada anak-anak dapat penghantaran obat langsung ke paru-paru,
mengganggu sekresi hormon pertumbuhan dimana saja dan kapan saja akan
(Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004). memudahkan pasien mengatasi keluhan
Serangan asma semakin berat, sesak napas. Untuk mencapai sasaran di
terlihat dari meningkatnya angka kejadian paru-paru, partikel obat asma inhalasi
asma rawat inap dan angka kematian. Di harus berukuran sangat kecil (2-5 mikron).
Indonesia dilaporkan pasien status Nebulizer digunakan dengan cara
asmatikus dengan angka kematian di menghirup dengan cara menghirup larutan
Rumah Sakit Sutomo adalah 2,9% dari 68 obat yang telah diubah menjadi bentuk
pasien dan di Rumah Sakit Hasan Sadikin kabut. Nebulizer sangat cocok digunakan
Bandung adalah 0,73% dari 137 pasien untuk anak-anak, usila dan mereka yang
(Sukamto, 2006). sedang mengalami serangan asma parah.
Semakin bertambahnya pengetahuan Dari hasil observasi terhadap
para penderita asma terhadap penyakit dan pelaksanaan pemberian nebulizer di
penanganan penyakitnya menyebabkan Ruang Melati RSUD Dr.H.Abdul
pengaruh penyakit asma terhadap diri Moeloek Propinsi Lampung didapatkan
mereka kecil. Namun, kombinasi perbedaan teknis pemberian obat
pengetahuan penderita dengan bronkodilator sesuai dengan advis dokter.
penggunaan yang luas dari rencana Perbedaan ini mengenai efektifitas
penanganan yang dilakukan sendiri, pemberian bronkodilator dengan atau
terutama dengan menggunakan pengukur tanpa pengenceran dengan cairan normal
aliran puncak (peak flow meter), bersama- Saline Nacl 0,9%. Perbedaan cara
sama dengan meningkatnya perhatian pemberian Bronkodilator ini sering
terhadap pentingnya terapi bronkodilator menimbulkan perbedaan persepsi diantara
(nebulizer) yang teratur menyebabkan perawat pelaksana dengan dokter, masing-
kesakitan asma dapat diturunkan (Amrie, masing memiliki argumentasi yang cukup
2004). kuat dalam efektifitas penangan asma.
Tujuan pengobatan asma untuk Realitas di lapangan menunjukkan
menghentikan serangan secepat mungkin bahwa dokter yang lebih berpengalaman
dan mencegah serangan berikutnya. Untuk cenderung menggunakan tehnik
mencapat tujuan tersebut diberikan obat pengenceran dengan Nacl 0,9% dalam
bronkodilator pada waktu serangan dan prosedur pemberian bronkodilator
obat anti inflamasi untuk menurunkan inhalasi pada pasien asma. Fungsi NaCl
hiperaktivitas bronkus sebagai tindakan 0,9% dalam hal ini adalah sebagai cairan
pencegahan. Pemberian obat asma bisa pengencer atau campuran untuk
dilakukan dengan cara perenteral, oral dan memberikan efek kelembaban pada
inhalasi. Pemberian obat secara parenteral saluran peranapasan saat melakukan terapi
atau oral sering menimbulkan efek inhalasi. Sedangkan dokter lulusan baru

[130]
Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN 1907 - 0357

menggunakan tehnik tanpa pegenceran penelitian ini besar sampel yang didapat
dalam prosedur pemberian bronkodilator 60 orang. Sampel yang diperoleh
inhalasi pada pasien asma. Hal ini selanjutnya dibagi dua kelompok,
tentunya akan membingungkan bagi kelompok A diintervensi dengan
perawat pelaksana dalam pemberian menggunakan pengenceran NaCl 0,9% 30
bronkodilator inhalasi pada pasien asma. orang dan kelompok B diintervensi tanpa
Faktor tersebut diatas sangat menggunakan pengenceran NaCl 0,9% 30
menarik untuk dikaji lebih lanjut orang.
mengenai sejauh mana efektifitas Penelitian ini dilakukan di Ruang
pemberian bronkodilator inhalasi dengan Melati RSUD Dr.H.Abdul Moeloek
pengenceran Nacl 0,9% dan tanpa Propinsi Lampung. Waktu penelitian
pengenceran Nacl 0,9% terhadap fungsi dilaksanakan pada bulan Agustus -
paru. Untuk mendapatkan gambaran nyata September 2012.
dari fenomena diatas maka penulis ingin Data penelitian dikumpulkan dengan
meneliti Efektifitas Pemberian alat pengumpulan data berupa Spirometri
Bronkodilator Inhalasi Dengan dengan type Chestgrap Kudson Germany
Pengenceran Dan Tanpa Pengenceran yang telah dilakukan kalibrasi pada
Nacl 0,9% Terhadap Fungsi Paru pada tanggal 13 September 2010. Sedangkan
Pasien Asma Di Ruang Melati RSAM teknik pengumpulan data yang digunakan
Propinsi Lampung. Hasil penelitian ini adalah observasi. Observasi dilakukan
diharapkan dapat menjadi acuan dalam dengan pemeriksaan spirometri (VEP1)
aplikasi pemberian bronkodilator dan pada pasien asma bronkiale sebelum
selanjutnya dapat dipakai mencari solusi dilakukan pemberian bronkodilator
dalam penangan pasien-pasien asma yang inhalasi dengan dan tanpa pengenceran
dirawat di RSUD Dr.H.Abdul Moeleok NaCl 0,9%, kemudian responden akan
Propinsi Lampung. menjalani terapi bronkodilator inhalasi
selam 3 hari (kelompok A dengan
pengenceran NaCl 0,9% dan kelompok B
METODE tanpa pengenceran). Setalah 3 hari
mendapat terapi inhalasi bronkodilator
Penelitian ini menggunakan fungsi paru (VEP1) diukur kembali dan
rancangan Quasy-Eksperiment (Pre-Post dicatat.
Test Control Group Design) untuk Setelah data terkumpul dari hasil
mencari pengaruh dari variabel pemeriksaan yang dilakukan maka data
independen. Peneliti melakukan intervensi tersebut akan diolah dan dianalisis dengan
sebagian dari sampel yang ada dengan analisis univariat dan bivariat.
pengenceran NaCl 0,9% dan tanpa Analisis univariat pada penelitian ini
pengenceran NaCl 0,9%. dilakukan dengan bantuan komputer untuk
Populasi dalam penelitian ini adalah mendapatkan nilai mean, median, standar
semua pasien asma yang mendapatkan deviasi, nilai minimum dan nilai
terapi bronkodilator Inhalasi di Ruang maksimum. Sedangkan analisis bivariat
Melati RSUD dr.Hi.Abdul Moeloek dalam penelitian ini menggunakan uji t-
Propinsi Lampung pada Bulan Agustus- dependent untuk melihat perbedaan fungsi
September 2012. paru sebelum dan sesudah pemberian
Tehnik sampling yang digunakan bronkodilator inhalasi, dan uji t-
yaitu Accidental Sampling, yaitu seluruh independent untuk mengetahui efektifitas
pasien asma dengan pengobatan nebulizer pemberian bronkodilator inhalasi dengan
yang menggunakan obat bronkodilator atau tanpa pengenceran Nacl 0,9%, terdiri
Inhalasi pada Agustus-September 2012 dari pre dan post test, dengan bantuan
dan memenuhi kriteria inklusi. Pada komputer. Hasil analisis disimpulkan

[131]
Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN 1907 - 0357

adanya perbedaan yang bermakna bila p Berdasarkan tabel di atas terlihat


value < 0,05. bahwa nilai rata-rata VEP1 sebelum
dilakukan inhalasi sebesar 388.33 ml/detik
HASIL dengan standar deviasi 42.918 ml/detik,
sedangkan sesudah dilakukan inhalasi
Analisis Univariat tanpa pengenceran NaCl 0.9% hasilnya
menjadi 496.67 ml/detik dengan standar
Tabel 1: Distribusi Nilai VEP1 Sebelum deviasi 45.359 ml/detik. Dengan demikian
dan Sesudah Inhalasi dengan terjadi peningkatan rata-rata VEP1 sebesar
Pengenceran Nacl 0.9% (n=30) 108.34 ml/detik. Hasil penelitian
menggambarkan juga bahwa sebelum
Variabel Mean SE Median SD Min Max
dilakukan inhalasi nilai VEP1 terkecil
adalah 300 ml/detik dan terbesar 450
VEP1 ml/detik, sedangkan setelah dilakukan
sebelum 375.00 7.860 350.00 43.052 300 450
inhalasi inhalasi tanpa pengenceran Nacl 0.9%
VEP1 nilai VEP1 terkecil adalah 400 ml/detik
sesudah 471.67 8.538 450.00 46.763 400 550 dan terbesar 550 ml/detik.
inhalasi
Analisa Bivariat
Berdasarkan tabel di atas terlihat
bahwa nilai rata-rata VEP1 sebelum Tabel 3: Perbedaan Nilai VEP1 sebelum
dilakukan inhalasi sebesar 375 ml/detik dan sesudah dilakukan Inhalasi
dengan standar deviasi 43.052 ml/detik, dengan Pengenceran Nacl 0.9%
sedangkan sesudah dilakukan inhalasi
dengan pengenceran NaCl 0.9% hasilnya
Variabel Mean SD SE P value n
menjadi 471.67 ml/detik dengan standar
deviasi 46.763 ml/detik. Dengan demikian Sebelum
Dilakukan 375.00 43.052 7.860 30
terjadi peningkatan rata-rata VEP1 sebesar Inhalasi
96.67 ml/detik. Hasil penelitian 0.000
menggambarkan juga bahwa sebelum Setelah
Dilakukan 471.67 46.763 8.538 30
dilakukan inhalasi nilai VEP1 terkecil Inhalasi
adalah 300 ml/detik dan terbesar 450
ml/detik, sedangkan setelah dilakukan Berdasarkan tabel di atas didapatkan
inhalasi dengan pengenceran Nacl 0.9% hasil analisis lebih lanjut dengan
nilai VEP1 terkecil adalah 400 ml/detik menggunakan uji T dependen, maka
dan terbesar 550 ml/detik. diperoleh nila p value sebesar 0.000,
dengan demikian maka dapat disimpulkan
Tabel 2: Distribusi Nilai VEP1 Sebelum bahwa ada perbedaan rata-rata nilai VEP1
dan Sesudah Inhalasi Tanpa sebelum dan sesudah dilakukan inhalasi
Pengenceran Nacl 0.9% (n=30) dengan pengenceran Nacl 0.9%. Hal ini
menunjukkan adanya pengaruh pemberian
Variabel Mean SE Median SD Min Max bronkodilator secara inhalasi dengan
VEP1 pegenceran Nacl 0.9% terhadap fungsi
sebelum 388.33 7.836 400.00 42.918 300 450 paru (VEP1) pada pasien asma.
inhalasi
VEP1
sesudah 496.67 8.281 500.00 45.359 450 550
inhalasi

[132]
Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN 1907 - 0357

Tabel 4: Perbedaan Nilai VEP1 sebelum statistik didapatkan nilai p value = 0.007,
dan sesudah dilakukan Inhalasi berarti pada alpha 5% terlihat ada
tanpa pengenceran Nacl 0.9% perbedaan rata-rata selisih nilai VEP1
antara responden yang diberikan inhalasi
dengan pengenceran Nacl 0.9% dengan
Variabel Mean SD SE P value
tanpa pengenceran Nacl 0.9%. Rata-rata
Sebelum selisih nilai VEP1 reponden yang
Dilakukan 388.33 42.918 7.860 30 diberikan inhalasi tanpa pengenceran Nacl
Inhalasi 0.9% tampak lebih tinggi dibandingkan
0.000
Sesudah dengan rata-rata selisih nilai VEP1
Dilakukan 496.67 45.359 8.538 30 reponden yang diberikan inhalasi dengan
Inhalasi pengenceran Nacl 0.9%. Hal ini
menunjukkan ada perbedaan pengaruh
Berdasarkan tabel di atas didapatkan pemberian inhalasi dengan pengenceran
hasil analisis lebih lanjut dengan Nacl 0.9% dan tanpa pegenceran Nacl
menggunakan uji T dependen, maka 0.9% terhadap fungsi paru pasien asma.
diperoleh nila p value sebesar 0.000,
dengan demikian maka dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan rata-rata nilai VEP1 PEMBAHASAN
sebelum dan sesudah dilakukan inhalasi
tanpa pengenceran Nacl 0.9%. Hal ini Pengaruh Inhalasi Bronkodilator
menunjukkan adanya pengaruh pemberian dengan Pengenceran NaCl 0.9%
bronkodilator secara inhalasi tanpa terhadap Fungsi Paru (VEP1)
pegenceran Nacl 0.9% terhadap fungsi
paru (VEP1) pada pasien asma. Hasil penelitian menunjukan bahwa
rata-rata selisih peningkatan nilai VEP1
Tabel 5: Perbandingan Selisih Nilai VEP1 sebelum dan sesudah dilakukan inhalasi
Sebelum dan Sesudah Inhalasi dengan pengenceran Nacl 0.9% adalah
antara Kelompok dengan 96.67, dengan standar deviasi 12.685.
Pengenceran Dan Tanpa Peningkatan Nilai VEP1 Minimal adalah
Pengenceran Nacl 0.9% 50 dan peningkatan nilai VEP1 maksimal
adalah 100. Hal ini menunjukan bahwa
Variabel Mean SD SE P value N
pemberian terapi inhalasi dengan
bronkodilator dengan pengenceran NaCl
Inhalasi Dengan 0.9% memberikan efek bagi peningkatan
Pengenceran 96.67 12.685 2.316 30 nilai VEP1 pada penderita asma.
NaCl 0.9%
0.007 Secara teori pemberian
Inhalasi Tanpa bronkodilator jenis salbutamol/ventolin
Pengenceran 108.33 18.952 3.460 30 dalam derivat isoprenalin ini merupakan
NaCl 0.9%
adrenergikan pertama yang pada dosis
biasa memiliki daya kerja yang lebih
Berdasarkan tabel di atas terlihat
kurang spesifik terhadap reseptor b2.
bahwa rata-rata selisih nilai VEP (Volume
Selain berdaya bronchodilatasi baik,
Ekspirasi Paksa) pada responden yang
salbutamol juga memiliki efek lemah
dilakukan Inhalasi dengan pengenceran
terhadap stabilisasi mastcell, maka sangat
Nacl 0.9% adalah 96.67 dengan standar
efektif mencegah maupun meniadakan
deviasi 12.685 Sedangkan rata-rata selisih
serangan asma.
nilai VEP (Volume Ekspirasi Paksa) pada
Pemberian tambahan pengencer
responden yang dilakukan Inhalasi tanpa
berupa NaCl 0.9 % dalam terapi obat
pengenceran Nacl 0.9% adalah 108.33
merupakan hal yang biasa dalam dunia
dengan standar deviasi 18.952. Hasil uji

[133]
Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN 1907 - 0357

kedokteran. NaCl adalah larutan jernih, Pengaruh Inhalasi Bronkodilator tanpa


tidak berwarna, steril dan bebas pirogen. Pengenceran NaCl 0.9% terhadap
Cairan infus normal salin atau NaCl 0,9 % Fungsi Paru (VEP1)
mengandung 9 gr NaCl/Ltr, jadi ini
sebanding dengan 154.mmol NaCl Hasil penelitian menunjukan bahwa
Dengan tekanan osmotik 308 mOsmol/l. rata-rata selisih peningkatan nilai VEP1
Normal salin/NaCl Merupakan sebelum dan sesudah dilakukan inhalasi
cairan iosotonik yang biasa digunakan tanpa pengenceran Nacl 0.9% adalah
sebagai cairan pengganti cairan tubuh. 108.33, dengan standar deviasi 18.952.
Kandungan NaCl dalm cairan tersebut Peningkatan Nilai VEP1 Minimal adalah
merupakan komponen utama dari kation- 100 dan peningkatan nilai VEP1
kation ekstrasel dan sebagai penentu dari maksimal adalah 150. Hal ini menunjukan
tekanan osmotik plasma darah, sedangkan bahwa pemberian terapi inhalasi dengan
Clorida merupakan anion utama didalam bronkodilator tanpa pengenceran NaCl
plasma darah, jadi pada keadaan 0.9% tetap memberikan efek memberikan
kehilangan cairan atau dehidrasi isotonik, efek bagi peningkatan nilai VEP1 pada
pada muntah-muntah dimana clorida penderita asma.
banyak keluar dari tubuh sangat di Bahkan bila dilihat dari nilai
perlukan cairan pengganti seperti normal peningkatan VEP1 pada inhalasi tanpa
salin ini dan secara umum untuk pengenceran dibandingkan dengan
mengatasi kekurangan natrium serta ion inhalasi dengan pengenceran NaCl 0.9%,
clorida dalam darah misal pada keadaan maka peningkatan VEP1 pada inhalasi
dehidrasi dan lain-lain. tanpa pengenceran lebih besar (108,33
Dengan demikian normal salin atau ml/detik) dibandingkan dengan
NaCl 0.9% juga sangat baik digunakan pengenceran NaCl 0.9% (96.67 ml/detik).
sebagai pelarut medikamentosa untuk Peningkatan VEP1 pada pasien
pemakaian secara parenteral, menilai dari asma setelah dilakukan pemberian inhalasi
keterangan kandungan NaCl 0,9% maka bronkodilator salbutamol/ventolin tanpa
larutan dapat dipakai sebagai bahan pengenceran menyebabkan terbukanya
pembanding untuk pengenceran obat saluran pernapasan akibat terjadi
bronkodilator. Hal ini terbukti pada hasil vasodilatasi otot polos bronkus dan
penelitian pada analisis statistik lanjut bronkeolus sebagai respon terhadap
diperoleh nilai p value sebesar 0.000, stimulus yang diterima reseptor β2
dengan demikian pemberian bronkodilator sehingga menyebabkan aktivasi syaraf
dengan pengenceran tetap memberikan simpatis pada area bronkus dan brokeolus.
pengaruh yang signifikan terhadap Obat-obatan brokodilator pada
peningkatan nilai VEP1 pada pasien asma. pasien asma bekerja lebih kurang selektif
Dampak lain yang dirasakan oleh terhadap reseptor β2 adrenergis dan praktis
pasien asma yang diterapi inhalasi tidak terhadap reseptor- β1 (stimulasi
bronkodilator dengan pengenceran NaCl jantung). Obat dengan efek terhadap
0.9% adalah diperolehnya kelembaban kedua reseptor sebaiknya jangan
saluran pernapasan yang lebih baik digunakan lagi berhubung efeknya
sehingga berdampak terhadap terhadap jantung, seperti efedrin,
pengenceran dan pengeluaran dahak. inprenalin, orsiprenalin dan
heksoprenalin.
Pengecualian pada adrenalin dengan
mekanisme kerjanya adalah melalui
stimulasi reseptor β2 di trachea (batang
tenggorok) dan bronchi, yang
menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase.

[134]
Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN 1907 - 0357

Enzim ini memperkuat pengubahan pengenceran NaCl 0.9% adalah 96.67


adenosintrifosfat (ATP) yang kaya energi ml/detik dengan standar deviasi 12.685
menjadi cyclic-adenosin monophosphat ml/detik. Sedangkan rata-rata peningkatan
(cAMP) dengan pembebasan energi yang VEP1 pada inhalasi bronkodilator tanpa
digunakan untuk proses-proses dalam sel. pengenceran NaCl 0.9% adalah 108.33
Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel ml/detik dengan standar deviasi 18.952
menghasilkan beberapa efek ml/detik.
bronchodilatasi dan penghambatan Hasil uji statistik lebih lanjut
pelepasan mediator oleh mast cells. didapatkan nilai p value = 0.007, berarti
Penggunaannya semula sebagai pada alpha 5% terlihat ada perbedaan rata-
terapi tunggal yang terus menerus, namun rata selisih nilai VEP1 antara responden
ternyata secara berangsur-angsur yang diberikan inhalasi dengan
meningkatkan HRB (Hiper Reaktif pengenceran NaCl 0.9% dengan tanpa
Bronkus) dan pada akhirnya akan pengenceran NaCl 0.9%. Rata-rata selisih
memperburuk fungsi paru, karena tidak nilai VEP1 reponden yang diberikan
menanggulangi peradangan dan inhalasi tanpa pengenceran Nacl 0.9%
peningkatan kepekaan bagi alergen pada tampak lebih tinggi dibandingkan dengan
pasien alergis. Oleh karena itu, sejak rata-rata selisih nilai VEP1 reponden yang
beberapa tahun hanya digunakan untuk diberikan inhalasi dengan pengenceran
melawan serangan atau sebagai NaCl 0.9%. Hal ini menunjukkan ada
pemeliharaan dalam kombinasi dengan perbedaan pengaruh pemberian inhalasi
obat pencegah, seperti kortikosteroid dan dengan pengenceran NaCl 0.9% dan tanpa
kromoglikat. pegenceran Nacl 0.9% terhadap fungsi
Hasil penelitian ini juga paru pada pasien asma.
membuktika bahwa pemberian Pada seorang penderita asma,
bronkodilator inhalasi tanpa pengenceran kontriksi bronkus terjadi secara berlebihan
juga memberikan efek peningkatan fungsi hingga mengakibatkan gangguan fungsi
paru. Hal ini terlihat dari peningkatan pernapasan. Pada saluran nafas besar,
VEP1 setelah dilakukan tindakan terapi. cincin tulang rawan berfungsi untuk
Dengan demikian terapi inhalasi mengurangi kontriksi otot polos. Pada
bronkodilator tanpa pengenceran efektif saluran napas kecil, tulang rawan tersebut
dalam meningkatkan VEP1 pada pasien diganti oleh jaringan membran dan otot
asma. polos berbentuk spiral (Danusaputro,
2000).
Perbedaan Pengaruh Inhalasi Kontraksi dari otot polos
Bronkodilator Dengan Pengenceran menyebabkan penyempitan saluran napas.
Dan Tanpa Pengenceran Nacl 0,9% Penyempitan bronkus dapat terjadi secara
Terhadap Fungsi Paru Pada Pasien reflektoris karena latihan jasmani yang
Asma berat, batuk yang paroksismal atau
bernapas dalam udara dingin. Perubahan-
Berdasarkan keterangan di atas dan perubahan diameter dari saluran udara
fakta hasil penelitian menyimpulokan dapat terganggu oleh karena faktor
bahwa tingkat peningkatan fungsi paru regional, misalnya perubahan kosentrasi
(VEP1) pada pasien asma setalah zat asam dan karbon dioksida. Keaktifan
dilakukan terapi inhalasi bronkodilator susunan saraf pusat karena stimulus pada
tanpa pengenceran lebih besar dari pada pusat lebih tinggi dapat mempengaruhi
inhalasi bronkodilator dengan tonus otot bronkus dan dapat
pengenceran NaCl 0.9%. Hasil penelitian menyebabkan kontriksi bronkus.
menunjukan bahwa rata-rata peningkatan Masalah utama dari asma adalah
VEP1 pada inhalasi bronkodilator dengan kepekaan selaput lendir bronkhial dan

[135]
Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN 1907 - 0357

hiperreaktif otot bronkial. Rangkaian diberikan inhalasi bronkodilator tanpa


pengaruh dari edema selaput lendir pengenceran NaCl 0,9%.
bronkhial, peningkatan produksi mukus Namun pemberian inhalasi
(dahak) dan spasme otot polos, maka akan bronkodilator dengan pengenceran NaCl
menimbulkan penyempitan jalan napas 0.9% memerlukan waktu yang lebih lama
dan menyebabkan 4 gejala asma yang dibandingkan dengan inhalasi
utama, yaitu: batuk, mengi, pernapasan bronkodilator tanpa pengenceran Nacl
pendek dan rasa sesak di dada 0.9%.
(Soeparman, 1996).
Penatalaksanaan asma yang lazim KESIMPULAN
dilakukan salah satunya adalah dengan
memberikan inhalasi bronkondilator yang Terjadi peningkatan fungsi paru
berfungsi untuk mendilatasi bronchus dan pada pasien asma yang dilakukan terapi
bronchiolus yang meningkatkan aliran inhalasi bronkodilator dengan
udara. Bronkodilator dapat berupa zat pengenceran NaCl 0,9% ditandai
endogen atau berupa obat-obatan yang peningktatan VEP1 sebesar 96,67 ml/detik
digunakan untuk mengatasi kesulitan dengan standar deviasi 12,685 ml/detik.
bernafas. (www.med.papers.com. 10 Hasil uji statistik lebih lanjut
November 2010). menyimpulkan bahwa ada pengaruh terapi
Dari hasil diatas menurut analisa inhalasi bronkodilator dengan
penulis adanya perbedaan antara pengenceran NaCl 0,9% terhadap fungsi
pemberian inhalasi bronkodilator dengan paru (VEP1) (p=0,000).
pengenceran NaCl 0.9% dan tanpa Terjadi peningkatan fungsi paru
pengenceran NaCl 0.9% berhubungan pada pasien asma yang dilakukan terapi
dengan komposisi obat bronkodilator yang inhalasi bronkodilator tanpa pengenceran
dapat diserap oleh tubuh responden. NaCl 0,9% ditandai peningktatan VEP1
Pemberian inhalasi tanpa pengenceran sebesar 108,33 ml/detik dengan standar
NaCl 0.9% memungkinkan respon tubuh deviasi 18,952 ml/detik. Hasil uji statistik
menjadi cepat, sehingga menimbulkan lebih lanjut menyimpulkan bahwa ada
dampak yang sesuai dengan efek pengaruh terapi inhalasi bronkodilator
farmakologis obat tersebut. Sedangkan tanpa pengenceran NaCl 0,9% terhadap
pada pemberian inhalasi dengan fungsi paru (VEP1) (p=0,000).
pengenceran NaCl 0.9% komposisi obat Pada uji statistik lanjut disimpulkan
telah terlarut dalam NaCl 0.9% sehingga ada perbedaan rata-rata selisih nilai VEP1
memperlambat respon tubuh terhadap efek penderita asma yang diberikan inhalasi
farmalologis obat. dengan pengenceran NaCl 0.9% dengan
Selain dari respons fisiologis, tanpa pengenceran NaCl 0.9% pada pasien
peneliti juga mencatat adanya respons asma (p = 0.007), sehingga disimpulkan
psikologis yang didapatkan dari bahwa peningkatan fungsi paru (VEP1)
wawancara dengan responden setelah pada pasien asama yang diberikan inhalasi
dilakukan inhalasi bonkodilator. tanpa pengenceran NaCl 0,9% lebih besar
Responden yang diberikan inhalasi daripada yang diberikan dengan
bronkodilator dengan pengenceran Nacl pengenceran NaCl 0,9%.
0.9% menyatakan bahwa jika diberikan Berdasarkan kesimpulan tersebut,
inhalasi bronkodilator dengan maka perlu dibuat Standar Prosedur
pengenceran NaCl 0.9% maka dia merasa Operasional pemberian Terapi Inhalasi
bahwa dahaknya lebih mudah Bronkodilator yang baku sehingga tidak
dikeluarkan, dan merasa lebih lega menimbulkan perbedaan persepsi bagi
dibandingkan dengan responden yang petugas dalam memberikan Terapi
Inhalasi Bronkodilator. Dimana SOP

[136]
Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN 1907 - 0357

pemberian bronkodilator inhalasi Danusaputro H. (2000), Ilmu Penyakit


(nebulizer) diarahkan pada inhalasi tanpa Paru, EGC, Jakarta
pengenceran NaCl 0.9%. IDAI. (2004). Pedoman Nasional Asma
Anak (2004), UKK Pulmonologi PP
Ikatan Dokter Anak Indonesia
* Dosen pada Prodi Keperawatan Ikawati, (2006), Penyakit Paru Di
Tanjungkarang Poltekkes Kemenkes Indonesia, EGC, Jakarta.
Tanjungkarang Price, Sylivia A & Wilson. (2005),
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. EGC, Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Soeparman. (1996), Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI, Jakarta
Amrie,Yulino., Yunus, Faisal., Sukamto, Sundaru H. (2006), Asma
Mangunnegoro, Hadiarto. (2004). Bronkial, Departemen Ilmu
Perbandingan Efek Klinik Penyakit Dalam Fakulas Kedokteran
Salbutamol Lepas Lambat 4mg dan Universitas Indonesia, Jakarta.
8 mg Pada Penderita Asma www.med.papers.com. diakses pada 10
Bronkial. Jakarta November 2010
Dahlan Z (2000). Penegakan Diagnosis
dan Terapi Asma dengan Metode
Obyektif. Cermin dunia kedokteran,
Jakarta.

[137]

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai