Anda di halaman 1dari 11

Perlindungan Merek

Perlindungan merek di negara-negara ASEAN pada umumnya memiliki persamaan-persamaan, di


samping ada beberapa perbedaan prinsip dalam beberapa hal tertentu. Persamaan-persamaan tersebut
disebabkan oleh latar belakang sejarah perlindungan hukum atas IPR pada umumnya, dan bidang merek
khususnya. Perlindungan hukum merek di negara-negara ASEAN pada dasarnya merupakan
pengambilalihan dari sistem kolonial yang negaranya telah mengikuti Konvensi Paris tentang
Perlindungan Hak Milik Perindustrian, sekalipun beberapa negara ASEAN tertentu (Thailand dan
Singapura) belum menjadi peserta. Perlindungan merek di 3 (tiga) negara ASEAN memakai atau
mengambil hukum Inggris (Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam). Thailand mengambil hukum
Perancis, sedangkan Filipina lebih banyak terpengaruh oleh hukum Spanyol dan Amerika Serikat. Tetapi
ternyata di Inggris pun sudah dilakukan perubahan terutama mengenai sistem perolehan dan tata cara
pendaftaran. Indonesia sendiri mengambil hukum Belanda dan telah mengubah stelsel pendaftaran dari
sistem deklaran ke sistem konstitutif.

Pada prinsipnya belakangan ini semua negara ASEAN telah menganut sistem pendaftaran
konstitutif. Beberapa perbedaan tampak di dalam ruang lingkup, sistem pengaturan, dan jangka waktu
perlindungan. Negara Singapura dan Malaysia hanya mengatur tentang Trade Marks, Thailand mengatur
Trade Marks dan Trade Name, dan Filipina mengatur Trade Marks, Trade Name, Service Mark, dan
Indonesia mengatur Merek Dagang dan Merek Jasa. Mengenai jangka waktu perlindungan masih
beraneka ragam yaitu: lndonesia '? tahun, Fmpina 20 tahun, Thailand 10 tahun. Malaysia dan Singapura
10 tahun. Mengenai sistem pendaftaran merek terdapat dua sistem yaitu stake) deklamif dan stelsel
konsumtif. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 menganut sistem deklatatif, sedangkan dewasa ini
berlaku Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 dianut stelsel konsumtif.

Indonesia

A. lndonesia:

Undang-undang Merek di Indonesia telah mengalami 3 kali perlibahan yakni setelah Indonesia
memperoleh kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, berlaku Reglement Industriele Eigendam tahun
1912 (S. 1912 Nomor 545) yang dicabut dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961. Pada tahap
terakhir. atas Upaya Tim Kepres Nomor 34 Tahun 1986 telah berhasil direvisi Undang-undang Nomor 21
Tahun 1961 dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 yang berlalu; pada tanggal l Maret 1993.
menurut keterangan pemerintah di hadapan sidang peripurna DPR RI mengenai RUU Merek pada tanggal
7 Daember 1991, terdapat 6 pokok pemikiran yang melandasi Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992
yakni:

1. 1.Cakupan judul undang-undang meliputi merek dagang, melek jasa, dan wek kolektif.

2. Terdapat perubahan sistem pendaftaran dari sistem deklaratif menjadi konsumtif. 3. Terdapat
ketentuan pengumuman untuk memberi kesempatan ke

3. terdalat ketentuan pengumuman untuk memberi kesempaat kepada masyarakat untuk mengajukan
pandangan atau keberatanendaftaran suatu merek

4. Terdapat pengaturan mengenai permintaan pendaftaran merek yang diajukan dengan hak
prioritas.

5. Terdapat ketentuan lisensi merek

6. Terdapat sanksi pidana atas tindakan pidana pemalsuan, persaingan curang, dan pelanggaran
merek.

Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Pan's dengan Keppres Nomor
24 Tahun 1979 yang berlaku pada tanggal 10 Mei 1979, tetapi telah melakukan persyaratan terhadap
ketentuan substantif yakni pasal 1-12 dan pasal 28. Dengan berlakunya Undangundang Nomor 19 Tahun
1961, Indonesia telah menyesuaikan diri dengan Konvensi Paris tersebut. Konvensi Paris menentukan
bahwa hak milik perindustrian yang dilindungi antara lain: merek dagang (trade marks), merek jasa
(service marks), nama perniagaan (trade names), indikasi sumber (indications of source). Dan di dalam
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang merek didetinisikan bahwa merek adalah:

”tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi
dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagang' an
barang atau jasa". Di dalam UU No. 19/1992 dikenal adanya hak prion'tas yang diamr Pula dalam pasal 4
KonvensiParis, demikian juga mengenai jangka waktu pendaftaran serta perlindungan merek-merek
terkenal (Wellv known Marks).

Berikut ini akan dicoba untuk melihat pokok-pokok pengaturan dari ketentuan Undang-undang No. 19
tahun 1992 yang mencakup pokok-pokok pemikiran tersebut d1 atas. '

1. Pendaftaran merupakan syarat adanya hak merek


Di dalam Undang-undang No. 19 Tahun 1992 dianut sistem pendaftaran yang sama sekali berbeda dengan
Undang-undang No. 21 Tahun 1961 yaitu sistem konstitutif. Sistem ini menentukan bahwa pendaftaran
merupakan syarat mutlak dilindunginya hak merek, hal mana ditentukan di dalam pasal 3 Undang-undang
No. 19 Tahun 1992 bahwa:

”Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam
daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin
kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya. ”

Prinsip pendaftaran yang dianut oleh UU No .19 Tahun 1992 tersebut merupakan kebalikan dari prinsip
yang dianut dalam UU No. 21 Tahun 1961. Perubahan prinsip pendaftaran ini akan mempengaruhi pada
mekanisme pendaftaran yang membutuhkan peran aktif dari pihak kantor merek bahwa selain harus
diteliti kebenaran substantif dari Merek yang dimohonkan, juga harus benar-benar diteliti bahwa merek
Yang akan didaftarkan tersebut tidak melanggar mereksorang lain baik (11 dalam negeri maupun
pemegang hak prioritas. Lain halnya dengan prinsip yang dianut pada masa berlakunya UU No. 21 Tahun
1961 Yang menentukan bahwa pendaftaran bukan merupakan syarat untuk membuktikan kepemilikan hak
merek, tetapi yang menentukan adalah Demakal terdahulu. Hal ini telah diuji dalam kasus yang terkenal
yakni kasus TANCHO yang diputuskan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 677 K/Sip/ 1972 tentang Perkara Merek TANCHO bahwa sekalipun tergugat telah mendaftarkan
merek di Kantor Merek, tetapi pihak penggUgat yakni Tancho Kabushikl Raisa (Tancho Co. Ltd) dalam
tahun-tahun 1962. 1963. dan 1964 sudah memasukkan dan mengedarkan barang-barang dengan memakai.

waktu pendaftaran serta perlindungan merek-merek terkenal (Wellv known Marks). Berikut ini akan
dicoba untuk melihat pokok-pokok pengaturan dari ketentuan Undang-undang No. 19 tahun 1992 yang
mencakup pokok-pokok pemikiran tersebut d1 atas. '

1. Pendaftaran merupakan syarat adanya hak merek

Di dalam Undang-undang No. 19 Tahun 1992 dianut sistem pendaftaran yang sama sekali berbeda dengan
Undang-undang No. 21 Tahun 1961 yaitu sistem konstitutif. Sistem ini menentukan bahwa pendaftaran
merupakan syarat mutlak dilindunginya hak merek, hal mana ditentukan di dalam pasal 3 Undang-undang
No. 19 Tahun 1992 bahwa:

”Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam
daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin
kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya. ”
Prinsip pendaftaran yang dianut oleh UU No .19 Tahun 1992 tersebut merupakan kebalikan dari prinsip
yang dianut dalam UU No. 21 Tahun 1961. Perubahan prinsip pendaftaran ini akan mempengaruhi pada
mekanisme pendaftaran yang membutuhkan peran aktif dari pihak kantor merek bahwa selain harus
diteliti kebenaran substantif dari Merek yang dimohonkan, juga harus benar-benar diteliti bahwa merek
Yang akan didaftarkan tersebut tidak melanggar mereksorang lain baik (11 dalam negeri maupun
pemegang hak prioritas. Lain halnya dengan prinsip yang dianut pada masa berlakunya UU No. 21 Tahun
1961 Yang menentukan bahwa pendaftaran bukan merupakan syarat untuk membuktikan kepemilikan hak
merek, tetapi yang menentukan adalah Demakal terdahulu. Hal ini telah diuji dalam kasus yang terkenal
yakni kasus TANCHO yang diputuskan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 677 K/Sip/ 1972 tentang Perkara Merek TANCHO bahwa sekalipun tergugat telah mendaftarkan
merek diKantor Merek, tetapi pihak penggUgat yakni Tancho Kabushikl Raisa (Tancho Co. Ltd) dalam
tahun-tahun 1962. 1963. dan 1964 sudah memasukkan dan mengedarkan barang-barang dengan memakai

2. Merek yang tidak dapat didaftarkan dan yang ditolak

Di dalam pasal 5-6 Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 terdapat ketentuan tentang merek-merek yang
permohonannya tidak dapat didaftarkan atau ditolak oleh Kantor Merek, yang di antaranya terhadap
merek-merek terkenal. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 telah dikeluarkan
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.O3-HC.02.01 Tahun 1991, tanggal 2 Mei
1991 (KEPMEN 1991) tentang Penolakan Permohonan Pendaftaran Merek Terkenal atau Merek yang
Mirip Merek Terkenal Milik Orang Lain atau Milik Badan Lain. Dikeluarkannya KEPMEN 1991 tersebut
disebabkan oleh banyaknya pelanggaran merek-merek terkenal, misalnya kasus merek SEVEN-UP untuk
barang kembang gula dan biskuit atas nama Tjhin Tjeng Khian, Jakarta, yang dengan tidak beritikad baik
meniru merek terkenal SEVEN-UP milik The Seven Up Co. USA diputuskan oleh Mahkamah Agung
Nomor 3027 K/Sip/ 1981; kasus merek YAMAHA untuk bola bulu tangkis tahun 1981; penggunaan
merek BATA untuk barang peci yang sama dengan merek terkenal BATA milik PI‘. Perusahaan Sepatu
BATA tahun 1981.

Sejalan dengan dikeluarkannya Kepmen 1991, Direktorat Jenderal HCPM telah menginventarisasikan
merek-merek terkenal dari 14 negara yakni: Inggris, Swiss, J epang, Republik Federal Jerman, Australia,
Amerika Serikat, Belgia, Spanyol, Swedia, Ausm'a, Denmark, Italia, Muangthai, dan Perancis. Bahan
tersebut sebagai referensi dalam melaksanakan pemeriksaan permintaan pendaftaran merekz.

Mengenai merek yang tidak dapat didaftarkan dan yang ditolak menurut Undang-undang Nomor 19
Tahun 1992 ditentukan kategori sebagai berikut:
a. Merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu

unsur sebagai berikut:

1) Bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum yang meliputi pula penggunaan tanda yang
bertentangan dengan Agama atau yang merupakan atau menyerupai nama Allah dan Rasulnya.

2) Tidak memiliki daya pembeda.

3) (3)Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.
Misalnya kata knpi atau gambar kopi untuk produk kopi.

4) Telah menjadi milik umum. Misalnya tanda tengkorak di atas dua tulang yang bersilang, yang
secara umum telah diketahui sebagai tanda bahaya

b. Merek-merek yang permohonannya dapat ditolak oleh kantor pendaftaran merek apabila mengandung
hal-hal sebagai berikut:

(1) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek orang lain yang sudah
terdaftar lebih dahulu untuk barang atau jasa sejenis yang termasuk dalam satu kelas. Yang dimaksud
dengan persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya, adalah adanya kesan yang sama antara lain baik
mengenai bentuk, cara penempatan, atau kombinasi antara unsur-unsur maupun persamaan bunyi ucapan
yang terdapat dalam merek-merek yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal ini telah banyak
yurisprudensi antara lain: Perkara Merek Supermi berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Nomor 904/ 1970, Perkara Merek KAMPAK melawan RAJA KAMPAK berdasarkan Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 178 K/Sip/ 197 3, Perkara merek ”ACE A” melawan ”A.C.E.A” dan
sebagainya.

(2)Mempakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, merek dan nama badan hukum yang dimiliki
orang lain yang sudah terkenal, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak Penentuan suatu merek
atau nama terkenal, dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat Agama atau yang
merupakan atau menyerupai nama Allah dan Rasulnya. Tidak memiliki daya pembeda.
(3)Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran. Misalnya
kata kopi atau gambar kopi untuk produk kopi.

(4) Telah menjadi milik umum. Misalnya tanda tengkorak di atas dua tulang yang bersilang, yang secara
umum telah diketahui sebagai tanda bahaya

b. Merek-merek yang permohonannya dapat ditolak oleh kantor pendaftaran merek apabila mengandung
hal-hal sebagai berikut:

1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya

2. dengan merek orang lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang atau jasa sejenis yang
termasuk dalam satu kelas. Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya, adalah adanya kesan yang sama antara lain baik mengenai bentuk, cara
penempatan, atau kombinasi antara unsur-unsur maupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat
dalam merek-merek yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal ini telah banyak yurisprudensi
antara lain: Perkara Merek Supermi berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor
904/ 1970, Perkara Merek KAMPAK melawan RAJA KAMPAK berdasarkan Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 178 K/Sip/ 197 3, Perkara merek ”ACE A” melawan
”A.C.E.A” dan sebagainya. Mempakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, merek dan
nama badan hukum yang dimiliki orang lain yang sudah terkenal, kecuali atas persetujuan tertulis
dari yang berhakPenentuan suatu merek atau nama terkenal, dilakukan denga!l

3. memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek atau nama tersebut di bidang
usaha yang bersangkutan Merupakan peniruan atau menyerupai nama atau singW nama, bendera,
lambang atau simbol atau emblem, Gaff negara atau lembaga nasional maupun internasional,
kecuan atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. mengenai merek atau nama tersebut
di bidang usaha yang bersangkutan Merupakan peniruan atau menyerupai nama atau nama,
bendera, lambang atau simbol atau emblem, negara atau lembaga nasional maupun internasional,
kecuan atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

4. Merupakan peniruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh
negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

5. Merupakan atau menyerupai ciptaan orang lain yang dilindungi hak cipta, kecuali atas
persetujuan tertulis dari pemegang Hak Cipta tersebut.
3. Permintaan pendaftaran merek

Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 telah memuat ketentuan yang sesuai dengan Konvensi Paris yang
sesungguhnya ketentuan tersebut telah dilakukan reservasi oleh Indonesia yakni pasal 4 Konvensi yang
mengatur tentang Hak Prioritas. Terdapat 2 ketentuan mengenai permintaan pendaftaran merek yaitu
permintaan pendaftaran merek oleh warga negara Indonesia sendiri dan permintaan pendaftaran merek
oleh warga negara asing yang memiliki hak prioritas. Permintaan yang pertama diatur dalam pasal 8-1]
dan yang kedua diatur dalam pasal 12-13.

Seseorang yang ingin meminta pendaftaran mereknya, ia harus mengajukan permintaan secara tertulis dan
ditandatangani dalam bahasa Indonesia kepada Kantor Merek. Mengenai kantor merek ini sekarang telah
mengalami perubahan. Berdasarkan Keppres RI Nomor 32 Tahun 1988 tentang Penyempurnaan
Organisasi Departemen telah dibentuk Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek (DITJEN HCPM)
di lingkungan Departemen Kehakiman Republik Indonesia. Sebelumnya bidang IPR ditangani oleh
Direktorat Paten dan Hak Cipta Ditjen Hukum dan Perundang-undangan, Departemen Kehakiman.
Permohonan tersebut hanya dapat diajukan untuk satu kelas barang atau jasa yang menyebutkan jenis
barang atau jasa yang termasuk dalam kelas yang bersangkutan. Kelas barang atau jasa merupakan
kelompok jenis barang atau jasa yang mempunyai persamaan dalam sifat, cara pembuatan, dan tujuan
penggunaannya. Apabila merek tersebut akan diminta pendaftarannya untuk lebih dari satu kelas, maka
permintaan tersebut harus diajukan secara terpisah. Dalam satu kelas terdapat satu atau lebih jenis barang
atau jasa. Oleh karenanya, permintaan pendaftaran merek untuk setiap kelas harus menyebutkan dengan
jelas jenis barang atau jasa yang diinginkan dalam kelas yang bersangkutan.

Untuk kepentingan pelayanan pendaftaran ini, secara bertahap akan dibentuk cabang-cabang kantor
merek untuk memudahkan masyarakat yang ingin mendaftarkan mereknya serta untuk lebih menekan
biaya pendaftaran.

Dalam hal permintaan pendaftaran diajukan oleh lebih dari satu

orang atau badan hukum yang secara bersama-sama berhak atas merek tersebut, nama orang-orang atau
badan hukum mengajukan permintaan dicantumkan semuanya dengan memilih salah satu alamat sebagai
alamat mereka. Permintaan kolektif tersebut ditandatangani oleh salah seorang atau salah satu wakil
badan hukum yang berhak atas merek dengan melampirkan persetujuan tertulis dari orang atau badan
hukum lainnya yang berhak. Dan apabila diajukan melalui kuasa, maka surat kuasa harus ditandatangani
oleh semua yang berhak atas merek tersebut;

Permintaan pendaftaran dengan hak prioritas sebagaimana diatur dalam Konvensi Paris, harus diajukan
dalam waktu selambat-lambatnya enam bulan sejak tanggal penerimaan pendaftaran merek pertama kali
di negara lain yang juga ikut serta dalam konvensi tersebut. Permintaan pendaftaran tersebut juga wajib
dilengkapi dengan bukti tentang penerimaan permintaan pendaftaran yang pertama kali yang
menimbulkan hak prioritas tersebut.

Bukti tersebut dapat diminta oleh kantor HCPM untuk diterjemah kan dalam bahasa Indonesia. Apabila
ketentuan tersebut tidak telp? nuhi dalam waktu paling lama 3 bulan setelah berakhirnya hak meng ajukan
permintaan pendaftaran merek dengan menggunakan hak pn' oritas tersebut, maka permintaan
pendaftaran tersebut dianggap di tarik kembali. Pemberitahuan akan disampaikan secara tertulis kepada
orang atau badan hukum atau kuasanya yang mengajukan pendaftaran tersebut dengan menyebutkan
alasannya.

4. Pendaftaran merek

Setelah Kantor Merek melakukan pemeriksaan kelengkapan Persyaratan pendanaran dan menganggap
bahwa pemohon telah memenuhi

syarat untuk didaftarkan, maka selambat-lambatnya empat belas hari sejak tanggal penerimaan
permintaan pendaftaran, mengumumkan pep mjntaan pendaftaran tersebut yang berlangsung selama enam
(6) bulan dan dilakukan dengan:

a. Menempatkan pada papan pengumuman yang khusus disediakan untuk itu dan dapat dengan mudah
serta jelas dilihat oleh masyarakat, dan _

b. Menempatkan dalam berita Resmi Merek yang diterbitkan secara berkala oleh Kantor Merek.

Selama jangka waktu pengumuman setiap orang atau _badan hukum dapat mengajukan keberatan secara
tertulis kepada Kantor Merek atas permintaan pendaftaran merek yang bersangkutan. Setelah berakhirnya
jangka waktu pengumuman dan tidak ada sanggahan, Kantor Merek melakukan pemeriksaan substantif
terhadap permintaan pendaftaran merek. Pemeriksaan diselesaikan dalam waktu selambat-lambatnya
sembilan bulan sejak: (a) tanggal berakhirnya pengumuman, atau (b) tanggal berakhirnya jangka waktu
untuk menyampaikan sanggahan. Dalam hal permintaan pendaftaran merek dapat disetujui, maka Kantor
Merek:

a. Mendaftar merek tersebut dalam Daftar Umum Merek

b. Memberitahukan pendaftaran merek tersebut kepada orang atau badan hukum atau kuasanya yang
mengajukan permintaan pena daftaran merek; '

c. C. Memberikan Sertifikat Merek; dan

d. D.Mengumumkan pendaftaran tersebut dalam Berita Resmi Merek.

Sertifikat Merek diberikan kepada orang atau badan hukum yang mengs ajUKan permintaan pendaftaran
merek dalam waktu selambat-lambatnya tiga puluh han' sejak tanggal merek tersebut didaftar dalam
Daftar Umum Merek.

5.Jangka waktu dan perpanjangan perlindungan merek

Menurut pasal 7 Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 Merek tmdaftar mendapat perlindungan
hukum untuk Jangka waktu sepuluh tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permintaan pendaf.
taran merek yang bersangkutan. Jangka waktu tersebut dapat diper. panjang setiap kali untuk jangka
waktu yang sama (pasal 36 ayat 1). Permintaan perpanjangan jangka waktu diajukan secara tertulis oleh
pemilik atau kuasanya dalam jangka waktu tidak lebih dari dua belas bulan dan sekurang-kurangnya 6
bulan sebelum berakhimya jangka waktu perlindungan merek terdaftar.

6. Lisensi merek

Pemilik merek terdaftar dapat memberi lisensi kepada orang lain dengan perjanjian menggunakan
mereknya baik untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa yang termasuk dalam satu kelas.
Pemberi lisensi tetap dapat menggunakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk
menggunakan merek tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain. Untuk menghindari perjanjian lisensi untuk
kepentingan yang melanggar hukum atau dapat merugikan kepentingan pihak lain atau mengganggu
perekonomian nasional, maka setiap perjanjian lisensi merek dicatat oleh Kantor Merek dalam Daftar
Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

7. Sanksi hukum terhadap pelanggaran merek

Terhadap pelanggaran merek berlaku sekaligus gugatan perdata dan sanksi pidana. Pemilik merek
terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap orang atau badan hukum yang menggunakan mereknya,
yang mempunyai persamaan baik pada pokoknya atau pada keseluruh annya secara tanpa hak, berupa
permintaan ganti rugi dan penghenti an pemakaian merek tersebut kepada pengadilan negeri Ketentuan
ini berlaku juga bagi penerima lisensi merek terdaftar baik secara sendifi maupun bersama-sama dengan
pemilik merek yang bersangkutan. Hal‘ untuk mengajukan gugatan sebagaimana diatur dalam Bab VIII
Un” dang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tidak mengurangi hak negaril untuk melakukan tuntutan tindak
pidana di bidang merek (pasal 76)

Ancaman pidana terhadap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama
pada keseluruhannya dengan merek terdaftar orang lain dipidanakan penjara maksimum 7 tahun dan
denda maksimum Rp 100.000.000,- dan apabila pelanggaran tersebut berupa merek yang sama pada
pokoknya dengan merk lain ancaman pidana penjara maksimum 5 tahun dan denda paling banyak Rp.
50.000.000,- sedangkan orang yang memperdagangkan barang atau jasa yang diketahui atau patut
diketahui bahwa barang atau jasa tersebut menggunakan merek terdaftar milik orang lain secara tanpa
hak, dipidana kurungan maksimum 1 tahun atau denda maksimum Rp. 10.000.000,-.

Daftar Pusaka

Soenandar,Taryana. 2007, PERLINDUNGAN HAKI (HAK MILIK) INTELEKTUAL DI


NEGARA – NEGARA ASEAN. Jakarta : SInar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai